BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gaya hidup rakyat Indonesia yang kian praktis mendorong tingkat konsumsi plastik dalam berbagai kebutuhan. Besarnya konsumsi plastik ini dibuktikan dengan pendapat dari Jambeck (2015) yang menyatakan produksi plastik di Indonesia mencapai 187,2 juta ton. Terdapat berbagai jenis plastik yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu jenis plastik yang sering dimanfaatkan masyarakat yaitu styrofoam. Styrofoam atau polistirena merupakan salah satu jenis plastik yang bahan utamanya terbuat dari stirena dan dengan ditambahkan bahan lain yaitu seng dan butadiena. styrofoam pada awalnya dimanfaatkan sebagai bahan pelindung atau shock absorber untuk melindungi suatu produk yang bersifat fraigle seperti produk elektronik. Selain itu styrofoam juga memiliki fungsi sebagai bahan insulasi karena memiliki kemampuan menahan panas dan dingin yang baik (Sulchan dan Endang, 2007). Di era sekarang ini penggunaan styrofoam banyak dimanfaatkan sebagai wadah kemasan pangan siap saji dikarenakan sifatnya yang dapat menahan suhu panas dan dingin. Selain itu styrofoam memiliki sifat yang tidak mudah bocor dan berubah bentuk bila digunakan untuk menyimpan cairan, maupun mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas. Selain itu styrofoam memiliki harga yang murah serta memiliki bobot yang ringan (Irina, 2013). Kelebihan-kelebihan tersebut mengakibat produksi styrofoam semakin meningkat tiap tahunnya. Namun penggunaan styrofoam menyimpan berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia maupun merusak lingkungan. Bahaya ini disebabkan karena paparan stirena dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan syaraf seperti kelelahan, sulit tidur, dan rasa gelisah. Selain itu efek negatif dari paparan stirena yaitu penurunan kadar hemoglobin hingga menyebabkan anemia, gangguan sitogenik, serta efek karsinogenik (Dowly et al., 1976). Masalah lain yang disebabkan oleh styrofoam yaitu penceramaran lingkungan. Masalah pencemaran lingkungan ini disebabkan karena styrofoam tidak mudah membusuk dan tidak mudah menyerap air, sehingga styrofoam sulit untuk terurai. Masalah ini semakin meningkat karena akhir-akhir ini penggunaan styrofoam banyak dimanfaatkan sebagai kemasan pangan. Mengingat bahaya yang banyak dari penggunaan styrofoam maka perlu dilakukan upaya untuk mencari alternatif kemasan yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan mengganti penggunaan styrofoam dengan biodegradable foam/biofoam. Penggunaan biodegradable foam dinilai lebih aman karena tidak mengandung stirena dan lebih mudah terurai. Akan tetapi untuk dapat menggantikan styrofoam sebagai kemasan pangan maka diperlukan karakteristik biofoam yang mendekati karakteristik styrofoam seperti mudah dibentuk, memiliki bobot ringan, dapat menahan suhu panas dan dingin, tahan terhadap air, dan harga produksinya cukup rendah. Selain itu, biofoam juga harus berbahan baku dari produk yang dapat diperbaharui dan aman bagi lingkungan. Beberapa sumber yang cocok dijadikan bahan baku pembuatan biofoam yaitu limbah cair mocaf, limbah cair tahu, dan sekam. Limbah cair mocaf cocok dijadikan sebagai bahanbaku karena mengandung pati yang sangat tinggi sedangkan limbah cair tahu cocok dijadikan
bahan baku karena mengandung protein yang tinggi. Kelebihan yang dimiliki oleh kedua bahan tersebut akan membuat produk biofoam cepat terurai. Kemudian juga ditambahkan sekam sebagai sumber serat nya agar terbentuk tekstur yang menyerupai styrofoam. Akan tetapi belum diketahui formulasi dan suhu yang cocok sehingga dihasilkan biofoam yang memiliki karakteristik seperti styrofoam, serta belum pula diketahui mikroba apa saja yang berperan dalam proses penguraian biofoam tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui formulasi dan suhu yang sesuai sehingga diciptakan biofoam yang memiliki karakteristik seperti styrofoam, serta untuk mengetahui mikroba apa saja yang berperan dalam proses penguraian biofoam. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu ph limbah cair mocaf yang terlalu rendah sehingga menciptakan bau yang asam sehingga harus ditembahkan zat basa untuk mengurangi ph limbah cair mocaf yang terlalu rendah. Selain itu bau dari limbah cair tahu yang juga menyengat sehingga harus ditembahkan bahan lain seperti rempah-rempah untuk menghilangkan bau tersebut. Kemudian masalah pada warna biofoam yang cokelat kurang diminati masyarakay. Warna cokelat ini muncul karena penambahan sekam, sehingga perlu dilakukan penambahan zat pewarna makanan agar merubah warna dari biofoam tersebut. 1.3 Tujuan Tujuan akhir dari penelitian ini yaitu 1. Untuk mengetahui apakah penambahan basa dapat menaikkan pH limbah cair mocaf 2. Untuk mengetahui apakah rempah-rempah dapat mengilangkan bau menyengat dari limbah cair tahu 3. Untuk mengetahui apakah penambahan pewarna makanan dapat mengubah warna biofoam yang awalnya cokelat 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para pelaku industri makanan sebagai kemasan makanan mereka sehingga dapat mengurangi limbah styrofoam.