PENGARUH GAYA HIDUP HEDONISME TERHADAP RASA BERKEADILAN SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Disinyalir Hedonisme telah erat melekat dalam hidup kita. Kelekatan itu berupa seringnya kita terjebak dalam pola hidup Hedonis. Pola hidup seperti ini mudah kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana orientasi hidup selalu diarahkan pada kenikmatan, kesenangan atau menghindari perasaan-perasaan tidak enak. Manusiawi memang tatkala manusia hidup untuk mencari kesenangan, karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu bermain (homo ludens = makhluk bermain) dan bermain adalah hal hakiki yang senantiasa dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Akan tetapi bukan berarti kita bisa dengan bebas dan brutal mendapatkan kesenangan, hingga menghalalkan berbagai cara demi memperoleh kesenangan.Sikap menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesenangan telah banyak menghinggapi pola hidup para remaja saat ini.Sebagai contohnya,remaja yang suka ML ( making lovebercinta ) atas dasar senang-senang saja. Ternyata luar biasa infiltrasi budaya liberal sehingga berhasil mencengkram norma-norma kesusilaan manusia. Tidak salah lagi ini suatu propaganda yang sukses mengakar dalam jiwa-jiwa pemuja hedonisme. Namun ironisnya, mereka para pemuja kesenangan dunia semata, tak menyadari bahwa hal yang dilakukannya adalah perilaku hedon. Contoh yang kita hadapi saat ini misalnya, segala media informasi dari berbagai penjuru berusaha terus menginvasi diri kita melalui life style. Gaya hidup yang terus disajikan bagaikan fast food melalui media televisi. Gambaran yang ada seperti mimpi tentang kehidupan orang miskin yang tiba-tiba kaya layaknya dalam telenovela. Sinetron cinta yang terus mengguyur dan memprovokasi kita untuk merealisasikan cinta lewat bercinta membuat kita gila dan terbuai kehidupan duniawi. Cerita sinetron yang kian jauh dari realita ternyata telah menyihir para pemirsa. Dengan setengah sadar para penikmat sinema telah tergiring untuk meniru dan menjadikannya paradigma baru dalam menikmati hidup di masa muda.
1
Dan ketika Hedonisme sudah menjadi pegangan hidup para muda mudi banyak nilai-nilai luhur kemanusiaan para remaja luntur, bahkan hilang. Kepekaan sosial mereka terancam tergusur manakala mereka selalu mempertimbangkan untung rugi dalam bersosialisasi. Masyarakat terlihat seperti mumi hidup yang tak berguna bagi mereka. Dan mereka seolah menjadi penjaga kerajaan kenikmatan yang tak seorangpun boleh mengendus apalagi mencicipinya. Orang lain hanya boleh melongo melihat kemapanan mereka.Sungguh mereka menjadi sangat tidak peduli. Akibatnya ketika ada orang yang membutuhkan uluran tangan, mereka menyembunyikan diri dan enggan berkorban.Berkaca dari latar belakang itulah, maka Penulis mengankat makalah ini dengan judul “PENGARUH
GAYA HIDUP
HEDONISME TERHADAP RASA BERKEADILAN SOSIAL”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, kami merumuskann masalah yang dibahas sebagai berikut: 1.
Bagaimana Hedonisme di masyarakat kita?
2.
Apa dampak gaya hidup hedonisme terhadap rasa berkeadilan sosial?
3.
Bagaimana cara penyelesaian masalah hedonisme yang melupakan keadilan sosial ?
1.3 Tujuan Penulisan Mengetahui bagaimanakah hedonisme terjadi, akar dan sebab masalah dari hedonisme dan bagaimana cara menyelesaikan masalah hedonisme yang menyebabkan ketimpangan sosial 1.4. Metodologi Dalam penulisan makalah ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan kajian pustaka .
2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.Hedonisme Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun, pada waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam. Hedonisme menurut Pospoprodijo (1999:60) kesenangan atau (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Namun, kaum hedonis memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian Jeremy Bentham dalam Pospoprodijo (1999:61) mengatakan bahwasanya kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia, dan beliau mengatakan juga bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh masyarakat. Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81) adalah sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya dinilai tidak baik. Orang-orang yang mengatakan ini, dengan sendirinya, menganggap atau menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya. Menurut Aristoteles dalam Russell (2004:243) kenikmatan berbeda dengan kebahagiaan, sebab tak mungkin ada kebahagiaan tanpa kenikmatan. Yang mengatakan tiga pandangan tentang kenikmatan: (1) bahwa semua kenikmatan tidak baik; (2) bahwa beberapa kenikmatan baik, namun sebagian besar buruk; (3) bahwa kenikmatan baik, namun bukan yang terbaik. Aristoteles menolak pendapat yang pertama dengan alasan bahwa penderitaan sudah pasti buruk, sehingga kenikmatan tentunya baik. Dengan tepat ia katakan bahwa tak masuk akal jika dikatakan bahwa manusia bisa bahagia dalam penderitaan: nasib baik yang sifatnya lahiriyah, sampai taraf tertentu, perlu bagi terwujudnya kebahagiaan. Ia pun menyangkal pandangan bahwa semua kenikmatan bersifat jasmaniah; segala sesuatu mengandung unsur rohani, dan kesenangan mengandung sekian kemungkinan untuk mencapai kenikmatan yang senantiasa kenikmatan yang tinggal dan sederhana. Selanjutnya ia katakan kenikmatan buruk akan tetapi itu bukanlah kenikmatan yang dirasakan oleh orang-orang 3
yang baik, mungkin saja kenikmatan berbeda-beda jenisnya dan kenikmatan baik atau buruk tergantung pada apakah kenikmatan itu berkaitan dengan aktivitas yang baik atau buruk. Honis O. Kallsoff dalam Soerjono Soemardjo (1996 : 359) manusia dalam kenyataannya mencari kenikmatan (hedonisme psikologis) dengan prinsip yang mengatakan bahwa mausia seharusnya mencari kenikmatan (hedonisme etis). Disini jelas bahwa hedonisme ialah perbuatan yang diantara segenap perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang akan membawa orang tersebut merasakan kebahagiaan yang sebesarbesarnya. 2.2 Pengertian Keadilan Sosial Sebelum membahas keadilan sosial lebih lanjut, mari kita bahas pengertian keadilan. Keadilan yang memiliki kata dasar “adil” memiliki arti tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Perilaku adil menyebabkan seseorang akan memperoleh haknya. Pada pelaksanaannya, keadilan selalu berhubungan dengan kehidupan bersama dalam bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dikenal tiga jenis keadilan yaitu keadilan komutatif, keadilan distributif, dan keadilan legalis. Keadilan komutatif adalah keadilan yang terjadi antara hubungan pribadi dengan pribadi lainnya. Dalam hubungan antar individu sebagai warga yang bermasyarakat harus dilandasi dengan perilaku adil. Keadilan ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang sejahtera dan makmur. Keadilan distributif adalah keadilan antara negara terhadap warganya. Artinya pihak negara wajib berlaku adil kepada setiap warganya misalnya setiap warga memiliki hak untuk sejahtera yang sehingga adanya program pembagian bantuan, subsidi, dan lainnya yang diselenggarakan oleh negara. Keadilan legalis berkaitan dengan hubungan pribadi dengan masyarakat. Dalam hubungan ini, harus adanya perilaku adil dari setiap individu terhadap masyarakat keseluruhan. Makna dan Contoh Keadilan Sosial Keadilan sosial memiliki makna yang sangat luas. Makna dari sila ke -5 ada pada butir-butir implementasi Pancasila yang tertera pada ketetapan MPR no. I/MPR/2003 yaitu sebagai berikut: 1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada butir ini dijelaskan bahwa warga Indonesia hendaknya berperilaku baik dan berbudi luhur misalnya dengan saling peduli, membantu, bergotong royong, juga bersikap tenggang rasa terhadap sesama tanpa membedakan pangkat, derajat, pekerjaan, suku, ras dan agama sehingga terbentunya kehidupan bermasyarakat yang sejahtera dan damai, tanpa adanya diskriminasi. 2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
4
Adil terhadap sesama maksudnya adalah memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh warga tanpa membedakan berbagai faktor misalnya suku, ras, agama, dan pekerjaan. Semua rakyat Indonesia memiliki kedudukan sama dihadapan hukum. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Harus adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang didapatkan oleh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak boleh hanya menuntut haknya saja, kewajiban dari setiap individupun harus dilaksanakan. 4. Menghormati hak orang lain Setiap manusia memiliki hak, bahkan hak tersebut ada yang diperoleh sejak lahir yang juga disebut sebagai Hak Asasi Manusia. Setiap manusia harus saling menghormati hak orang lain misalnya dengan sikap saling menghargai terhadap perbedaan satu individu dengan individu lainnya. 5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Setiap manusia harus saling tolong menolong terhadap sesamanya agar mencapai kehidupan yang sejahtera. 6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain Saat ini kasus suap, pungli, dan sogok menyogok masih banyak terjadi. Hal-hal tersebut bersifat ‘memeras’ dan sangat merugikan bagi orang lain. 7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. Pada butir ini dimaksudkan agar rakyat Indonesia menjauhi pemborosan atau pemakaian uang, barangm dan sumber daya secara berlebihan. 8. Tidak menggunakan hak milik untuk hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. 9. Suka bekerja keras 10. Suka meghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. 11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Kesenjangan sosial masih banyak ditemukan di negeri ini. Oleh sebab itu perlunya pemerataan dari segala bidang agar terwujudnya Indonesia yang sejahtera secara merata misalnya dengan kegiatan pengabdian sosial yang dilakukan oleh dokter dan guru di pelosok-pelosok Indonesia.
5
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Hedonisme di kalangan masyarakat “Virus”hedon tidak hanya menyerang orang dewasa yang sudah bekerja. Dari anak hingga orang tua tak luput dari ancaman virus ini.Anak punya kecenderungan hedonistis.Akibat kodrat biologis dan belum jalanya daya penalaran, anak harus bergantung pada ibu atau orang lain.Minum dibuatkan, makan disuapin, jalan jauh merengek minta gendong.Ia menggantungkan hidupnya pada orang lain karena memang ia belum sanggup mengerjakan sendiri.Ia hanya ingin nyaman dan nikmat Hedonis?Ya,tapi lebih tepat disebut hedonis secara biologis.Bersama dengan berjalannya waktu dan proses sosialisasi,ia akan mulai punya kesadaran dan kemampuan menentukan pilihan.Nah,kalau ia sudah sampai pada taraf kesadaran seperti itu namun tetap bersikap”kebayi-bayian”seperti tadi,barulah ia disebut hedonis. Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja dan produktif. Paham ini mulai merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini.Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serbakecukupan tanpa harus bekerja keras. Titel “ gaul, modern, gaul dan funky ” baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal harus mempunyaihandphone, lalu baju serta dandanan yang selalu mengikuti mode. Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam golongan berduit, sehingga dapat memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut.Akan tetapi bagi yang tidak mampu dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil. Tidaklah mengherankan, jika saat ini muncul fenomena baru yang muncul di sekitar kehidupan kampus..Misalnya adanya “ayam kampus” ( suatu pelacuran terselubung yang dilakukan oknum mahasiswi ), karena profesi ini dianggap paling enak dan gampang menghasilkan uang untuk memenuhi syarat remaja gaul dan funky. Hidup adalah kesempatan untuk bersenang-senang bagi mereka. Masa bodoh dengan kuliah, yang penting have fun tiap hari. Hal ini bisa dianggap sebagai efek fenomena free sex yang melanda kehidupan kaum muda sekarang.Sudah tentu, jika anggapan tentang seks bebas diterapkan ke tengah-tengah pergaulan remaja, pastilah tidak etis. Sebab, bangsa kita menganut adat-istiadat timur yang menganggap seks sebagai hal yang sakral.Kemudian contoh kasus lain lagi, yaitu praktik jual beli nilai di kampus yang sekarang sedang merebak.
6
Jika dilihat lebih jauh, ternyata itu juga dampak dari gaya hidup hedonis yang melahirkan adanya mentalitas instan. Segalanya bisa diperoleh dengan uang dan kekuasaan. Bila demikian, otomatis semua urusan beres. Akhirnya, semboyan non scholae sed vitae discimus (belajar untuk bekal dalam menjalani kehidupan) pudar dan menghilang. Karena yang diutamakan bukan proses melainkan hasil. Jika bisa memperoleh hasil dengan cara simpel walaupun salah, mengapa tidak dilakukan? Untuk apa kita harus melalui proses panjang dengan pengorbanan, kalau hasilnya sama. Tak terasa, tapi efeknya tak terduga, paham hedonisme terus berlangsung dan merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Aneh memang, banyak warga Indonesia yang miskin, tidak punya rumah, gedung sekolah yang hampir roboh, tunjangan pegawai yang kecil, dan jumlah pegangguran yang membludak, tapi hal ini tidak membuat para pesohor, kalangan borju dan sosialita tersebut prihatin atau menangis tersedu-sedu, mereka malah sedih. Jelas sikap egoisme dan sikap mengejar kesenangan pribadi mereka. Ini adalah bukti hedonisme yang banyak menjadi impian kalangan produktif akhir-akhir ini Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Kenyataan secara empiris kondisi kehidupan kepemudaan saat ini mengalami kemunduran, bahkan degradasi dibanding dengan sepak terjang generasi-generasi pendahulunya. Kepemudaan saat ini didominasi pengaruh budaya asing dan derasnya arus globalisasi melalui teknologi informasi dan perkembangan komunikasi antar bangsa yang membawa budaya baru bagi identitas kebangsaan seseorang (Sunatra: 2016, 128). Hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari perilaku generasi muda sehari-hari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah. Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza. Ini merupakan agenda dari hidup mereka. Barangkali inilah efek negatif dari menjamurnya mall, plaza dan hypermarket lainnya. Mengaku sebagai orang timur yang beragama, namun mereka tidak risih bermesraan di depan publik. Hal lain yang membuat gundah menyimak fakta yang disuguhkan media massa, berita pada televisi dan koran-koran, cukup banyak pemuda melakukan free sex dan tidak peduli lagi pada orang-orang sekitar. Hamil di luar nikah tidak menjadi aib lagi, malah dianggap model menirukan gaya hidup selebriti atau model mereka yang digosipkan media elektronik dan media cetak.Sangat jauh dari nilai-nilai dan contoh slla ke-5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3.2. Hedonisme dan Keadilan sosial dalam PANCASILA
7
Tujuan pandangan hidup negara PANCASILA adalah untuk menanamkan nilai- nilai tiap sila ke dalam perilaku kita sehari- hari . Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan bangsa yang hedonis, tetapi bangsa yang punya spiritual, punya emosional peduli pada sesama dan tidak mengutamakan diri sendiri alias mengutamakan kehidupan yang berkeadilan sosial. Kehidupan bangsa yang sebenarnya diharapkan dari generasi muda sekarang yang menjadi generasi muda berkarakter sesuai dengan nilai pancasila. Karakter bangsa dapat dibentuk dari program-program pendidikan atau dalam proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Akan tetapi, apabila pendidikan memang bermaksud serius untuk membentuk suatu karakter generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, dan dibutuhkan penyadaran terhadap para pendidik dan juga terhadap pelaksana kebijakan pendidikan. Jika kita pahami arti dari pendidikan secara luas, pendidikan sebagai proses penyadaran, pencerdasan dan pembangunan mental atau karakter, tentu bukan hanyaidentik dengan sekolah. Akan tetapi, berkaitan dengan proses kebudayaan yang secara umum sedang berjalan, dan juga memliki kemampuan untuk mengarahkan kesadaran, membentuk cara pandang,dan juga membangun karakter generasi muda. Artinya, karakter yang menyangkut cara pandang dan kebiasaan siswa, remaja, dan juga kaum muda secara umum sedikit sekali yang dibentuk dalam ruang kelas atau sekolah, akan tetapi lebih banyak dibentuk oleh proses sosial yang juga tak dapat dilepaskan dari proses ideologi dan tatanan material ekonomi yang sedang berjalan. Sila ke lima dari pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan sikap atau perilaku seseorang di masyarakat bahwa nilai yang didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga hingga keempat. Perilaku hedonisme memiliki dampak yang positif dan juga dampak negatif didalam kehidupan bermasyarakat, karena perilaku tersebut cenderung eksklusif dari lingkungan sekitar. Dari sila kelima mengajarkan suatu sikap bagaimana bersifat adil kepada diri sendiri maupun sesama manusia. Penegak hukum dan keadilan merupakan wujud kesejahteraan manusia lahir dan batin. Maka dikaItKan sila kelima bertentangan dengan perilaku hedonisme yang tidak sesuai dengan nilai - nilai dan norma pancasila.
3.3. Penyelesaian Masalah Hedonisme
Dari akar permasalahan mengenai kurangnya kepedulian sosial karena Hedonisme terdapat dua solusi besar yaitu solusi preventif dan represif. Diantaranya sebagai berikut : 1.
Preventif
1.1. Bersikap terbuka terhadap orang lain. Peka dengan keadaaan sekitarnya terutama mengenai persamalahan yang berhubungan dengan orang lain. 1.2. Berhemat, membuat anggran pengeluaran untuk membeli kebutuhan yang memang di perlukan, tidak menghambur-hamburkan uang untuk membeli barang yang sekiranya tidak diperlukan. 8
1.3. Memotivasi diri tinggi, belajar menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakan waktu. 1.4. Taat beribadah, mempertebal keimanan dengan cara rajin beribadah, pandai bergaul dan memilih teman 1.5. Pahamkan nilai sila ke-5 dan Selektif dalam memilih bergaul. 1.6. Lebih menghargai orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. 1.7. Mentaati hukum agama dan negara disertai dengan mempertebal keimanan. 2. Represif Dengan menggunakan teori sosiologi yaitu tindakan terorganisir (kesadaran) dan tindakan tidak terorganisir ( replek ). Menyadari bahwa ketika teman kita terjangkit “virus” hedonisme arahkan lah ia kedalam sebuah situasi yang membuat ia nyaman baik secara jasmani maupun rohani, baik direncanakan maupun tidak. Sehingga hadir rasa nyaman dalam dirinya dan menjadi suatu hal yang biasa dan pada akhirnya dia terbebas dari hedonisme.
9
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Setiap manusia pasti ingin merasakan kenikmatan dan kesenangan, apalagi para remaja. Tapi sayangnya untuk memperoleh kenikmatan dan kesenangan tersebut banyak remaja yang menghalalkan segala cara. Apapun mereka lakukan, agar apa yang mereka inginkan dapat mereka peroleh tanpa peduli dengan resikonya. Hedonisme di kalangan remaja telah berkembang pesat mengikuti perkembangan jaman pola pikir yang hanya mementingkan kesenangan saja membuat para remaja terbuai dalam sebuah kehidupan yang kadang tidak realistis.Yang penting senang,senang dan senang.Tak mau bersakit-sekit dulu,inginya senang-senang selalu,itulah moto yang banyak dipakai para remaja untuk menikmati hidup ini. Dengan terlalu mendewakan kesenangan, duniawi, akan membuat seseorang kehilangan arah hidupnya sehingga dapat menimbulkan kemiskinan karena terlalu menghamburkan materii demi kesenangan semata. Keberhasilan mencapai tujuan inilah yang kemudian membuatnya nikmat atau puas. Sementara itu berkenaan dengan hedonisme etis ada dua gagasan yang patut diperhatikan. Pertama, kebahagiaan tidak sama dengan jumlah perasaan nikmat. Nikmat selalu berkaitan langsung dengan sebuah pengalaman ketika sebuah kecondongan terpenuhi, begitu pengalaman itu selesai, nikmatpun habis. Sementara itu, kebahagiaan menyangkut sebuah kesadaran rasa puas dan gembira yang berdasarkan pada keadaan kita sendiri,dan tidak terikat pada pengalaman-pengalaman tertentu. 4.2. Rekomendasi Penulis merekomendasikan kepada para pembuat kebijakan Pendidikan di Indonesia agar mulai dini generasi kita dikenalkan paham PANCASILA terutama nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, agar dalam perkembangannya sebagai generasi muda tidak larut arus dalam gaya hedonisme meskipun jengjang karier dan ekonominya btergolong sukses.
10
11