Tugas Tutorial Pengantar Ekonomi Pertanian Karet.docx

  • Uploaded by: nahla shifa
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Tutorial Pengantar Ekonomi Pertanian Karet.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,023
  • Pages: 7
TUGAS TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN “ANALISIS PERMINTAAN KOMODITAS KARET DI INDONESIA”

Kelompok 9 :

1. Zata Bayyani Roswy

(175040207111056)

2. Nahla Shifa Anrozi

(175040207111087)

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019

Karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam genus Hevea dari familia Euphorbiaceae, yang merupakan pohon kayu tropis yang berasal dari hutan Amazon. Di dunia, setidaknya 2.500 spesies tanaman diakui dapat memproduksi lateks, tetapi Havea brasiliensis saat ini merupakan satu satunya sumber komersial produksi karet alam. Karet alam mewakili hamper separuh dari total produksi karet dunia karena sifat unik mekanik, seperti ketahanan sobek, dibandingkan dengan karet sintetis. Karet alam diproduksi terutama di Asia Tenggara (93 %) dimana Indonesia merupakan Negara produsen kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Karet alam (cis-1,4 polyisoprene) diperoleh dari lateks yang diproduksi sel latisifer di kulit batang tanaman karet. Karet alam dalam prakteknya diperoleh dengan melakukan penyadapan pada panel batang karet. Lateks tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentrasentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati (Litbang Deptan, 2007). Ekspor karet Indonesia tahun 2014 sebesar 2.623.471 ton dengan nilai sebesar 4.741.574.000 US$. Perkembangan Permintaan Karet Dalam Negeri di Indonesia Karet merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh manusia, namun lebih kepermintaan industri atau melalui suatu proses industri menjadi suatu bentuk baru agar dapat digunakan. Oleh sebab itu permintaan karet dalam negeri di Indonesia didekati dari perhitungan ketersediaan dimana produksi dikurang volume ekspor dan ditambah volume impor. Permintaan terhadap karet alam dari negara-negara maju terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan karet alam sebagai bahan baku industri. Permintaan lebih cenderung dilakukan oleh negara-negara maju yang telah memiliki teknologi di bidang industri yang telah maju. Pada saat ini terdapat empat negara yang merupakan negara pengimpor karet terbesar pada tahun 2012 menurut Internasional Trade Center (ITC) permintaan terhadap karet alam di dunia pada tahun 2012 (Lihat Gambar 1) sebesar 8,238,487 ton yang

didominasi oleh China (RRC) sebesar 2,176,969 ton, Amerika Serikat (USA) sebesar 968,890 ton, Malaysia sebesar 871,788 dan Jepang sebesar 709,994 ton (ITC,2013). Perkembangan ketersediaan permintaan karet dalam negeri selama tahun 1980 - 2014 sangatlah fluktuatif dan cenderung meningkat dengan rata- rata pertumbuhan sebesar 30,74% per tahun, dari sebesar 45.829 ton pada tahun 1980 menjadi 558.035 ton pada tahun 2014, walaupun pada tahun 2013 dan tahun 2014 mengalami penurunan masing- masing sebesar 5,74% dan 0,44%. Peningkatan ketersediaan permintaan karet dalam negeri tampaknya merupakan kebutuhan industri yang cukup penting bagi manusia. Hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang yang memerlukan komponen dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet dan lain sebagainya (Hortus, 2013). Ketersediaan permintaan karet dalam negeri terbesar pada periode ini terjadi pada tahun 2012 sebesar 594.659 ton, namun pada tahun 2013 turun sebesar 5,74% menjadi 560.515 ton. Dan pada tahun 2014 kembali turun sebesar 0,44% menjadi 558.035 ton. Penurunan ketersediaan permintaan karet dalam negeri pada tahun 2013 disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor karet sebesar 10,51%, sementara produksi hanya meningkat sebesar 7,48%. Sedangkan penurunan ketersediaan karet pada tahun 2014 disebabkan menurunnya produksi sebesar 2,60%, sehingga ekspor karet juga mengalami penurunan sebesar 2,89%. Permintaan Karet di Indonesia, Tahun 2015-2019 Tahun Permintaan (Ton) 2015 591.118 2016 613.723 2017 636.329 2018 658.934 2019 681.539 Rata-rata pertumbuhan (%/th)

Pertumbuhan (%) 3,82 3,68 3,55 3,43 3,62

Selama kurun waktu tersebut ketersediaan karet Indonesia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,62% per tahun. Pada tahun 2015 ketersediaan karet diperkirakan akan sebesar 591.118 ton dan terus meningkat hingga sebesar 681.539 ton pada tahun 2019. Komoditi karet tetap

akan menjadi salah satu komoditi unggulan negaranegara di kawasan ASEAN dari dahulu hingga sekarang. Setiap tahun karet di produksi hampir 90 persen untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri dan sisanya dipasarkan untuk kebutuhan dalam negeri. Didunia permintaan karet cenderung menunjukan rataan yang meningkat baik itu karet alam maupun karet sintetik, walaupun sempat mengalami penurunan permintaan pada tahun 2009 yang disebabkan dampak dari krisis ekonomi negara-negara importir seperti Amerika dan Uni Eropa. Pada akhir tahun 2008 konsumsi karet alam dunia turun sebesar 3,37 persen dan diperkirakan pada tahun 2009 akan turun sebesar 6,43 persen. Ekspor ban pada tahun 2008 mencapai 33,6 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2009 ekspor ban hanya mencapai 25,2 juta unit atau turun 15 persen dari tahun 2008 (Departemen Perindustrian, 2009) . Dalam usaha mengatasi dampak dari penurunan permintaan karet alam tersebut yang telah menyebabkan kerugian kepada negaranegara produsen, maka tiga negara produsen utama (Thailand, Indonesia dan Malaysia) sepakat untuk membentuk perusahaan patungan yang diberi nama International Rubber Consortium Limited (IRCo). Kesepakatan pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of Undrstanding (MoU) yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri Primary Industries Malaysia, perusahaan ini bertugas sebagai buffer untuk menjaga kestabilan harga karet dengan cara memberikan rekomendasi jumlah ekspor kepada ketiga negara.

Trend permintaan karet dunia (quantity) Semenjak

diberdirikannya

perusahaan patungan pada tahun 2002,

menunjukan sedikit harapan bagi tiga negara produsen tersebut

telah

dalam usaha

menstabilkan harga, harga yang tercipta cenderung menunjukan pertumbuhan yang stabil dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat beberapa asumsi yang dapat diambil,

pertama meningkatnya konsumsi karet dunia disebabkan karena

meningkatnya permintaan China terhadap karet alam yang lebih besar dari pada peningkatan produksi dunia. Di lain pihak ada kesepakatan tiga negara produsen karet alam untuk membentuk kebijakan pembatasan ekspor karet alam, dengan melalui rekomendasi perusahaan patungan yang dibentuk, sehingga mempunyai efek psikologis terhadap pasar yang akhirnya meningkatkan harga karet alam dunia. Peningkatan

harga

tersebut

juga

terlihat mulai berkembang setelah

diterapkannya perjanjian perdagangan bebas antara dua kawasan yakni China sebagai salah satu konsumen karet terbesar didunia terhadap kawasan ASEAN yang merupakan kawasan penghasil karet alam terbesar. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai basis

produksi dunia

serta

menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

ACFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992, namun baru direalisasikan pada awal millenium (tahun 2000-an).

Trend permintaan karet dunia (value)

Related Documents


More Documents from "Wiwi Nadia Putri"

10 Prinsip Ekonomi.docx
October 2019 17
Tempcontract2019.pdf
April 2020 7
April 2020 11
Tempcontra.pdf
April 2020 6
Wel_review.pdf
May 2020 10