TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BONAR BANJARNAHOR (060402092) RONAL SINAGA (0604020640) ALBERT SIMANUNGKALIT RENHAT SIDABALOK(06040206330) JHON KENNEDY SIMANUNGKALIT(06040066) SETIA SIANIPAR YOAKIM
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Kata pengantar
Makalah “Mengapa Indonesia begini?” disusun untuk tugas kuliah pendidikan kewarganegaraan yang dibimbing oleh bapak Hemat Tarigan. Tulisan ini memuat masalah masalah yang membuat keadaan Negara kita Indonesia yang tercinta ini berkeadaan demikian seperti yang kita lihat sekarang ini. Tulisan ini kami susun dengan mengambil berbagai artikel yang berisi tentang keadaan Indonesia seperti yang dimaksud diatas. Banyak permasalahan yang belum juga dapat diatasi oleh negara kita ini oleh karena itulah untuk tulisan ini tidak lah semua keadaan Negara kita dapat kami gambarkan secara sepenuhnya dari tiap aspek. Namun dalam tulisan ini kami sudah menyajikan keadaan Indonesia dengan cukup Kami mengucapkan terima kasih pada dosen pembingbing kami bapak Hemat Tarigan yang nantinya akan mengoreksi tulisan ini dan juga untuk berbagai sumber yang kami ambil termasuk dari artikel yang berasal dari internet kami ucapkan banyak terima kasih. Kami menyadari bahwa makalah kami ini masihlah jauh dari sempurna dari segi penyajian maupun presentasinya. Oleh sebab itu masukan masukan dari tiap pihak sangat lah diharapkan oleh kami. Semoga tulisan ini bermanfaart bagi kita
Pendahuluan Dalam bermasyarakat dan berbangsa kita seharusnya bangga memiliki kebangsaan yang kita miliki. Namun dalalm masyarakat Indonesia tidaklah banyak yang dijumpai yang demikian. Banyak diantara masyarakat kita yang bahkan tidak merasa bahwa ia sendiri adalah berada dalam Negara dan Negara sendiri adalah kepunyaannya.
Mengapa hal ini demikian terjadi? Ini adalah suatu pertanyaan yang cukup mendasar. Banyak dinegara lain yang sangat bangga dengan bangsanya sendiri namun dinegara kita bukanlah demikian. Ada dua kemungkinan untuk menjawab pertanyaan diatas. Yang pertama adalah berarti bahwa orang tersebut memang sudah bosan negaranya yang bias diasumsikan bahawa alasan sendiri adalah dari orangnya sendiri. Dan yang kedua adalah negaranya sendiri. Ini adalah suatu keadaaan dimana Negara tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan oleh Negara sehingga orang merasa tidak dimiliki oleh Negara,alasan inilah yang banyak menyebabkan terjadinya kejadian diatas
Terutama dalam Negara kita seperti yang kita lihat sendiri kita dapat melihat apa yang terjadi dinegara kita yang tercinta ini. Begitu banyak permasalahan yang ada dalam negar kita yang tidak pernah selesai mulai dari tiap pemerintahan yang memerintah,mulai dari keadaan ekonomi yang terus “begitu begitu” saja,pendidikan yang ambruk yang dimana gelar title dapat dibeli dengan mudah dengan otak yang kosong,politik yang semua ujung-ujung nya mengarah hanya keuang,pertumbuhan ekonomi yang selalu lambat untuk bertumbuh dan lain sebagainya. Padahal dinegara kita dinegara lain dikenal dengan Negara yang kaya dari sumber daya alamnya,suatu Negara yang memiliki tanah yang subur yang tidak dimiliki oleh Negara lain,apakah benar demikian? Apakah kita selalu makan dengan makanan yang cukup untuk badan kita? Apakah dinegara kita semua orang sudah pernah menginjakkan kakinya di tempat pendidikan yang memadai? Agak nya semua itu belum pernah kita alami. Inilah yang membuat cinta kita terhadap Negara kita ini semakin hari semakin berkurang.
SITUASI EKONOMI INDONESIA AKAN TERUS MEMBURUK. Situasi ekonomi Indonesia ke depan akan terus memburuk seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini, sementara pihak Bank Indonesia
gagal mengeluarkan kebijakan moneter yang memadai untuk mengatasi masalah mengancam ini. "Dengan kegagalan tersebut, kalangan pengusaha (spekulan) moneter leluasa memborong dolar untuk memukul telak nilai rupiah, kemudian melepas kembali dolarnya saat harganya sudah naik," ujar pakar ekonomi keuangan dari Unand Padang Prof Syahruddin, SE MA di Padang, Minggu. Menurut dia, situasi kedepan akan makin sulit dan tampak bayangan ekonomi yang gelap, sebagai akibat keterbatasan dana likuiditas BI untuk menyetabilkan kembali situasi moneter. Ia menjelaskan, ambruknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS masih akan sulit dikendalikan dalam situasi BI yang kekeringan dana likuiditas, sementara kalangan spekulan moneter tetap pada posisinya memanfaatkan kesempatan ini untuk meraih untung setinggi-tingginya. "Mereka para spekulan moneter secara besarbesaran membeli dolar untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah, kemudian melepasnya kembali pada saat dolar AS sudah terdongkrak naik sehingga mendapatkan keuntungan yang besar, dalam situasi ini ekonomi Indonesia jelas semakin keropos," ujarnya. Para pengusaha atau spekulan moneter tidak hanya dari kalangan asing, tetapi juga dari Indonesia sendiri yang tega menggerogoti saudara-saudaranya sendiri, hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok bisnisnya. "Masyarakat Indonesia akan makin jauh terperosok ke dalam jurang kemiskinan dan kehancuran ekonomi, yang akhirnya menghancurkan sama sekali seluruh sendi-sendi vital kehidupan berbangsa dan negara," ujarnya. Dalam situasi seperti ini, katanya, siapapun yang menjadi pemimpin bangsa akan sulit mengendalikan keadaan, berbeda keadaannya bila BI masih memiliki cadangan likuiditas yang cukup akan lebih memudah menghadapi goncangan moneter sekarang ini. Namun demikian, langkah-langkah penting harus tetap dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain menunda pembangunan proyek-proyek yang belum perlu, atau menyederhanakan kembali anggaran proyek-proyek besar dengan manfaat jangka panjang yang cukup menguras uang negara. (*/lpk) Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009 Diprediksi Jatuh ke 3,7% Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun mendatang diperkirakan akan jatuh secara tajam ke level 3,7 persen. Ini ditenggarai akan menjadi pukulan telaku dari krisis
keuangan yang melanda dunia saat ini. "Kondisi perekonomian Indonesia akan memburuk, dengan prediksi pertumbuhan turun drastis ke 3,7 persen pada tahun 2009. Semakin jelas terlihat bahwa, tidak ada satu negara pun yang kebal krisis keuangan global yang melanda dunia," ucap Direktur Corporate Network sekaligus pakar Asia Tenggara dari Economist Intelligence Unit (EUI) Justin Wood, lewat siaran pers, Jakarta, Rabu (12/11/2008). Wood, pertumbuhan pesat dalam investasi aset tetap yang telah dinikmati Indonesia sejak tahun lalu, juga akan menurun seiring dengan ketatnya likuiditas global. Artinya ketersediaan sumber pendanaan akan semakin sulit. "Penurunan atas ekspor Indonesia juga akan berdampak kepada perekonomian," ungkapnya. Selain adanya penurunan pertumbuhan ekonomi, Menurut Wood, pada tahun mendatang akan ada peningkatan aliran modal keluar dari Indonesia, yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengalami kesulitan pendanaan karena cadangan valuta asing menipis. Prediksi itu dimuat dalam laporan EUI tentang kajian risiko bisnis di Indonesia, yang diterbitkan Oktober lalu. Laporan tersebut juga memperingatkan akan adanya masa-masa sulit yang akan dihadapi Indonesia dalam waktu mendatang. Itu terlihat dari pasar modal dan utang yang sudah mulai terpengaruh krisis global, bersamaan dengan risiko yang muncul karena sejumlah besar surat utang negara yang dipegang oleh investor-investor asing. "Nilai Rupiah terhadap dolar Amerika telah turun secara drastis dalam beberapa minggu terakhir, dan meskipun kejatuhan mata uang atau krisis neraca pembayaran tidak akan terjadi pada tahap ini, namun risiko pelarian modal, terutama dari investor domestik yang sejauh ini percaya kepada rupiah, masih tetap ada," pungkasnya. Di tempat yang sama, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Mirza Adityaswara menyatakan, bahwa sektor perbankan harus diperkuat, sehingga bisa menggerakan sektor riil. Jika tidak, maka prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun drastis ke level 3,7 persen pada tahun depan, kemungkinan akan terwujud. Prediksi pertumbuhan tersebut dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit (EIU). "Banking sector harus stabil karena ini merupakan pilar utama perekonomian untuk bisa menggerakan sektor riil. Prediksi pertumbuhan ekonomi 3,7 persen merupakan yang terendah yang pernah saya dengar saat ini," ungkap Mirza. Dia menambahkan, setelah sektor perbankan sudah stabil, maka giliran Bank Indonesia menjaga tingkat suku bunga. Kendati demikian, Mirza menekankan, itu bukan berarti BI harus cenderung untuk menaikkan suku bunganya lagi
"Suku bunga yang sekarang ini bisa dimaintenance, tp tidak ada kecenderungan untuk naik. Mungkin suku bunga baru bisa diturunin di akhir kuartal 1 tahun 2009
Bagaimana Ekonomi Indonesia 2009 Bisa Selamat? Kita semua menyadari bahwa perekonomian tahun 2009 bakal sangat sulit. Krisis finansial dengan cepat mulai tertransmisikan ke sektor riil. Di AS, terdapat tiga pilar kredit perbankan, yakni kredit perumahan (mortgage loan), lalu kredit mobil (car loan), dan kartu kredit. Ketika kredit perumahan mengalami default, maka dengan cepat juga mengimbas ke kedua jenis kredit lainnya. Mengapa sektor otomotif menjadi korban berikutnya? Ketika para pemain pasar modal menderita kerugian besar, dan banyak perusahaan finansial mengalami default, maka mereka segera melakukan penyesuaian pola pengeluarannya. Salah satu barang konsumsi yang mudah direm adalah belanja mobil. Ketika orang terkena krisis, ia dengan mudah akan menunda atau bahkan membatalkan sama sekali rencana pembelian mobil. Dengan kata lain, fungsi permintaan terhadap mobil cenderung elastis atau sensitif. Apalagi lembaga multifinance juga akan cenderung mengerem dan ekstra berhati-hati dalam menyalurkan kredit otomotif. Selanjutnya, pasar otomotif AS, yang biasanya dapat menjual 18 juta unit mobil baru setahun, terpukul berat. Penjualan mobilnya akan terpangkas dahsyat. Akibatnya, the big three (General Motors, Ford, dan Chrysler) terancam bangkrut, kalau saja Presiden Bush tidak memberi talangan US$17,4 miliar. Untung talangan itu akhirnya diberikan juga. Hal yang sama juga terjadi pada bisnis kartu kredit di AS. Bisnis ini beromzet sekitar US$1 triliun. Kartu kredit menjadi salah satu item pengeluaran masyarakat AS yang paling sensitif terhadap krisis, selain kredit perumahan. Artinya, ketika krisis melanda dan daya beli masyarakat terpangkas, maka koreksi yang paling mungkin dilakukan adalah menunda pembayaran kartu kredit, atau mengangsurnya dengan level minimal. Oleh karena itu, kredit otomotif dan kartu kredit merupakan dua pilar kredit perbankan di AS yang paling sensitif terhadap krisis kali ini. Bagaimana dengan di Indonesia? Di Indonesia, tampaknya kondisinya mirip, tetapi dengan skala intensitas yang berbeda. Sejak sekarang, kalangan asosiasi industri otomotif nasional (Gaikindo) sudah mengantisipasi bahwa penjualan mobil tahun 2009 akan menurun 30%, dari hampir 600.000 unit menjadi sekitar 400.000 unit. Kejadian ini kurang-lebih mengulang peristiwa tahun 2006, ketika penjualan mobil turun drastis karena harga BBM bersubsidi dinaikkan 100% pada Oktober 2005. Bagaimana dengan industri sepeda motor? Saya yakin industri ini lebih inelastis dibandingkan industri mobil. Logikanya, dalam kondisi krisis ekonomi, konsumen masih lebih affordable, atau memiliki cukup daya beli (purchasing power), untuk tetap membeli sepeda motor, dibandingkan membeli mobil. Harga sepeda motor yang “hanya”
Rp12-an juta per unit, jauh lebih terjangkau daripada harga mobil yang ratusan juta rupiah per unit. Meski demikian, karena lembaga multifinance dan industri perbankan pada umumnya cenderung mengerem kreditnya, menyusul terjadinya likuiditas ketat, maka skema pembiayaan pun menyusut ketersediaannya. Oleh karena itu, penjualan sepeda motor tahun 2009 diperkirakan akan menurun, dari level 6 juta unit pada 2008, menjadi sekitar 5 juta unit. Jadi, industri sepeda motor lebih bersifat inelastis atau lebih tahan terhadap terpaan krisis, daripada industri mobil. Selanjutnya, ada yang mencoba menarik analogi krisis sebagai berikut. Jika AS terkena krisis karena terlalu masifnya kredit perumahan (khususnya jenis subprime mortgage), akankah perekonomian Indonesia bisa terkena krisis karena tersandung kredit sepeda motor? Seperti diketahui, mortgage loan di AS berkembang luar biasa agresif, hingga jumlahnya mencapai US$10,6 triliun, atau sudah hampir menyamai Produk Domestik Bruto (PDB)-nya yang US$14 triliun. Sementara itu, di Indonesia, kredit sepeda motor dalam beberapa tahun terakhir juga tumbuh pesat, seiring dengan munculnya skema pembiayaan multifinance yang menjanjikan kemudahan. Kejadian ini mirip di AS, yang konsumen perumahannya juga mendapatkan banyak kemudahan skema kredit. Namun, menurut saya, ada perbedaan karakteristik antara keduanya. Kredit perumahan di AS sudah mengalami titik jenuh, yang bisa dideteksi dari skalanya yang gila-gilaan, yang bahkan nilainya sudah mendekati PDB. Sedangkan di Indonesia, kredit sepeda motor belum jenuh. Jumlah sepeda motor di Indonesia sekarang sekitar 40 juta unit, berbanding jumlah penduduk yang mencapai 230 juta orang. Artinya, masih ada ruangan (room) bagi ekspansi industri sepeda motor. Implikasinya, jika terjadi kasus-kasus kredit macet pada industri ini, pihak bank atau lembaga multifinance masih memiliki kesempatan untuk melelang barang jaminan sepeda motor tersebut. Pembelinya masih ada. Ini berbeda dengan mortgage loan. Ketika kredit macet terjadi secara masif, maka pihak bank akan sangat kesulitan untuk menjualnya dengan harga buku (book value). Akibat terlalu banyaknya account yang macet, maka harganya pun terkoreksi tajam, bahkan hingga 80%. Dengan alasan ini, industri sepeda motor di Indonesia rasanya tidak akan mengalami kejadian sebagaimana kemacetan kredit subprime mortgage di AS. Lalu, bagaimana dengan kredit perumahan di Indonesia? Apakah juga berpotensi macet seperti di AS? Saya duga tidak. Selain kredit perumahan kita skalanya tidak semasif di AS (ekspansinya terlalu gila-gilaan), faktor suku bunga juga menjadi hal yang membedakan. Di AS, sejak kenaikan harga minyak medio 2005, The Fed menaikkan suku bunganya tiga kali lipat (berarti 300%), dari 1,75% menjadi 5,25%. Ini merupakan langkah untuk menahan inflasi. Namun, dampak dari kebijakan ini adalah macetnya kredit perbankan. Oleh karena kredit perbankan yang paling besar diberikan ke sektor perumahan, maka kredit macet yang terbesar pun berada di sektor ini. Kasus Indonesia lain. Seiring dengan kenaikan harga minyak dan tekanan inflasi tinggi, suku bunga memang dinaikkan, tetapi tidak sampai tiga kali lipat. Oleh karena itu, risiko kredit macet di Indonesia pun tidak akan separah di AS. Meski demikian, tentu saja industri perbankan juga tetap harus mewaspadai subsektor tertentu pada industri ini, yang rawan terhadap kemacetan kredit. Misalnya, kredit untuk pembangunan pusat perbelanjaan (mall) di berbagai kota besar mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan, sehingga harus mulai lebih konservatif.
Terlebih dari itu semua, tren penurunan suku bunga pada 2009, sebagaimana juga terjadi di hampir seluruh penjuru dunia, akan menjadi modal besar bagi perekonomian Indonesia untuk bertahan. Hingga akhir 2008, BI rate masih 9,25%, tetapi diperkirakan akan segera meluncur menuju 8% hingga pertengahan 2009. Jika inflasi juga kondusif (expected inflation 2009 adalah 6,5%), maka tren ini masih bisa berlanjut pada semester II-2009, misalnya menjadi 7,5%. Ini semua akan menjadi energi terpenting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009. Kesimpulannya, masih ada harapan yang cukup jelas alurnya bagi perekonomian Indonesia 2009 untuk dapat selamat (survived). Memang, tahun 2009 bakal tidak mudah, tetapi bukannya tanpa kalkulasi yang logis untuk tetap optimistis. Setidaknya, perekonomian kita masih tetap tumbuh positif (berbeda dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang akan tumbuh negatif), meski dengan laju yang menurun. Pada 2009, semua emerging markets juga akan mengalami perlambatan ekonomi. Cina, yang tahun-tahun sebelumnya tumbuh double digit, akan melambat ke level 8% atau 9%; India yang biasanya tumbuh 9%, akan melambat ke 7%. Adapun Indonesia, yang normalnya bisa tumbuh 6%, analoginya juga akan terpangkas ke 4,5% hingga 5%. Baru pada tahun 2010 kita akan kembali lagi ke jalur pertumbuhan 6%. Semoga begitu. MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin asap dapur rumahnya agar terus menyala. Guru, digugu dan ditiru....Masihkah? atau hanya slogan klise yang sudah kuno. Murid saja sedikit yang menghargai gurunya...sedemikian juga pemerintah. banyak yang memandang rendah terhadap guru, sehingga orang pun tidak termotivasi menjadi guru. Padahal, tanpa sosok Oemar Bakri ini, tak bakal ada yang namanya Habibi. P OS TED BY P EN D ID IK A N IN D ON ES IA A T 2:57 PM 18 C OMME N T S Thursday, August 25, 2005 Gelar....Mabuknya Pendidikan Sekali lagi, Indonesia dihadapkan pada kasus yang mencoreng nama pendidikan. Kasus jual beli gelar yang dipraktekkan oleh IMGI. Cara memperoleh gelar ini sangatlah mudah, Anda tinggal menyetor 10-25 juta, dan Anda dapat gelar yang Anda
inginkan..Tinggal pilih...apakah S1, S2, atau S3....benar-benar edan! Sebagian orang mabuk kepayang akan nilai gelar yang memabukkan. Dan tidak tanggung-tanggung yang pernah membeli gelar dari IMGI ini...sekitar 5000 orang. Ini adalah protet buram masyarakat Indonesia yang memuja gelar melampaui batas. Dengan titel, seakan-akan masa depan lebih mudah. Padahal, nasib ditentukan oleh kerja keras...dan sebagian masyarakat Indonesia mencari jalan pintas. Tak heran, jika kasus wakil rakyat yang melakukan jual beli gelar agar kelihatan mentereng menyeruak di mana-mana. Dan dengan kepala kosong, mereka mencoba mengkonsepsikan pemerintahan Indonesia. Apa yang terjadi? Undang-undang sekedar lobi-lobi politik dimana semuanya UUD (ujung-ujungnya duit). Tidakkah kita semua miris lihat kenyataan ini? Lalu apa gunanya gelar kalau ternyata dia hanya kedok belaka? P OS TED BY P EN D ID IK A N IN D ON ES IA A T 4:54 PM 5 C OMME N T S Tuesday, April 19, 2005 Hakikat Pendidikan Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan? Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya. Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral. Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan kata mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa. (1) tentang cerdas Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengongbengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya. (2) tentang hidup Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup. (3) tentang bangsa Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa. inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.