Tugas Metodologi Penelitian Akuntansi.docx

  • Uploaded by: Jinan Nadhilah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Metodologi Penelitian Akuntansi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,517
  • Pages: 36
PENGARUH PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (Studi Kasus pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I periode 2012 -2015)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Ujian S1 Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama

Disusun oleh: Alifah Kurnia Majid

0118124002

Detri Iriyanti

0118124006

Erna Rachmawati

0118124017

Kelas A (Reguler B2)

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA 2019

PENGARUH PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (Studi Kasus pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I periode 2012 -2015)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I periode 2012 – 2015. Faktorfaktor yang diuji dalam penelitian ini adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai variabel independent. Sedangkan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai variabel dependen. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode explanatory dengan pendekatan kualitatif, jenis data sekunder dengan teknik pengumpulan data Library Research, Field Research, Online Research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I yang berjumlah 16 Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive sampling, dengan jumlah sampel yang terpilih sebanyak 15 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dengan jumlah data 60. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana dengan teknik analisis studi kasus. Program yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan Eviews 8.0. Hasil penelitian yang dicapai menunjukkan bahwa perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21, namun besarnya pengaruh tersebut sangat rendah. Rekomendasi yang dapat diberikan sebagai koreksi atau langkah perbaikan adalah pemerintah harus dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama dalam hal perpajakan, agar kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat yang sadar akan perlunya mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan mematuhi kewajiban perpajakannya. Kata kunci : Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Pajak Penghasilan 21.

i

The Influence of Non-Taxable Income (PTKP) Changes To Income Tax Revenue Pasal/Article 21 (Case Study at Regional Office Directorate General of Taxation (DJP) – West Java Period I 2012-2015) ABSTRACT

This study aims to determine the impact of Non-Taxable Income changes to Income Tax Revenue Pasal/Article 21 at Regional Office Directorate General of Taxation (DJP) – West Java I Period 2012-2015. Factors tested in this study is Non-Taxable Income (PTKP) as independent variables. While Income Tax revenue as dependent variables. The methods used in this research is Explanatory with qualitative approach, data type is secondary, data collection methods is Library Research, Field Research, and Online Research. Population in this research are the entire Tax Service Office (KPP) at Regional Office Directorate General of Taxation (DJP) West Java I as many as 16 Tax Service Offices (KPP). Sample selection technique used in this study is Purposive Sampling, the number of selected sample of 15 Pratama Tax Service Offices (KPP). While the analysis methods used in this research is Simple Liniear Regression Analysis. Program used in analyzing the data is Eviews 8.0. Results of the research shows that Non-Taxable Income change affects the fluctuate of income tax revenue pasal/article 21. Recommendations that can be given as correction or as an improvements is that government has to increase people trust in taxation, so that policies in which the government declared, are supported by people who aware the necessity to register themselves as registererd taxpayer and fullfil his tax obligations. In addition the government should pay attention to the global economic conditions before setting a new policy so that the results will have s positive impact. Keywords : Non-Taxable Income, Income Tax Pasal/Article 21.

ii

KATA PENGANTAR Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini sebagai salah satu tugas dari Metodologi Penelitian Akuntansi dengan judul “Pengaruh Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21” Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami menyelesaikan laporan ini, diantaranya: 1. Bapak Dr. Drs. Rachmat Hidayat, M.Pd. selaku dosen pembimbing dari mata kuliah Metodologi Penelitian Akuntansi. 2. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya baik secara moril maupun materiil. 3. Rekan-rekan di Kelas A Regular B2 yang saling memberikan dukungan dalam menjalani masa perkuliahan ini. Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini. Akhirnya, semoga laporan ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi setiap pihak terutama bagi mereka para pembaca.

Bandung, Maret 2019

Penyusun

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK......................................................................................................... i ABSTRACT....................................................................................................... ii KATA PENGANTAR.......................................................................................iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv DAFTAR TABEL............................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii

Bab I PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian........................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 6 1.4 Kegunaan Penelitian …………….............................................................. 6 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………….. 7

Bab II LANDASAN TEORI ......................................................................... 8 2.1 Tinjauan Pustaka………………………………………………………….. 8 2.1.1 Pajak.................................................................................................. 8 2.1.1.1 Definisi Pajak ……………………………………………... 8 2.1.1.2 Dasar Hukum Pajak ……………………………………..…. 9 2.1.1.3 Fungsi Pajak ……………………………………………….. 9 2.1.1.4 Jenis Pajak …………………...……………………………. 10 2.1.2 Pajak Penghasilan.…………………………………........................ 11 2.1.2.1 Definisi Pajak Penghasilan………………………………… 11 2.1.2.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan …………………………. 11 2.1.2.3 Subjek Pajak Penghasilan ………………………………… 12 2.1.2.4 Objek Pajak Penghasilan ………………………………….. 12 2.1.3 Pajak Penghasilan Pasal 21 ……………………………………….. 13 2.1.3.1 Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21…..………….……….. 13

iv

2.1.3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21……………...…. 14 2.1.3.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21…………………….. 15 2.1.3.4 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21………………………… 16 2.1.3.5 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21…………………………. 17 2.1.3.6 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21……………………19 2.1.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak ……………………………………. 20 2.1.4.1 Definisi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)….……….. 20 2.1.4.2 Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)….………..

20

2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………………... 21 2.3 Hipotesis Penelitian……………………………………………………… 23

Bab III OBJEK DAN METODE PENELITIAN.......................................... 24 3.1 Objek Penelitian........................................................................................... 24 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………………….. 24 3.2.1 Populasi Penelitian …………………………………………………24 3.2.2Sampel Penelitian …………………………..……………………… 25 3.3 Metode Penelitian………………………………………………………… 25 3.3.1Desain Penelitian …………………………………………………... 25 3.3.2Metode Pengumpulan Data …….…………..………………………25 3.4 Operasionalisasi Variabel Penelitian……………………………………... 26 3.4.1Variabel Dependen.…….…………………………………………...26 3.4.2Variabel Independen…………….…………..………………………. 26 3.5 Analisis Data……………………………………………………………… 26 3.5.1Analisis Regresi Linier Sederhana.…….……………………………26 3.5.2Pengujian Hipotesis…………….…………...………………………. 27

Daftar Pustaka..................................................................................................... 28

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perubahan PTKP dari Tahun ke Tahun............................................. 2 Tabel 1.2 Jumlah Penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Wilayah Jawa Barat ................................................................................................. 4 Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak...................................................... 19

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian .................................................................... 22

vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan suatu negara yang menerapkan tarif pajak yang

variatif kepada masyarakatnya, yaitu sesuai dengan tingkatan golongan pendapatannya. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang berpotensi besar dalam membiayai pengeluaran serta biaya negara yang dibebankan kepada masyarakat. Salah satu pajak yang dibebankan oleh pemerintah kepada masyarakatnya adalah Pajak Penghasilan (Michel Salim & Lili Syafitri, 2013). Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2013 : 169) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 36 Tahun 2008 pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau yang memperoleh penghasilan, dalam undang – undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Pajak

penghasilan

merupakan

pajak

subjektif

sehingga

dalam

pengenaannya harus memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak. Hal ini diwujudkan dengan pemberian kelonggaran berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan standar kehidupan minimum yang diberikan negara kepada wajib pajak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun (Nuritomo, 2007). Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (3) kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penjelasan ayat tersebut bahwa menghitung Laba Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan

1

berupa

Penghasilan

Tidak

Kena

Pajak

(PTKP)

berdasarkan

ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pada tanggal 29 Juni pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015 mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 1 Juli 2015. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Putri Indrayanti, 2014).

Tabel 1.1 Perubahan PTKP dari Tahun ke Tahun (dalam rupiah)

960.000

480.000

480.000

Tambahan Apabila Penghasilan Istri Digabung 960.000

1.728.000

864.000

864.000

1.728.000

2.880.000

1.440.000

1.440.000

2.880.000

564/KMK.03/2004

12.000.000

1.200.000

1.200.000

12.000.000

137/PMK.05/2005

13.200.000

1.200.000

1.200.000

13.200.000

UU No. 36 Tahun

15.840.000

1.320.000

1.320.000

15.840.000

162/PMK.011/2012

24.300.000

2.025.000

2.025.000

24.300.000

122/PMK.010/2015

36.000.000

3.000.000

3.000.000

36.000.000

Dasar Hukum UU No. 8 Tahun 1983 UU No. 10 Tahun

Wajib Pajak

Tambahan untuk WP Kawin

Tambahan Untuk Tanggungan

1994 UU No. 17 Tahun 2000

2008

Sumber : www.pajak.go.id

2

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan komponen pengurang dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu sebagai pengurang dalam pemotongan penghasilan yang dapat dikenakan tarif pajak yang terutang. (Michel Salim & Lili Syafitri, 2013). Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (Siti Resmi, 2013:169). Jika pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka akan mengakibatkan penurunan pajak yang akan disetorkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini menyebabkan kemungkinan penurunan penerimaan pajak penghasilan, tetapi penurunan ini hanya bersifat sementara (Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Pendapatan Negara dalam Putri Indrayanti, 2014). Dengan berubahnya tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka akan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 akibat berubahnya tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut :

3

Tabel 1.2 Jumlah Penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Wilayah Jawa Barat I (dalam rupiah) No

Nama KPP Pratama

2012

2013

2014

2015

191.303

211.244

268.339

227.206

99.787

84.680

127.804

104.035

1

KPP Pratama Sukabumi

2

KPP Pratama Cianjur

3

KPP Pratama Purwakarta

221.124

263.874

346.917

355.374

4

KPP Pratama Cimahi

213.455

231.178

281.656

238.968

5

KPP Pratama Bandung Tegallega

47.240

45.905

53.577

48.882

6

KPP Pratama Bandung Cibeunying

333.089

283.091

323.254

234.857

7

KPP Pratama Bandung Karees

108.342

115.241

123.943

99.520

8

KPP Pratama Tasikmalaya

186.258

193.912

220.127

175.520

9

KPP Pratama Bandung Bojonegoro

153.685

119.408

147.297

108.799

10

KPP Pratama Bandung Cicadas

59.111

66.093

90.261

81.606

11

KPP Pratama Ciamis

105.459

115.595

146.149

112.986

12

KPP Pratama Garut

125.068

148.546

158.975

131.586

13

KPP Pratama Majalaya

46.050

47.579

59.022

58.675

14

KPP Pratama Soreang

168.123

190.116

240.196

211.338

15

KPP Pratama Sumedang

100.683

140.418

166.069

138.373

Sumber : Kanwil Jawa Barat I (diolah kembali oleh penulis)

Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), antara lain ; Nuritomo (2007) yang meneliti tentang pengaruh peningkatan PTKP terhadap penerimaan pajak menunjukkan hasil bahwa peningkatan PTKP memberikan pengaruh yang besar terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 21. Penerimaan pajak penghasilan pasal 21 mengalami penurunan sebesar 26,04% dengan diberlakukannya PTKP baru ini. Michel Salim & Lili Syafitri (2013) yang meneliti tentang analisis pengarih kenaikan PTKP terhadap penerimaan pajak penghasilan menunjukan hasil bahwa batas PTKP meningkatkan penerimaan pajak dan batas PTKP meningkatkan jumlah Wajib Pajak. Putri Indrayanti (2014) yang meneliti tentang analisis pengaruh kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan pajak penghasilan 4

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi, Bandung Tegallega, dan Bandung Karees tahun 2012 – 2013 menunjukkan hasil pada tahun 2012 sebelum perubahan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) dan data pada tahun 2013 setelah perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak mengalami perubahan pada 3 (tiga) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukabumi, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Tegallega, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees karena nilai 0,304 lebih besar dari 0,05 (5%). Keberagaman hasil penelitian terdahulu menarik penulis untuk melakukan penelitian. Penelitian ini merupakan replikasi dari peneliti terdahulu yaitu penelitian oleh Nuritomo pada tahun 2007, perbedaan penelitian terletak pada variabel dan periode yang akan diteliti dari peneliti terdahulu yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21 periode 2012 sampai dengan 2015, karena pada tahun 2012 ditetapkannya peraturan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebelum perubahan tahun 2015 yaitu sebesar Rp. 24.300.000 namun efektif digunakan pada tahun 2013 sehingga pada tahun 2012 masih menggunakan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lama yaitu pada tahun 2008 sebesar 15.480.000, dan pada tahun 2015 besarnya tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mengalami perubahan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu sebesar 36.000.000. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21” (Studi Kasus pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I Periode 2012 – 2015).

1.2

Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, sebagai pembatas

dalam pembahasan nanti, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh perubahan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I ?

5

2. Seberapa besar pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I ?

1.3

Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I ? 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I ?

1.4

Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, adapun kegunaan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan penulis mengenai pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21. 2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sebagai bahan pertimbangan untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta pemerintah dalam menentukan kebijakan mengenai besaran perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21. 3. Bagi Dunia Pendidikan dan Peneliti Selanjutnya Agar dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut dan menambah pengetahuan peneliti mengenai pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pasal 21.

6

1.5

Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi

ini, maka penulis akan melakukan penelitian pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I, waktu yang diperlukan penulis dalam melakukan penelitian dimulai pada bulan November sampai dengan selesai.

7

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1

Pajak

2.1.1.1Definisi Pajak Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak menurut Rochmat Soemitra dalam Siti Resmi (2013:169) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2013:169), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Anderson dalam Diana Sari (2013:35) adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran negara. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

8

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara sebagai pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

2.1.1.2 Dasar Hukum Pajak Negara kita telah menempatkan landasan pemungutan pajaknya dalam pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang”. Pengertian hukum pajak menurut Rochmat Somitro dalam Diana Sari (2013:45) adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Dalam pengaturan dan sistematiknya peraturan-peraturan di bidang perpajakan dipisahkan antara kelompok hukum pajak, yaitu: 1. Hukum Pajak Materiil Yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristwa-peristiwahukum yang dikenakan pajak. Umumnya hukum pajak materiil mempermasalahkan subjek, objek, tarif dan dasar pengenaan pajak. 2. Hukum Pajak Formil Yang memuat norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang berisi bagaimana melaksanakan hukum pajak materiil tersebut. Umumnya hukum pajak formil mengatur tentang hak dan kewajiban, prosedur, dan sanksi. 2.1.1.3 Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak, yaitu :

9

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan lain-lain. 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan pemerintah Dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contohnya: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan. c. Tarif pajak ekspor 0%. d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industry tertentu seperti industry semen, industry rokok, indistri baja, dan lainlain. e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi. f. Pemberlakuan tax holiday.

2.1.1.4 Jenis Pajak Terdapat beberapa jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1. Menurut Golongan a. Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. b. Pajak Tidak Langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat

10

suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.

2. Menurut Sifat a. Pajak Subjektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. b. Pajak Objektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. 3. Menurut Lembaga Pemungut Pajak a. Pajak Negara Pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat satu (pajak provinsi) maupun daerah tingkat dua (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing.

2.1.2

Pajak Penghasilan

2.1.2.1 Definisi Pajak Penghasilan Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

2.1.2.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan

11

Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

2.1.2.3 Subjek Pajak Penghasilan Berdasar Pasal 2 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak adalah : 1. Orang Pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak Penunjukkan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. 3. Badan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, BUMN, BUMD, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (serratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

12

2.1.2.4 Objek Pajak Penghasilan Menurut Siti Resmi (2013:80) objek pajak penghasilan merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yaitu : a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. c. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, deviden, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya. d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya.

2.1.3

Pajak Penghasilan Pasal 21

2.1.3.1 Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Siti Resmi (2013:169), merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. Menurut Diana Sari (2013:25), Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah PPh yang harus dipotong oleh setiap pemberi kerja terhadap imbalan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, penghargaan, maupun pembayaran lainnya, yang mereka

13

bayar atau terutang kepada orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi tersebut.

2.1.3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, menetapkan: 1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: a.

Pemberi kerja membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

b.

Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

c.

Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka apapun.

d.

Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, dan

e.

Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan

negara

asing

dan

organisasi-organisasi

internasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. 3) Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi biaya

14

jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. 4) Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 5) Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah. 5a)Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. 6) Dihapus. 7) Dihapus 8) Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2.1.3.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 36 Tahun 2008 untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Termasuk pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2008 adalah: 1. Pemberi kerja; 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas kepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

15

lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; 3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar; a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri. c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pegawai magang. 5. Penyelenggara kegiatan.

2.1.3.4 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberi jasa, meliputi: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, dokter, arsitek, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

16

b. Pemain musik, pembawa acara, pelawak, penyanyi, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; c. Olahragawan; d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, peyuluh, dan moderator; e. Pengarang, peneliti, penerjemah; f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g. Agen iklan; h. Pengawas atau pengelola proyek; i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j. Petugas penjaga barang dagangan; k. Petugas dinas luar asuransi l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan jenis lainnya. 4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pengawas tetap pada perusahaan yang sama. 5. Mantan pegawai. 6. Peserta

kegiatan

yang

menerima

atau

memperoleh

penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: a. Peserta kegiatan dalam segala bidang antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. Peserta Pendidikan dan pelatihan;

17

e. Peserta kegiatan lainnya.

2.1.3.5 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah: 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 4. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. 5. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun; 6. Penghasilan beupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja; 7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama; 8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; 9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

18

10. Semua jenis penghasilan no. 1 s.d. 9 yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: a. Wajib Pajak yang dikenakan PPh bersifat final; atau b. Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).

2.1.3.6 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak secara umum diformulasikan sebagai berikut:

Pajak Penghasilan Pasal 21 = Tarif Dasar x Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 digunakan sebagai dasar menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Lapisan Pengasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Rp 0 s.d. Rp 50.000.000

5%

Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000

15%

Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000

25%

Di atas Rp 500.000.000

30%

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara umun dapat dirumuskan sebagai berikut: 

Penghasilan Bruto

19

1.

Gaji sebulan

xxx

2.

Tunjangan Pajak Penghasilan

3.

Tunjangan dan honorarium lainnya

xxx

4.

Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

xxx

5.

Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan PPh

xxx

xxx

21 6.

Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1 s.d. 5)



Pengurangan

xxx

7. Biaya jabatan (5% x penghasilan bruto, maks Rp 500.000 sebulan 8.

Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang dibayarkan oleh WP)

9.

Jumlah pengurangan (jumlah 7 + 8)



Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

xxx xxx (xxx)

10.

Penghasilan neto sebulan (jumlah 6 - 9)

xxx

11.

Penghasilan neto setahun/disetahunkan (jumlah 10 - 12)

xxx

12.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

xxx

13.

Penghasilan Kena Pajak Setahun (11 – 12)

xxx

14.

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang (13 x tarif pasal 17 ayat

xxx

1) 15.

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong sebulan (14 : 12)

2.1.4

xxx

Penghasilan Tidak Kena Pajak

2.1.4.1 Definisi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana dimaksud pasal 7 UU No. 77/2000, seorang pegawai dihitung berdasarkan penghasilan nettonya dikurang dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) yang jumlahnya telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam Michel Salim & Lili Syafitri (2013) adalah faktor pengurangan terhadap penghasilan netto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan 20

kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam Nuritomo (2007) merupakan standar kehidupan minimium yang diberikan negara kepada wajib pajak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.

2.1.4.2.Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Dalam

Peraturan

Menteri

Keuangan

Republik

Indonesia

Nomor

122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah:

Wajib Pajak Tambahan untuk WP Kawin Tambahan untuk Tanggungan Tambahan Apabila Penghasilan Isteri Digabung

2.2

Rp 36.000.000 Rp 3.000.000 Rp 3.000.000 Rp 36.000.000

Kerangka Pemikiran Pajak merupakan salah satu penerimaan Negara yang berpotensi besar

dalam membiayai pengeluaran serta biaya negara yang dibebankan kepada masyarakat. Salah satu pajak yang dibebankan oleh pemerintah kepada masyarakatnya adalah Pajak Penghasilan (Michel Salim & Lili Syafitri, 2013). Dalam pasal 1 UU No. 36 Tahun 2008 pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (Siti Resmi, 2013:169). Menurut Nuritomo (2007) Pajak Penghasilan merupakan pajak subjektif sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak. Hal ini diwujudkan dengan pemberian kelonggaran berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan komponen pengurang dalam perhitungan PPh Pasal 21, yaitu 21

sebagai pengurang dalam pemotongan penghasilan yang dapat dikenakan tarif pajak yang terutang (Michel Salim & Lili Syafitri, 2013). Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (3) kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penjelasan ayat tersebut bahwa dalam menghitung Laba Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mempengaruhi penerimaan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi melalui potensi pajaknya dan dalam kondisi tertentu. Keberadaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebenarnya adalah untuk memberikan keringanan kepada penduduk berpenghasilan rendah (redistribusi pendapatan). Namun keringanan ini harus mengacu kepada perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat kelas bawah. Keputusan untuk merubah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang ideal berapa besar, dan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Ramli, 2006). Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah faktor pengurang terhadap penghasilan netto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia (Michel Salim & Lili Syafitri, 2013). Dengan demikian, maka Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21, besar kecilnya peranan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam mempengaruhi penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 tergantung pada tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang digunakan. Berikut adalah gambar paradigma penelitian perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21.

22

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Pajak Penghasilan Pasal 21 Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

2.3

Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan

hipotesis penelitian ini adalah: H1 : Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21.

23

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam sebuah

penelitian karena objek penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai untuk mendapatkan jawaban maupun solusi dari permasalahan yang terjadi. Menurut Sugiyono (2012;144) pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut : “Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang suatu hal objektif, valid, dan realiable tentang suatu hal (variabel tertentu)”. Objek dalam penelitian ini adalah Pengaruh Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I. Sedangkan subjek dari penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar secara aktif di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang ada di kota Bandung Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I.

3.2

Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1

Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2008:72). Populasi target dari penelitian ini adalah penerima pajak penghasilan pasal 21 di Kantor Wilayah DJP – Jawa Barat I.

24

3.2.2

Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 15 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dengan jumlah data 60. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana dengan teknik analisis studi kasus. Program yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan Eviews 8.0.

3.3

Metode Penelitian

3.3.1

Desain Penelitian Desain penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi

yang diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian. Desain penelitian merupakan dasar dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu, desain penelitian yang baik akan menghasilkan penelitian yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini digunakan penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.3.2

Metode Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2012:2) mengungkapkan bahwa :

“Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan pada suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode explanatory dengan pendekatan kualitatif. Metode explanatory ini bertujuan untuk

25

menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian ini merupakan jenis data sekunder dengan teknik pengumpulan data Library Research, Field Research, Online Research.

3.4

Operasionalisasi Variabel Penelitian

3.4.1

Variabel Dependen Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variabel independen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini terdapat variabel dependen yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21.

3.4.2

Variabel Independen Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel lain. Variabel independen sering disebut dengan variabel stimulus/prediktor. Dalam bahasa Indonesia sering disebut juga sebagai variabel bebas, variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab berubahnya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini terdapat variabel independen yaitu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

3.5

Analisis Data

3.5.1

Analisis Regresi Linier Sederhana Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi

linier sederhana dengan teknik studi kasus. Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linier antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang 26

digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Analisis regresi linier sederhana ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara variabel independen (X) Tidak Kena Pajak terhadap variabel dependen yang disebut dengan Pajak Penghasilan terhadap variabel dependen (Y). Variabel yang dipengaruhi disebut variabel dependen, sedangkan variabel yang mempengaruhi disebut variabel independen. Batasan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Batasan studi kasus meliputi : 1. Sasaran penelitiannya adalah variabel independen yang disebut dengan Penghasilan Pasal 21. 2. Sasaran – sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing – masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada diantara variabel – variabelnya.

3.5.2

Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan

memutuskan apakah menerima atau menolak hipotesis mengenai parameter populasi. Dari hasil penelitian yang dicapai menunjukan bahwa perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21, namun besarnya pengaruh tersebut sangat rendah karena pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka akan mengakibatkan penurunan pajak yang akan disetorkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini menyebabkan kemungkinan penurunan penerimaan pajak penghasilan, tetapi penurunan ini hanya bersifat sementara.

27

DAFTAR PUSTAKA https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/7182

http://repository.unpas.ac.id/5656/7/BAB%203.pdf http://repository.unpas.ac.id//11461/26/BAB%20III.pdf

28

Related Documents


More Documents from "Syukron Ancestor"