KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Pengelolaan Kegawatdaruratan Bencana oleh Perawat terhadap Individu dan Komunitas”. Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan penulis dalam penanggulan bencana di Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh sebab itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan referensi yang bermakna bagi para pembaca.
Gorontalo, 2018
Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………….. 1 BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………3 A. Latar Belakang………………………………………………………3 B. Tujuan Penulisan…………………………………………………….3 C. Manfaat Penulisan……………………………………………….......3 BAB II PEMBAHASAN A. Penanggulangan kegawat daruatan Bencana……………………….4 B. Pengelolaan Perawatan Kegawat Daruratan Bencana Terhadap Individu Dan Komunitas…………………………………………………………..8 BAB III PENUTUP A. Simpulan……………………………………………………………13 B. Saran………………………………………………………………..13 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...14
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara dengan multi etnik dan multi sosial budaya serta berbagai perbedaan pandangan politik sempit yang diperberat dengan adanya krisis multi dimensi.Keragaman tersebut berpotensi menimbulkankonflik dengan kekerasan yang berdampak adanya masalah kesehatan.Konflik dengan kekerasan diperberat dengan adanya angka kemiskinan dan buta huruf yang tinggi.Konflik dengan kekerasan menyebabkan terjadinya kedaruratan kompleks yang merupakan bencana karena ulah manusia. Masalah kesehatan yang timbul secara mendadak (akut) ditandai dengan jatuhnya korban manusia, rusaknya infra sruktur dan pelayanan public lainnya, rusaknya saluran air bersih dan sanitasi lingkungan, terputusnya aliran listrik sarana telekomunikasi dan transportasi, lumpuhnya system kesehatan serta dapat mengakibatkan ribuan dan ratusan ribu penduduk harus mengungsi ke wilayah lain. Penanggulangan masalah kesehatan akibat kedaruratan kompleks memerlukan keterpaduan dan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor. Untuk itu diperlukan pedoman sebagai acuan pelaksanaan kegiatan penanggulangan kedaruratan kompleks di Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai kekhususan daerah. Setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan daerah lainnya.Hal ini mengindikasikan bahwa resiko terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat berbeda-beda pula.Kedaruratan kesehatan masyarakat tentunya memerlukan upaya khusus untuk penanggulangannya. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kurangnya kesiapan sumber daya manusia dan komitmen kerjasama lintas program dan sektor terkait.
B. TUJUAN PENULISAN Mahasiswa mengerti tentang sistem Pengelolaan Kegawatdaruratan Bencana oleh Perawat terhadap Individu dan Komunitas dan dapat menambah wawasan Perawat secara umum sehingga dapat turut serta dalam upaya penanggulangan bencana.
C. MANFAAT PENULISAN 1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal menajemen bencana. 2. Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana, terutama untuk para petugas kesehatan.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Penanggulangan kegawat daruatan Bencana Penanggulangan bencana adalah suatu proses yang dinamis,terpadu dan berkelanjutan. Langkah-langkah yang berhubungan dengan penanganan, merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan pembangunan kembali. Kondisi gawat darurat dan bencana merupakan keadaan yang membutuhkan penangan segera. Keduanya melakukan pengobatan darurat terhadap pasien yang muncul dalam berbagai kejadian. Keperawatan gawat darurat yang diberikan dalam keadaan normal memungkinkan tersedianya sumber daya medis yang banyak dalam memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien, baik yang penyakitnya ringan maupun berat. Sehingga pengobatan dan perawatan intesif dapat diberikan dengan segera kepada setiap pasien yang datang secara bergantian. Tetapi selama fase akut bencana, pengobatan dan kesehatan masyarakat membutuhkan sangat banyak sumber tenaga medis sehingga terjadi ketidakseimbangan. Dalam melakukan penangulangan kegawatdaruratan bencana maka perlunya dilakukan manajemen penanggulangan bencana. Manajemen penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam penaggulangan bencana kegiatannya mengikuti siklus bencana yaitu: 1. Fase Pra Bencana 2. Fase Bencana 3. Fase Paca Bencana
1. Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Pra Bencana Upaya
penanggulangan
bencana
mengikuti
tahapan/siklus
bencana.
Penanggulangan bencana pada tahap pra bencana dimulai jauh sebelum terjadi bencana, dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Pada fase pra bencana, kegiatan penanggulangan bencana disebut juga tahap kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan bencana (preparedness) adalah aktivitas-aktivitas dan langkahlangkah yang diambil sebelumnya untuk memastikan respons yang efektif terhadap dampak bahaya, termasuk dengan mengeluarkan peringatan dini yang tepat dan efektif dan dengan memindahkan penduduk dan harta benda untuk sementara dari lokasi yang terancam (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) Dalam hal ini bisa diimplementasikan dengan adanya tim siaga, standar operasional tetap yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan rencana aksi komunitas yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah
kesiapsiagaan
dilaksanakan
untuk
mengantisipasi
kemungkinan 4
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. b. Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor penanggulangan
bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum). c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik. e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning) g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan) h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan Pada fase/tahap kesiapsiagaan ini, masanya panjang. Banyak sekali yang bisa dilakukan dan batas waktunya tidak dapat ditentukan. Tahap kesiapsiagaan ini akan berakhir atau berlanjut ke tahap berikutnya bila bencana terjadi. Karena itu pada fase kesiapsiagaan ini, kita membagi menjadi dua fase yaitu pencegahan bencana dan mitigasi.
Pencegahan Bencana Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Mitigasi Mitigasi (mitigation) adalah langkah-langkah struktural dan non struktural yang diambil untuk membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya alam, kerusakan lingkungan dan bahaya teknologi (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Mitigasi dapat dilakukan secara struktural yaitu pembangunan infrastruktur sabo, tanggul, alat pendeteksi atau peringatan dini, dan dapat dilakukan secara non struktural seperti pelatihan dan peningkatan kapasitas di masyarakat. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah: a. Penyusunan peraturan perundang-undangan b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur d. Pembuatan brosur/leaflet/poster e. Penelitian/pengkajian karakteristik bencana f. Pengkajian/analisis risiko bencana g. Internalisasi penanggulangan bencana dalam muatan lokal pendidikan h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana 5
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum j. Pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain: a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dan sebagainya. b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), danperaturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana. c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat. d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman. e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat. f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana. g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat nonstructural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
2. Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Bencana Manajemen penanggulangan bencana pada fase bencana disebut sebagai fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok rentan,dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu, instruksi pengungsian, pencarian dan penyelamatan korban, menjamin keamanan di lokasi bencana, pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, pengiriman dan penyerahan barang material, menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain. Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan membaginya menjadi “fase akut” dan “fase sub akut”. Dalam fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan “fase sub akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan 6
terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Pasca Bencana Setelah fase bencana /tanggap darurat teratasi, fase berikutnya adalah fase ‘pasca bencana’. Manajemen penanggulangan bencana pada fase pasca bencana ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu fase pemulihan/recovery dan fase rekonstruksi/ rehabilitasi. a. Fase Pemulihan Fase pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sediakala (sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang. Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana; b. Perbaikan prasarana dan sarana umum; c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; d. Pemulihan sosial psikologis; e. Pelayanan kesehatan; f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik; g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; h. Pemulihan keamanan dan ketertiban; i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan j. Pemulihan fungsi pelayanan public
b. Fase Rekonstruksi Setelah fase tanggap darurat terlewati, berikutnya adalah fase rekonstruksi/ rehabilitasi. Jangka waktu fase rehabilitasi/rekonstruksi juga tidak dapat ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang 7
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif. Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait. a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya g. Peningkatan fungsi pelayanan public h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
B. PENGELOLAAN PERAWATAN KEGAWAT DARURATAN BENCANA TERHADAP INDIVIDU DAN KOMUNITAS Penanggulangan korban masal akibat kedaruratan kompleks harus mengutamakan keselamatan penolongnya baru menyelamatkan korban. Penanggulangan korban kedaruratan harus dilaksanakan secepat mungkin (dua hari pertama dan umumnya korban menderita, cedera dan kematian).Pada penanganan korban masal dikelompokan menjadi 3 tahap yaitu tahap pencarian (search), penyelamatan korban (rescue) dan pertolongan pertama (Life Saving), stabilisasi korban, tahap evakuasi dan pengobatan devenitive serta tahap rujukan ke RS yang lebih tinggi kemampuannya bila diperlukan. Pada tahap pencarian dan penyelamatan korban dilakukan triase, pemitaan. Triase bertujuan untuk melakukan seleksi korban berdasarkan tingkat kegawat daruratan untuk memberikan prioritas pertolongan. Upaya yang dilakukan dalam penanganan korban adalah untuk menyelamatkan korban sebanyak- banyaknya sehingga diharapkan angka morbiditas dan mortalitas rendah. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah korbannya, keadaan korban, geografis lokasi, fasilitas yang tersedia dilokasi dan sumber daya manusia yang ada dilokasi. Selain itu juga tergantung dari organisasi, fasilitas, komunikasi, dokumen dan tata kerja.Yang dimaksud dengan fasilitas adalah sarana dan prasarana yang berguna sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan medic dilapangan, selama perjalanan dan di puskesmas atau rumah sakit terdekat.Kematian sangat tergantung pada cepatnya pertolongan. Dari kenyataan tersebut dapat dirumuskan definisi. Pasien gawat darurat adalah pasien yang memerlukan pertolongan segera (TEPAT, CEPAT, CERMAT) untuk mencegah kematian atau kecacatan. Dari definisi tersebut berkembang doktrin “TIME SAVING IS LIVE SAVING” (WAKTU ADALAH NYAWA). Penjabaran doktrin itu memerlukan indikator mutu yang berupa RESPONS TIME (WAKTU TANGGAP) sebagai indicator proses untuk mencapai indikator hasil 8
yang berupa SURVIVAL RATE (ANGKA KELANGSUNGAN HIDUP). Disamping itu gawat darurat dapat terjadi pada SIPA SAJA, KAPAN SAJA, dan DIMANA SAJA. Hal itu menjadikan satu keharusan bahwa pendekatan pelayanan gawat darurat. 1. Penanganan Korban Dalam situasi kedaruratan kompleks sering terjadi korban luka dan bahkan korban meninggal dunia, untuk itu diperlukan kesiapan dalam penanggulangannya yang antara lain : a. Transportasi dan alat kesehatan 1) Fasilitas Kesehatan a) Sarana evakuasi/transportasi (1) Kendaraan roda dua kesehtan lapangan (2) Kendaraan ambulans biasa (3) Kendaraan ambulans rusuh masal (4) Kapal motor sungai/laut (5) Helikopter udara (6) Pesawat b) Sarana pelayanan kesehatan Beberapa
sarana
yang
perlu
dipersiapkan
dalampenanggulangan
kedaruratan kompleks yaitu : (1) Pos kesehatan lapangan
Rumah sakit lapangan Puskesmas/poliklinik/RS Swasta/RSLSM. Rumah sakit rujukan tingkat Kabupaten RSUD/RS Polri/TNI Rumah sakit rujukan tingkat Provinsi Rumah sakit pusat rujukan Depkes/Polri/TNI (2) Obat dan alat kesehatan
Obat rutin
Obat Khusus
Bermacam-macam pembalut cepat
Kit Keslap
Minor surgery
Oxigyn dan perlengkapannya
(3) Fasilitas pendukung non medis
Seragam berupa rompi dan topi khusus (bertuliskanidentitas kesehatan daerah dan ditengah ada simbol palang merah)
Tandu
Alat Komunikasi
Kendaraan taktis untuk pengawalan evakuasi
(4) Posko satgas kesehatan
9
b.
Posko kesehatan di lapangan
Posko kesehatan koordinator wilayah
Ketenagaan Tenaga kesehatan yang diperlukan pada situasi kedaruratankompleks adalah sebagai berikut : 1) Di tempat kejadian/peristiwa sebagai koordinator adalahkasatgas lapangan (dokter/para medik senior) yangberkedudukan di poskes lapangan atau di salah satuambulans dan mengatur seluruh kegiatan dilapangan. 2) Pada setiap ambulans minimal terdiri dari 2 orang para medik dan satu pengemudi (bila memungkinkan ada 1orang dokter). 3) Pada Puskesmas / Poliklinik / RS Swasta / RS Polri / RS TNI tim penanggulangan korban minimal dipimpin seorang dokter dan telah menyiapkan ruang pelayanan khusus atau perawatan khusus. 4) Rumah sakit rujukan dipimpin oleh dokter bedah dan telah menyiapkan ruang pelayanandan rawat khusus. 5) Pada Puskesmas dan RS rujukan dapat dibentuk timkhusus untuk pembuatan visum at repertum yang dipimpin oleh dokter dan dibantu 2 orang tenaga administrasi.
c. Pelaksanaan dilapangan 1) Pertolongan dan evakuasi korban masyarakat umum a) Petugas lapangan menilai tingkat kegawatan korbanuntuk korban luka ringan dan sedang diberipertolongan pertama di tempat kejadian atau poskesehatan lapangan. b) Korban luka berat segera dievakuasi ke RS rujukan wilayah /RS Swasta/RS Polri/RS TNI terdekat. Korban yang memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dievakuasi ke pusat rujukan melalui jalandarat/sungai/laut/ udara sesuai sarana yang dimiliki. 2) Pertolongan dan evakuasi korban petugas/aparat pengamanan a) Korban luka ringan dan sedangdiperlakukan sama seperti masyarakat umum. b) Korban luka berat segera dievakuasi dengan prioritas keRumah Sakit terdekat. c) Korban yang memerlukan rawat lanjut dievakuasi ke RS Pusat rujukan. 2. Penanganan Korban Meninggal a) Sasaran Semua korban yang mati akibat kerusuhan masal b) Pelaksanaan Penanganan Korban meninggal 1) Korban meninggal akibat kerusuhan seluruhnya dievakuasi ke satu tempat khusus yaitu RSUD/RS Polri/RS TNIsetempat. 2) Pada tempat tersebut jenazah yang datang dilakukanregistrasi dan pencatatan (minimal diberi nomor, tanggaldan tempat kejadian) oleh petugas.
10
3) Kemudian
jenazah
dimasukan
keruang
pemeriksaan
untukdilakukan
identifikasi medik, pemeriksaan luar oleh dokter. 4) Pemeriksaan dalam (otopsi) untuk mengetahuisebabkematian bisa dilakukan setelah ada permintaan dari pihak kepolisian setempat dan persetujuan dari keluarga korban serta sesuai peraturan yang berlaku. 5) Pemeriksaan medik dilakukan sesuai dengan formulir yang ada. 6) Barang bukti berupa pakaian,perhiasaan surat-surat danlain-lain dimasukan dalam kantong plastik tersendiri diberinama, nomor sesuai dengan nama dan nomor jenazah. 7) Jenazah dan barang bukti setelah selesai pemeriksaan dokter diserahkan kepada petugas kepolisian. 1. Pelaksanaan Pertolongan Kesehatan Pada saat terjadi kedaruratan kompleks berupa kondisi kacau disiapkan tim medik pertolongan korban yang terdiri dari : a. Pos Kesehatan lapangan. 1) Adalah pos kesehatan yang didirikan atau bergerakdan berada didekat tempat kejadian, terdiri darisubsatgaskes yang berasal dari : a) Tim medis lapangan dari puskesmas, RS terdekat dan ambulans b) Tim medis bantuan(mobile) dari poskes depandan poskes belakang c) Tim evakuasi 2) Tugas a) Seleksi awal korban b) Melaksanakan koordinasi arus penanganan c) korban, melaporkan jumlah dan keadaan korban, d) terutama yang harus dirujuk. e) Mengusahakan kelancaran kouniksi pengiriman / f) evakuasi korban. 3) Petugas komunikasi a) Melaporkan jumlah korban, keadaan korban dantindakan yang dilakukan dan keadaan lapanganserta sarana pendukung. b) Menjamin kelancaran komunikasi antara poskeslapangan dengan poskes lainnya. b. Sarana kesehatan depan 1) Adalah rumah sakit yang paling dekat ditinjau dariukuran jarak dan waktu tempuh dari lokasi kejadian,dapat berada didalam maupun diluar wilayahadministrative dapat berupa : Puskesmas, RSterdekat atau RS lapangan. 2) Tugas : a) Seleksi lanjutan b) Stabilisasilanjutan c) Terapi definitive untuk kasus ringan d) Rawat inap 11
e) Evakuasi lanjutan ke pos belakang c. Sarana kesehatan belakang Adalah rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan mampu bertanggung jawab menangani korban yang dirujuk. Dapat berupa rumah sakit koordinator wilayah, RS rujukanwilayah atau RS pusat rujukan.Apabila diperlukan untuk memperkuat
pelayanan
medic
pada
penanggulangan
bencana
berupa
penambahan tenaga medis beserta logistik pendukung (ambulans,komunikasi medik dan lain–lain) dari daerah lain atau pusat, Depkes memobilisasi potensi yag ada di wilayah rumah sakit rujukan. 1) Tugas : a. Seleksi dan stabilisasi lanjutan b. Terapi definive untuk kasus berat c. Koordinasi manajemen medik untuk musibah d. Menyiapkan tenaga dan dukungan lain untuk posdepan
12
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari tahap prabecana, tahap tanggap darurat, dan tahap pascabencana. Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan bencana menggunakan prinsip triage.
B. SARAN Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah atau lembagalembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.
13
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, F & Makfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Turkanto.2006. Splinting & Bandaging. Kuliah Keperawatan Kritis. Surabaya: PSIK Universitas Airlangga. Pan American Health Organization,2006. BENCANA ALAM Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Harmono Rudi , M.Kep , 2016, KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN & MANAJEMEN BENCANA ,
14