TUGAS KEBIJAKAN TAMBANG
Disusun Oleh:
Nama : Hidayah Keumala Natriyanti Erlangga Pratama
03021381520062 03021381520074
Kelas : B
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2017
1. Penetapan WUP mineral logam dan Batubara memiliki tertentu : a. Sebut dan jelaskan kriteria tersebut. Terkait kriteria penetapan WUP, dijelaskan bahwa penetapan WUP mineral logam atau WUP batubara sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki formasi batuan pembawa batubara dan/atau formasi batuan pembawa mineral logam, termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi; b. memiliki singkapan geologi untuk mineral logam dan/atau batubara; c. memiliki potensi sumber daya mineral logam dan/atau batubara; d. memiliki satu atau lebih jenis mineral logam termasuk mineral ikutannya dan/atau batubara; e. tidak tumpang-tindih dengan WPR dan/atau WPN; f. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan g. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang. Dari kriteria di atas, WUP dapat ditetapkan di wilayah lepas pantai apabila secara geologi memiliki formasi pembawa batuan baik logam ataupun batubara. WUP juga harus sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang, seberapa jauh wilayah yang disebut lepas pantai tidak dijelaskan, apakah mengacu pada UU No.32 Tahun 2004 atau menggunakan acauan yang lain. b. Apa fungsi Koordinasi menteri dengan gubernur atau instansi terkait dalam penetapan WUP (jelaskan) Menteri dapat melimpahkan kewenangan penetapan WUP mineral bukan logam dan WUP batuan kepada Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, untuk: a. WUP mineral bukan logam dan WUP batuan yang berada pada lintas kabupaten/ kota dalam satu provinsi; dan b. WUP mineral bukan logam dan WUP batuan dalam satu kabupaten/kota. Dalam penetapan WUP, koordinasi sektoral dengan instansi terkait denganWUP harus dilakukan berdasarkan pada UU Penataan Ruang sebagai kawasan peruntukan pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah nasional yang disusun berdasarkan tujuh pulau atau gugusan kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penataan ruang. Dalam hal pelimpahan kewenangan, bupati/ walikota tampaknya tidak dapat mengeksekusi WUP kecuali WIPR. Sementara gubernur hanya berhak menetapkan WUP untuk mineral bukan logam dan WUP batuan. Sedangkan untuk mineral logam dan batubara, WUP ditetapkan oleh Menteri melalui Dirjen Minerba. c. Dalam hal apa gubernur dapat menetapkan WUP Gubernur hanya berhak menetapkan WUP untuk mineral bukan logam dan WUP batuan.
2. a. Salah satu usulan rencana penetapan WUP oleh Dirjen adalah tentang luas dan batas WIUP yang harus memenuhi beberapa kriteria. Sebut dan jelaskan kriteria tersebut. b. Berapa luas lahan dan baku yang diberikan bagi pemegang IUP,IUPK dan IPR dalam melaksanakan usaha pertambangan (pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi) c. Jelaskan apa tujuan dibuatnya sistem informasi WP 3. a. Bagaimana aturan dalam kepemilikan WIUP/WIUPK yang tumbang tindih diantara 5 komoditas tambang. WIUP yang Tumpang Tindih Jika terdapat tumpang tindih WIUP dengan WIUP yang sama komoditas, Dirjen atau gubernur akan melakukan: a. Penciutan WIUP, apabila sebagian WIUP tumpang tindih; atau b. Penerapan sistem permohonan pertama pencadangan wilayah yang telah memenuhi persyaratan, mendapat prioritas pertama untuk diberikan IUP (fist come first served), apabila seluruh WIUP tumpang tindih. Namun, karena memperhatikan asas kemanfaatan, keterbukaan, keadilan dan kepentingan nasional dan/atau daerah, Dirjen atau gubernur dapat melakukan penyelesaian lain terhadap WIUP yang tumpang tindih sama komoditas. Dalam hal hasil evaluasi menunjukan bahwa WIUP tumpang tindih dengan Wilayah Pencadangan Negara (“WPN”), maka Dirjen atau gubernur akan melakukan: a. Penciutan WIUP yang masuk WPN, apabila sebagian WIUP tumpang tindih; atau b. Pencabutan IUP, apabila seluruh WIUP tumpang tindih dengan WPN. Komoditas Tambang Lain Dalam WIUP Pasal 44 (1)Dalam hal pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang lainnya yang bukan asosiasi mineral yang diberikan dalam IUP, pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi memperoleh keutamaan dalam mengusahakan komoditas tambang lainnya yang ditemukan. (2) Dalam mengusahakan komoditas tambang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membentuk badan usaha baru. (3) Apabila pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi tidak berminat atas komoditas tambang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kesempatan pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain dan diselenggarakan dengan cara lelang atau permohonan wilayah. (4) Pihak lain yang mendapatkan IUP berdasarkan lelang atau permohonan wilayah harus berkoordinasi dengan pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi pertama. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP baru sesuai komoditas tambang lain diatur dengan Peraturan Menteri.
b. Dalam hal yang bagaimana pemegang WIUP/WIUPK mendapat keutamaan atau tidak mendapatkan dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangannya c. Mengapa dalam menetapkan WIUP/WIUPK keberadaan WPR di utamakan 4. a. Pembinaan perlu dilakukan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan. Dalam bentuk apa pembinaan dilakukan sebutkan dan jelaskan ? Pembinaan yang di berikan dalam bentuk pemberian bimbingan,supervisi ,konsultasi,kemudian pendidikan dan pelatian,pemberian pedoman dan standar. 1. pembinaan yang perlu di lakukan adalah,pembinaan yang menyangkut K3 2. pembinaan terhadap pengelolan oprasi pertambangan 3. pemantauan dan pembinaan dampak lingkungan tambanag b. Pengawasan apa yang perlu di lakukan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan sebut dan jelaskan ? Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, terdiri dari: Adapun obyek utama pengawasan dilakukan terhadap: (1) Teknis Pertambangan; (2) Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara; (3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pertambangan; (4) Keselamatan Operasi Pertambangan; serta (5) Pengelolaan Lingkungan Hidup, Reklamasi dan Pascatambang. 1. Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, meliputi: (a) IUP atau IUPK Eksplorasi yang terdiri dari: pelaksanaan teknik eksplorasi dan tata cara perhitungan sumber daya dan cadangan; (b) IUP atau IUPK Operasi Produksi yang terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan konstruksi termasuk pengujian alat pertambangan (commisioning); perencanaan dan pelaksanaan penambangan; perencanaan dan pelaksanaan pengolahan dan pemurnian; serta perencanaan dan pelaksanaan pengangkutan dan penjualan. 2. Pengawasan pemasaran, meliputi: (a) realisasi produksi dan realisasi penjualan, termasuk kualitas dan kuantitas serta harga mineral dan batubara; (b) kewajiban pemenuhan kebutuhan mineral atau batubara untuk kepentingan dalam negeri; (c) rencana dan realisasi kontrak penjualan mineral atau batubara; (d) biaya penjualan yang dikeluarkan; (e) perencanaan dan realisasi penerimaan negara bukan pajak; (f) biaya pengolahan dan pemurnian mineral dan/atau batubara. 3. Pengawasan keuangan meliputi: perencanaan anggaran, realisasi anggaran, realisasi investasi dan pemenuhan kewajiban pembayaran.
4. Pengawasan pengelolaan data mineral dan batubara terdiri dari pengawasan terhadap kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan data dan/atau informasi. 5. Pengawasan Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara 6. Pengawasan Pertambangan
Pengelolaan
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
7. Dalam rangka menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif diperlukan suatu Sistem Manajemen K3. 8. Pengawasan Pertambangan
Pengelolaan
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
Dalam rangka menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif diperlukan suatu Sistem Manajemen K3. 9. Pengawasan Pengelolaan Lindungan Lingkungan Pertambangan Aspek Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Reklamasi dan Pascatambang, meliputi: (a) Pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen pengelolaan lingkungan atau izin lingkungan yang dimiliki dan telah disetujui; (b) Penataan, pemulihan dan perbaikan lahan sesuai dengan peruntukannya; (c) Penetapan dan pencairan jaminan reklamasi; (d) Pengelolaan pascatambang; (e) Penetapan dan pencairan jaminan pascatambang; dan (f) Pemenuhan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Pengawasan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dilakukan terhadap pelaksanaan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi pelaksana usaha jasa pertambangan mineral dan batubara. 11. Pengawasan pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan meliputi pelaksanaan program pengembangan, pelaksanaan uji kompetensi, dan rencana biaya pengembangan. 12.Pengawasan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat terdiri dari program, pelaksanaan dan biaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat 13. Pengawasan penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi, antara lain: pada kegiatan eksplorasi, penambangan, pengangkutan, pengolahan dan pemurnian, reklamasi dan pascatambang sesuai dengan kondisi pemegang IUP/IUPK serta keberadaan lokasi kegiatan.
14. Pengawasan kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum, antara lain: fasilitas umum yang dibangun oleh pemegang IUP atau IUPK untuk masyarakat sekitar tambang, dan pembiayaan untuk pembangunan atau penyediaan fasilitas umum. 15. Pengawasan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR atau IUPK meliputi: luas wilayah, lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, jangka waktu tahap kegiatan, penyelesaian masalah pertanahan, penyelesaian perselisihan serta penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara. 16. Pengawasan jumlah, jenis dan mutu hasil usaha pertambangan yang terdiri atas: jenis komoditas tambang, kuantitas dan kualitas produksi untuk setiap lokasi penambangan, kuantitas dan kualitas pencucian dan/atau pengolahan dan pemurnian, serta tempat penimbunan sementara (run of mine/ROM), tempat penimbunan (stock pile) dan titik serah penjualan (at sale point). d. Siapa yang melakukan pengawasan pada kegiatan usaha pertambangan, beri satu contoh ? Yang melakukan pengawasan pada usaha pertambnagan: Berdasarkan Pasal 140 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, pengawasan pertambangan mineral dan batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi administarasi/tata laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan pelaksanaan program pengelolaan usaha pertambangan. Menteri dapat melimpahkan kepada Gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota (Pasal 140 Ayat 2). Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK (Pasal 140 Ayat 3). 5. a. Apa yang Positif dan Negatif terhadap pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar WIUP dan WIUPK Dampak positif dan negative terhadap pengembanga dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wiup dan wiupk pasal 106 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 23/2010) menegaskan Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK. Program tersebut harus dikonsultasikan dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat setempat. Masyarakat setempat dalam hal ini dapat mengajukan usulan program kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kepada bupati/walikota
setempat untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK. Pengembangan dan pemberdayaan diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung akibat aktifitas pertambangan. Prioritas masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten. Selanjutnya ayat (6) dan (7) dari pasal tersebut mengemukakan Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dibiayai dari alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada anggaran dan biaya pemegang IUP atau IUPK setiap tahun. Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dikelola oleh pemegang IUP atau IUPK. Berikutnya Pasal 107 PP 23/2010 memberikan pengaturan bahwa Pemegang IUP dan IUPK setiap tahun wajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mendapat persetujuan Dampak positif sebagai berikut; 1.meningkat nya prekonomian di wilayah sekitar tambang 2.meningkat nya rasa simpati masyarakat terhdap perusahan tambang bersangkutan 3.menciptakan keadaan yang harmonis dan kondosif di sekitar wilayah pertamabangan Dampak negative; 1.kemungkinan terjadi nya kecemburuan social antar masyarakat di wilayah tamabang 2.kerugian perusahaan tambang akibat men rekrut pekerja lokal yang kurang kompeten dalam bidangya 3.pemberian csr yang kurang merata dan transparan b. Dalam bentuk kegiatan apa saja (Program apa) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dilakukan c. Beri contoh kegiatan yang dilakukan pemegang IUP dan IUPK yang ada di Indonesia 6. a. Peningkatan nilai tambah komoditi tambah perlu dilakukan dan merupakan kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK. Jelaskan mengapa peningkatan nilai tambah perlu dilakukan. b. Berilah contoh nilai tambah yang dilakukan untuk masing-masing komoditi tambang tersebut. 7. a. Apa hubungan undang-undang pengelolaan lingkungan hidup dengan kegiatan pertambangan berdasarkan izin yang resmi.
b. Dalam bentuk kegiatan apa dilakukan (seperti soal 7a) sebut dan jelaskan dengan rinci 8. a. Apa hubungan undang-undang kehutanan dengan pemberian izin usaha pertambangan HUBUNGAN UU NO. 4 TAHUN 2009 DAN UU TENTANG KEHUTANAN Hubungan antara hukum pertambangan dan hukum kehutanan UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DAN PERPU NO. 1 TAHUN 2004 MENINJAU MASALAH PERTAMBANGAN Dalam UU No.41 Tahun 1999, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1). Hutan dapat dikategorikan sebagai : 1. hutan berdasarkan statusnya, meliputi hutan negara dan hutan hak, 2. hutan berdasarkan fungsinya, meliputi hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Beberapa hal yang diatur yang terkait dengan kegiatan pertambangan, adalah sebagai berikut : 1) Definisi pengelolaan hutan dijelaskan pada pasal 21 meliputi : a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan; d. Perlindungan hutan dan konservasi alam. 2) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (pasal 23), yang dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional (pasal 24). 3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan diatur pada pasal 38 sebagai berikut : a. Hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung yang dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. b. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan undangundang ini mengatur kegiatan pertambangan dinyatakan tidak dapat dilaksanakan di tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (pasal 134, ayat 2). Dalam hubungannya dengan nilai tambah di dalam negeri, undangundang ini mewajibkan komoditas pertambangan untuk diolah di dalam negeri
sebelum diekspor. Meskipun tidak berhubungan langsung dengan tata kelola hutan dan lahan, larangan ini berpengaruh terhadap pemberian izin terhadap usaha pertambangan dan eksploitasi minerba yang dilakukan serta cukup berpengaruh terhadap para pelaku usaha dalam menanamkan investasi dalam bidang pertambangan. b. Bagaiman prosedur perizinannya ? Ada dua tahap izin pertambangan: eksplorasi (sesuai dengan tahap awal pertambangan) dan operasi (untuk semua tahapan). Izin eksplorasi dialokasikan untuk kegiatan yang melibatkan survei dan melakukan studi kelayakan, dan produksi operasi untuk konstruksi, operasi pertambangan, penyulingan, pengolahan, pengangkutan dan pemasaran. Izin eksplorasi pertambangan Untuk mendapatkan hak atas tanah, sebuah perusahaan harus mendapatkan izin lokasi. Jika lahan termasuk daerah tanah adat, kompensasi harus dibayar. Proses ini melibatkan identifikasi pemegang adat, keberadaan masyarakat adat, dan jumlah kompensasi yang harus dibayar untuk penggunaan lahan. Perusahaan harus melengkapi dengan: 1. Izin Prinsip dari Bupati, yang mengharuskan sejumlah kewajiban, dan memiliki konsultasi yang telah dilakukan dengan masyarakat setempat; 2. Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP-explorasi) dari Bupati; 3. Jika lahan berada dalam kawasan hutan, izin diperlukan dari Kementerian Kehutanan, yang disebut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Izin penggunaan memungkinkan suatu perusahaan untuk menggunakan area tertentu dalam hutan Kawasan untuk tujuan eksplorasi, termasuk memungkinkan penebangan pohon. Izin Produksi Pertambangan Untuk izin operasi produksi pertambangan (di mana eksploitasi mungkin terjadi di hutan produksi, hutan konversi, atau hutan lindung), langkahlangkah yang sama seperti dengan izin eksplorasi pertambangan harus diikuti, serta mengikuti izin tambahan: 1. Izin operasi pertambangan untuk beroperasi (IUP-Operasi-produksi) yang didapat dari Bupati, dan 2. Izin pinjaman untuk operasi (Izin pinjam pakai Kawasan untuk Operasi-produksi) diperoleh dari Kementerian Kehutanan. 3. Persyaratan tambahan berikut harus dipenuhi:
Teknis – peta daerah lengkap dengan koordinat geografis; laporan eksplorasi; studi kelayakan; Rencana reklamasi (termasuk: penggunaan lahan sebelum dan sesudah operasi; rencana untuk membuka lahan, program reklamasi lahan setelah gangguan, penutupan lahan, penyimpanan tailing, pembuangan tailing); Rencana revegetasi; berencana untuk menutup biaya langsung dan tidak langsung dari revegetasi; peta dan deskripsi wilayah; deskripsi kegiatan pertambangan; Rincian informasi lingkungan pascatambang; Rencana dan anggaran keuangan bekerja; rencana pembangunan. Ijin Pelepasan Hutan – Untuk perusahaan pertambangan atau perkebunan yang ingin mengkonversi lahan di dalam hutan konservasi, lahan harus dibebaskan dari Kawasan Hutan untuk menjadi ‘daerah untuk keperluan lain (Areal Penggunaan Lain/APL). Proses untuk melepaskan tanah dari Kawasan Hutan memerlukan keputusan dari Kementerian Kehutanan, yang disebut Pelepasan Kawasan Hutan.
9. a. Apa yang saudara ketahui tentang hak atas tanah Pengertian hak atas tanah Hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut yang berasal dari hak menguasai Negara. Kewajibanya yaitu menjaga, mengolah dll. A. Dasar hukum hak atas tanah di Indonesia UU No 5 tahun 1960, pasal 16 ayat 1 dan tertib hukum pertanahan( kepres 7 tahun 1979, pasal 4 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1, pasal 53 ayat 1). 1. Pasal 4 tercantum makna bahwa hak menguasai dari Negara terhadap bumi, air serta ruang angkasa yang ada diatasnya. Menurut Budi harsono, Hak dari Negara bukan berarti memiliki tetapi memberi wewenang pada Negara sebagai organisasi kekuasaan yang tertinggi. Wewenang tersebut untuk 3 hal: a. Wewenang mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya. b. Wewenang untuk menentukan dan mengatur hak2 yang dapat dipunyai atas bumi air dan ruang angkasa c. Wewenang dalam menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang2 dengan objek tanah. 2. Pasal 16 ayat 1 (hak2 atas tanah) 3. Pasal 53 ayat 1 (sifatnya sementara) Hak tersebut makin lama akan menghilang. Hak milik
a. sifatnya terbatas. b. Orang asing tidak boleh punya hak milik
B. Jenis-jenis hak atas tanah! ( pasal 16 ayat 1) a. Hak milik hak turun-menurun, terkuat (bisa dibuktikan atau dengan status hokum kuat) dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan yg berlaku pada pasal 6. Biasanya menggunakan system publikasi negative yaitu pembuktian dengan sertifikat. Subjeknya Orang asing yang mewarisi dari istrinya, Badan hukum, warga Negara Indonesia, dll. Apabila punya kewarganegaraan rangkap, jika belum berumur 17 tahun, dia boleh kewarganegaraan rangkap, jika lebih, dia harus memilih. Ia juga tidak diperkenankan atas hak milik tanah. Namun bila ia mendapat wasiat, ia punya kesempatan untuk mengurus urusan kepemilikan hak miliknya. 1. Terjadinya dan cara mendapatkan hak milik Menurut hukum adat, hak milik dengan penetapan pemerintah, ketentuan UU yaitu terjadi karena konversi berbagai ketentuan2 yang ada setelah UUPA. 2. Jual beli hak milik Jika secara adat, dengan perjanjian kedua belah pihak. Jika belum bersertifikat harus ada perjanjian jual beli. 3. Hapusnya hak milik a. Ditelantarkan b. Pencabutan hak c. Tanahnya musnah d. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya b. HGU hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
c. HGB hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, bisa diperpanjang 20 tahun lagi. d. Hak pakai
hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam
keputusan
pemberiannya
oleh
pejabat
yang
berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang. e. Hak sewa Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
f. Hak membuka tanah dan Hak memungut hasil hutan Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. g. Hak-hak lain yg tidak termasuk dalam hak2 tersebut diatas yg akan ditetapkan dengan UU serta hak-hak yg sifatnya sementara
C. Prosedur pengurusan hak atas tanah a. Pemohon mengajukan permohonan Hak Milik kepada pejabat yang berwenang melalui
Bupati Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan secara tertulis. b. Permohonan
tersebut
harus
memuat
antara
lain,
sebagai
berikut
:
1) Pemohon a) Jika pemohon adalah perorangan, harus memuat keterangan berupa nama, umur,
kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaannya serta jumlah isteri dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya. Jika ia seorang isteri, juga disebutkan keterangan mengenai suaminya. b) Jika pemohon adalah badan hukum, harusmemuat nama, tempat kedudukan, akta
atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang boleh mempunyai tanahdengan Hak Milik. 2) Tanahnya memuat tentang : a) Letak, luas, dan batas-batasnya. b) Status tanahnya.
c) Jenis tanahnya d) Tanah tersebut telah atau belum dikuasaipemohon. Apabila telah dikuasi
sebelumnya,atas dasar apa ia memperoleh atau menguasainya. e) Penggunaannya. 3) Lain-lain : a) Melampirkan keterangan-keterangan mengenai status hukum, letak dan tanda
bukti dari tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon termasuk yang dimiliki oleh suami atau isteri serta anak-anaknya yang masih menjadi tanggungannya. b) Keterangan lain yang dianggap perlu. c) Permohonan tersebut di atas harus dilampiri dengan : 1.1 Mengenai diri pemohon : 1.1.1
Perorangan.
1.1.2
Badan hukum.
1.2 Mengenai tanahnya. 1.3 Turunan dari surat-surat bukti perolehan hak secara beruntun mengenai
penguasaan tanah oleh pemohon. D. Hak-hak atas tanah ulayat Hak yang menggambarkan hub2 hukum antara masyarakat hokum adat tertentu dengan tanah adat setempat. Pertama, tanah ulayat suku (TUS) berwenang mengatur pemanfaatannya adalah mamak kepala waris/mamak kepala suku. Mamak kepala waris itu adalah laki-laki tertua dalam kaum suatu suku atau artinya tanah cadangan yang dikuasai oleh suku/kepala suku menurut bari balabeh, setiap nagari yang wewenangnya dipegang oleh suku yang bersangkutan yang diperuntukan kepada anggota suku. Kedua, tanah ulayat kaum (TUK), yang berwenang mengatur pemanfaatannya adalah penghulu kaum atau mamak kepala kaum. Mamak kepala kaum adalah seorang penghulu dalam kaum yang bergelar datuk. Tanah yang dipegang oleh kaum atas pemberian suku yang diperuntukan kepada anggota kaum yakni pada paruik. Kaum itu terminologinya sepadan dengan Jurai, sedangkan paruik sepadan artinya dengan Indu. Tiba di paruik inilah dipakai istilah ganggam bauntuak. Hak pada pemegang ganggam bauntuak itu hanyalah hak garap. Ganggam bauntuak ini contohnya tanah perumahan, tanah parak/ ladang, tanah sawah, tidak boleh dijual. Ketiga, tanah ulayat nagari (TUN) yang berwenang mengatur pemanfatannya adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN) (semacam aliansi penghulu kaum dalam nagari yang
disebut pangulu pucuak di Kelarasan Koto Piliang dan Pangulu Tuo di Kelarasan Bodi Caniago) atau tanah yang dikuasai oleh nagari yang belum diperuntukan kepada suku sesuai dengan barih balabeh adat nagari yang bersangkutan. Keempat, tanah ulayat rajo (TUR) atau kawasan yang belum dikandonoi yang berwenang mengatur pemanfaatannya adalah para penghulu pucuak atau pangulu tuo yang dianggap tak rajo kaganti rajo, rajo di sini bukan kerajaan, tetapi kebenaran bukan pula pemiliknya tetapi pengawasnya. E. Hak atas rumah susun (UU No 16 Tahun 1985) Menurut Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Untuk rumah susun yang dibangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunannya terlebih dahulu sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan. Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan sertipikat hak milik. Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didaftarkan pada Kantor Agraria/Badan Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Peralihan hak dengan pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris, sedangkan pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah. Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan atau fidusia. Dapat dibebani hak tanggungan apabila rumah susun tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan dibebani fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.
F. Iktisar tentang hak yang bersifat primer (4) dan sekunder Primer (individual) a. Hak milik 1) Kapan Berakhirnya 2) Proses Pengurusannya b. Hak Guna Usaha 1) Kapan Berakhirnya Waktu paling penggunaan antara 25 s/d 35 tahun (pasal 29 ayat 1 dan 2) 2) Proses Pengurusannya c. Hak Guna Bangunan 1) Kapan Berakhirnya Waktu paling lama 30 tahun (pasal 35 ayat 1), serta dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun 2) Proses Pengurusannya d. Hak Pakai (berasal dari Negara ataupun pemilik tanah) 1) Kapan Berakhirnya Sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yg telah ditetapkan 2) Proses Pengurusannya
Sekunder a. Hak gadai 1) Waktu Yang tidak ditentukan (1 kali masa panen) dan ditentukan (Tergantung perjanjian) 2) Proses pengurusan Hak gadai (Gadai Tanah) pada umumnya dilakukan tanpa sepengetahuan kepala desa/kepala adat. Hak Gadai (Gadai Tanah) hanya dilakukan oleh pemilik tanah dan pihak yang memberikan uang gadai, dan dilakukan tidak tertulis. b. Hak bagi hasil 1) Waktu Semula menurut Hukum Adat, jangka waktu Hak Usah Bagi Hasil (Perjanian Bagi Hasil) hanya berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang, akan tetapi perpanjangan jangka waktunya tergangtung pada kesediaan pemilik tanah,
sehingga bagi penggarap tidak ada jaminan untuk dapat menggarap dalam waktu yang layak. 2) Prosedur Mneurut UU No. 2 Tahun 1960, perjanjian bagi hasil harus dibuat secara tertulis di muka kepala desa, disaksikan oleh oleh minimal dua orang saksi, dan disahkan oleh Camat setempat serta diumumkan dalam kerapatan desa yang bersangkutan.
Ketentuan
ini
dimaksudkan
untuk
upaya
preventif
menghindarkan perselisihan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak. c. Hak menumpang 1) Waktu d. Hak menyewa atas pertanian\ Jangka waktu tergantung kesepakatan atau perjanjian yang telah ditetapkan G. Hak-hak atas tanah sebelum UUPA H. Hak penguasaan atas tanah 1. Hak bangsa Indonesia Hak menguasaan dalam hub hukum antara bangsa Indonesia dengan seluruh wilayah yang menyangkut bumi, air dan luar angkasa dan kekayaan alam yang ada didalamnya. Hubungan hukum tersebut bersifat abadi. Entry pointnya dari eksklusifitas. 2. Hak menguasai dari Negara Bukan memiliki, tp kewenangan tertentu dari negara untuk mengatur agar kemanfaatan tanah dapat maksimal. Entry pointnya managemen I. Hak2 indvidual Terdiri dari 3 macam 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat tetap a. Hak milik b. HGU c. HGB d. HGP 2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara a. Hak menumpang 3. Hak-hak lain yang berhubungan dengan tanah Contoh: Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan. Hak2 untuk membuat bangunan bawah tanah. Hak guna ruang angkasa. J. Buat table jenis2 hak, perbedaan dan persamaan
Beda Hak guna usaha dan hak guna bangunan 1. Dari tujuan penggunaannya, HGU untuk membuka perkebunan, pertanian dan perternakan, sementara HGB untuk mendirikan bangunan2. 2. Dari segi asal tanah, HGU mutlak dari Negara, sementara HGB bisa diusahakan kepada Negara maupun perseorangan. 3. Dari segi batas waktu, HGU 25-30 thun, penambahan, 25 tahun, ditambah 30, tambah 25 tahun lagi, HGB, 30 tahun, tambah 25 tahun. 4. Dari segi Batas luas, HGU minimal 5 ha, HGB tidak ditentukan karena tergantung bangunan apa yang akan dibangun. b. Apa perbedaan antara WUP dan WPN Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Perbedaannya adalah : Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) : Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Wilayah Pencadangan Negara (WPN) : Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. c. Apa yang di maksud dengan Hierarki peraturan perundangan-undangan Hierarki peraturan perundang-undangan adalah urutan sistematis peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi hingga terandah. Peraturan yang lebih tinggi menjadi sumber dan dasar peraturan-peraturan dibawahnya. Setiap peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Dalam sistem hirarki ini dikenal Stufen Theory yang secara sistematis mengurutkan peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi. Penerapan teori ini dalam Peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebagai berikut:
10. Jelaskan pendapatan daerah dari pemegang IUP atau IUPK beserta pembagiannya. (1) Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. (2) Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. (3) Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan b. bea masuk dan cukai. (4) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. iuran tetap; b. iuran eksplorasi; c. iuran produksi; dan d. kompensasi data informasi. (5) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; dan c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 129 (1) Pemegang IUPK Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara wajib membayar sebesar 4% (empat persen) kepada Pemerintah dan 6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.
(2) Bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1% (satu persen); b. pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan c. pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen). Pasal 130 (1) Pemegang IUP atau IUPK tidak dikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) huruf c dan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (5) atas tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. (2) Pemegang IUP atau IUPK dikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) huruf c atas pemanfaatan tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. Pasal 131 Besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut dan pemegang IUP, IPR, atau IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 132 (1) Besaran tarif iuran produksi ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi, dan harga komoditas tambang. (2) Besaran tarif iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 133 (1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) merupakan pendapatan negara dan daerah yang pembagiannya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penerimaan negara bukan pajak yang merupakan bagian daerah dibayar langsung ke kas daerah setiap 3 (tiga) bulan setelah disetor ke kas negara.