Dalam melalukan pembayaran kita akan menerima dokumen sebagai bukti pembayaran dalam berbagai bentuk. Dokumen tersebut mempunyai nomor berdasarkan system pihak lain. Sedikit berbeda dengan menangi transaksi penerimaan kas dimana dalam menangani transaksi pembayaran : • • • •
•
Perusahaan harus mengalokasi dana menggunakan skala prioritas untuk menjaga kelancaran arus pembayaran. Kemacetan dalam pembayaran dapat menyebabkan rusaknya kepercayaan supplier terhadap perusahaan. Penerbitan alat pembayaran melalui bank (cheque/giro) tanpa dana dalam hitungan beberapa kali meyebabkan bank akan menutup rekening perusahaan. Tidak tersedianya dana, membuat terjadinya keterbatasan sehingga memungkinkan perusahaan kehilangan kesempatan bila kesempatan tersebut datang tanpa diduga. Dapat terjadi pembayaran berulang untuk transaksi yang sama atau pembayaran fiktif bila lalai dalam pengawasan. Karena itu prosedur pengawasan internal terhadap pengeluaran kas mutlak dijalankan secara ketat.
Apa saja yang perlu dicatat. Hal ini tergantung bentuk, besar kecilnya perusahaan dan pengaruh faktor lingkungan. Berikut adalah pengeluaran menggunakan integrated Accounting System : Cara Pilih cara pembayaran Cek/Giro/Tunai Pembayaran Nomor Urut Automatik Tanggal, sesuai dengan tanggal pembuatan/dicatat ke Tanggal sistem komputer (tanggal system). Idealnya lebih kecil atau sama dari tanggal efektif Rekening Rekening kas milik perusahaan (Kas/bank/surat-berharga Yang setara kas) Dekeluarkan Nama perusahaan/perorangan yang menerima pembayaran. Setelah user memasukan nama supplier Supplier sistem segera menampilkan List utang supplier tersebut. Sehingga user tinggal memilih transaksi mana yang dibayar. Cek/Giro Nomor Identifikasi Dokumen pembayaran Bank Bank Yang Menerbitkan Dokumen pembayaran Tanggal Tanggal efektif sesuai dengan yang kebijakan perusahaan Efektif dan akan dicantumkan pada dokumen pembayaran Data Adalah Utang yang diperoleh dengan cara memilih, dari Pelunasan list utang yang ditampilkan sistem Reference Rekening yang di Debit. Bila data pelunasan dipilih dari list utang maka sistem secara automatis memilih utang
Keterangan Total Pelunasan Lain-lain
Dagang. Nilai Pelunasan dapat disesuaikan dengan pengeluaran. Bila nilai yang keluarkan < Transaksi. sisanya akan dikembalikan ke list utang Diisi Dengan List Nomor Bukti transaksi bisanya digunakan nomor penerimaan barang/jasa yang Dibayar dan Nama Singkat supplier Sama dengan Total pembayarani. Sistem Akan memberikan indikator bila terdapat perbedaan. Bila Jumlah dibayarkan lebih besar dari total transaksi maka dicatat sebagai pembayaran dimuka
Keterangan Total pengeluaran dicatat oleh sistem ke dalam 2 bagian yaitu Total pelunasan dan Lebih Bayar. Bila ternyata bukan lebih bayar maka dilakukan koreksi melalui ayat jurnal penyesuaian. contoh formulir elektornik, dimana pada formulir tersebut dilengkapi dengan buku utang. Bila pengeluaran kas berasal dari utang dagang secara langsung menunjukan transaksi yang dibayar sehingga transaksi tersebut tidak muncul lagi dalam buku utang. Proses Verifikasi akan selesai bersamaan dengan pemasukan data. Print Out dari formulir ini berupa voucher pengeluaran kas dan laporan pengeluaran periodik. Voucher pengeluaran kas diterbitkan dan harus ditandatangani oleh petugas yang berwenang dan yang menerima pembayaran. Laporan pengeluaran harian di print-out bersama dengan voucher serta dilampirkan dokumen pendukung diserahkan ke bagian buku besar paling lambat 1 x 24 Jam Bagian akuntansi tinggal memvalidasi data yang sudah tersedia pada sistem komputer dengan dokumen pendukung transaksi terkait Setelah melakukan validasi selanjutnya bagian akuntansi memilih menu posting untuk mencatat transaksi tersebut ke buku Buku Besar Hanya transaksi yang telah jatuh tempo diposting ke buku besar. Transaksi yang telah diposting secara automatis menjadi Read Only.
Transaksi pengeluaran kas adalah transaksi keuangan yang menyebabkan Asset berupa kas yang dimiliki perusahaan berkurang. Transaksi pengeluaran kas dicatat melalui formulir electronik pengeluaran kas berdasarkan bukti-bukti transaksi yang mendukung seperti bukti penerimaan barang, Order pembelian dll dan dibukukan oleh komputer melalui jurnal pengeluaran Kas. Pengurangan kas yang disebabkan oleh beban usaha seperti bunga, selisih kurs lainnya dicatat pada memorial. Setiap penerimaan kas diprint-out sebagai voucher pengeluaranan kas. dan bersama dokumen bukti pendukung segera didistribusikan ke bagian buku besar paling lambat 1 x 24 jam Pengisian kas kecil adalah pengeluaran kas untuk mengganti dana kas kecil yang telah digunakan pada periode tertentu sehingga dicatat sebagai pengeluaran kas. Dengan asumsi tersebut pengisian kas kecil digolongkan sebagai transaksi pengeluaran kas sehingga pengisian kas kecil dicatat pada Jurnal pengeluaran kas dengan mendebet kelompok biaya setalah dirangkum dari buku kas kecil. (Dalam buku besar pengeluaran kas kecil setelah dikelompokan dicatat dalam jurnal pengeluaran kas)Jurnal Transaksi pengeluaran kas dicatat berdasarkan catatan pada form transaksi pengeluaran Kas yang di entry oleh bagian administrasi keuangan melalui aplikasi Kas selanjutnya, bagian buku besar memvalidasi setiap vouche pengeluaran kas serta kelengkapan dokumen pendukung selanjutnya memilih menu posting untuk membukukannya ke buku besar. (Transaksi yang belum jatuh tempo tidak diposting). Transaksi yang telah diposting secara automatis menjadi read Only.Bentuk umum jurnal pengeluaran kas Utang Aktiva Deposito Pinjaman /Uang muka Persediaan/Pembelian Biaya Pos Debet lainnya Kas/Bank
999,999.99 999,999.99 999,999.99 999,999.99 999,999.99 999,999.99 999,999.99 999,999.99
.
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal - Presentation Transcript 1. KEWAJIBAN PEMBUKUAN 2. DASAR HUKUM Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2000 o Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. o Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 3. Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2000 o Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. o Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (KMK No.533/KMK.04/2000) 4. Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2000 o Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. o Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. o Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 5. Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2000 o Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. o Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final. 6. Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2000
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. o Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan. 7. KEWAJIBAN PEMBUKUAN o Setiap Wajib Pajak Badan dalam negeri wajib untuk menyelenggarakan pembukuan yang bertujuan untuk menghitung penghasilan netto ataupun rugi secara fiskal. Hal ini diatur dalam Pasal 28 (1) UU No.16/2000 (KUP). o Pembukuan yang dilakukan dapat didasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pembukuan ini berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial (LKK). o Untuk tujuan perhitungan pajak terhutang, dilakukanlah koreksi fiskal atas Laporan Keuangan Komersial yang hasilnya menjadi Laporan Keuangan Fiskal (LKF) yang lebih dikenal dengan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal. o Rekosiliasi dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, hal ini sesuai dengan adanya azas “Self Assessment”. Namun apabila LKK diaudit oleh akuntan publik, maka rekonsiliasi LKF dicantumkan dalam laporan audit. Terhitung mulai Tahun 2001, SPT PPh Badan wajib dilampirkan rekonsiliasi rugi-laba fiskal. 8. Konsep Akuntansi dan Pajak o Diantara perbedaan antara konsep akuntansi dan perpajakan tercermin dalam : o Historical Cost o Pasal 10 UU PPh-2000 menunjukan bahwa PPh menganut prinsip harga perolehan dalam menentukan penghasilan dan biaya, sesuai dengan yang dianut oleh akuntansi. o Revaluasi Aktiva Tetap o Pasal 19 UU PPh-2000 memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menentukan penilaian kembali aktiva sesuai dengan SKMK N0. 384/KMK.04/1998, terakhir diatur dalam Kep MenKeu 486/KMK.03/2002. Sedangkan PSAK No. 16 butir 29 Menyatakan tidak memperkenankan revaluasi aktiva tetap kecuali berdasarkan peraturan pemerintah. o Penurunan nilai aktiva tetap o PSAK No. 48 mengakui kerugian yang timbul karena penurunan nilai aktiva tetap. Hal ini tidak diakui PPh karena PPh menganut prinsip realisasi dalam menentukan biaya atau kerugian 9. (Lanjutan) o Dasar Akrual dan Dasar Kas o
Berdasarkan Pasal 28 (5) KUP, pembukuan perpajakan diselenggarakan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Kerangkan dasar penyusunan dan penyajian lap o ran keuangan menggunakan dasar akrual sedangkan dasar kas pada umumnya tidak digunakan didalam akuntansi. o Dasar kas yang digunakan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah dasar kas campuran bahkan mendekati dasar akrual, sesuai penjelasan pasal 28 (5) KUP o Penjualan meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun yang bukan tunai (kredit), hal ini sama dengan akrual o HPP harus diperhitungkan seluruh pembelian (tunai dan kredit), hal ini sama dengan akrual o Harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, pembebanannya tidak bolah sekaligus tapi harus dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi, hal ini sama dengan akrual 10. (Lanjutan) o Pasal 6 UU PPh-2000 dalam menentukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tidak dibedakan antara dasar kas dan dasar akrual o KEP-184/PJ/2000 yang berlaku mulai 2001 menyatakan bahwa penghasilan bunga yang bersumber dari kredit non performing loan (kurang lancar, diragukan, macet) diakui sebagai penghasilan pada saat bunga tersebut diterima bank (dasar kas), hal ini sama dengan PSAK No. 31 butir 02 o Konsistensi o Pada pasal 25 (5) KUP pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas (konsisten), namun dalam pasal 28 (6) KUP diperkenankan merubah metode pembukuan atau tahun buku dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan PSAK No. 1 butir 14 mengatakan perubahan kebijakan akuntansi yang berpengaruh material perlu diungkapkan didalam laporan keuangan o
11 Konservatif •
Akuntansi menganut prinsip konservatif yang mengakui kerugian yang mungkin timbul (belum direalisasi) yang dapat diperkirakan atau ditaksir dengan membentuk penyisihan. Sedangkan didalam pasal 9 (1) c UU PPh-2000 tidak memperbolehkan untuk membentuk atau memupuk dana cadangan kecuali dengan beberapa hal
•
Penghasilan
•
Akuntansi hanya membedakan penghasilan dari usaha pokok dan penghasilan diluar usaha pokok, sedangkan PPh membedakan:
•
Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 (3) UU No. 17/2000)
•
Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh final (pasal 4 (2) UU No. 17/2000)
•
Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan tarif umum atau tidak final
12 DEDUCTIBLE EXPENSES •
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan , termasuk : o
Biaya pembelian bahan,
o
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
o
Bunga,
o
Sewa,
o
Royalti,
o
Biaya perjalanan,
o
Biaya pengolahan limbah,
o
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (point ini dihilangkan dan diatur sendiri di bagian bawah) ,
o
Premi asuransi
o
Biaya administrasi, dan
o
Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.
13 DEDUCTIBLE EXPENSES •
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
•
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
•
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
14 DEDUCTIBLE EXPENSES
•
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
•
Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
•
Biaya bea siswa, magang dan pelatihan
15 DEDUCTIBLE EXPENSES •
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : o
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
o
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
o
Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
o
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat jenderal Pajak.
16 NON DEDUCTIBLE EXPENSES •
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, dan sisa hasil usaha koperasi;
•
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
•
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan , kecuali pembentukan dan pemupukan dan cadangan untuk :
Cadangan piutang tak tertagih untuk bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
Cadangan untuk usaha asuransi,
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
17 NON DEDUCTIBLE EXPENSES •
Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, bea siswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib pajak yang bersangkutan;
•
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan , kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;
18 NON DEDUCTIBLE EXPENSES •
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada fihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
•
Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan , jika memenuhi ketentuan bahwa bagi yang menerimanya bukan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-undang Pajak Penghasilan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
19 NON DEDUCTIBLE EXPENSES •
Pajak Penghasilan yang terutang oleh wajib pajak yang bersangkutan;
•
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
•
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
•
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
20. BIAYA •
Tidak semua biaya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, PPh membedakannya:
•
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense ) (Pasal 6 UU no. 17/2000)
•
Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense) (pasal 9 UU No. 17/ 2000)
•
Biaya yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 21, 23, 26, dan 4 (2) final
•
Biaya yang bukan objek pemotongan PPh
•
Pasal 4 PP No. 138/2000
•
Pengeluaran dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung PhKP, termasuk:
•
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, dikenakan PPh final, norma perhitungan.
•
2. PPh pasal 21/23 yang ditanggung perusahaan kecuali PPh pasal 26 yang digross-up
•
3. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak
21 Laba Bruto Usaha •
Penjualan atau peredaran dihitung berdasrkan Akrual Stelsel, walaupun WP menggunakan Kas Stelsel, tapi Kas Stelsel yang mendekati Akrual
•
Potongan penjualan diakui kalau sudah direalisasi, penyisihan potongan penjualan tidak diakui
•
Retur penjualan yang tidak diganti barang, diakui berdasarkan realisasi, penyisihan tidak diakui
•
Pasal 10 ayat (6) UU No. 10/1994
•
* Penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan
•
* Metode penilaian persediaan dengan FIFO atau rata-rata
•
e. Tidak diperkenankan untuk penilaian berdasarkan Harga pokok atau harga pasar mana yang lebih rendah dan LIFO
•
f. Kerugian atas barang hilang atau kecurian harus didukung dengan laporan polisi
•
g. Pemusnahan barang harus dibuat berita acara dan diotorisasi oleh pejabat yang berwenang
•
h. Hilang dalam proses produksi, dalam penyimpanan atau penguapan harus sesuai dengan rendemen yang wajar
22 PENYESUAIAN FISKAL
•
Beda Tetap ( Permanent Difference )
•
Menurut akuntasi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan Pajak Penghasilan bukan penghasilan.
•
Misal: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar Rp 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
•
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangakan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
•
Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh terutang.
•
Misal: penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah diporong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.
23 PENYESUAIAN FISKAL •
Beda Tetap ( Permanent Difference )
•
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto (Pasal 9 UU 17/2000).
•
Misal:
•
a. Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
•
b. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
•
c. Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
•
d. Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya: daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas penghapusan piutang).
24 PENYESUAIAN FISKAL •
Beda Sementara ( Temporary Difference )
•
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misal:
•
a. Metode penyusutan,
•
b. Metode penilaian persediaan,
•
c. Penyisihan piutang tak tertagih,
•
d. Rugi-laba selisih kurs