Tugas Bing

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Bing as PDF for free.

More details

  • Words: 4,799
  • Pages: 15
Pangeran Kodok Pada jaman dahulu kala, ketika saat itu dengan mengharapkan sesuatu, hal itu dapat terwujud, ada seorang Raja yang mempunyai putri-putri yang sangat cantik jelita, dan putrinya yang termuda begitu cantiknya sehingga matahari sendiri yang melihat kecantikan putri termuda itu menjadi ragu-ragu untuk bersinar. Di dekat istana tersebut terletak hutan kayu yang gelap dan rimbun, dan di hutan tersebut, di bawah sebuah pohon tua yang mempunyai daun-daun berbentuk hati, terletak sebuah sumur; dan ketika cuaca panas, putri Raja yang termuda sering ke hutan tersebut untuk duduk di tepi sumur yang dingin, dan jika waktu terasa panjang dan membosankan, dia akan mengeluarkan bola yang terbuat dari emas, melemparkannya ke atas dan menangkapnya kembali, hal ini menjadi hiburan putri raja untuk melewatkan waktu. Suatu ketika, bola emas itu dimainkan dan dilempar-lemparkan keatas, bola emas itu tergelincir dari tangan putri Raja dan terjatuh di tanah dekat sumur lalu terguling masuk ke dalam sumur tersebut. Mata putri raja hanya bisa memandangi bola tersebut meluncur kedalam sumur yang dalam, begitu dalamnya hingga dasar sumur tidak kelihatan lagi. Putri raja tersebut mulai menangis, dan terus menangis seolaholah tidak ada hyang bisa menghiburnya lagi. Di tengah-tengah tangisannya dia mendengarkan satu suara yang berkata kepadanya, "Apa yang membuat kamu begitu sedih, sang Putri? air matamu dapat melelehkan hati yang terbuat dari batu." Dan ketika putri raja tersebut melihat darimana sumber suara tersebut berasal, tidak ada seseorangpun yang kelihatan, hanya seekor kodok yang menjulurkan kepala besarnya yang jelek keluar dari air. "Oh, kamukah yang berbicara?" kata sang putri; "Saya menangis karena bola emas saya tergelincir dan jatuh kedalam sumur." "Jangan kuatir, jangan menangis," jawab sang kodok, "Saya bisa menolong kamu; tetapi apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya dapat mengambil bola emas tersebut?" "Apapun yang kamu inginkan," katanya; "pakaian, mutiara dan perhiasan manapun yang kamu mau, ataupun mahkota emas yang saya pakai ini." "Pakaian, mutiara, perhiasan dan mahkota emas mu bukanlah untuk saya," jawab sang kodok; "Bila saja kamu menyukaiku, dan menganggap saya sebagai teman bermain, dan membiarkan saya duduk di mejamu, dan makan dari piringmu, dan minum dari gelasmu, dan tidur di ranjangmu, - jika kamu berjanji akan melakukan semua ini,

saya akan menyelam ke bawah sumur dan mengambilkan bola emas tersebut untuk kamu." "Ya tentu," jawab sang putri raja; "Saya berjanji akan melakukan semua yang kamu minta jika kamu mau mengambilkan bola emas ku." Tetapi putri raja tersebut berpikir, "Omong kosong apa yang dikatakan oleh kodok ini! seolah-olah sang kodok ini bisa melakukan apa yang dimintanya selain berkoakkoak dengan kodok lain, bagaimana dia bisa menjadi pendamping seseorang." Tetapi kodok tersebut, begitu mendengar sang putri mengucapkan janjinya, menarik kepalanya masuk kembali ke dalam ari dan mulai menyelam turu, setelah beberapa saat dia kembali kepermukaan dengan bola emas pada mulutnya dan melemparkannya ke atas rumput. Putri raja menjadi sangat senang melihat mainannya kembali, dan dia mengambilnya dengan cepat dan lari menjauh. "Berhenti, berhenti!" teriak sang kodok; "bawalah aku pergi juga, saya tidak dapat lari secepat kamu!" Tetapi hal itu tidak berguna karena sang putri itu tidak mau mendengarkannya dan mempercepat larinya pulang ke rumah, dan dengan cepat melupakan kejadian dengan sang kodok, yang masuk kembali ke dalam sumur. Hari berikutnya, ketika putri Raja sedang duduk di meja makan dan makan bersama Raja dan menteri-menterinya di piring emasnya, terdengar suara sesuatu yang meloncat-loncat di tangga, dan kemudian terdengar suara ketukan di pintu dan sebuah suara yang berkata "Putri raja yang termuda, biarkanlah saya masuk!" Putri Raja yang termuda itu kemudian berjalan ke pintu dan membuka pintu tersebut, ketika dia melihat seekor kodok yang duduk di luar, dia menutup pintu tersebut kembali dengan cepat dan tergesa-gesa duduk kembali di kursinya dengan perasaan gelisah. Raja yang menyadari perubahan tersebut berkata, "Anakku, apa yang kamu takutkan? apakah ada raksasa berdiri di luar pintu dan siap untuk membawa kamu pergi?" "Oh.. tidak," jawabnya; "tidak ada raksasa, hanya kodok jelek." "Dan apa yang kodok itu minta?" tanya sang Raja. "Oh papa," jawabnya, "ketika saya sedang duduk di sumur kemarin dan bermain dengan bola emas, bola tersebut tergelincir jatuh ke dalam sumur, dan ketika saya menangis karena kehilangan bola emas itu, seekor kodok datang dan berjanji untuk mengambilkan bola tersebut dengan syarat bahwa saya akan membiarkannya

menemaniku, tetapi saya berpikir bahwa dia tidak mungkin meninggalkan air dan mendatangiku; sekarang dia berada di luar pintu, dan ingin datang kepadaku." Dan kemudian mereka semua mendengar kembali ketukan kedua di pintu dan berkata, "Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untuk saya!, Apa yang pernah kamu janjikan kepadaku? Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untukku!" "Apa yang pernah kamu janjikan harus kamu penuhi," kata sang Raja; "sekarang biarkanlah dia masuk." Ketika dia membuka pintu, kodok tersebut melompat masuk, mengikutinya terus hingga putri tersebut duduk kembali di kursinya. Kemudian dia berhenti dan memohon, "Angkatlah saya supaya saya bisa duduk denganmu." Tetapi putri Raja tidak memperdulikan kodok tersebut sampai sang Raja memerintahkannya kembali. Ketika sang kodok sudah duduk di kursi, dia meminta agar dia dinaikkan di atas meja, dan disana dia berkata lagi, "Sekarang bisakah kamu menarik piring makanmu lebih dekat, agar kita bisa makan bersama." Dan putri Raja tersebut melakukan apa yang diminta oleh sang kodok, tetapi semua dapat melihat bahwa putri tersebut hanya terpaksa melakukannya. "Saya merasa cukup sekarang," kata sang kodok pada akhirnya, "dan saya merasa sangat lelah, kamu harus membawa saya ke kamarmu, saya akan tidur di ranjangmu." Kemudian putri Raja tersebut mulai menangis membayangkan kodok yang dingin tersebut tidur di tempat tidurnya yang bersih. Sekarang sang Raja dengan marah berkata kepada putrinya, "Kamu adalah putri Raja dan apa yang kamu janjikan harus kamu penuhi." Sekarang putri Raja mengangkat kodok tersebut dengan tangannya, membawanya ke kamarnya di lantai atas dan menaruhnya di sudut kamar, dan ketika sang putri mulai berbaring untuk tidur, kodok tersebut datang dan berkata, "Saya sekarang lelah dan ingin tidur seperti kamu, angkatlah saya keatas ranjangmu, atau saya akan melaporkannya kepada ayahmu." Putri raja tersebut menjadi sangat marah, mengangkat kodok tersebut keatas dan melemparkannya ke dinding sambil menangis, "Diamlah kamu kodok jelek!" Tetapi ketika kodok tersebut jatuh ke lantai, dia berubah dari kodok menjadi seseorang pangeran yang sangat tampan. Saat itu juga pangeran tersebut

menceritakan semua kejadian yang dialami, bagaimana seorang penyihir telah membuat kutukan kepada pangeran tersebut, dan tidak ada yang bisa melepaskan kutukan tersebut kecuali sang putri yang telah di takdirkan untuk bersama-sama memerintah di kerajaannya. Dengan persetujuan Raja, mereka berdua dinikahkan dan saat itu datanglah sebuah kereta kencana yang ditarik oleh delapan ekor kuda dan diiringi oleh Henry pelayan setia sang Pangeran untuk membawa sang Putri dan sang Pangeran ke kerajaannya sendiri. Ketika kereta tersebut mulai berjalan membawa keduanya, sang Pangeran mendengarkan suara seperti ada yang patah di belakang kereta. Saat itu sang Pangeran langsung berkata kepada Henry pelayan setia, "Henry, roda kereta mungkin patah!", tetapi Henry menjawab, "Roda kereta tidak patah, hanya ikatan rantai yang mengikat hatiku yang patah, akhirnya saya bisa terbebas dari ikatan ini". Ternyata Henry pelayan setia telah mengikat hatinya dengan rantai saat sang Pangeran dikutuk menjadi kodok agar dapat ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sang Pangeran, dan sekarang rantai tersebut telah terputus karena hatinya sangat berbahagia melihat sang Pangeran terbebas dari kutukan.

The Frog Prince One fine evening a young princess put on her bonnet and clogs, and went out to take a walk by herself in a wood; and when she came to a cool spring of water with a rose in the middle of it, she sat herself down to rest a while. Now she had a golden ball in her hand, which was her favourite plaything; and she was always tossing it up into the air, and catching it again as it fell. After a time she threw it up so high that she missed catching it as it fell; and the ball bounded away, and rolled along on the ground, until at last it fell down into the spring. The princess looked into the spring after her ball, but it was very deep, so deep that she could not see the bottom of it. She began to cry, and said, 'Alas! if I could only get my ball again, I would give all my fine clothes and jewels, and everything that I have in the world.' Whilst she was speaking, a frog put its head out of the water, and said, 'Princess, why do you weep so bitterly?' 'Alas!' said she, 'what can you do for me, you nasty frog? My golden ball has fallen into the spring.' The frog said, 'I do not want your pearls, and jewels, and fine clothes; but if you will love me, and let me live with you and eat from off your golden plate, and sleep on your bed, I will bring you your ball again.' 'What nonsense,' thought the princess, 'this silly frog is talking! He can never even get out of the spring to visit me, though he may be able to get my ball for me, and therefore I will tell him he shall have what he asks.' So she said to the frog, 'Well, if you will bring me my ball, I will do all you ask.' Then the frog put his head down, and dived deep under the water; and after a little while he came up again, with the ball in his mouth, and threw it on the edge of the spring. As soon as the young princess saw her ball, she ran to pick it up; and she was so

overjoyed to have it in her hand again, that she never thought of the frog, but ran home with it as fast as she could. < 2 > The frog called after her, 'Stay, princess, and take me with you as you said,' But she did not stop to hear a word. The next day, just as the princess had sat down to dinner, she heard a strange noise tap, tap - plash, plash - as if something was coming up the marble staircase, and soon afterwards there was a gentle knock at the door, and a little voice cried out and said: 'Open the door, my princess dear, Open the door to thy true love here! And mind the words that thou and I said By the fountain cool, in the greenwood shade.' Then the princess ran to the door and opened it, and there she saw the frog, whom she had quite forgotten. At this sight she was sadly frightened, and shutting the door as fast as she could came back to her seat. The king, her father, seeing that something had frightened her, asked her what was the matter. 'There is a nasty frog,' said she, 'at the door, that lifted my ball for me out of the spring this morning. I told him that he should live with me here, thinking that he could never get out of the spring; but there he is at the door, and he wants to come in.' While she was speaking the frog knocked again at the door, and said: 'Open the door, my princess dear, Open the door to thy true love here! And mind the words that thou and I said By the fountain cool, in the greenwood shade.' Then the king said to the young princess, 'As you have given your word you must keep it; so go and let him in.' She did so, and the frog hopped into the room, and then straight on - tap, tap - plash, plash - from the bottom of the room to the top, till he came up close to the table where the princess sat. 'Pray lift me upon chair,' said he to the princess, 'and let me sit next to you.' As soon as she had done this, the frog said, 'Put your plate nearer to me, that I may eat out of it.' This she did, and when he had eaten as much as he could, he said, 'Now I am tired; carry me upstairs, and put me into your bed.' And the princess, though very unwilling, took him up in her hand, and put him upon the pillow of her own bed, where he slept all night long. < 3 > As soon as it was light the frog jumped up, hopped downstairs, and went out of the house. 'Now, then,' thought the princess, 'at last he is gone, and I shall be troubled with him no more.' But she was mistaken; for when night came again she heard the same tapping at the door; and the frog came once more, and said: 'Open the door, my princess dear, Open the door to thy true love here!

And mind the words that thou and I said By the fountain cool, in the greenwood shade.' And when the princess opened the door the frog came in, and slept upon her pillow as before, till the morning broke. And the third night he did the same. But when the princess awoke on the following morning she was astonished to see, instead of the frog, a handsome prince, gazing on her with the most beautiful eyes she had ever seen and standing at the head of her bed. He told her that he had been enchanted by a spiteful fairy, who had changed him into a frog; and that he had been fated so to abide till some princess should take him out of the spring, and let him eat from her plate, and sleep upon her bed for three nights. 'You,' said the prince, 'have broken his cruel charm, and now I have nothing to wish for but that you should go with me into my father's kingdom, where I will marry you, and love you as long as you live.' The young princess, you may be sure, was not long in saying 'Yes' to all this; and as they spoke a brightly coloured coach drove up, with eight beautiful horses, decked with plumes of feathers and a golden harness; and behind the coach rode the prince's servant, faithful Heinrich, who had bewailed the misfortunes of his dear master during his enchantment so long and so bitterly, that his heart had well-nigh burst. They then took leave of the king, and got into the coach with eight horses, and all set out, full of joy and merriment, for the prince's kingdom, which they reached safely; and there they lived happily a great many years. top

SINGA DAN TIKUS Seekor singa sedang tidur dengan lelap di dalam hutan, dengan kepalanya yang besar bersandar pada telapak kakinya. Seekor tikus kecil secara tidak sengaja berjalan di dekatnya, dan setelah tikus itu sadar bahwa dia berjalan di depan seekor singa yang tertidur, sang Tikus menjadi ketakutan dan berlari dengan cepat, tetapi karena ketakutan, sang Tikus malah berlari di atas hidung sang Singa yang sedang tidur. Sang Singa menjadi terbangun dan dengan sangat marah menangkap makhluk kecil itu dengan cakarnya yang sangat besar. "Ampuni saya!" kata sang Tikus. "Tolong lepaskan saya dan suatu saat nanti saya akan membalas kebaikanmu." Singa menjadi tertawa dan merasa lucu saat berpikir bahwa seekor tikus kecil akan dapat membantunya. Tetapi dengan baik hati, akhirnya singa tersebut melepaskan tikus kecil itu. Suatu hari, ketika sang Singa mengintai mangsanya di dalam hutan, sang Singa tertangkap oleh jala yang ditebarkan oleh pemburu. Karena tidak dapat membebaskan dirinya sendiri, sang Singa mengaum dengan marah ke seluruh hutan. Saat itu sang Tikus yang pernah dilepaskannya mendengarkan auman itu dan dengan cepat menuju ke arah dimana sang Singa terjerat pada jala. Sang Tikus kemudian menemukan sang Singa yang meronta-ronta berusaha membebaskan diri dari jala yang menjeratnya. Sang Tikus kemudian berlari ke tali besar yang menahan jala tersebut, dia lalu menggigit tali tersebut sampai putus hingga akhirnya sang Singa dapat dibebaskan. "Kamu tertawa ketika saya berkata akan membalas perbuatan baikmu," kata sang Tikus. "Sekarang kamu lihat bahwa walaupun kecil, seekor tikus dapat juga menolong seekor singa." Kebaikan hati selalu mendapat balasan yang baik.

The Lion and the Mouse A small mouse crept up to a sleeping lion. The mouse admired the lion's ears, his long whiskers and his great mane. "Since he's sleeping," thought the mouse, "he'll never suspect I'm here!" With that, the little mouse climbed up onto the lion's tail, ran across its back, slid down its leg and jumped off of its paw. The lion awoke and quickly caught the mouse between its claws. "Please," said the mouse, "let me go and I'll come back and help you someday." The lion laughed, "You are so small! How could ever help me?" The lion laughed so hard he had to hold his belly! The mouse jumped to freedom and ran until she was far, far away. The next day, two hunters came to the jungle. They went to the lion's lair. They set a huge rope snare. When the lion came home that night, he stepped into the trap. He roared! He wept! But he couldn't pull himself free. The mouse heard the lion's pitiful roar and came back to help him. The mouse eyed the trap and noticed the one thick rope that held it together. She began nibbling and nibbling until the rope broke. The lion was able to shake off the other ropes that held him tight. He stood up free again! The lion turned to the mouse and said, "Dear friend, I was foolish to ridicule you for being small. You helped me by saving my life after all!"

THE LION AND THE MOUSE

Once, as a lion lay sleeping in his den, a naughty little mouse ran up his tail, and onto his back and up his mane and danced and jumped on his head ... ...so that the lion woke up. The lion grabbed the mouse and, holding him in his large claws, roared in anger. 'How dare you wake me up! Don't you know that I am King of the Beasts? Anyone who disturbs my rest deserves to die! I shall kill you and eat you!' The terrified mouse, shaking and trembling, begged the lion to let him go. 'Please don't eat me Your Majesty! I did not mean to wake you, it was a mistake. I was only playing. Please let me go - and I promise I will be your friend forever. Who knows but one day I could save your life?' The lion looked at the tiny mouse and laughed. 'You save my life? What an absurd idea!' he said scornfully. 'But you have made me laugh, and put me into a good mood again, so I shall let you go.' And the lion opened his claws and let the mouse go free. 'Oh thank you, your majesty,' squeaked the mouse, and scurried away as fast as he could.

Tiga Babi Kecil Adalah cerita dongeng yang menampilkan binatang yang dapat berbicara. Cerita ini dibuat pada akhir abad ke-18, namun diduga berusia lebih tua. Cerita ini berkisah mengenai Ibu Babi mengirim tiga anaknya keluar untuk mengadu nasib. Babi kecil pertama membangun rumah dari jerami, tetapi serigala meniupnya dan lalu memakannya. Babi kedua membangun rumah dari kayu, tetapi ditiup oleh serigala dan memakan babi kedua. Babi ketiga membangun rumah dari bata, tetapi serigala tidak mampu menghancurkan rumah itu dengan tiupan. Ia lalu mencoba masuk melalui cerobong asap, tetapi ia terjatuh ke tempat memasak dan lalu babi itu memakannya.

THE THREE LITTLE PIGS Once upon a time there were three little pigs and the time came for them to leave home and seek their fortunes. Before they left, their mother told them " Whatever you do , do it the best that you can because that's the way to get along in the world. The first little pig built his house out of straw because it was the easiest thing to do. The second little pig built his house out of sticks. This was a little bit stronger than a straw house. The third little pig built his house out of bricks. One night the big bad wolf, who dearly loved to eat fat little piggies, came along and saw the first little pig in his house of straw. He said "Let me in, Let me in, little pig or I'll huff and I'll puff and I'll blow your house in!" "Not by the hair of my chinny chin chin", said the little pig. But of course the wolf did blow the house in and ate the first little pig. The wolf then came to the house of sticks.

"Let me in ,Let me in little pig or I'll huff and I'll puff and I'll blow your house in" "Not by the hair of my chinny chin chin", said the little pig. But the wolf blew that house in too, and ate the second little pig. The wolf then came to the house of bricks. " Let me in , let me in" cried the wolf "Or I'll huff and I'll puff till I blow your house in" "Not by the hair of my chinny chin chin" said the pigs. Well, the wolf huffed and puffed but he could not blow down that brick house. But the wolf was a sly old wolf and he climbed up on the roof to look for a way into the brick house. The little pig saw the wolf climb up on the roof and lit a roaring fire in the fireplace and placed on it a large kettle of water. When the wolf finally found the hole in the chimney he crawled down and KERSPLASH right into that kettle of water and that was the end of his troubles with the big bad wolf. The next day the little pig invited his mother over . She said "You see it is just as I told you. The way to get along in the world is to do things as well as you can." Fortunately for that little pig, he learned that lesson. And he just lived happily ever after!

Pada zaman dahulu kala ada tiga ekor babi kecil yang sudah cukup dewasa untuk meninggalkan rumah dan hidup mandiri. Pada suatu hari yang cerah mereka mengumpulkan barang-barang dan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada ibu mereka lalu pergi. "Betapa menariknya!", kata babi kecil yang pertama. "Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk menjadi kaya?" Babi kedua lebih berhati-hati. "Kita harus bekerja keras untuk mengumpulkan uang", katanya. "Aku akan mencari pekerjaan!" Babi ketiga adalah yang paling cerdik. "Yang pertama-tama harus kita kerjakan adalah mencari tempat tinggal yang hangat dan kering", ia memperingatkan saudarasaudaranya. "Aku akan membangun rumahku." "Mengapa kita tidak berpikir begitu ya?", kata yang lainnya.

Mereka meneruskan perjalanannya. Tak lama kemudian mereka melihat orang yang sedang menimbun jerami di sebuah lapangan di tepi jalan. "Itulah yang kuperlukan!", teriak babi pertama. Dan sebelum yang lainnya sempat berbicara, ia sudah lari menghampiri orang itu. "Maukah engkau menjual seikat jerami kepadaku?", tanya babi itu. Dengan senang hati orang itu menjual jerami kepadanya. "Dengan jerami ini aku akan dapat membangun rumahku dalam waktu yang singkat!", teriak babi pertama dengan gembira. Saudara-saudaranya tidak merasa senang. "Rumah kami harus lebih kuat dari rumahmu", kata mereka. "Selamat tinggal." Sesudah saudara-saudaranya pergi, babi pertama mulai bekerja. Seperti yang diperkirakannya, sebentar saja rumah jeraminya sudah selesai. Dia masuk dan menutup pintu. "Sangat nyaman", pikirnya. "Meskipun rumah ini bergoyanggoyang jika angin bertiup." Ketika itu datanglah seekor serigala. "Yum! Yum! Babi yang lezat!", katanya sambil menciumcium udara. Diketuknya pintu rumah jerami itu. "Babi kecil, babi kecil, izinkan aku masuk!" serigala itu memanggil. "Tidak, tidak, jangan dekati aku!", teriak babi ketakutan. "Kalau begitu aku akan menggeram, menghembus dan meniup rumahmu!", raung serigala. Serigala lalu menerkam dan memangsa babi pertama. Lalu ia menggeram dan menghembus dan menggeram dan menghembus. Rumah jerami itupun rubuh. Serigala lalu

menerkam dan memangsa babi pertama. Lebih jauh lagi di jalan yang sama, babi kedua dan babi ketiga bertemu seorang laki-laki yang sedang menebang kayu. Mata babi kedua bercahaya. "Ah! Rumah kayu lebih baik!", teriaknya sambil meraba-raba tasnya mencari uang. Ia segera menyetujui harga yang diminta orang itu untuk seonggok kayu. Babi ketiga ragu-ragu. "Kurasa sebaiknya engkau mempergunakan bahan yang lebih kuat", katanya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi babi kedua tetap memutuskan untuk membangun rumahnya dari kayu, maka saudaranya tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkannya dan pergi. Babi kedua menyusun kayu-kayu itu dan segera berdirilah rumahnya yang mungil. Ia masuk ke dalamnya dengan rasa puas. Rumah itu berderak-derak kalau angin bertiup, tapi babi kedua tidak memperhatikannya. Tak lama kemudian datanglah serigala yang tertarik oleh bau babi itu. Air liurnya menetes memikirkan santapan yang akan segera diperolehnya. Diketuknya pintu. "Babi kecil, babi kecil, izinkan aku masuk!" "Tidak, tidak, jangan dekati aku!", tangis babi kedua. "Kalu begitu aku akan menggeram, lalu menghembus dan meniup rumahmu!", raung serigala. Ia lalu menggeram dan menghembus dan menggeram dan menghembus. Rumah kayu itu berderak-derak lalu rubuh. Serigala itu segera memangsa babi kedua. Babi ketiga melanjutkan perjalanannya. Akhirnya, di sebuah kebun di ujung desa dilihatnya seorang laki-laki sedang menimbun batu bata. "Batu bata", kata babi kecil yang cerdik kepada dirinya sendiri. "Sangat kokoh, kuat dan tahan air. Aku akan membangun rumahku dari batu bata."

Dibelinya setumpuk batu bata dari orang itu, dicarinya tempat yang teduh dan dibawanya bata itu satu per satu ke sana lalu ia mulai membangun rumahnya. Ia yakin bahwa rumahnya akan lebih kuat dari rumah saudara-saudaranya. Dan dia benar. Pekerjaan itu berat dan baru selesai ketika hari sudah hampir gelap. Tapi ketika ia masuk dan menutup pintu, rumahnya terasa kokoh dan aman. Dengan segera serigala mencium bau babi ketiga. Ia hampir tidak mempercayai keberuntungannya --- tiga ekor babi kecil dalam sehari ! Diketuknya pintu. "Babi kecil, babi kecil, izinkan aku masuk!", teriak serigala. "Tidak, tidak, pergilah kau serigala!", sahut babi dengan berani. "Kalau begitu aku akan menggeram lalu menghembus dan meniup rumahmu!", raung serigala seperti biasanya. Lalu ia menggeram dan meniup dan menggeram dan meniup. Tapi rumah batu itu berdiri dengan kokoh. Babi ketiga tersenyum. Serigala harus mencari cara lain. Serigala memutuskan untuk pura-pura bersahabat dengan babi ketiga. Diketuknya pintu. "Babi kecil", katanya. "Tak jauh dari sini ada kebun lobak. Temuilah aku besok pagi jam enam dan aku akan membantumu memetik lobak itu!", Babi yang cerdas itu berpura-pura setuju tapi ia tidak bangun jam enam pagi melainkan jam lima pagi. Sebelum serigala pergi ke kebun, babi kecil sudah memetik lobak-lobak dan membawanya pulang dengan selamat. Serigala sangat marah ketika mengetahui hal ini, tetapi ia berpura-pura seolah-olah tidak ada apa-apa. "Maaf aku tidak menemuimu di kebun lobak hari ini", katanya. "Bagaimana kalau besok pagi jam lima kita bertemu di kebun buah untuk memetik apel?" Esoknya jam empat pagi babi sudah berada di kebun buah, memanjat pohon dan memetik buah apel. Keranjangnya

sudah penuh dan ia sedang bersiap-siap untuk pulang ketika dilihatnya serigala yang licik itu datang. "Babi kecil", kata serigala. "Lagi-lagi engkau datang lebih awal." "Ya", jawab babi itu dari atas pohon. "Dan buah-buah apel ini sangat lezat. Ini cobalah satu!" Dilemparkannya sebutir apel ke kepala serigala. Ketika serigala sedang mencari kemana apel itu jatuh, babi melompat turun dari atas pohon dan lari pulang ke rumahnya dengan selamat. Serigala mengikuti babi ke rumahnya dan mengetuk pintu. "Babi kecil, maukah engkau pergi ke pasar malam?", katanya. "Temuilah aku di sana sore ini jam tiga dan kita akan bersenang-senang!" Sekali lagi babi kecil ketiga berangkat lebih awal. Pada jam dua ia sudah sampai di pasar malam dan membeli segentong besar mentega. Lalu ia pulang ke rumahnya sambil membawa mentega itu menuruni bukit. Tiba-tiba dilihatnya serigala sedang mendaki bukit mendatanginya. Secepat kilat babi kecil melompat ke dalam gentong mentega. Gentong mentega itu terjatuh di bagian sisinya lalu menggelinding ke kaki bukit. Serigala ketakutan melihat gentong mentega menggelinding ke arahnya. Ia pun berbalik dan lari secepat mungkin. Di kaki bukit babi kecil keluar dari dalam gentong mentega lalu pulang dengan memanggul gentong itu. Sesudah hilang takutnya, serigala kembali ke rumah babi dan mengetuk pintu. "Aku mengalami kejadian yang menakutkan dalam perjalanan ke pasar malam", panggilnya. "Sebuah gentong mentega yang sangat besar menggelinding turun ke kaki bukit dan mengejarku. Hampir saja aku tergilas!"

"Oh, itulah aku", kata babi dengan gembira. "Aku masuk ke dalam gentong mentega itu supaya tidak usah bersusah payah membawanya menuruni bukit!" Serigala tidak dapat lagi menyembunyikan kemarahannya. "Sudah cukup engkau menipuku babi kecil!", ia menggeram. "Babi pertama sudah kumakan, demikian juga babi kedua dan sekarang aku akan memangsa ENGKAU ! Aku akan memanjat melalui cerobong asapmu dan MENELANMU!" Lalu serigala mulai memanjat ke atas atap. Babi ketiga sangat ketakutan, tetapi ia pintar dan cepat bertindak. Di atas perapian ada sebuah panci besar berisi air, babi kecil segera menaruh lebih banyak lagi kayu ke perapian itu lalu menyalakannya sampai berkobar-kobar. Ketika serigala sedang memanjat ke atap dengan hati-hati, panci air itu menjadi semakin panas. Ketika seriga memanjat cerobong asap, air sedang mendidih. Babi kecil ketiga bersembunyi sambil mendengarkan. Didengarnya serigala memanjat cerobong asap, kemudian BYUUUR! serigala jatuh ke dalam air mendidih dan mati. Babi kecil ketiga pun selamatlah di dalam rumah batunya.

Related Documents

Tugas Bing
October 2019 45
Tugas Bing
May 2020 26
Bing Ridwan.docx
May 2020 29
Bing Shab.docx
June 2020 33
Kuis Bing
August 2019 43