Tugas 1 Kan Aparatur Negara Dan Kebudayaan.docx

  • Uploaded by: Widia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas 1 Kan Aparatur Negara Dan Kebudayaan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,602
  • Pages: 8
Budaya dan Birokrasi A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang ragam akan adat dan budaya lokal yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakatnya. Budaya pada setiap daerah berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, sehingga tidak heran dalam pola kehidupannya kita menemukan ragam perilaku, sikap, sifat dan sebagainya yang secara tidak langsung merupakan pengaruh dari budaya yang hidup dalam suatu masyarakat itu sendiri. Adanya budaya yang berbeda turut membentuk pola perilaku, sifat dan sikap pada setiap masyarakat tersebut. Hal ini tidak hanya terlihat pada beberapa kebiasaan saja, melainkan juga berpengaruh pada setiap kegiatan dan aktivitas kehidupan individu tersebut. Tidak terkecuali juga dalam hal birokrasi yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya lokal yang hidup dimasyarakat setempat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto bahwa: “Budaya birokrasi dapat digambarkan sebagai sebuah sistem atau seperangkat nilai yang memiliki simbol, orientasi nilai, keyakinan, pengetahuan dan pengalaman hidup yang terinternalisasi ke dalam pikiran. Seperangkat nilai tersebut diaktualisasikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap anggota dari sebuah organisasi yang dinamakan birokrasi. Setiap aspek dalam kehidupan birokrasi selalu bersinggungan dengan aspek budaya masyarakat setempat.” Melihat pada kondisi Birokrasi Indonesia pada masa sekarang ini pengaruh lingkungan budaya masih dapat dirasakan meski sudah tidak begitu kental seperti halnya pada masa orde baru, dimana sistem politik lebih didominasi oleh kebudayaan Jawa. Sebagai contoh, politik penyeragaman model pemerintahan Desa yang sangat kental dengan budaya Jawa. Koentjoroningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

1

Kebudayaan memiliki arti yang sangat luas dan pemaknaannya sangat beragam, serta merupakan sistem simbol yang dipakai manusia untuk memaknai kehidupan. Sistem simbol berisi orientasi nilai, sudut pandang tentang dunia, maupun sistem pengetahuan dan pengalaman kehidupan. Sistem simbol terekam dalam pikiran yang dapat diaktualisasikan ke dalam bahasa tutur, tulisan, lukisan, sikap, gerak, dan tingkah laku manusia. Berdasarkan uraian diatas maka selanjutnya penulis akan memaparkan sejauh mana budaya ini berpengaruh terhadap Birkorasi di Indonesia. B. Pembahasan Budaya dan Birokrasi Budaya sebagai suatu yang hidup dalam masyarakat ia mempengaruhi semua tindakan dari manusia itu sendiri terlepas disadari atau-pun tidak. Sebagai contoh dapat dilihat apabila seorang pegawai pindah ke tempat kerja yang lain. Dalam lingkungan yang baru pegawai dituntut untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi demi menghindari kemungkinan-kemungkinan yang kurang baik. Keanekaragaman budaya ini akan mempengaruhi pola perilaku masyarakat tempat kebudayaan tersebut berlaku. Dengan demikian, pengaruh budaya juga tidak terlepas terhadap perilaku individu dalam suatu organisasi. Budaya birokrasi yang berkembang pada suatu daerah tidak dapat terlepas dari pola budaya lingkungan sosial yang ada disekitarnya. Secara umum perbedaan perilaku dan sikap manusia terhadap kinerja dalam organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut : 1. Perbedaan geografis dari sumber daya manusia dimana mereka tumbuh menyebabkan

sikap budaya

yang berbeda dalam

melaksanakan kegiatan dalam suatu organisasi.

2

2. Perbedaan budaya tercermin dalam perbedaan perilaku dan sikap (attitude) dalam melaksanakan kegiatan dalam berbagai organisasi, baik organisasi perusahan maupun organisasi keagamaan, sehingga menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda pula. Melalui penerapan sistem politik desentralisasi yang digunakan pada masa sekarang ini, dimana pemerintahan pusat telah memberi sepenuhnya kewenangan politik daerah pada daerah tersebut. Tidak seperti pada masa orde baru dimana dengan penerapan sistem politik sentralistik dan hegemonik, negara cenderung mengembangkan model kebijakan dan sistem birokrasi pemerintahan yang mengarah pada penyeragaman dihampir semua aspek kebijakan. Dalam kondisi ini, variasi-variasi dan keanekaragaman budaya lokal yang mewarnai sistem birokrasi di berbagai daerah menjadi hilang. Salah satu contohnya, yaitu pada daerah Sumatera Barat yang memiliki sistem pemerintahan sendiri berdasarkan adat dan budaya yang telah hidup bahkan sebelum Indonesia merdeka. Dengan adanya sistem sentralistik pada waktu itu varian lokal dalam birokrasi berubah menjadi keseragaman budaya dengan ciri terjadinya sentralisasi kebijakan, pengambilan keputusan, ritual, etos kerja, sampai model hubungan birokrasi dengan masyarakatnya. Sistem penyeragaman pemerintah ini khususnya di wilayah Sumatera Barat diberlakukan, namun Nagari sebagai sistem yang hidup dimasyarakat tidak serta merta dihilangkan begitu saja, begitu juga dengan fungsi perangkat Nagari. Bentuk Nagari masih dipertahankan sebagai lembaga tradisional pada masa itu. Diberlakukannya sistem desa di wilayah Sumatera Barat memunculkan beberapa dampak negatif, seperti: 1. Pemunduran terhadap jati diri masyarakat asli Minangkabau, pemahaman terhadap falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai, alam takambang jadi guru.

3

2. Hilangnya tokoh angku palo atau yang sekarang lebih di kenal dengan istilah Wali Nagari. Dimana fungsi sebenarnya tidak dapat digantikan oleh Kepala Desa atau Lurah, karena sejatinya Wali Nagari dalam pandangan hidup masyarakat Minangkabau adalah sosok yang memiliki kharismatik yang sangat dihormati dan menjadi panutan bagi anak Nagari. seorang Wali Nagari ini tidak hanya dituntut untuk memahami dan menguasi persoalan pemerintahan Nagari saja. Lebih dari itu seorang Wali Nagari harus benar-benar memahami mengenai adat istiadat serta taat beragama. Hal ini jika kita lihat dalam pemerintahan Desa dimana yang dipimpin oleh kelapa Desa atau Lurah, jabatan Kepala Desa atau Lurah bisa saja di duduki oleh seorang jika dilihat dari segi pemahaman adat belum begitu mendalam bahkan beberapa dari mereka tidak berasal dari daerah tersebut. 3. Hilangnya fungsi dari tungku tigo sajarangan, tali tigo nan sapilin. Secara formal dapat dikatakan Sumatera Barat memang memberlakukan sistem pemerintahan Desa, tapi dalam pelaksanaannya masyarakat tetap pada sistem pemerintahan Nagari sehingga tidak semua fungsi pemerintahan di tingkat Desa berjalan dengan baik. Pada tahun 2004 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana UU No 22 Tahun 1999 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, kemudian Presiden Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat secara bersama disahkanlah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk mengantikan UU No 22 Tahun 1999. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut maka keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang menekankan prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan keanekaragaman daerah, yang memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat

4

setempat. Pemerintah tetap menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun tetap harus mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan peta politik nasional yang terjadi, membangkitkan kembali

semangat

masyarakat

Sumatera

Barat

untuk

kembali

menjalankan sistem pemerintahan Nagari. Perubahan peta politik yang awalnya membangkitkan semangat masyarakat ini justru menempatkan Nagari pada kondisi dilematis. Dimana persoalan ini mulai muncul karena pemerintahan berusaha untuk memadukan organisasi modern dengan instistusi tradisional yang ada dalam sistem pemerintahan Nagari saat ini, dengan berupaya mensinergikan kebijakan pemerintah dan aksi sosial berdasarkan adat istiadat ditingkat Nagari. Demi mewujudkan sinergi tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai regulasi dengan pembentukan lembaga-lembaga dalam Nagari. Pembentukan lembagalembaga ini dimaksudkan agar dapat menjadi wadah yang menampung partisipasi masyarakat dalam membangun Nagari. Namun dalam kenyataanya lembaga yang dibentuk tidak bekerja optimal, bahkan terkesan tumpang tindih. Merujuk pada persoalan diatas mengenai perubahan sistem Nagari dan penerapan kembali sistem Nagari ini banyak persoalan yang sebenarnya bersinggungan dengan sistem birokrasi. Sebagaimana Nagari merupakan wilayah adminstratri terendah setelah kecamatan dapat dikatakan juga birokrasi terendah yang langsung menyentuh masyakarat ialah para aparat Nagari. Jika melihat pada latar belakang adat dan budaya pada masyarakat Minangkabau dengan sistem pemerintahan Nagari yang dianutnya, dapat kita lihat bahwa sistem pemerintahan Nagari tersebut merupakan salah satu bentuk dari adat dan budaya setempat. Yang dipelihara dan dijaga sedemikian rupa agar tetap hidup ditengah masyarakatnya.

5

Hal ini terlihat pada cara masyarakat menentukan pemimpin serta perangkat dalam Nagari. Tidak hanya mengutamakan pemahaman mengenai pemerintahan saya tapi lebih dari itu masyarakat memandang lebih luas, dimana seorang pemimpin di Minangkabu adalah orang yang dihormati yang mengerti dan menguasi persoalan adat serta taat terhadap agama. sebagaimana falsafahnya, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangakto adat makai, alam takambang jadi guru, menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakatnya

yang sangat

menjujung adat istiadatnya. Lalu dengan ada penyeragaman sistem pemerintahan terendah menjadi Desa sebagaimanya pemaparan diatas, tentunya hal tersebut merubah kedudukan para aparat Nagari yang harus disesuikan dengan sistem desa, seperti hilangnya Wali nagri yang menjadi Kepala Desa yang dapat diduduki oleh seorang yang bukan berasal dari daerah tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya ia hanya dianggap seorang pemimpin dalam hal adminstrasi negara saja, tidak benar-benar menyentuh langsung pada kehidupan masyarakatnya. Begitu juga pada perangkat lain. Setelah kembalinya pemerintahan Desa menjadi pemerintahan Nagari yang kembali di pimpin oleh seorang Wali Nagari serta kembalinya peran lembaga adat ternyata tidak seperti semula, dimana seorang Wali Nagari yang dulu adalah orang sangat dihormati, disegani, yang mengerti seluk beluk adat serta taat beragama, pada kenyaataan juga tidak demikian bahkan kembalinya sistem Nagari di wilayah Sumatera Barat terkesan hanya pengantian istilah dari Desa menjadi Nagari saja. C. Kesimpulan Dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa peran serta kedudukan budaya dalam penyelenggaraan pemerintah ini sangat penting. Tidak terkecuali terhadap birokrat yang menduduki jabatannya masing-masing, peran serta pengaruh budaya masih sangat terasa pada beberapa daerah di Indonesia. Bahwa ternyata penghormatan masyaraka masih terfokus pada

6

sosok yang menurutnya memiliki peran dalam budaya dan adat istiadatnya, namun demikian seiring perkembangan waktu pola masyarakat seperti ini berangsur-angsur berubah. Khususnya di Minangkabau sendiri masyarakat tidak lagi memandang perangkat Nagari sebatas mengurus kebutuhan administrasi pemerintahan saja. Lebih dari itu masyarakat telah mencoba memahami berbagai fungsi serta peran perangkat Nagari pada masa sekarang ini. Disisi lain hal ini juga berdampak pada eksistensi budaya dan adat yang mereka pelihara dari zaman dahulu.

7

Daftar Pustaka

Amir MS, 2001, adat minangkabau pola dan tujuan hidup orang minang, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka. Jopinus

Saragih.

G

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c d=3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjiyICytIPhAhXbM94KHVFW BcoQFjACegQIHhAC&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com%2F media%2Fpublications%2F218756-reformasi-aparatur-negara-untukmelaksan.pdf&usg=AOvVaw2z7v42uiOmtvRLdqK4vo4q, Pada April 2102. Nuraini

Budi

Astuti,

dalam

https://www.researchgate.net/publication/272092448_MENGEMBAL IKAN_KEISTIMEWAAN_NAGARI_DI_MINANGKABAU_PASC A_PEMBERLAKUAN_OTONOMI_DAERAH,

Pada

September

2016. Satrio

Budiman,

http://analisasederhanasatrio.blogspot.com/2014/12/analisis-tentangbudaya-birokrasi.html, pada 30 Desember. Yayasan Kemala, Tanah masih di langit: penyelesaian masalah penguasaan tanah dan kekayaan alam di Indonesia yang tak kunjung tuntas di era reformasi, Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Nagari, Pada April 2018.

8

Related Documents


More Documents from "http://www.timeturk.com"