Tsk

  • Uploaded by: khairul Amin
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tsk as PDF for free.

More details

  • Words: 1,853
  • Pages: 6
PERKEMBANGAN ALIRAN SESAT DI INDONESIA Aliran sesat terus saja berkembang di Indonesia. Tidak hanya aliran sesat yang beranggotakan banyak orang seperti Ahmadiyah, aliran sesat yang beranggotakan beberapa orang pun tumbuh subur. Bak jamur di musim hujan, aliran-aliran sesat berkembang sejak kran reformasi dibuka. Maka penyesatan demi penyesatan menghinggapi umat Islam. Sebagian ajarannya menjadikan para pemeluknya keluar Islam. Ini adalah hal yang sangat berbahaya. Rusaknya akidah umat tidak hanya berdampak pada kehidupan dunia, tapi juga akhirat. Penyelewengan ajaran Islam seperti virus yang menggerogoti tubuh umat Islam. Jika tidak diamputasi, maka virus itu akan berkembang dan menjadikan tubuh umat kian lemah tak berdaya. Dalam pandangan Islam penyesatan ini harus dihentikan, tak ada pilihan lain. Tidak bisa dengan alasan toleransi atas nama kebebasan berkeyakinan, aliran sesat dibiarkan bahkan dilindungi. Oleh karena itu, pemerintah atau aparat penegak hukum harus menuntaskan keberadaan kelompok aliran sesat ini. Sebab, keberadaan mereka jelas telah meresahkan umat Islam karena mereka membawa nama-nama Islam dengan tujuan untuk menyesatkan akidah umat Islam. Mungkin saja tidak masalah jika mereka tak membawa nama Islam. Tapi perkembangan aliran sesat di Indonesia menunjukkan, hampir semua aliran sesat ini berkonotasi Islam. Dapat dipastikan tujuan kelompok aliran sesat ini apalagi kalau bukan merusak Islam. Siapa sebenarnya di balik mereka itu? Tahun 1960-an lalu, ada kelompok-kelompok yang membawa nama Islam dengan membawa ajaran sesat dan menyesatkan. Mirip yang terjadi sekarang. Tenyata setelah peristiwa G30S/PKI meledak, terungkap bahwa tokoh-tokoh PKI berada di balik kelompokkelompok itu. Bisa jadi mereka adalah kelompok yang diciptakan. Mereka diciptakan untuk kepentingan imperialisme, untuk kepentingan komunis, untuk kepentingan politik. Karena itu untuk membongkar itu semua diperlukan sebuah kekuatan, hukum dan sebagainya. Tentu di sini, peran pemerintah dituntut untuk melindungi hak-hak warga negara, khususnya sebagai Muslim. Hak pertama yang harus dipenuhi adalah hak memiliki keyakinan supaya kita tidak diinjak-injak oleh orang lain. Itu hak esensial yang harus dilindungi oleh pemerintah.Memang ini adalah hak pemerintah bukan masyarakat. Sebab masyarakat sendiri tidak mungkin bisa memberantas gerakan-gerakan itu dengan memeranginya dan menyalahi aturan yang ada. Yang bisa melakukan itu semua hanyalah pemerintah yang punya kekuasaan. Introspeksi Munculnya banyak aliran sesat ini seharusnya menggugah para ulama, ustad dan kiai untuk membentengi akidah umat. Bagaimanapun harus diakui kenapa ada umat Islam yang tersesat secara akidah. Ini yang harus menjadi bahan introspeksi.

Sudah saatnya juru dakwah untuk melihat apa yang salah dengan dakwahnya selama ini. Jangan-jangan dakwah kita selama ini tampaknya tidak menyentuh masalah yang prinsip yaitu akidah sehingga umat mudah dijerumuskan dan disesatkan. Sebab kalau kita lihat fakta di lapangan, orang yang disesatkan ternyata bukan orang-orang yang begitu awam, tapi mereka justru orang yang sudah tertarik kepada Islam. Mereka justru sedang ada di masjid, sedang melakukan aktifias dakwah. Artinya mereka memanfaatkan orang-orang yang sudah tertarik pada Islam. Berarti dakwah kita belum tepat. Kenapa orang yang tertarik pada Islam malah terseret pada aliran sesat. Muhasabah dakwah sangat perlu kita lakukan terus. Jakarta (GPAnsor):Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, maraknya aliran baru yang sesat dan menyesatkan akhir-akhir ini disebabkan kebebasan yang terlalu longgar setelah era reformasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, PBNU meminta aparat penegak hukum menindak tegas setiap orang yang menyebabkan lahirnya aliran yang meresahkan masyarakat itu. Kalau dulu terlalu ketat, sekarang ini terlalu longgar, ungkapnya kepada wartawan usai acara penandatanganan MoU antara PBNU dan British Council Inggris dalam bidang pendidikan, di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/10) kemarin. Ada data menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia. Sebanyak 50 di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat. Menurut dia, sejak dua tahun belakangan ini, aliran sesat memang tumbuh subur di Indonesia. Fenomena tersebut mengingatkan pada masa sebelum G30S PKI meletus, yaitu antara tahun 1964 hingga 1965 lalu. Ini mengingatkan kita pada aliran sesat prolog G30S PKI pada tahun 1964-1965. Saya tidak katakan ini ada hubungan, tapi Indonesia sudah dua kali ini terlanda maraknya aliran sesat, tuturnya. Karena itu, Hasyim meminta kepada masyarakat dan aparat penegak hukum untuk pandai membedakan, antara khilafiyah, bidah dan kesesatan. Hal itu penting agar masyarakat dan aparat tidak kebingungan melihat fenomena maraknya aliran sesat. Aparat sendiri sepertinya juga kesulitan membedakan sesuatu yang sesat, sehingga ragu melakukan tindakan, katanya. Menangggapi adanya pihak-pihak yang menganggap munculnya aliran sesat bagian dari kebebasan pemikiran yang mengacu pada hak azasi manusia, tokoh NU kelahiran Bangilan, Tuban, itu mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya bisa membedakan antara hak azasi manusia dan hak ketuhanan. Mengaku sebagai Jibril dan Rasul adalah bentuk pelanggaran terhadap hak

ketuhanan. Jadi orang tidak bisa mengaku Jibril atau rasul, karena itu hak ketuhanan, bukan hak azasi manusia, jelasnya. Dikatakannya, aliran sesat yang melecehkan Islam bermacam-macam jenisnya, mulai dari shalat dua bahasa, shalat tanpa busana dan pelecehan terhadap Alqur’an. Namun, kata pengasuh pondok pesantren Al-Hikam ini, dari sejumlah aliran yang merusak ajaran Islam itu, yang paling berat aliran Al Qiyadah Al Islamiyah karena pemimpinnya, Ahmad Moshaddeq, mengaku nabi. Paling berat ya yang mengaku sebagai nabi, jelasnya. Dari perkembangan aliran sesat di Indonesia, katanya, adalah penyerahan diri pimpinan Al Qiyadah Al Islamiyah, Ahmad Moshaddeq karena diuber-uber oleh polisi, dan bebasanya Lia Aminuddin (Lia Eden) dari tahanan. Unik karena publik menyaksikan adanya nabI yang ditangkap polisi dan Jibril yang bisa tersedu sedan. Mengaku rasulâ kok dan menyerah. Ya lucu, nabi kok menyerah dan Jibril kok nangis. Yang menarik lagi, pada saat orang yang mengaku nabi ditangkap, eh yang mengaku Jibril malah keluar,cetusnya. Pada kesempatan tersebut, ia menyatakan tak sepakat terhadap ungkapan salah satu pimpinan Ormas di Indonesia (Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, red) yang meminta pimpinan aliran agar membentuk agama baru. Menurut dia, membentuk agama baru adalah hak azasi ketuhanan. PBNU, imbuh dia, siap membantu orang yang ikut-ikutan aliran sesat kembali ke jalan yang benar. Saya kira itu terlalu berlebihan. Kalau mereka bisa diluruskan ya diluruskan. PBNU siap membantu mereka, itu untuk para pengikutnya. Tapi kalau untuk pemimpin-pemimpinnya ya diserahkan kepada hukum, katanya.

Kemunculan aliran sesat ini spontanitas mengundang kekisruhan dikalangan ummat Islam. Pihak yang pro aliran sesat, membela dan mendukung keberadaan aliran-aliran ini dengan argumentasi bahwasanya dalam perspektif hak asasi manusia setiap manusia bebas untuk memiliki agama dan keyakinan tertentu. Sedangkan bagi pihak yang kontra terhadap aliran sesat berpendapat bahwa aliran sesat merupakan organisasi yang menyimpang dari aqidah yang sahih. Kontroversi seputar aliran sesat yang mengatasnamakan Islam ini kian hangat dan sering menjadi polemik di masyarakat. Efek domino dari polemik ini kadangkala berakhir dengan kekesalan dan kekecewaan ummat Islam. Bentuk kekesalan tersebut sering juga menuai kecaman keras terhadap pemerintah yang dinilai lamban dan kompromistis terhadap polemik aliran sesat ini.

Puncak kekecewaan tersebut terakumulasi dalam kegiatan-kegiatan yang digagas oleh beberapa elemen ormas Islam untuk menyatukan langkah dalam menangkal penyimpangan aqidah. Beberapa forum diskusi juga kian gencar digelar untuk mengaktualisasikan keinginan ormas-ormas Islam tersebut. Forum Ummat Islam yang merupakan afiliasi ormas-ormas Islam turut menggelar Diskusi Forum Kajian Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) ke-34 di gedung YTKI Jakarta beberapa waktu lalu yang bertajuk ”Benarkah Ahmadiyah Sudah Tobat?”. Amin Jamaludin, Ketua Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) meminta kepada Presiden SBY untuk memenuhi janjinya mengikuti fatwa MUI terkait aliran sesat seperti Ahmadiyah. MUI sendiri telah menfatwakan Ahmadiyah itu sesat dan pemerintah diminta untuk menindak tegas jamaah aliran sesat ini. Sementara itu Muhammad Al Khaththath, Ketua DPP HTI dan sekjen Forum Umat Islam (FUI), mengatakan bahwa umat Islam akan terus berupaya agar SBY membubarkan Ahmadiyah. Untuk itu ia pun menyerukan kepada DPR, untuk meminta secara tegas Presiden SBY melaksanakan pasal 1 UU PNPS No 1 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Al Khaththath mengingatkan dalam UU tersebut dinyatakan, bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Aliran sesat versi Ulama Kekecewaan ummat Islam yang seringkali disakiti karena lemahnya supremasi hukum untuk melarang pergerakan aliranaliran sesat didorong oleh kesucian iman dan didukung oleh fatwa ulama.Beberapa puluh tahun yang lalu, ulama baik yang bertaraf nasional maupun internasional telah memiliki itikad baik untuk melarang setiap aliran yang menyimpang dari aqidah Islam. Melalui keputusan Majelis Ulama Indonesia nomor: 05/Kep/Munas II/MUI/1980, ulama bertaraf nasional ini telah menyatakan dengan tegas bahwasanya berdasarkan data dan fatwa yang ditemukan dalam 9 buah buku tentang Ahmadiyah, maka Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa Ahmadiyah adalah jama’ah di luar Islam, sesat dan menyesatkan Sedangkan para ulama yang tergabung di Liga Muslim Dunia (Rabithah ‘Alam Islami) melangsungkan konferensi tahunannya di Makkah AlMukarramaH Saudi Arabia dari tanggal 14 s.d. 18 Rabiul Awwal 1394 H (6 s.d. 10 April 1974) yang diikuti oleh 140 delegasi negara-negara Muslim dan organisasi Muslim dari seluruh dunia. Salah satu kesimpulan dari konferensi

tersebut adalah menyatakan bahwa Qadianiyah atau Ahmadiyah merupakan sebuah gerakan bawah tanah yang melawan Islam dan Muslim dunia, dengan penuh kepalsuan dan kebohongan mengaku sebagai sebuah aliran Islam; yang berkedok sebagai Islam dan untuk kepentingan keduniaan berusaha menarik perhatian dan merencanakan untuk merusak fondamen Islam. Paradoks HAM Menilik dari ketegasan pelarangan terhadap aliran-aliran yang menyimpang tersebut, tampak bahwasanya ulama sebagai pewaris para nabi telah berupaya untuk senantiasa melindungi dan membentengi ummat dari pendangkalan dan penyimpangan aqidah. Ironisnya, mengapa aliran-aliran sesat ini masih tumbuh subur di Indonesia?. Menurut Munarman SH, Direktur An Nasr Institute dan juga mantan Ketua YLBHI menyebutkan bahwa penyebabnya adalah faktor politik. Menurutnya, pemerintah sekarang ini sangat takut jika dikatakan melanggar HAM sehingga lebih mengutamakan citra politik dimata dunia. Pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) sepertinya merupakan aib dan monster yang harus dihindari oleh setiap pemegang kebijakan di negeri-negeri Islam. Bagi Indonesia, tuduhan pelanggaran HAM di Timtim telah berdampak pada embargo militer dari ‘jawara HAM”, Amerika Serikat. Karena itu, HAM merupakan senjata yang ampuh untuk senantiasa memelihara kemaksiyatan dan kemungkaran didalam kehidupan alam demokrasi. Tarik ulur penyusunan RUU APP yang berubah menjadi RUU PP merupakan indikator yang jelas bahwasanya HAM hanya akan berpihak pada kemaksiyatan. Belum lagi kasus penyiksaan para tawanan yang dituduh sebagai teroris di Guantanamo dan invasi AS ke Afghanistan dan Irak yang menuai korban puluhan ribu jiwa. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa HAM adalah sebuah paradoks. HAM hanya berlaku untuk sebuah kepentingan negara adidaya atau kepentingan pemilik modal untuk mengelola kemaksiyatan. Namun, HAM tidak berlaku bagi para pengusung akhlak mulia yang ingin menghapuskan pornografi dan pornoaksi. HAM juga tak boleh diterapkan bagi negeri-negeri yang ingin merdeka dan berdaulat untuk mengatur kehidupannya berdasarkan nilai-nilai syariah. Konsepsi HAM yang paradoksal ini sebenarnya berkembang dari paham sekulerisme. Sekulerisme menurut Syaikh Muhammad Quthub adalah membangun kehidupan diatas asas selain agama. Menarik untuk disimak pernyataan ulama kharismatik, Buya Hamka tentang sekulerisme : Kalian boleh menyebut Islam, tetapi jangan Islam yang diajarkan Rasul, jangan Daulah Islamiyah, jangan syariat Islam. Dan kalian boleh juga duduk dalam pemerintahan, asal Islam itu kalian simpan, jangan kalian perjuangkan. Hendak harta, kami beri harta, hendak pangkat, kami beri pangkat, tetapi kekuasaan tidak ada ditangan kalian, inilah sekularisme. Walhasil, aliran sesat dan menyesatkan akan tetap tumbuh sumbur jika masyarakat dan negara masih berpedoman pada HAM yang berbingkai paradoksal dan standar ganda. Karena itu, saatnya seluruh

elemen masyarakat berupaya menyelamatkan generasi ummat dari segala bentuk penyimpangan aqidah dan nilai-nilai syariah. Upaya ini sangat berkorelasi dan membutuhkan keberanian serta komitmen penguasa untuk menjadi benteng aqidah dan pengayom bagsi rakyat dari kerusakan tatanan sosial yang kian parah.

Related Documents

Tsk
July 2020 5
Tsk
April 2020 6
Makalah Tsk Klp
April 2020 21

More Documents from "khairul Amin"