PANCASILA MENJADI DASAR PENGEMBANGAN ILMU
TUGAS RUTIN 7 Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Dosen Pengampu : Sulaiman Lubis
Disusun Oleh Nama
: Dewina Irawan
NIM
: 3173122010
Prodi/Kelas
: Pendidikan Antropologi/B Reguler
Fakultas
: Ilmu Sosial (FIS)
UPT MKWU PENDIDIKAN PANCASILA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun dan menyelesaikan penyusunan makalah dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila Shalawat dan rangkaian salam kehadirat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju terang benderang. Pembuatan makalah ini bertujuan sebagai tugas individu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan sebagai bahan perkuliahan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sulaiman yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini menurut penulis masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak“, baik isi maupun penyusunnya. Atas semua itu dengan rendah hati penulis harapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Medan,7 Maret 2019
DEWINA IRAWAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilainilai budaya dan agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia. Kuntowijoyo dalam konteks pengembangan ilmu menengarai bahwa kebanyakan orang sering mencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan sehingga pandangan seseorang tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan yang dilihatnya. Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebenaran itu bersifat non-cumulative (tidak bertambah) karena kebenaran itu tidak makin berkembang dari waktu ke waktu. Adapun kemajuan itu bersifat cumulative (bertambah), artinya kemajuan itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Agama, filsafat, dan kesenian termasuk dalam kategori non-cumulative, sedangkan fisika, teknologi, kedokteran termasuk dalam kategori cumulative (Kuntowijoyo, 2006: 4). Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Sebab, pengembangan ilmu yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme, seperti yang terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi bangsa, sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas
1.2.Rumusan Masalah 1.2.1. Apa Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu ? 1.2.2. Apa Perlunya Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ?
1.2.3. Bagaimana Menggali Sumber Historis, Sosiologi Dan Poliis Tentang Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ? 1.2.4. Bagaimana Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ? 1.2.5. Bagaimana Esensi Dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ?
1.3.Tujuan Penulisan 1.3.1. Mengetahui Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu ? 1.3.2. Mengetahui Perlunya Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ? 1.3.3. Mengetahui Menggali Sumber Historis, Sosiologi Dan Poliis Tentang Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ? 1.3.4. Mengetahui Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ? 1.3.5. Mengetahui Esensi Dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ?
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu 1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman yaitu : 1) Bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 2) Bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. 3) Bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. 4) Bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam halhal sebagai berikut : 1) Pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. 2) Dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi
negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilainilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia
2.2. Perlunya Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ? Beberapa alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan iptek dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan teknologi canggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawan bencana lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir, pencemaran akibat limbah, dan seterusnya. 2) Penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Artinya, penggunaan benda-benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini telah menggantikan peran nilainilai luhur yang diyakini dapat menciptakan kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan cenderung sekuler. 3) Nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong digantikan dengan individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi free rider di negara ini, sikap bersahaja digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme; solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan seterusnya.
2.3.Menggali Sumber Historis, Sosiologi Dan Poliis Tentang Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
1. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia Sumber historis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat ditelusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan iptek melalui pendidikan. Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa itu haruslah berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya, yakni Pancasila. Proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang terlepas dari nilai-nilai sipiritualitas, kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakan pencederaan terhadap amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dokumen sejarah bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat para pendiri negara yang juga termasuk cerdik cendekia atau intelektual bangsa Indonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk membangun bangsa dan negara. Para intelektual merangkap sebagai pejuang bangsa masih disibukkan pada upaya pembenahan dan penataan negara yang baru saja terbebas dari penjajahan. Penjajahan tidak hanya menguras sumber daya alam negara Indonesia, tetapi juga menjadikan bagian terbesar dari rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Segelintir rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan di masa penjajahan itulah yang menjadi pelopor bagi kebangkitan bangsa sehingga ketika negara Indonesia merdeka diproklamirkan, mereka merasa perlu mencantumkan aspek kesejahteraan dan pendidikan ke dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ”..memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi segenap tanah tumpah darah Indonesia”. Sila-sila Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jelas merupakan bagian dari amanat para pendiri negara untuk mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan dan memajukan
kesejahteraan bangsa dalam arti penguatan perekonomian bangsa dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia agar setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia Sumber sosiologis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, biasanya terjadi penolakan. Contohnya, penolakan masyarakat atas rencana pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga nuklir di semenanjung Muria beberapa tahun yang lalu. Penolakan masyarakat terhadap PLTN di semenanjung Muria didasarkan pada kekhawatiran atas kemungkinan kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Chernobyl Rusia beberapa tahun yang lalu. Trauma nuklir berkaitan dengan keselamatan reaktor nuklir dan keluaran limbah radioaktif yang termasuk ke dalam kategori limbah beracun. Kedua isu tersebut memicu dampak sosial sebagai akibat pembangunan PLTN, bukan hanya bersifat standar seperti terciptanya kesempatan kerja, kesempatan berusaha, tiumbulnya gangguan kenyaman karena kemacetan lalu lintas, bising, getaran, debu, melainkan juga dampak yang bersifat khusus, seperti rasa cemas, khawatir dan takut yang besarnya tidak mudah dikuantifikasi. Dalam terminologi dampak sosial, hal yang demikian itu dinamakan perceived impact, dampak yang dipersepsikan (Sumber: Suara Merdeka, 8 Desember 2006). Hal ini membuktikan bahwa masyarakat peka terhadap isu-isu ketuhanan dan kemanusiaan yang ada di balik pembangunan pusat tenaga nuklir tersebut. Isu ketuhanan dikaitkan dengan dikesampingkannya martabat manusia sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dalam pembangunan iptek. Artinya, pembangunan fasilitas teknologi acapkali tidak melibatkan peran serta masyarakat sekitar, padahal apabila terjadi dampak negatif berupa kerusakan fasilitas teknologi, maka masyarakat yang akan terkena langsung akibatnya. Masyarakat sudah menyadari perannya sebagai makhluk hidup yang dikaruniai akal dan pertimbangan moral sehingga kepekaan nurani menjadi sarana untuk bersikap resisten terhadap kemungkinan buruk yang terjadi di balik pengembangan iptek. Masyarakat terlebih peka terhadap isu kemanusiaan di balik pembangunan dan
pengembangan iptek karena dampak negatif pengembangan iptek, seperti limbah industri yang merusak lingkungan, secara langsung mengusik kenyamanan hidup masyarakat.
3. Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya, pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret 1962, mengatakan hal sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal lain, satu dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter. Karakter adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan berakar amat dalam sekali. Berakar amat dalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan gandrungan-gandrungan rakyat” (Soekarno, 1962).
Pidato Soekarno di atas juga tidak mengaitkan dengan Pancasila, tetapi lebih mengaitkan dengan karakter, yakni kepercayaan yang sesuai dengan nilainilai Pancasila. Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto menyinggung masalah Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ketika memberikan sambutan pada Kongres Pengetahuan Nasional IV, 18 September 1986 di Jakarta sebagai berikut: Demikian pula halnya dengan zaman Orde Baru, meskipun Pancasila diterapkan sebagai satu-satunya asas organisasi politik dan kemasyarakatan, tetapi penegasan tentang Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia belum diungkapkan secara tegas. Penekanannya hanya pada iptek harus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan sehingga dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.
2.4 Bagaimana Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pancasila sebagai pengembangan ilmu Para penyelenggara negara pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism). Kajian tentang Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh kaum intelektual di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gadjah Mada
yang menyelenggarakan
Seminar Nasional tentang Pancasila sebagai pengembangan ilmu, 1987 dan Simposium dan Sarasehan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional, 2006.
2. Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Ada
beberapa
bentuk
tantangan
terhadap
Pancasila
sebagai
dasar
pengembangan iptek di Indonesia yaitu: 1) Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto pada 1980an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar. 2) Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen daripada produsen dibandingkan dengan negaranegara lain. 3) Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara. 4) Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu: workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnai perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
2.5. Esensi Dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat 1. Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan Prof. Wahyudi Sediawan dalam Simposium dan sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, sebagai berikut: 1) Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran, seperti: menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatan professional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan untuk kebaikan tersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri anugrah Tuhan (Wahyudi, 2006: 61--62). 2) Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi (Wahyudi, 2006: 65). Hakikat
kodrat
manusia
yang
bersifat
mono-pluralis,
sebagaimana
dikemukakan Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), makhluk individu dan sosial (sifat kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukan keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya. 3) Sila ketiga, Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsungan Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik Indonesia
perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas-tugas profesionalnya. Kerja sama yang sinergis antarindividu dengan kelebihan dan kekurangannya masingmasing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada penjumlahan produktivitas individunya (Wahyudi, 2006: 66). Suatu pekerjaan atau tugas yang dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih optimal. 4) Sila keempat, Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk kemajuan negara. Sila keempat ini juga memberi arahan dalam manajemen keputusan, baik pada tingkat nasional, regional maupun lingkup yang lebih sempit (Wahtudi, 2006: 68). Manajemen keputusan yang dilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik karena dapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan. 5) Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan arahan agar selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin kesejahteraan karyawan (Wahyudi, 2006: 69). Selama ini, pengelolaan industri lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan. Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru merugikan pihak perusahaan itu sendiri.
2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Perkembangan ilmu dan teknologi di Indonesia dewasa ini tidak berakar pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Indonesia sepenuhnya berorientasi pada Barat (western oriented). 2) Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi pada kebutuhan pasar sehingga prodi-prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi Indonesia adalah prodi-prodi yang terserap oleh pasar (dunia industri). 3) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum melibatkan masyarakat luas sehingga hanya menyejahterakan kelompok elite yang mengembangkan ilmu (scientist oriented).
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, artinya kelima sila Pancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa terminologi yang dikemukakan para pakar untuk menggambarkan peran Pancasila sebagai rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain Pancasila sebaga intellectual bastion (Sofian Effendi); Pancasila sebagai common denominator values (Muladi); Pancasila sebagai paradigma ilmu. Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran Pancasila sebagai rambu-rambu normatif bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Selain itu, pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia itu sendiri dan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
3.2. Rekomendasi Pentingnya mempelajari pendidikan pancasila di era global sekarang ini, membuat aspek aspek moralitas pribadi yaitu etika semakin turun. Oleh karena itu makalah ini dapat dijadikan sumber rekomendasi dalam materi pembelajaran pendidikan pancasila
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Kaelen M.S., 2010, Pendidikan Pancasila, Penerbitan Paradigma, Yogyakarta Sutrisno Slamet, M.SI., 2006, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Penerbitan Andi, Yogyakarta Prof. Dr. Mr. Drs. Notonagoro,1971, Pancasila secara Ilmiah, Penerbitan PT. Bina Aksara Kaelan, H. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma Kansil, CST. 2005. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan., Jakarta: Penerbit PT Pradnya Paramita. Setijo, Pandji. 2006. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Penerbit Grasindo.