Pancasila 7.docx

  • Uploaded by: rafida aisyah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pancasila 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,312
  • Pages: 12
PANCASILA SEBAGAI SISTEM POLITIK INDONESIA Disusun untuk memenuhi tugas Makalah Pendidikan Pancasila Dosen Pengampu : Sugeng Widodo, S.E.,M.M.

Disusun oleh Kelompok 7 : Prasetyo Alfaridzi K.

(11180960000001)

Mohammad Ali Marwono

(11180960000003)

Rafida Aisyah Fitri

(11180960000022)

Risma Nur Fitria

(11180960000024)

Program Studi Kimia (A) Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul “Pancasila Sebagai Sistem Politik”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

PEMBAHASAN 1. Pemahaman Sistem Konstitusi Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” (grond = dasar, wet = undang-undang) yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Yang kedua-duanya menunjukan naskah tertulus. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-Undang Dasar. Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti : 1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar. 2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar , karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam UndangUndang Dasar. Dalam praktek ketatanegaraan negara Republik Indonesia pengertian konstitusi adalah sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (Totopandoyo, 1981: 25.26).

A. Macam-Macam Konstitusi Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara. Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam konstitusi di dunia, yaitu : 1) “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven recht) yang termuat dalam undang-undang 2) “Konstitusi Tidak Tertulis” (Unwritten Constitution) ini diartikan seperti halnyam “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada. Di beberapa negara ada dokumen tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan: a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan.

b. Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan dilindungi B. Tujuan Konstitusi Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri. Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: a) berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, b) hubungan antar lembaga negara, c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta , e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. Contoh yang tepat adalah Inggris dan Kanada, artinya tidak memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda dengan pasal-pasal dalam konstitusi.

2. Pengetahuan Politik dan Sistem Politik a. Pengertian Politik Pengertian “Politik” berasal dari kata ‘Politics’, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuantujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan tujuan-tujuan itu.

Secara etimologis, sistem politik Indonesia berasal dari tiga kata, yaitu sistem, politik, dan Indonesia. Sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu “systema” yang berarti: 1. keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode dan Voich, 1974: 115); 2. hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (Awad, 1979: 4).

Dengan demikian, kata “systema” berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur, integral, dan merupakan satu keseluruhan (a whole). Dalam perkembangannya, istilah itu mengalami pembiasan sehingga memiliki banyak arti, bergantung pada objek dan cakupan pembicaraannya. Akan tetapi, setiap definisi mewujudkan gagasan dari sekelompok objek atau unsur yang berada dalam hubungan struktural dan karakteristiknya masing-masing yang satu dan lainnya berinteraksi pada dasar karakteristik tertentu. Makna sistem politik dapat juga dipahami dengan menguraikan atau menjabarkan setiap kata yang membentuk istilah sistem politik sehingga sejauh mungkin dapat diterima oleh umum. Pembahasan dengan cara tersebut dapat dilihat dalam perspektif linguistik dan terminologisnya. Sistem dapat diartikan sebagai kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur atau komponen. Unsur setiap komponen itu saling berhubungan secara struktural dan fungsional, ada keterikatan dalam mencapai tujuan utama. Masing-masing kohesif sehingga eksistensinya selalu utuh dan totalitasnya terjaga. Dilihat dari segi bentuknya, pengertian sistem, di samping dapat diterapkan pada hal yang bersifat immaterial juga dapat diterapkan pada hal yang material. Untuk yang bersifat im material, penguraian atau penentuan modelnya berfungsi sebagai alat analisis dan merupakan daya imajinasi serta abstraksi peninjau yang bersangkutan. Sistem dapat pula diartikan lebih tinggi daripada cara, tata, rencana, skema, prosedur, atau metode. Sistem adalah cara yang mekanismenya berpatron (berpola) dan konsisten, serta sering bersifat otomatis (servo-mechanism). Demikian makna sistem yang dikaitkan dengan terminologi politik. Beberapa ahli yang mengemukakan definisi sistem, antara lain sebagai berikut. 1. Menurut Campbell (1979: 3), sistem adalah himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan. 2. Awad (1979: 4), sistem adalah sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Konontz dan O. Donnell (1976: 14), sistem bukan wujud fisik, melainkan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai sistem yang terdiri atas fakta, prinsip, doktrin, dan lainnya. Dengan demikian, sistem harus memenuhi unsur-unsur yang meliputi komponen, seperti relevansi, fakta, prinsip, doktrin, fungsi, dan tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan organisasi atau negara. Adapun kata politik berasal dari bahasa Yunani polis yang artinya negara-kota. Dalam negara kota pada zaman Yunani, orang saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya. Ketika manusia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, berusaha meraih kesejahteraan pribadi melalui sumber daya yang ada, atau berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, mereka sibuk dengan kegiatan yang dinamakan politik. A New Handbook of Political Science menyebutkan bahwa politik adalah the constrained use of social power (penggunaan kekuasaan sosial yang dipaksakan).2 Kata “kekuasaan sosial” ditekankan untuk membedakannya dengan “kekuasaan individual.” Ini karena politik berkenaan dengan pengaturan hidup suatu masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang mengesahkan sekelompok individu untuk memiliki “kekuasaan sosial” yang aplikasinya

“dapat dipaksakan” atas setiap individu untuk menjamin keteraturan dalam masyarakat itu sendiri. Sistem politik sama seperti sistem kehidupan lainnya, mempunyai kekhasan, yaitu adanya integrasi, keteraturan, keutuhan, organisasi, koherensi, keterhubungan, dan saling kebergantungan bagian-bagiannya. Banyak definisi yang berusaha menjelaskan sistem politik Indonesia, di antaranya sebagai berikut. 1. Sistem politik Indonesia adalah seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari totalitas perilaku sosial melalui nilai-nilai yang disebarkan kepada masyarakat dan negara Indonesia. Dengan pengertian tersebut lingkungan intramasyarakat akan memengaruhi sistem politik Indonesia, di antaranya adalah landasan ro haniah bangsa, falsafah negara, doktrin politik, ideologi politik, dan sistem nilai. 2. Sistem politik Indonesia adalah kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. 3. Sistem politik Indonesia berlaku di Indonesia, baik seluruh proses yang utuh maupun sebagian. Sistem politik di Indonesia dapat menunjuk pada sistem yang pernah berlaku di Indonesia, yang sedang berlaku di Indonesia, atau yang berlaku selama berdirinya negara Indonesia sampai sekarang. 4. Sistem politik Indonesia berfungsi seba gai mekanisme yang sesuai dengan dasar negara, ketentuan konstitusional juga memperhitungkan lingkungan masyarakatnya secara real. Banyak faktor yang dapat memengaruhi sistem politik Indonesia, di antaranya faktor lingkungan, sosial budaya, dan kondisi ekonomi suatu negara. Pengaruh tersebut membentuk perilaku politik dalam masyarakat dan negara, baik pemegang kekuasaan maupun yang dikuasai dan dikendalikan oleh kekuasaan yang ada. Oleh karena itu, David Easton mengatakan bahwa sistem politik adalah kehidupan politik yang merupakan sistem interaksi yang ditentukan oleh fakta yang berhubungan dengan penyebaran nilai-nilai secara otoritatif dalam masyarakat. 

Ciri-ciri Sistem

Menurut Elias M. Awad (1979: 5-8) : a. terbuka; b. terdiri atas dua atau lebih subsistem; c. saling bergantung; d. kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya; e. kemampuan untuk mengatur diri sendiri; f. tujuan dan sasaran.

Adapun Dan Voich Jr. dan William A. Schrode menyebutkan ciri-ciri pokok sistem, yaitu: a. perilaku yang bertujuan; b. menyeluruh; c. terbuka; d. melakukan kegiatan transformasi; e. saling terkait mekanisme kontrol. 

Ciri-ciri Pokok dari Sistem Sistem mempunyai ciri-ciri pokok berikut:

a. mempunyai tujuan; b. mempunyai batas (boundaries); c. memiliki sifat terbuka dalam arti berinteraksi dengan lingkungan; d. terdiri atas berbagai unsur atau komponen (sub system) yang saling bergantung dan berhubungan; e. melakukan kegiatan atau proses trasformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran (processor or transformator); f. memiliki mekanisme kontrol dengan memanfaatkan umpan balik.

3. Demokrasi Pancasila

A. Hakikat Demokrasi Kata demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu pengertian secara etimologis atau bahasa, dan pengertian secara terminologi atau istilah. 1) Pengertian Demokrasi Secara Etimologis Secara etimologis atau secara bahasa, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua perkataan, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “cratos” atau “cratein” yang berarti pemerintah. Dari kata tersebut berarti demokrasi adalah mengandung arti pemerintahan rakyat, yang lebih dikenal dengan pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. (government from the people, by the people and for the people). 2) Pengertian Demokrasi Secara Terminologi Dari sudut terminologis atau istilah, ada banyak sekali definisi demokrasi yang dikemukakan oleh para ahli tentang demokrasi, yang masing-masing memberikan definisi dari sudut pandang yang berbedabeda. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi demokrasi tersebut, antara lain, menurut:

a. Harris Soche: “Demokrasi itu adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak, dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya sendiri dari paksaan dan perkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah”, b. Henry B. Mayo: “Sistem politik demokratis, adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil, yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala, yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik, dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik”. c. International Commition of Jurist: “Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusankeputusan politik, diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka, dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas”. d. Philippe C. Schmitter: menyatakan, “Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan, di mana pemerintah diminta bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang berindak secara tidak langsung melalui kompetesi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih”. e. Samuel Huntington: “Demokrasi terjadi sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu, dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara, dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain, pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal, yaitu: pemerintahan dari rakyat (government of the people); pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan pemerintahan untuk rakyat (government for the people).

B. Demokrasi Indonesia Ada dua hal penting yang patut dikemukakan berkaitan dengan maslah demokrasi di Indonesia, yaitu pertama tentang demokrasi di Desa, dan yang kedua berkaitan dengan demokrasi Pancasila. a. Demokrasi di Desa Sebagaimana dikatakan Muhammad Hatta (1953), bahwa Indonesia sejak dahulu kala telah mempraktikkan ide-ide tentang demokrasi, meskipun masih sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan, (masih dalam skala desa). Misalnya di desa-desa Indonesia telah menjalankan demokrasi pada saat mereka memilih pemimpin. Adanya budaya bermusyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, yang berdampak kepada masyarakat luas. Sehingga di Jawa musyawarah dikenal dengan istilah Rembug Desa, di Minagkabau di kenal dengan sebutan Musyawarah Nagari, di Bali dikenal Sakehe Desa, di Sasak dikenal dengan Begundem, dan lain-lain sebagaimnya. Hanya perlu dipahami bahwa Indonesia pada masa lalu, adalah demokrasi di tingkat bawah, tetapi bersifat feodalisme di tingkat atas. Pada hal demokrasi pada tingkat desa itulah yang disebut sebagai demokrasi yang sebenarnya.

b. Demokrasi Pancasila Demokrasi yang berkembang di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pada Pancasila sesuai dengan ajaran-ajaran demokrasi. Dia tidak bersifat otoritarian dan tidak totalitarian. Sehingga sangat cocok dijadikan dasar negara yang mendukung demokratisasi, seperti negara Indonesia. Dan nilai-nilai luhur Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sangatlah sesuai dengan pilar-pilar demokrasi modern. Oleh sebab itu manakala kita mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, niscaya kita akan mendapatkan nilai-nilai demokratis sebagaimana berikut ini: 1) Kedaulatan Rakyat. Hal tersebut didasarkan atas Pembukaan UUD 1945 dalam alinea keempat yang berbunyi: “ ... yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...”. Dan esensi dari demokrasi adalah adanya Kedaulatan rakyat. 2) Republik. Hal tersebut didasarkan atas pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat, yang berbunyi: “ ... yang terbentuk dalam suatu susunan negara Repblik Indonesia ...”. Maksud dari Republik artinya Respublica yang artinya negara untuk kepentingan umum. 3) Negara berdasar atas hukum. Hal tersebut di dasarkan atas kalimat yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke empat, yang berbunyi: “ ... negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ...”. Dan Negara hukum Indonesia menganut hukum dalam arti luas atau dalam arti materiil. 4) Pemerintahan yang Konstitusional. Hal tersebut didasarkan atas kalimat yang terdapat dalam alenia keempat dari Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “ ... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia ...:. UUD negara Indonesia 1945 adalah merupakan Konstitusi negara. 5) Sistem pemerintahan. Sistem tersebut didasarkan atas sila keempat dari Pancasila, yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan”. 6) Prinsip Musyawarah. Prinsip tersebut didasarkan atas sila yang keempat Pancasila, yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan”. 7) Prinsip Ketuhanan. Inti dari prinsip demokrasi di Indonesia, dia harus dapat dipertanggung jawabkan ke bawah atau kepada rakyat, dan ke atas atau kepada Tuhan. Dengan demikian, maka demokrasi Pancasila itu dapat diartikan secara luas maupun secara sempit, hal tersebut sebagaimana berikut ini: a. Secara luas: Demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai Pncasila dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. b. Secara sempit: Demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat kebijakasanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Perlu dipahami bahwa unsur utama dari demokrasi di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, adalah prinsip “Musyawarah”, yang bersumber dari sila keempat dari Pancasila. Dan inti yang terkandung dalam musyawarah adalah “win-win solution”. Artinya dengan prinsip musyawarah,

diharapkan dapat memuaskan semua pihak yang berbeda pendapat. Sementara konsep demokrasi musyawarah versi Indonesia ini, adalah merupakan salah satu bentuk dari teori demokrasi konsensus. (Munir Fuady, 2010). Dalam literatur lainnya dijelaskan, bahwa dalam perkembangannya Pemerintahan Indonesia paling tidak ada dua macam demokrasi, yang pernah diterapkan dalam sistem pemerintahan Indonesia, yaitu: 1. Demokrasi Terpimpin.(1959-1965). Pada awalnya bahwa makna sesungguhnya dari Demokrasi Terpimpin, adalah pemerintahan yang dipimpin atau dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Namun kemudian dalam pelaksanaannya, pemerintah yang berkuasa ketika itu telah melakukan berbagai penyimpangan dan penyelewengan dari Pancasila dan UUD 1945 yang sebenarnya. Akibatnya terjadilah berbagai stagnasi dalam roda pemerintahan. Misalnya terjadinya kultus individu dalam pemerintahan Negara, tidak berfungsinya lembaga-lembaga Negara yang telah diamanatkan oleh UUD 1945. Dan puncaknya terjadilah tragedi pembrontakan yang dikenal dengan Gerakaan 30 September pada tahun 1965 oleh Partai Komunis Indonesia atau biasa disebut dengan G.30 S/PKI tahun 1965. 2. Demokrasi Pancasila.( 1966 -1998). Maksud dari Demokrasi Pancasila adalah paham yang dijiwai dan disemangati oleh sila-sila Pancasila, yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Paham ini dimaksudkan sebagai pengganti dari demokrasi terpimpin, yang terbukti telah gagal dalam mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Namun dalam perkembangannya, demokrasi Pancasila ini juga disalah gunakan hanya untuk kepentingan penguasa Orde Baru saat itu. Tekad Orde Baru dengan semboyannya “untuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”, ternyata hanya sekedar jargon politik semata, sebab dalam kenyataannya pemerintahan yang dibangun, bukanlah bermuara pada kedaulatan rakyat, tapi diarahkan untuk memperkuat dan melanggengkan penguasa yang ada beserta kroni-kroninya. Akhirnya sejak tahun 1998, demokrasi Pancasila digantikan dengan Orde Reformasi. Sistem pemerintahan yang dibangun oleh Orde Reformasi ini, adalah berdasarkan demokrasi Pancasila secara konsekwen. Hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa: “Kedaulatan adalah berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang Dasar”. Hal tersebut sesuai dengan sila Pancasila yang keempat yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Yang berarti rakyat ditempatkan sebagai subyek dari demokrasi tersebut. Artinya rakyat secara keseluruhan, berhak untuk ikut serta secara aktif menentukan keinginankeinginannya, dengan berperan serta dalam menentukan garis-garis besar daripada haluan Negara. Serta menentukan mandataris atau pemimpin Negara, yang akan melaksanakan garis-garis besar haluan Negara tersebut.

4. Sistem Pemilihan Umum A. Makna Pemilihan Umum Mengawali pemahaman kita terhadap makna dari sistem pemilihan umum (pemilu), terlebih dahulu kita perlu memahami konsep demokrasi yang menjadi latar belakang dari dilaksanakannya pemilu tersebut. Konsep demokrasi pada hakikatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan konsep pemilu yang akan kita bahas. Berangkat dari pengertian demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (democracy is government of the people, by the people, and for the people)l maka hal ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tersebut berada di tangan rakyat dan segala tindakan negara ditentukan oleh rakyat. Untuk mewujudkan pengertian tersebut maka pemilu dipercaya sebagai suatu cara untuk mengangkat eksistensi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara. Samuel P. Huntington menyatakan bahwa sebuah sistem politik sudah dapat dikatakan demokratis bila para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala, dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.2 Pemilu merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan.3 Rakyat tidak dilibatkan langsung dalam proses pengambilan keputusan akan tetapi diwakilkan kepada wakil yang telah mereka pilih melalui suatu ajang pemilihan. B. Fungsi dan Tujuan Pemilihan Umum Adapun fungsi-fungsi dari pemilihan umum menurut Rose dan Mossawir antara lain: (1) menentukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung; (2) sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah; (3) barometer dukungan rakyat terhadap penguasa; (4) sarana rekrutmen politik; (5) alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat. C. Sistem Pemilihan Umum Dalam rangka mewujudkan pemilihan umum yang demokratis, diperlukan sebuah sistem yang mendukung ke arah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Dengan kata lain, kita dapat juga mengartikan bahwa sisrem adalah bagian-bagian atau komponen-komponen yang saling bergantung kepada yang lain dan saling mengadakan interaksi. Ciri sebuah sistem adalah pertama,bahwa setiap perubahan dalam satu bagian dari sistem itu memengaruhi seluruh sistem. Kedua, bahwa sistem itu bekerja dalam suatu lingkungan yang lebih luas dan bahwa ada perbatasan anrara sistem dengan lingkungannya.

Juga perlu diperhatikan bahwa sistem mengadakan interaksi dengan lingkungan dan dipengaruhi oleh lingkungan itu.

Related Documents

Pancasila
June 2020 30
Pancasila
October 2019 55
Pancasila
May 2020 39
Pancasila
June 2020 24
Pancasila
December 2019 51
Pancasila
May 2020 43

More Documents from ""

Pancasila 7.docx
June 2020 8
Lap1_deret Bowen.docx
April 2020 6
Doc1.docx
November 2019 27
Poskesdes.doc
December 2019 36