Tour De Laweyan

  • Uploaded by: Hifatlobrain Travel Institute
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tour De Laweyan as PDF for free.

More details

  • Words: 6,320
  • Pages: 25
bercerita yang lugas dan deskriptif. Kau akan terbawa hanyut ke dalam imajinasimu akan Laweyan ketika membaca tulisan si Navan, dan akan ingin belajar membatik ketika membaca tulisan si Ayos. Kaum-kaum borjuis pasti juga akan tersindir dan patut malu ketika si Navan dengan gaya polosnya menulis:

A

ku tumbuh dewasa dengan hanya mengenal 2 jenis pakaian: kaos oblong dan celana jeans. Aku tahu dan aku punya batik, tapi aku jarang memakainya. Bukannya tak suka atau apa, tapi aku menganggap: I was born to be wild!, seperti kata Steppenwolf, band jadul tahun 60-an itu. Dan para rocker maupun manusia liar lain, akan turun derajat keliarannya kalau memakai batik. Coba bayangkan kalau Ozzy Ousbourne yang berambut gondrong itu teriak-teriak “I’ am paranoid, I’am paranoid!” sambil memakai batik. Terlihat aneh bukan? Dari dulu sampai sekarang, batik identik dengan kaum tua yang berambut rapi, memakai celana berbahan kain lembut dan dilengkapi sepatu pantofel. Dan jelas, aku tak cocok dengan imej seperti itu. Akhirnya aku memakai batik dalam suatu kesempatan. Dengan rambut gondrongku, yang dikombinasikan dengan muka mesum, ternyata derajat ketampananku bisa meningkat beberapa digit. Itu dulu semasa aku masih SMP, jaman baheula ketika aku baru mengenal blue film. Itulah pengalaman pertamaku memakai batik, dan itu baru terulang lagi beberapa tahun kemudian, ketika aku sudah duduk di semester 8 bangku kuliah.

Berbicara mengenai batik, aku tak ingin membahas soal sejarah atau soal ributribut dengan Malaysia itu. Sudah banyak yang membahasnya, dan ahh itu memang tidak penting. semua juga tahu kalau batik itu memang punya Indonesia tercinta. Membaca ebook ini akan memberikan kalian pengalaman belajar sejarah yang menyenangkan. Aku membaca sejarah batik kampung Laweyan yang dituliskan oleh Ayos dan Navan Satriaji ini seperti sebuah narasi yang tak membosankan. Dua orang gembul ini merupakan perpaduan yang unik sekaligus kontras. Ayos dengan gaya menulis yang straight to the point, lugas dan sedikit narsis, berbanding dengan gaya menulis Navan yang deskriptif sekaligus polos. Aku beberapa kali tersenyum ketika Navan menuliskan soal muka masam suami ibu Eni, dan beberapa kali hampir pingsan ketika membaca rentetan kalimat Ayos yang menampankan diri sendiri. Karena gaya menulis yang unik sekaligus renyah itulah, aku dan mungkin juga kalian tak akan pernah suntuk ketika membaca sejarah –dalam kasus ini, sejarah batik dan kampung Laweyan. Kita akan dibawa oleh gaya

“Sungguh sangat disayangkan jika Anda hanya memarkir mobil di Laweyan untuk sekedar menghabiskan waktu dengan wisata belanja semata. Manfaatkanlah waktu Anda sejenak untuk menyusuri eksotisme bangunan-bangunan tua Laweyan dan lorong-lorong kecil yang menjalar di setiap sudutnya” Buku ini juga tidak akan terwujud tanpa bantuan Dini Sasmita, seorang mahasiswa UGM yang membantu melakukan riset kecil selama di Laweyan dan membantu menyediakan peta belanja Laweyan yang dia buat bersama teman-teman KKN UGM yang bertugas di Laweyan beberapa bulan yang lalu. Dini jugalah yang menghubungkan kami dengan Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, sebuah NGO yang terdiri dari orang lokal yang ingin menyelamatkan dan mengembangkan Laweyan sebagai sebuah kawasan heritage. *** anggal 2 Oktober adalah Hari Batik Nasional. Ada himbauan untuk memakai batik pada hari itu. Anak-anak muda berlomba-lomba ingin menunjukkan “nasionalisme” mereka dengan memakai batik secara massal. Apa lantas aku akan ikutan? Maaf, aku gak ikutan. Aku bukan orang yang suka ikut-ikutan tren.

T

Bagaimana dengan kalian? Apa kalian akan latah dengan memakai batik pada

tanggal itu saja? Aku sih menyayangkan kalau kita hanya memakai batik pada tanggal 2 Oktober saja. Lama-lama mungkin Batik Day hanya akan berujung sama seperti Valentine Day, perayaan tanpa makna, hanya selebrasi belaka. Kalau memang masih enggan memakai batik, ya tak usahlah kalian memakainya. Kalau memang hanya untuk ikut-ikutan, lebih baik kalian kembali mengenakan kaos distro dan celana pensil kalian itu. Oh ya, jangan lupa pelorotkan celana pensil kalian dan perlihatkan boxernya… ***

A

ku berdiri di atas panggung malam itu. Rambutku gondrong sepunggung, tampak sangat liar dengan keringat di bagian mukaku apalagi saat itu aku menyanyikan lagulagu Led Zeppelin. Aku memakai kaos dengan motif batik burung merak kawin. Tampak aneh bukan, seorang rocker memakai batik berdiri di atas panggung? Itu adalah imajinasiku, tentang mimpiku menjadi rockstar. Mungkin 10 tahun lagi, atau bahkan bisa jadi 5 tahun lagi. Aku berjanji pada diriku sendiri, pada Jim Morrison, pada Kiai Haji Samanhudi, pada Ayos Purwoaji, Navan Satriaji dan juga pada Dini Sasmita, bahwa di hari aku jadi rockstar, aku akan memakai batik ketika berada di atas panggung! Janji itu terlontar di dalam hati setelah aku membaca ebook sialan ini (sialan karena aku tak ikut berpetualang di Laweyan). Bisa jadi kalian juga akan tergugah hatinya, dan mencintai batik setelah membaca buku ini. Tapi ingat, jangan pakai batik kalau hanya ikut-ikutan. Aku malas melihatnya. Untuk semua pembaca ebook ini: Happy Batik Day Pals!

Kampung Laweyan memang sudah sejak lama menjadi salah satu destinasi utama untuk wisata batik. Menurut sejarah, Batik tumbuh dan berkembang di laweyan sejak abad 15. Sejak saat itu laweyan pun menjadi pusat pengembangan batik yang sangat berpengaruh. Saat ini, setelah Unesco mengakui bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia, Laweyan mengalami transformasi budaya terutama pada generasi mudanya. Lalu siapakah yang akan menjadi generasi baru pembuat batik di Laweyan?

M

embuat batik dengan canting memang tidak semudah yang dibayangkan. Butuh ketelatenan dan kesabaran tingkat dewa. Pikiran pun harus fokus dan penuh konsentrasi. Konon, batik sendiri asal katanya adalah amba titik, bahasa Jawa yang artinya melukis titik. Ini memang terdengar sangat filosofis, tapi memang sehelai kain batik halus pasti memiliki desain yang penuh makna dan dibuat dalam hitungan waktu yang tidak sebentar. Detail is everything, itu mengapa membatik sama saja dengan menggambar titik-titik yang disusun hingga menjadi sebuah kain dengan motif yang luar biasa indah. *** ejarah Laweyan sebagai kampung batik tidak lepas dari tokoh bernama Ki Ageng Henis. Selain mengajarkan ilmu agama kepada santrisantrinya, beliau juga mengajarkan seni membatik. Sebuah proses merintang warna dengan lilin dan canting untuk membuat pola di atas sebuah kain. Perkembangan Laweyan sebagai sentra industri batik didukung oleh keberadaan Bandar Kabanaran yang berada di bantaran sungai Jenes. Sungai Jenes terhubung dengan sungai Bengawan Solo yang bermuara di Pantai Utara Jawa, sehingga menjadikannya sebagai jalur strategis untuk perdagangan.

S

Pada tahun 1745 lahir kerajaan Surakarta Hadingrat di desa Solo. Seiring dengan perkembangan Solo sebagai pusat kerajaan, popularitas Laweyan mulai menurun. Bandar Kabanaran mulai kehilangan fungsi setelah transportasi beralih memakai jalan dan kereta api. Laweyan kembali tenar pada abad ke-20 ketika industri batik tumbuh pesat hingga melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan keraton.

Kaum saudagar ini tidak hanya eksis secara ekonomi namun juga secara politik. Ini dibuktikan dengan didirikannya Sarekat Dagang Islam oleh seorang saudagar batik bernama KH Samanhudi. Pada perkembangannya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang kemudian ikut aktif membantu pergerakan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Memasuki tahun 1970 industri batik tulis dan cap surut oleh perkembangan teknologi modern yang melahirkan industri printing. Kondisi ini berlangsung hingga beberapa dekade. Memasuki tahun 1990 industri batik Laweyan kian memprihatinkan. Tak ingin laweyan tenggelam diterpa jaman maka pada tanggal 25 September 2004 pemerintah kota mencanangkan Laweyan sebagai Kampung Batik dan dijadikan sebagai daerah tujuan wisata di Kota Solo yang bertumpu pada industri batik, non batik, situs besejarah, arsitektur khas Laweyan, lingkungan alam serta sosial budaya. Saat ini industri batik di Laweyan kembali bangkit meski belum pulih benar. Beberapa produsen batik pun bermunculan, baik yang baru maupun usaha yang sudah turun temurun. Namun sayangnya pelaku industri batik ini merupakan angkatan tua, tidak banyak anak muda Laweyan yang tertarik untuk mengikuti jejak orang tuanya untuk membuat batik. “Sejak tahun 1970 gairah anak muda Laweyan untuk membatik terus menurun, ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Widiarso, seorang pengurus Forum Pengembangan Kawasan Batik Laweyan. Tidak ada alasan pasti mengapa degradasi ini terjadi, bisa jadi serbuan budaya pop dan batik printing yang datang belakangan ini menjadi salah satu penyebabnya. Batik printing

Namun sayangnya pelaku industri batik ini merupakan angkatan tua, tidak banyak anak muda Laweyan yang tertarik untuk mengikuti jejak orang tuanya untuk membuat batik. “Sejak tahun 1970 gairah anak muda Laweyan untuk membatik terus menurun, ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Widiarso

memang menang dalam segi teknologi; cepat dan praktis. Namun saya yakin, batik printing tidak akan pernah mengungguli batik tulis yang dibuat handmade dengan canting dalam hal citarasa. *** hafa (9) dan Azka (6) adalah kakak beradik, mereka berdua datang jauh dari Ciamis. Shafa adalah wanita mungil berambut lurus sebahu, hari itu ia mengenakan kaos lengan panjang dengan tulisan Shafa yang terbuat dari kain flanel. Sedangkan adiknya, Azka adalah Shinchan dalam kehidupan nyata, pipinya mengelembung seperti bakpau. Pagi itu mereka terlihat serius membatik, mereka mengikuti workshop singkat yang diadakan oleh Batik Cempaka, sebuah batik shop terkenal di Laweyan.

S

Kedua anak itu telihat serius menekuni bidang gambar yang mereka buat diatas kain mori putih dengan canting. Shafa menggambar Bobo, sebuah tokoh kelinci yang populer, sedangkan Azka menggambar motif ikan hiu dan ikan pari. Sesekali mereka meniup canting yang berisi lilin panas, lalu kembali menggambar. Kelihatannya asyik sekali mereka membatik. Saya sih sudah pernah mencoba membatik, tapi ya itu, karena tidak telaten apa yang saya buat selalu hancur berantakan. Kebanyakan karena lilin panasnya bocor dari canting. Pernah suatu saat akibat keteledoran saya yang mau ngangkat hape, lilin panas di dalam canting itu tumpah membasahi tangan saya yang indah. Rasanya maknyus pemirsa. Setelah melakukan tracing terhadap pola yang mereka buat, Shafa dan Azka pun mulai mewarnai bidang-bidang batik semau mereka. Shafa memberikan warna yang pas untuk Bobo yang dia

“Supaya mereka mengenal batik sebagai budaya Indonesia, ini merupakan pengalaman baru bagi mereka berdua,” tutur Ikhsan, ayah dari kedua anak cerdas tersebut.

bikin; kulit biru dengan kaos merah dengan B besar di tengahnya. Sedangkan Azka agak lebih out of the box, dia meneteskan banyak cat biru di luar pola ikan yang dia gambar. Lho kenapa Ka kok warna birunya belepotan? “Ya ini kan ikan, ikan itu hidup di air, ini airnya...” Ini anak pinter banget ngelesnya, saya pun langsung melengos pergi. Ikhsan Fathoni, bapak dari anak-anak cerdas itu, sengaja mengajak mereka ke Laweyan di sela-sela liburan dan mendaftarkannya dalam workshop membatik untuk anak yang diadakan Batik Cempaka setiap hari. “Supaya mereka mengenal batik sebagai budaya Indonesia, ini merupakan pengalaman baru bagi mereka berdua,” tutur Ikhsan. Sementara kedua anaknya belajar membatik, ia dan istrinya berbelanja beberapa helai pakaian batik di toko milik Batik Cempaka. Mungkin untuk oleh-oleh lebaran. Rata-rata hampir semua rumah produksi batik di Laweyan membuka kelas workshop bagi siapa saja yang ingin belajar membatik. Bahkan ada kelas khusus untuk anak-anak seperti yang dilakukan oleh Batik Cempaka. Untuk workshop singkat seperti yang diambil Shafa dan Azka hanya butuh duapuluh ribu rupiah untuk mengganti biaya peralatannya. Workshop seperti ini juga merupakan usaha Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan untuk mensosialisasikan batik kepada masyarakat luas. “Kami melakukan sosialisasi tentang batik agar masyarakat bisa mengenal dan mencintai batik,” ujar Widiarso.

I

*** bu Budi Susilo tampak sibuk sepagi itu, ia menawarkan berbagai macam batik yang ada di tokonya. Ibu Budi

Susilo adalah pemilik Batik Cempaka, ia mewarisi usaha Batik Cempaka ini dari neneknya. Brand Batik Cempaka sendiri diciptakan oleh Ibu Budi pada tahun 1980, mereka memproduksi batik Solo dengan motif yang elegan. Ibu Budi Susilo ini punya motto; ora batikan, ora well. Sebuah motto yang njogjani, saya sendiri tidak paham apa maksudnya. Mungkin artinya adalah: kalau kamu orang Indonesia tapi nggak suka batikan, maka kamu tidak rock. Ahh terserah apa lah artinya, pokokmen kulo like this!

Ibu Budi Susilo ini punya motto; ora batikan, ora well. Sebuah motto yang njogjani, saya sendiri tidak paham apa maksudnya.

Saat ini batik tidak hanya diproduksi sebagai selembar kain saja, namun aplikasi batik berkembang menjadi berbagai macam jenis sandang. Batik Cempaka memiliki koleksi yang terdiri dari pakaian wanita, pakaian pria, baju anak, hingga sandal rumah. Ibu Budi mengatakan bahwa ia akan selalu melakukan inovasi agar batik bisa diaplikasikan dalam bentuk yang lebih kontemporer. Sangat berbeda dengan industri bati pada awal abad 20 yang masih memproduksi batik hanya sebatas benda mentah dan tidak diolah. Pada generasi Ibu Budi pemakaian batik sudah merambah berbagai aspek sandang, mungkin ini salah satu cara agar batik senantiasa bisa diterima oleh masyarakat. “Saya ingin mengembangkan mukena dari batik, saya sedang berusaha membuatnya, tunggu saja,” ujar Ibu Budi sembari tersenyum simpul. Selesai berbincang dengan Ibu Budi, saya pun diajak Partini, salah satu

Yu Ti, begitu Partini akrab disapa, menunjukkan puluhan motif yang dimiliki oleh Batik Cempaka. Sangat indah dan sebagian besar dibuat handmade! Saya terpana untuk beberapa saat. Stunning.

pegawai Batik Cempaka, menuju ruang pengembangan desain motif batik. Yu Ti, begitu Partini akrab disapa, menunjukkan puluhan motif yang dimiliki oleh Batik Cempaka. Sangat indah dan sebagian besar dibuat handmade! Saya terpana untuk beberapa saat. Stunning. Ini dia salah satu state of the art of Indonesian craft! Hebatnya lagi setiap motif memiliki cerita dan filosofinya sendiri. Salah satunya adalah motif burung kawin –nama motif sebenernya saya ndak tahu, cuman ngarang ajadimana motif batik ini mengisahkan kisah cinta sepasang burung penghuni nirwana. Dikisahkan detail dari mulai pacaran sampe nikah. Sangat indah dengan grafis yang memukau. Salah satu yang menjadi trademark dari Batik Cempaka adalah sehelai kain batik dengan motif peta Indonesia lengkap dengan nama di setiap pulaunya. Motif ini merupakan inovasi yang dibuat oleh Ibu Budi. Wah cocok nih buat para traveler, pikir saya. Tapi keinginan untuk beli itu memudar setelah tahu kalo sehelai kain batik dengan motif peta Indonesia dihargai sekitar duasetengah juta rupiah. *** etelah menjemur kain batik yang sudah diwarnai, kini saatnya Shafa dan Azka untuk meluruhkan malam yang sudah digoreskan dengan canting. Caranya mudah; siapkan seember air panas, lalu celup kain-kain itu berulang kali, juga jangan lupa lakukan ritual mengucek seperti biasa. Maka lilin yang tadinya eksis menjadi tidak eksis lagi. Saat Yu Ti ingin mencelup kain milik Azka ke air panas, muka Azka kontan berubah. Dia merengut sesaat lalu protes,”Mbak jangan dicelupin ke situ, ntar ikannya mateng,” Saya terbahak, Azka memang Shinchan dalam kehidupan nyata.[]

S

Menurut saya, hal pertama yang harus anda lakukan saat mengunjungi Kampung Laweyan adalah memarkir kendaraan Anda. Sederhana saja, Laweyan tumbuh dibalik jalan-jalan kecil dan lorong-lorong yang menghubungkan satu sudut dengan sudut lainnya. Kecuali kendaraan Anda mampu bertransformasi merampingkan diri untuk menyusup di celah-celah lorong Laweyan, maka kaki Anda menjadi alat transportasi terbaik saat menikmati kesibukan masyarakat dan keindahan arsitektural di sudut-sudut Kampung Laweyan.

M

elangkahkan kaki melewati dinding-dinding besar setiap rumah memang menjadi salah satu kegiatan favorit saya saat mengunjungi kampung ini. Apalagi dompet kering saya tak mengizinkan untuk menjangkau wisata belanja batik yang justru menjadi perhatian utama kampung ini. Tak apalah, toh kampung ini menawarkan berbagi wisata alternatif. Termasuk wisata jalan-kaki murah meriah yang saya lakukan ini. Menjelajahi jalanan kampung Laweyan tak ubahnya menjelajahi lorong-lorong waktu. Keutuhan bangunan tua serta arsitekturnya yang tak lekang dimakan waktu, membuat saya seolah merasa berada di masa awal kampung ini di abad 15 di mana Kyai Ageng Henis masih menjadi pemimpin kampung ini, atau merasa seolah hidup di masa kejayaannya di awal abad 20, di mana Kiai Haji Samanhudi beserta Serikat Dagang Islamnya mampu membuat kampung ini menjadi bagian penting dalam masa kebangkitan nasional. Pasti dahulu Laweyan itu seperti Beverly Hills, sebuah kompleks mewah bagi kalangan jetset. Bisa dibayangkan pada abad-abad kelam penjajahan kampung tua ini sudah dibangun sedemikian rupa dan dipenuhi rumah gedong khas juragan batik. Mereka membangun polis mereka sendiri. Pantas saja pihak Kasunanan Surakarta memberikan previlege yang begitu besar bagi Laweyan. Bahkan komunitas Laweyan ini sampai memiliki sistem gelar sendiri di luar kerajaan. Batik pada zaman itu memang sebuah bisnis raksasa, bahkan dalam sebuah dokumen disebutkan bahwa kegiatan ekspor sudah ada untuk mengirim batik ke sejumlah negara. Edan. Kalau seandainya sejarah Laweyan tak

sempat dituliskan atau disampaikan secara turun temurun, maka saya berani menjamin bangunan-bangunan tua kota Laweyan adalah saksi bisu terbaik dalam perjalanan panjang Laweyan hingga masih utuh seperi saat ini. Ada banyak hal yang bisa didapat dari sebuah peninggalan. Salah satunya dari dinding-dinding tinggi yang terdapat dalam rumah-rumah Laweyan. Konon dinding-dinding ini dibangun oleh masing-masing saudagar di Laweyan sebagai fungsi keamanan, privasi, hingga sebagai bukti kekuasaan. Sejumlah rumah masih terpasang pintu serta jendela dari kayu tua yang membuat setiap tepi jalan menjadi sangat eksotis. Lebih masuk ke dalam juga terdapat banyak lorong kecil yang asyik untuk dijelajahi, seolah kita berada dalam labirin. Saya sendiri sempat menjelajahi seluruh lorong-lorong yang ada di Laweyan. Dinding-dinding reruntuhannya masih utuh. Hanya saja sejumlah grafiti liar membuatnya sedikit kotor. Laweyan memang sangat menjaga keutuhan kota tuanya. Komitmen ini akan terlihat jika Anda melihat palang penunjuk arah yang tersebar di seluruh penjuru Kampung Laweyan, Anda akan melihat sejumlah penunjuk yang bertuliskan “Bangunan-Bangunan Tua” di antara penunjuk yang mengarah ke sejumlah butik batik. *** bu Eni Haryati menyuruh saya masuk menuju bagian dalam rumahnya. Aura aneh langsung saya rasakan, sebuah melankolia berpadu dengan imajinasi yang meluap. Bagian dalam rumahnya sangat priyayi, ini adalah rumah gedong khas juragan batik. Rumahnya luas, dipisahkan oleh panel tembok dan kayu. Saya merasakan

I

sebuah perasaan tenteram, ayem kalau kata orang Jawa. Di beberapa sudut saya lihat furnitur kuno masih kokoh berdiri. Kursinya sendiri saya lihat sangat Belanda, terkesan masif dengan potongan kayu yang tebal-tebal.

yang bisa mencapai ruangan ini, mungkin juga itu yang membuat muka suami Ibu Eni terlihat selalu muram.

Saya pun diajak Ibu Eni menuju ruang tengah, mereka menyebutnya ndalem. Kelihatannya dahulu ruang tengah ini berfungsi untuk menerima tamu atau tempat mengadakan pertemuan. Ndalem ini seperti joglo tapi dengan bentuk yang lebih tertutup, atapnya limas dengan tiang kayu yang dicat khusus. Mungkin sekarang catnya sudah tidak dijual di pasaran.

Pada bagian selatan ndalem terdapat sebuah pelataran luas tanpa atap. Ibu Eni mengatakan bahwa di situlah dulu tempat membatik dan menjemur kain para pegawai neneknya. Sayang saat ini usaha batik milik keluarga Ibu Eni sudah tidak eksis lagi. Saya sendiri tdak tahu kenapa, saat saya tanyakan ke Ibu Eni, ternyata beliau juga menggelengkan kepala. Mungkin saat usaha ini bangkrut Ibu Eni masih terlalu kecil untuk memahami persoalan manajerial perusahaan neneknya.

Sedangkan di utara ndalem ada bagian rumah yang disebut sentong, fungsinya sebagai tempat tidur. Suami Ibu Eni yang bermuka masam kamarnya di sentong ini. Suasananya pengap, mungkin karena sedikit sinar matahari

Sedangkan di timur pelataran tadi terdapat gandok, saya sendiri tidak begitu faham fungsi sebenarnya dari gandok, hanya kalau saya terka bagian rumah ini difungsikan untuk segala aktifitas yang menyangkut pekerjaan.

Pasti dahulu Laweyan itu seperti Beverly Hills, sebuah kompleks mewah bagi kalangan jetset. Bisa dibayangkan pada abad-abad kelam penjajahan kampung tua ini sudah dibangun sedemikian rupa dan dipenuhi rumah gedong khas juragan batik.

Rumah tua Ibu Eni ini memiliki dua gandok, yang satu difungsikan sebagai dapur rumah tangga, yang satu lagi difungsikan sebagai ruang percetakan milik adik iparnya. Namanya Percetakan Dibta, mereka yang membuat paperbag untuk seluruh batik shop yang ada di Laweyan. Saat itu saya melihat setumpuk paperbag yang belum dilipat dengan sablonase brand Putra Laweyan, salah satu produsen batik terkemuka di Laweyan. Ibu Eni bercerita panjang lebar mengenai rumah peninggalan neneknya neneknya nenek dari Ibu Eni. Jadi rumah ini sudah sangat tua,”Umurnya lebih dari duaratus tahun, waktu mbangunnya pas zaman Pangeran Diponegoro,” ujar Ibu Eni. Untuk ukuran rumah setua itu, rumah Ibu Eni termasuk masih dalam kondisi prima. Bandingkan saja dengan deretan rumah lawas di pesisir Tuban atau daerah Ampel Surabaya, saya yakin pemeliharaan rumah ini dilakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Semuanya masih aseli belum ada yang diganti, kecuali tegel yang terlihat sudah diganti menjadi keramik. Saya sendiri naksir dengan gembok besi segede gaban dengan warna emas kusam yang nangkring di pegangan regol, it seems retro. Kata Ibu Eni, gembok itu masih bisa digunakan, kuncinya nggak ada yang bisa menduplikat, soalnya bentuknya aneh banget. Gembok ini katanya pernah ditawar orang untuk dibeli, tapi dengan keukeuh Ibu Eni menolak. Terdengar sangat konservatif ya? Tapi justru ngeyelnya Ibu Eni inilah yang membuat rumahnya jadi bisa saya nikmati kelawasannya. Dulu, kata Ibu Eni, sempat ada tawaran untuk merenovasi rumah-rumah kuno di Laweyan yang merupakan program dari

pemerintah kota. Program ini bertujuan agar rumah-rumah tua ini diperbaharui biar tidak terlihat kusam dan jadi lebih kinclong. Tapi keluarga Ibu Eni dengan tegas menolak program ini, alasannya; terlalu banyak memori yang tersimpan di setiap kerak rumahnya. “Lha justru yang kusam itu mas jadi kelihatan kuno dan antik, iya toh?” dan saya yang nggak mudeng pun mengangguk perlahan, mengiyakan Ibu Eni. Hooh bu. Satu hal yang unik tentang arsitektur rumah gedong di Laweyan adalah ternyata masing-masing rumah terhubung antara satu dengan yang lain. Rumah-rumah gedong yang kalau dari luar terlihat begitu angkuh ini dihubungkan melalui pintu kecil yang disebut butulan, fungsinya untuk menghubungkan dengan rumah gedong lain yang menempel di sisinya. Bahkan yang lebih ekstrim, antara satu rumah dengan rumah lain ada yang dihubungkan dengan bunker bawah tanah. Menurut saya itu keren sekali. Bunker dan butulan ini dibangun karena dulu pada masa Kiai Haji Samanhudi Laweyan adalah pusat pergerakan, dan Belanda tidak suka melihat sejumlah massa berkumpul dalam stu tempat, maka pertemuan-pertemuan itu dilakukan secara rahasia. Saat ini bunker-bunker itu sudah ditutup, tapi masih ada satu yang tersisa. Sedangkan butulan sendiri masih sering dipakai oleh masyarakat Laweyan untuk berkunjung ke rumah sebelah. *** aya juga menyempatkan diri mengunjungi sejumlah masjid saat berjalan kaki menyusur Laweyan. Di Laweyan dengan mudahnya kita menemukan tiga buah masjid kuno yang menarik. Masjid pertama adalah Masjid Al Ma’moer yang berada di pusat kampung Laweyan. Masjid kedua

S

adalah Masjid Laweyan yang berada di sebelah selatan, dan yang terakhir adalah Langgar Merdeka yang berada di tepi Jalan Radjiman. Masjid Al Ma’moer menjadi strategis karena berada di tengah Kampung Laweyan. Masjid ini sering dikunjungi oleh para keluarga setelah berbelanja sejumlah batik. Hanya berjarak sekitar beberapa ratus meter dari Tugu pusat Kampung Laweyan serta dikelilingi beberapa batik shop. Secara arsitektural Masjid Al Ma’moer ini memang menarik. Saya tidak tahu disebut arsitektur gaya apa, namun tampaknya pengaruh kolonial begitu kuat. Masjid yang didominasi warna hijau tosca ini tampakna dibangun pada tahun 1945, tertera pada sebuah tiang di bagian luar. Saat itu saya tidak bisa masuk ke dalam, tapi menurut saya menara masjid dan tempat wudhunya memiliki bentuk yang unik. Sedangkan Masjid Laweyan berada di sebelah selatan dan berada di seberang sungai Kabanaran. Masjid ini jadi satu kompleks dengan makam Kiai Ageng Henis, seorang ulama yang hidup pada abad ke-15 dan dipercaya sebagai cikal bakal kampung Laweyan. Dari Kiai Ageng Henis inilah dipercaya keturunan raja-raja Saya sempat berkunjung ke kompleks pemakaman tersebut dengan dipandu seorang juru kunci. Saya pun diperkenankan masuk ke kompleks makam dengan melepas alas kaki. Kompleks pemakamannya sendiri terlihat sangat tua, itu bisa dilihat dari jajaran batu nisan kuno yang tersebar di areal pemakaman. Lanskap pohon Nagasari membuat kompleks makam ini terasa teduh. Pohon Nagasari sendiri adalah pohon tua, banyak yang bilang umurnya limaratusan tahun, sudah ada sejak abad 15. Selain makam Kiai

Ageng Henis, beberapa makam ternayata adalah makam raja dan pangeran. Sebaliknya, Langgar Merdeka justru berada di sebelah utara Kampung Laweyan dan berada di pinggir jalan Radjiman. Anda tidak hanya dapat melihat langgar ini dari luar saja, jika beruntung seperti saya, Langgar Merdeka dapat dibuka untuk umum dan Anda dapat masuk ke dalam Langgar. Jika memiliki kesempatan tersebut, jangan lupa ke menaranya dan melihat pemandangan Kampung Laweyan dari atas. Ada satu hal yang menarik, Langgar Merdeka dibangun pada tanggal 7-7-1877 seperti yang tertera pada dinding luar Langgar ini. Saya tidak menyangka ternyata para pendahulu kita telah mengenal nomor cantik! Hehehe. *** iai Haji Samanhudi menjadi sosok yang paling dikenang di kampung ini. Beliau merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia yang juga merupakan pendiri dari Sarekat Dagang Islam. Kampung Laweyan pun pada masanya memiliki peran politik yang cukup besar, mungkin karena kampung ini memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar pada masanya. Dapat dibilang Laweyan, selain identik dengan batik, juga sangat identik dengan sosok Kiai Haji Samanhudi.

K

Jika Anda berjalan kaki menyusuri daerah selatan Kampung Laweyan, setidaknya ada sejumlah tempat yang berkaitan dengan sosok K.H Samanhudi. Sebut saja yang pertama Museum K.H Samanhudi yang terletak di tepi sungai Kabanaran dekat Masjid Laweyan. Sekalipun memiliki bangunan yang cukup besar, tetapi Museum ini

Dapat dibilang Laweyan, selain identik dengan batik, juga sangat identik dengan sosok Kiai Haji Samanhudi.

tidak terlampau besar karena harus berbagi dengan butik Putra Pelangi dan rumah di dalamnya. Informasi mengenai K.H Samanhudi hingga perjalanan politiknya dapat dengan mudah didapatkan di museum ini. Sejumlah foto dan potongan koran lama yang terkait dibingkai sedemikian rupa dan disusun rapi di dinding. Bahkan dapat dilihat sejumlah hal yang terkait dengan batik. Seperti contoh canting batik atau berbagai macam malam yang digunakan membatik. Semuanya disusun rapih di atas mejameja antik. Jika mau, anda bisa berjalan kaki menyebrangi sungai ke selatan untuk menemui sejumlah situs seperti Rumah K.H Samanhudi yang masih tertata rapih jika dilihat dari luar, juga makam K.H Samanhudi yang berada dalam sebuah komplek pemakaman kecil yang sedikit tersembunyi. Tetapi jangan khawatir, Anda akan terbantu dengan sejumlah petunjuk jalan yang mengarah ke makam tersebut. *** ungguh sangat disayangkan jika Anda hanya memarkir mobil di Laweyan untuk sekedar menghabiskan waktu dengan wisata belanja semata. Manfaatkanlah waktu Anda sejenak untuk menyusuri eksotisme bangunan-bangunan tua Laweyan dan lorong-lorong kecil yang menjalar di setiap sudutnya. Istirahatkan diri anda dari sengatan matahari di masjid-masjid tua Kampung Laweyan, juga perdalam wawasan Anda mengenai juragan batik yang paling dikenang di Laweyan, yaitu Kiai Haji Samanhudi.

S

Sisanya, bakar lemak Anda, sehatkan diri Anda, dan buat kaki Anda bahagia! Hehehe. []

Batik Cempaka Batik Cempaka terletak di jalan Setono No. 22 Laweyan. Berlokasi di loronglorong kecil khas peradaban kuno Laweyan menambah keunikan dari gerai batik ini. Produk unggulan dari batik Cempaka adalah batik halus bermotif tradisional solo yang dimodifikasi sesuai perkembangan jaman. Batik berbahan katun, sutra, dan ATBM yang sesuai dengan model-model terkini dapat dijumpai di gerai batik Cempaka. Accessories Pakaian Serambit

Batik Putro Hadi Batik Putro Hadi terletak di jalan Tiga Negeri No. 17 Laweyan. Gerai batik ini mengkhususkan diri pada produk batik sutra bermotif lawasan yang memiliki nilai tambah tersendiri. Tersedia juga batik berbahan katun dengan berbagai motif. Batik katun Batik sutra

Griya Batik Pendapi Griya Batik Pendapi terletak di jalan Sidoluhur No. 38 Laweyan. Gerai batik ini menyediakan produk-produk batik berbagai motif dari bahan katun. Kisaran harga : 35.000 – 100.000

Batik Amelia Batik Amelia terletak di kampung Setono Rt.2/II, Laweyan. Gerai batik ini memiliki ciri khas yakni memproduksi batik kelir dengan motif solo dan kelir pekalongan. Produk-produk ini banyak diminati oleh pasar luar negeri yang diantaranya adalah Singapura dan Myanmar.

: 100.000 – 300.000 : 800.000 – 2.000.000

: 5.000 : 60.000 – 100.000 : 6.000.000

Dewi Collection Dewi Collection terletak di Sayangan Wetan No. 20. Dewi collection merupakan usaha jasa konveksi yang menerima pesanan penjahitan batik berbagai model dan motif.

Batik Lawasan Batik Lawasan terletak di jalan Tiga Negeri No. 10 (B). Gerai batik ini khusus memproduksi barang dari bahan kain perca, atau sisa potongan kain batik yang tidak terpakai. Produk-produknya antara lain bed cover, tas, dan pakaian. Kisaran harga: 50.000 – 100.000

Batik Gres Tenan Batik Gres Tenan terletak di kampung Setono Rt.2/II, Laweyan. Gerai batik ini menyediakan batik berbagai motif baik modern maupun lawasan yang terbuat dari bahan katun, sutra, dan ATBM.

Batik Tjahaja Baru Batik Tjahaja Baru terletak di jalan Tiga Negeri No. 2 Laweyan. Selain memproduksi pakaian jadi, gerai batik ini juga banyak menyediakan handycraft cantik seperti tas, dompet, dan suvenir-suvenir lain.

Kisaran harga : 50.000 – 600.000 Kisaran harga : Puluhan ribu - jutaan rupiah

Batik Merpati Batik Merpati terletak di jalan Sidoluhur No. 56 Laweyan. Ciri khas dari Batik Merpati adalah produk batik dengan motif khas batik merpati. Selain itu, gerai batik ini juga merupakan galeri lukisan yang mempati bangunan tua bersejarah buatan tahun 1832 sehingga pengunjung bisa menikmati lukisan-lukisan sekaligus membeli produknya. Bahan-bahan yang digunakan antara lain katun, dolby dan paris.

Batik Mahkota Batik Mahkota terletak di Sayangan kulon No. 9 Laweyan. Produk unggulan gerai batik ini adalah batik lukis kontemporer yang merupakan kreasi dari seniman-seniman batik. Motif-motif batik yang terdapat di Batik Mahkota bisa merupakan satu-satunya yang ada karena dikerjakan secara manual yakni dengan cara dilukis. Bahan-bahan yang digunakan antara lain katun primisima, katun prima dan belaco.

Batik Putra Laweyan Batik Putra Laweyan Jl.Sidoluhur No. 6 Laweyan. Produk unggulan dari gerai batik ini adalah batik bermotif khusus Laweyan. Bahan-bahan yang digunakan selain katun juga digunakan sutra, dll. Disini juga terdapat café yang menyediakan minuman khas sehingga pengunjung bisa beristirahat sejenak sembari berbelanja.

Gerai batik Laweyan Gerai batik Laweyan terletak di Jl. Sidoluhur No. 9 Laweyan. Gerai batik ini memiliki keunikan tersendiri karena motif yang digunakan didesain sendiri. Bahan yang digunakan kebanyakan berupa katun dan sutera. Disini juga terdapat penyetrikaan batik. Kisaran harga : 50.000 - jutaan rupiah

Kisaran harga : 60.000 - 5.000.000

Kisaran harga : ratusan ribu rupiah Kisaran harga : 50.000-95.000

Batik Santika Batik Santika terletak di jalan Sidoluhur No. 77 Laweyan. Gerai batik ini khusus menyediakan batik dan payet.

Batik dan Payet Catleya Batik Catleya Jl. Sidoluhur No 14. RT.01/I Laweyan. Gerai batik ini menyediakan produk busana batik berbagai model dan motif. Bahanbahan yang digunakan antara lain katun primisima dan katun prima. Disini juga terdapat laundry. Kisaran harga : ratusan ribu rupiah

Batik Kencana Murni Batik Kencana Murni dan Putri Kencana terletak di Jl.Tiga Negeri No. 9 Laweyan. Ciri khas dari gerai batik ini adalah batik yang didesain dengan motif khusus. Bahan- bahan yang digunakan antara lain katun dan sutra. Kisaran harga : puluhan - ratusan ribu rupiah

Batik Ivy Batik Ivy terletak di JL.Sidoluhur No.10 Laweyan. Batik Ivy menyediakan batik berbagai model dan motif dengan bahan katun, shantung, dan dolby. Selain itu, batik Ivy juga menyediakan produk batik turunan lengkap. Terdapat fasilitas lain yakni pengisian pulsa dan cetak foto. Kisaran harga : dibawah 100.000

Batik Merak Manis Batik Merak Manis terletak di Jl.Sidoluhur No. 29 Laweyan. Gerai batik ini memiliki produk unggulan berupa produk batik rumah tangga seperti taplak meja dan seprai. Bahanbahan yang digunakan antara katun, sutera, dan ATBM. Selain itu, Batik Merak Manis juga memproduksi produk garmen.

Batik Nugraha Batik Nugraha terletak di Jl. Sidoluhur No. 78 Laweyan. Ciri khas dari gerai batik ini adalah produk batik kuas dengan motif abstrak dari bahan katun maupun sutera sehingga motifnya terkesan lebih dinamis. Disini terdapat juga usaha penerbitan dan percetakan.

Batik Multi Sari Batik Multi Sari terletak di Sayangan Wetan Laweyan. Batik Multi Sari menyediakan busana batik berbagai model dan motif yang terbuat dari bahan katun.

Batik Pulo Djawa Batik Pulo Djawa memiliki menyediakan batik dengan berbagai model dan motif yang sedang disenangi oleh konsumen saat ini.

Kisaran harga : 50.000-300.000

Kisaran harga : puluhan ribu - jutaan rupiah.

Batik Putri Solo Batik Putri Solo terletak di Sayangan kulon. Batik Putri Solo menyediakan batik berbagai model dan motif dengan bahan katun. Gerai batik ini juga memiliki usaha konveksi. Kisaran harga : menggunakan satuan harga kodian atau eceran

Batik Doyo Hadi Batik Doyo Hadi terletak di Jl. Tiga Negeri No. 5 Laweyan. Produk unggulan gerai batik ini adalah batik dengan motif tradisional Solo yang terbuat dari bahan katun maupun sutera.

Batik Candi Kencana Batik Candi Kencana terletak di Jl. Sidoluhur No. 43 Laweyan. Model dan motif produk gerai batik ini cenderung mengikuti selera pasar sehingga busana-busana yang sedang in dapat dijumpai disini.

Batik Puspa Kencana Batik Puspa Kencana terletak di Jl. Sidoluhur No 75. Laweyan. Keistimewaan dari gerai batik ini adalah produk batik Malaysia sehingga produk-produknya banyak diminati oleh pasar internasional terutama Malaysia. Disini pengunjung juga bisa belajar membuat batik secara langsung.

Batik Sidomukti Batik sidomukti terletak di Jalan Sidoluhur. Batik Gerai batik ini menyediakan produk batik dengan berbagai model dan motif.

Batik Putra Pelangi Batik Putra Pelangi terletak Jl. Tiga negri No. 18 Laweyan. Selain menyediakan busana batik berbagai model dan motif, gerai batik ini juga sekaligus berada di dalam museum Samanhudi sehingga memiliki keunikan tersendiri. Sembari berbelanja, pengunjung dapat menelusuri perjalanan H. Samanhudi dan menikmati minuman ringan karena disana juga terdapat fasilitas mini bar.

Batik Gunawan Design Batik ini terletak di Setono Rt 02/II. No. 28 Laweyan. Selain memiliki showroom yang menyediakan busana batik, gerai batik ini juga memiliki konveksi sendiri sehingga pengunjung dapat memesan produk batik yang diinginkan.

Batik Sidoluhur Batik sidoluhur terletak di Jl. Sidoluhur No 36. Laweyan . Gerai batik ini menyediakan produk busana batik dengan berbagai model dan motif.

Batik Anna Colection Batik anna colection terletak di Jl. Sidoluhur 34 Laweyan. Gerai batik ini menyediakan produk busana batik dengan berbagai model dan motif.

Batik Tjahaja Putra Batik Tjahaja Putra terletak di Jl. Tiga negeri No. 2 Laweyan. Keunikan dari gerai batik ini adalah produk kebaya Malaysia yang jarang ditemukan ditempat lain.

Batik Satrio Luhur Batik satrio luhur terletak di Jl. Sidoluhur No 36. Laweyan . Batik Satrio Luhur menyediakan produk busana batik dengan berbagai model dan motif. Gerai batik ini juga memiliki jasa konveksi.

Batik Molina Batik Molina terletak di jalan Tiga Negeri Laweyan. Produk unggulan gerai batik ini adalah sprei yang terbuat dari bahan katun. Disana juga terdapat busana batik berbagai motif.

Batik Tiga Negeri Batik yang terletak di Setono Laweyan. Produk khas dari gerai ini adalah motif batik pekalongan yang terbuat dari bahan katun maupun sutera . Kisaran Harga : 25.000 – puluhan ribu

Setya Lukisan Batik Setya Lukisan Batik terletak di Setono Laweyan.Gerai batik ini memiliki keunikan yakni khusus memproduksi batik lukis. Selain berupa pakaian, Batik Setya juga memproduksi lukisan batik.

Batik Mbah Zaeni Batik Mbah Zaeni terletak di Jl. Tiga Negeri 119 Laweyan. Batik Mbah Zaeni memproduksi kerajinan batik seperti dompet, sandal dan kipas batik dengan produk unggulan berupa jilbab batik. Batik Mbah Zaeni juga menerima pesanan.

Batik Farhan Batik Farhan terletak di Kramat No. 7 Laweyan. Batik Farhan merupakan usaha konveksi sesuai pesanan. Produk unggulannya adalah hem/kemeja dengan bahan katun. Kisaran harga : mulai sekitar 50.000

Kisaran harga : 40.000-60.000. Kisaran harga : 25.000-puluhan ribu

Batik Dayoni Batik Dayoni terletak di Setono Laweyan. Gerai batik ini menyediakan produk busana batik berbagai model dan motif dari bahan katun dan santung . Kisaran Harga : 40.000- 60.000.

Batik Estu Mulyo Batik Estu Mulyo terletak di Setono No. 117 Laweyan. Selain produk busana batik, gerai batik ini juga khusus memproduksi batik muslim anak dan juga produk fashion yang terbuat dari bahan katun. Showroom menempati bangunan tua berusia 125 tahun sehingga menambah keunikan gerai batik ini. Kisaran harga : Mulai 11.000

Batik Cipta Asri Batik Cipta Asri terletak di Setono, Laweyan. Selain menyediakan produk busasa batik, yang menjadi keunikan dari gerai batik ini adalah produk lukisan batik yang dapat dipajang sebagai penghias interior.

Batik Putra Bengawan Terletak di tengah kampung Laweyan membuat Batik Putra Bengawan sangat mudah untuk ditemukan. Salah satu batik unggulannya adalah batik tenun. Kisaran harga: 25.000-ratusan ribu

M

emang Kampung Laweyan tidak memberikan banyak pilihan wisata kuliner. Kalo ke Solo, mau wisata kuliner, pilihan pertama pasti langsung jatuh ke Galabo, sebuah areal penuh makanan yang hanya buka di malam hari dekat dengan Keraton Surakarta. Tapi jangan khawatir, kami memilihkan beberapa penganan khas yang bisa menjadi oleh-oleh dari Kampung Laweyan. Salah satunya adalah Apem Dudy, makanan ini sudah jadi trademark kalo orang berkunjung ke Laweyan. Apem Dudy sebenarnya biasa saja. Tapi, sungguh, olahan tepung gurih-manis ini dikembangkan dari konsep dasarnya dengan ide yang sangat orisinil, yang kemudian mampu menggoyang lidah. Ahey! Ya, Apem Dudy menawarkan apem dengan aneka topping; keju, coklat, atau durian, tinggal pilih. Teksturnya lembut, tidak seperti apem biasa yang keras dan mengerak di bagian pinggirnya. Simpel tapi orisinilatas dan kelezatannya layak dibanggakan. Hehe. Biasanya banyak tamu dari luar kota memesan Apem Dudy untuk dibawa keesokan harinya, Apem Dudy bisa tahan dua hingga tiga hari lamanya. Cocok untuk oleh-oleh Mungkin saya agak lebay, tapi sejak awal survey ke Laweyan, saya bahkan sudah mupeng sama apem ini. Sayang, waktu pertama mencoba saya hanya kebagian apem biasa karena apem bertoppingnya sudah habis. Hari-hari berikutnya, saya harus bersyukur. karena tidak sekadar bisa jajan disana sepuasnya, saya pun

beruntung bisa mengenal Bapak empunya apem dan keluarganya. Satu biji Apem Dudy dihargai antara seribulimaratus hingga duaribu perak, bergantung toppingnya. Satu hal yang menarik dari Apem Dudy adalah rumah tempat jualannya. Bagian atas dari rumah ini merupakan rumah kayu yang ditata apik dengan berbagai tanaman hias. Manis sekali. Hehe. *** ajanan khas lain yang bisa ditemukan adalah Ledre Laweyan. Ledre merupan jajanan dari campuran beras ketan dan kelapa yang dipanggang di wajan kecil (sejenis cetakan serabi) dan diisi dengan pisang yang telah diblend dengan gula. Bentuk matangnya mirip dengan leker. Rasanya gurih bercampur manis. Makin seruu kalau kena bagian yang agak gosong. Yummy!

J

Makanan ini bisa dijumpai di Laweyan, lebih tepatnya, di jalan Sidoluhur, di antara gerai-gerai batik khas Kampoeng Laweyan. Seorang ibu ramah dengan gerobak hijaunya siap membuatkan ledre untuk Anda disini. Harga sebijinya lumayan ehem, seribuduaratuslimapuluh rupiah. Akan lebih mudah jika membeli empat biji langsung, limaribu rupiah saja. Hehe. Meski terkesan agak mahal, tapi cita rasa yang didapatkan sebanding dengan uang yang dikeluarkan. Jadi, jangan khawatir, jalan kaki di Laweyan akan lebih nikmat sembari makan ledre. []

Navan Satriaji Adalah seorang happy traveler. Mahasiswa FE UGM ini bercitacita untuk menjadi travel writer handal dan menjadi Menteri Budaya dan Pariwisata Republik Indonesia kelak. Di Jogja, dia menjadi aktivis sebuah club traveling yang bernama CLR, kepanjangan dari Community of Lampah-Lampah Rajelas. Selain fotografi, hobi Navan yang lain adalah mengumpulkan video branding pariwisata di seluruh dunia. kotakcoklat89.blogspot.com

Dini Sasmita Wanita cheerful ini sangat mencintai Laweyan dan Apem Dudy. Selama dua bulan ia beserta tim FE UGM melakukan kegiatan KKN di Laweyan. Ia menjadi salah satu desainer peta wisata yang saat ini tersebar di seluruh sudut Laweyan. Sama seperti Navan, ia adalah aktivis club traveling CLR, kepanjangan dari Community of Lampah-Lampah Rajelas. gelangitem.blogspot.com/

Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan Pak Widiarso Tim KKN PPM Universitas Gajah Mada Unit 94 Mas Agus dan Mas Dewa Mas Taufiq Al Makmun dan Mas Yusuf

Ayos Purwoaji

Nuran Wibisono

Mulai jatuh cinta dengan backpacking sejak membaca komik Tintin. Ayos adalah penganut ajaran sesat "never having sex before married". Pria berkacamata dengan muka mesum ini adalah pemuja jazz yang sesekali diiringi dengan dendang dangdut dari OM Pantura, orkes melayu yang ia temui di perjalanan Banyuwangi-Bali. Saat ini dia berusaha keras untuk niat kuliah setelah semester sebelumnya dia sibuk mengejar seorang cewek priyayi cantik.

Memulai backpacking sejak SMP setelah membaca novel Gola Gong yang berjudul Balada si Roy. Nuran menganut filosofi: jika kau menikah, maka kehidupanmu sebagai lelaki berakhir sudah. Bagi Nuran, jika kuliah seenak traveling maka ia akan lulus cepat dengan predikat summa cumlaude. Selain flirting, saat ini aktivitas lain Nuran yang cukup membanggakan adalah menjadi kontributor untuk sebuah situs lifestyle ternama.

hifatlobrain.blogspot.com

nurannuran.wordpress.com

Related Documents

Tour De Laweyan
June 2020 3
Tour
October 2019 63
Tour
June 2020 34
Tour
April 2020 33
Tour
May 2020 24
Tour
July 2020 32

More Documents from ""

Tour De Laweyan
June 2020 3
Bugis - Toraja Tour
December 2019 29
Mapademexico.docx
October 2019 12