Tht.pdf

  • Uploaded by: Dimas Frasesa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tht.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 8,264
  • Pages: 142
Imaging in Otorhinolaryngology Radiography of Sinus Paranasal

• Waters View • Schedel View • Caldwell View • Submentovertical View

Radiography of Temporal Bone

• Schuller • Stenver • Towne

Sumber : K. J. Lee: Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery (IIIrd Ed)

Radiography of Sinus Paranasal Waters View

• Proyeksi terbaik untuk sinus maksilaris • Dapat memperlihatkan sinus sphenoid dan septumnya jika dilakukan dengan membuka mulut

Radiography of Sinus Paranasal Schedel View • Foto cranium AP dan lateral • Dapat memperlihatkan semua sinus paranasal • Pada proyeksi lateral terbaik untuk sinus sphenoid

Radiography of Sinus Paranasal Caldwell View

• Terbaik untuk memperlihatkan sinus frontalis • Beberapa struktur maxillofasial seperti maxilla, mandibula, sutura zygomaticofrontal, dan zygoma

Radiography of Sinus Paranasal Submentovertical View • Sinar x ray melalui basis cranii • Sinus paranasal yang dapat terlihat cukup baik adalah sphenoid, frontalis dan ethmoid

Radiography of Temporal Bone Towne View

• Memperlihatkan struktur apex petrosus, canalis auditorius internus, eminensia arcuata, antrum et processus mastoid • Dipakai pada evaluasi kondisi apical petrositis, acoustic neuroma dan cerebellopontine angle tumor

Radiography of Temporal Bone Stenvers View • Memperlihatkan sebagian mastoid dan telinga dalam (vestibulum, cochlea, canalis semicircularis) • Eksposur ringan akan memperlihatkan struktur mastoid • Eksposur berat memperlihatkan apex petrosus

Radiography of Temporal Bone Schuller View

• Proyeksi lateral dari mastoid dengan angulasi 30 derajat cephalocaudal • Memperlihatkan sebagian besar mastoid dan telinga tengah • Pada evaluasi OMSK, Schuller lebih unggul dibandingkan Stenver dalam menilai kolesteatom

EAR BACK

OTITIS EKSTERNA Otitis Eksterna Furunkulosa (Sirkumskripta) • • • •

Penyebab: Staph. Aureus, Staph. Albus. Terletak di folikel rambut atau gld.sebasea yang tersumbat. Hanya terjadi di 1/3 ext canal (part kartilaginosa) TRAUMA ABRASION / MACERATION  STAPHY. SP (DM)  INFECTION  SPONTANEUS / RECURRENCY

Otitis eksterna difusa (swimmer’s ear) • Penyebab: Pseudomonas (usually), Staph albus, E. Coli. • Mengenai seluruh CAE, menyebabkan penyempitan kanal • Manipulasi liang telinga  hilangnya lapisan lemak muara kelenjar terbuka  resorbsi cairan dari luar  oedem  sekresi kelenjar sebacea & sudorifera   permukaan kulit kering  rasa gatal pada liang telinga  ingin menggaruk & laserasi kulit  mempermudah invasi kuman (Mawson 1974 )

Furunkulosa/Sirkumskripta

Terapi OE

Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium infiltrat diberikan salep ikhtiol atau antibiotik dalam bentuk salep seperti polymixin B atau basitrasin. (PPM Puskesmas)

Difusa

Pada otitis eksterna difus dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Pilihan antibiotika yang dipakai adalah campuran polimiksin B, neomisin, hidrokortison dan anestesi topikal. (PPM Puskesmas)

Kebanyakan furunkel direabsorpsi secara spontan, namun jika dalam 24-48 jam bisulnya belum pecah maka dilakukan insisi dan drainase Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB. Topical antibiotics usually contains boric or acetic acid to decrease pH of the canal neomycin, actives againts gram negative bacteria ex: Proteus sp., Klebsiella sp., and E.coli. polymyxin B or E, active againts Pseudomonas sp., E. coli, and Klebsiella sp. gentamicin, actives againts Pseudomonas sp. newer quinolon preparations of ciprofloxacin and ofloxacin appear to equally efficacious in controlling acute otitis externa

Malignant Otitis Eksterna (Necrotizing OE) •

• • •



Merupakan komplikasi Otitis eksterna bakterial  infeksi menginvasi lebih dalam mengenai katilago, jaringan lunak dan tulang  Selulitis, chondritis, dan osteomyelitis Sering terjadi pada penderita diabetes, usia tua atau imunokompromised 95% kasus disebabkan oleh P.aeruginosa Dapat mengenai saraf kranial terutama nervus VII meskipun dapat juga mengenai nervus kranial yang lain kecuali nervus I, III, IV Kematian  jika terjadi trombosis sinus lateralis





Manifestasi Klinis: – Severe otalgia extend to temporomandibular joint  pain at chewing – Purulent otorrhea – Cranial nerve paralysis, most often facial nerve paralysis Terapi: antibiotik dan debridement agresive – For adults, ciprofloxacin (400 mg intravenously [IV] every 8 hours; 750 mg orally every 12 hours) remains the antibiotic of choice

BACK

Keratosis Obturans Penumpukan epitel skuamous dalam jumlah besar yang susah di keluarkan Sering terjadi pada usia muda Akibat kegagalan migrasi sel epitel ke arah luar Menyebabkan erosi tulang sirkumferensial

Manifestasi Klinis: tuli konduktif, nyeri, liang telinga lebih luas, sekret telinga berkurang Tx: aural drops, campuran dari alkohol/ gliserin dalam H2O2, 3x seminggu

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

BACK

Miringitis Bulosa Infeksi pada membran timpani terkait dengan kejadian OMA, yang dikarakteristikkan dengan onset cepat, nyeri sekali, dan ukuran bula yang bervariasi pada membran timpani dan struktur tulang sekitar kanalis Terjadi pada 5% kasus OMA anak usia di bawah 2 tahun

Penyebab: virus, Mycoplasma, dan bakteria

Bula  cairan serosa dan hemoragic

Tx: Sama dengan terapi OMA tanpa disertai bullae

BACK

Herpes Zooster Oticus The virus stays dormant in the sensory ganglia (geniculate ganglion) & reactivates under conditions of decreased immune competence. The virus causes blisters on the auricle, the EAC, even on the lateral surface of the tympanic membrane.

Involvement of the facial & cochleovestibular nerves  facial palsy, with or without hearing loss & dizziness  Ramsay Hunt syndrome. Mostly self-limiting.

Pharmacologic Treatment • Acyclovir 5x800mg 7-10 hari • Valacyclovir 3x1000mg 7hari

BACK

Cellulitis & Erysipelas of the Auricle CELLULITIS • Penyebab: Staphylococcus or Streptococcus, Pseudomonas (jarang). • Involves the deeper dermis and subcutaneous fat • Clinical manifestation : Skin erythema, edema, warmth • Faktor resiko : Infeksi bakteri aurikula  abrasi, laserasi atau ear piercing • Pilihan antibiotik : Amoxicillin, Clindamycin, Cefadroxil, Dicloxacillin

ERYSIPELAS • Penyebab: group A β-hemolytic Streptococcus • Erysipelas has more distinctive anatomic features than cellulitis; erysipelas lesions are raised above the level of surrounding skin, and there is a clear line of demarcation between involved and uninvolved tissue • Pilihan antibiotik : Penicillin, Amoxicillin, Erythromycin

Perichondritis & Chondritis Perichondritis / chondritis  a bacterial infection of perichondrium or cartilage of the auricle.

Etiologi: inadequately treated auricular cellulitis, acute otitis externa, accidental or surgical trauma, or multiple ear piercing in the scapha. Sign: painful, red, swollen & drains serous - purulent exudates. Extend to the surrounding soft tissues of the face & neck. Usually ear lobe still intact (uninvolved)

The most common pathogen: Pseudomonas sp.

BACK

Auricular Hematoma • • •



Etiologi: Trauma langsung pada auricula anterior dan merupakan cedera fasial yang sering terutama pada pegulat. Trauma mengakibatkan terlepasnya perikondrium dan kartilagonya Hal ini mengakibatkan pecahnya pembuluh darah perikondrium dan terbentuknya hematoma Komplikasi : Terkumpulnya darah di subperichondrial menstimulus timbulnya kartilago baru yang asimetris akibat proses fibrosis (Cauliflower ear)

Pseudokista Terdapat benjolan didaun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga

Manifestasi Klinis : • Biasanya asymptomatic • Rasa tidak nyaman • Tidak ada atau minimal tanda inflamasi

Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan tidak adanya bukti infeksi

Terapi : Insisi drainase diikuti pressure dressing atau compression suture therapy

Cerumen Prop Ear wax  mixture of secretions of the ceruminose & pilosebaseus glands, squames of epithelium, dust & other foreign debris located in the cartilaginous portion of the ears canal. Faktor Risiko • • • • •

1. Dermatitis kronik liang telinga luar 2. Liang telinga sempit 3. Produksi serumen banyak dan kering 4. Adanya benda asing di liang telinga 5. Kebiasaan mengorek telinga

Tanda dan Gejala: • • • • •

Hearing impairment (deafness)  CHL Earache Reflex cough Fullness in the ear Tinitus – vertigo

Penatalaksanaan • Menghindari membersihkan telinga secara berlebihan • Menghindari memasukkan air atau apapun ke dalam telinga • Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. • Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.Apabila dengan cara ini • Serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. • Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.

Indikasi untuk mengeluarkan serumen • Sulit untuk melakukan evaluasi membran timpani • Otitis eksterna • Oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli konduktif.

Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi dari suction

Serumen dianjurkan dikeluarkan setiap 6-12 bulan sekali

Otomycosis Overview • Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur • Mikosis pembengkakan,  pengelupasan epitel superfisial  penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri

Gejala • • • •

Gatal Otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, Kurangnya pendengaran, Rasa penuh pada telinga

Aspergillus niger: Newspaper mass like appearance

Faktor Resiko • • • • • •

Cuaca yang lembab, Ketiadaan serumen, Instrumentasi pada telinga, Olah raga air Status pasien yang immunocompromised , Peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal.

Candida sp : Cotton wool appearance

Pemeriksaan penunjang • Preparat langsung : • skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 %  hifa-hifa lebar, berseptum, dan dapat ditemukan spora-spora kecil. • Pembiakan : • Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu.

Manajemen • Ear toilet • Obat anti jamur topikal • Nystatin  efektif untuk Candida sp. • Miconazole  efektif utk Aspergillus sp. • Asam asetat 2 % dalam alkohol  sebagai keratolytic • Jaga telinga tetap kering dan cegah manuver2 pada telinga

1. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis : Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.

Preaurikular fistule Adanya lubang kecil di depan auricula (crux helix) • Akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II  lubang yang berlanjut sebagai saluran pendek/panjang, dpt sampai kavitas tympani atau faring, dibatasi epitel sehingga dari lubang dapat keluar hasil deskuamasi epitel • Bila lubang tetap terbuka  tidak ada gangguan

Bila lubang tertutup  kista atau abses • Pembengkakan hiperemis, purulent

Pemeriksaan radiologik : Fistulografi Bila terjadi abses, incisi pada lubang, rekurensi tinggi, sehingga harus ekstirpasi.

OTITIS MEDIA

BACK

The presence of inflammation in the middle ear accompanied by the rapid onset of signs and symptoms of an ear infection

BACK

BACK

BACK

Stadium Oklusi

Stadium Hiperemis / Presupuratif

Stadium Supuratif

Stadium Perforasi

Stadium Resolusi

Patofisiologi

Fungsi tuba terganggu, terbentuk tekanan negatif di telinga tengah, memicu terjadinya efusi dan retraksi membran timpani

Patogen masuk ke telinga tengah, terjadi respon inflamasi di telinga tengah

Pus yang terbentuk di telinga tengah semakin banyak sehingga tekanan di telinga tengah meningkat

Tekanan semakin meningkat mengakibatkan rupturnya membran timpani

Fase penyembuhan, penutupan kembali membran timpani

Symptoms



Penurunan pendengaran Sensasi penuh di telinga Tidak ada demam

• •





Nyeri telinga berkurang Anak-anak : lebih tenang Demam berkurang Keluar cairan dari telinga



Membran timpani retraksi, tampak suram Tes penala : Tuli konduktif

Membran timpani tampak hiperemis dan kongesti

Membran timpani tampak perforasi Tampak discharge dari telinga tengah



• •

Signs







Nyeri telinga Penurunan pendengaran Demam tinggi

• •

Nyeri telinga semakin memberat Anak anak: semakin rewel Demam



• •

Membran timpani tampak menonjol (bulging) dan hiperemis







• •

Cairan dari telinga berkurang Penurunan pendengaran

Edem mukosa berkurang Discharge berkurang Perforasi semakin menutup

Terapi

Stadium Oklusi

Stadium Hiperemis / Presupuratif

Stadium Supuratif

Stadium Perforasi

Stadium Resolusi

Perbaiki fungsi tuba : tetes hidung HCl efedrin 0,5-1% (atau oksimetazolin 0,025 – 0,05%)

Antibiotik 10 -14 hari: Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari

Miringotomi (kasus rujukan) dan pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan: Amoxyciline Erythromycine Cotrimoxazole



Sekret tenang  observasi



Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari Antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu

OTITIS MEDIA AKUT Pengobatan Operatif 1. Myringotomy – Insisi kecil melubangi gendang telinga – Fungsi: mengeluarkan cairan dari telinga dalam dan menghilangkan rasa sakit. – Lokasi insisi di kuadran posterior inferior (Buku Ajar THT FK UI)

– Indications : • Suppurative stage: extreme pain, bulging • Impending intracranial complications • Perforated AOM with insufficient drainage • Secretory AOM • Hemotimpanum • Unresolutive AOM

(Bhargava, 2002)

OTITIS MEDIA AKUT 2. Pemasangan Tube Ventilasi (Grommet’s tube) •

Tube ventilasi ini dipasang sifatnya sementara, berlangsung 6 hingga 12 bulan di dalam telinga hingga infeksi telinga bagian tengah membaik dan sampai tuba Eustachi kembali normal.

3. Terapi pembedahan (operatif)  faktor predisposisi (+) -

mungkin dibutuhkan adenoidektomi, tonsilektomi dan mencuci (membersihkan) sinus maksillaris

OTITIS MEDIA AKUT Komplikasi Intra-temporal complications: • • • •

Mastoiditis Petrositis Labyrinthitis Facial nerve paralysis

Intra-cranial complications: • extradural abscess • brain abscess • subdural abscess • sigmoid sinus thrombophlebitis • otic hydrocephalus • meningitis

BACK

Petrositis Inflammation of pneumatized spaces of petrous portion of temporal bone Gradenigo Syndrome (Apical Petrositis) • Lateral rectus palsy (N.abducens palsy) • Otorrhea • Retroorbital, facial pain or headache (Vth cranial nerve irritation)

Mastoiditis Inflammation of the mastoid air cells of the temporal bone

Acute mastoiditis • associated with AOM.

Chronic mastoiditis • most commonly associated with Chronic suppurative otitis media (OMSK) and particularly with cholesteatoma formation

Sign and Symptoms • Fever, otalgia, pain behind ear, swelling, redness, ear discharge

Abses Mastoid

Abses Bezold • Terjadi penjebolan nanah pada ujung bawah dinding medial mastoid • Abses didalam M.Sternocleidomastoideus sehingga terdorong keluar

Abses Citelli • Abses terbentuk dibelakang mastoid sampai ke os occipital

Abses Luc (Meatal) • Pus menjebol dinding antara antrum dan meatus acusticus externa • Pus tampak di CAE

Labyrinthitis Labyrinthitis is an inflammatory disorder of the inner ear, or labyrinth Etiology • Viral • Prenatal : Rubella, CMV • Postnatal : Mumps, measles, varicella zooster • Bacterial • Potential consequence of meningitis or otitis media. Labyrinthitis is the most common complication of otitis media, accounting for 32%

Clinical Presentation • Vertigo • Hearing loss, • Otitis media-induced labyrinthitis: mixed hearing loss • Viral labyrinthitis : SNHL • Tinnitus • Fever • Otalgia • Facial weakness

BACK

Otitis Media Efusi Definisi • Otitis Media Efusi adalah terdapatnya cairan di telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala dari infeksi akut (AAO 2016)

Etiologi • Infeksi saluran napas atas • Spontan karena buruknya fungsi tuba (alergi, barotrauma) • Sekuel dari OMA

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Radang kronis telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya secret dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terusmenerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah

OMSK : OMA + Perforasi memb. tympani > 2 bulan

OMSA : OMA + Perforasi memb. tympani < 2 bulan

Biasanya OMSK akibat campuran bakteri aerob dan anaerob: Aerobic: Pseudomonas aeruginosa, Staph. aureus and epidermidis, proteus species, klebsiella, and E. coli Anaerobic: prevotella and porphyromonas, anaerobic Streptococci, Bacteroides fragilis. P aeruginosa is the most commonly recovered organism from the chronically draining ear. Various researchers over the past few decades have recovered pseudomonads from 48-98% of patients with CSOM.

BACK

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Faktor- faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK: • • • • • • • • • • •

Terapi terlambat diberikan Terapi tidak adekuat Virulensi kuman tinggi, infeksi persisten Daya tahan tubuh pasien rendah, gizi kurang Higiene buruk Gangguan fungsi tubuh oleh ISPA, obstruksi parsial/total → retraksi membrane timpani Perforasi membrane telinga persisten Aerasi telinga tengah/mastoid yang mengalami obstruksi Skuestri atau osteomyelitis Alergi ISPA dengan sepsis atau obstruksi (adenoid, tonsillitis kronis, sinusitis)

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Patophysiology Ekstrinsik, intrinsik

gangguan fungsi tuba

obstruksi

retraksi membrane timpani

jika ada infeksi menjadi eksudat

transudat

resorbsi udara

tekanan negative

OMSA

jika ada faktor risiko, berlangsung lebih dari 2 bulan

OMSK

perforasi

BACK

Safe

Dangerous/Unsafe

Central

Attic or marginal

Frekuensi

Intermiten

Kontinu

Mukus Bau tidak enak Warna Berdarah Volume Hubungan dengan URTI

Mukopurulen/purulen +/Putih/kekuningan Jarang Banyak ↑

Selalu purulent + Kekningan/kecoklatan/kehijauan Bisa ada darah Sedikit Tidak berpengaruh

Polyp

Jarang

Sering

Kolesteatoma

Sangat jarang

Hampir selalu ada

Tuli

Konduksi – ringan sampai sedang

Konduksi atau mix – Ringan sampai berat

Complication

Sangat jarang

Sering

Radiograph mastoid

Seluler or sklerotik

Sklerotik with erosi

Perforasi Discharge

B

ACK

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Prinsip Terapi • OMSK benigna : konservatif atau medikamentosa – Sekret aktif : • Aural toilet H2O2 3% selama 3-5 hari. • Setelah berkurang tetesi antibiotik lokal yang non ototoksik maksimal 2 minggu. • Berikan pula antibiotik oral golongan penisilin, ampisilin, eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima

– Sekret tenang: • Observasi selama 2 bulan • Bila membran timpani belum menutup, dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti

• OMSK maligna : pembedahan – Mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti – Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, dilakukan insisi abses sebelum mastoidektomi – Terapi medikamentosa hanyalah sementara sebelum pembedahan (BUKU AJAR THT FK UI)

Otosclerosis Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah kaki stapes sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik

Terjadi bilateral, perempuan lebih sering, usia 11-45 tahun Penyebab belum dapat dipastikan, beberapa faktor yang mempengaruhi faktor keturunan dan gangguan sirkulasi pada stapes Gejala dan tanda klinis • • • •

Penurunan pendengaran progresif Tinnitus dan Vertigo Membran timpani kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah pada promontorium (Schwarte’s sign) Pasien merasa pendengaran lebih baik pada ruang bising (Paracusis Willisi)

Terapi • Stapedektomi, stapes diganti bahan prostesa • Pemberian Alat Bantu Dengar (ABD)

BACK

Otosclerosis

Aerotitis (Barotrauma) Disebabkan perubahan tekanan telinga tengah menjadi negatif dalam waktu cepat Mukosa tuba bersifat one way ball valve Saat take off  tekanan telinga tengah > lingkungan luar  masih dapat terkompensasi dengan absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah Saat landing  tekanan telinga tengah < lingkungan luar  Retraksi membran timpani & resiko hemotympanum dan efusi

Pencegahan: • Preflight dose of a 12 hour vasoconstricting nasal spray like oxymetazoline • Oral decongestant • Gum chewing while landing

BACK

Pemeriksaan Pendengaran 1. Sound resources  receiver organ 2. Physical energy conversion  nerve impuls 3. Nerve impuls  hearing cortex

Objektif • Audiometri Impedans • OAE (Otoacoustic Emission) • BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)

Subjektif • Tes Bisik • Tes Garpu Tala • Audiometri Nada Murni • Audiometri Nada Tutur

BACK

Tes Pendengaran Objektif Audiometri Impedans • Terdiri dari pemeriksaan fungsi 3 komponen : Timpanometri, Refleks stapedius, Tuba Eustachius

OAE (Otoacoustic Emissions) • Tes ini mendeteksi getaran yang dihasilkan oleh sel rambut luar saat distimulus oleh suara • Sering dipakai untuk screening pendengaran pada bayi baru lahir

BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry • Menggunakan elektroda yang dipasang di kepala, tes ini mendeteksi fungsi koklea dan jalur sensoris di otak (brain pathway) • Pasien diperiksa saat sedang tenang atau tidur • Dapat digunakan juga untuk screening bayi baru lahir

PTeesmPeernikdseanagnaPraenndSeunbgjeakratinf Tes Bisik (Whispered Voice Test)

Tes Garputala

Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry)

Suara berbisik, setengah ekspirasi, pemeriksa mengucapkan materi tes. Telinga tidak diperiksa ditutup & pasien tidak melihat bibir pemeriksa (pemeriksa berdiri sekitar 0.6m dibelakang pasien) Syarat : 1.Ruangan cukup sepi, kebisingan maksimal 40 dB. 2. Ruangan cukup lebar, jarak 6 meter. 3. Materi tes disiapkan, diusahakan memakai perkataan yang digunakan sehari-hari. 4. Pemeriksa harus terlatih mengucapkan materi tes.

BACK

PTeesmPeernikdseanagnaPraenndSeunbgjeakratinf Tes Bisik (Whispered Voice Test)

TES RINNE

Tes Garputala

TES WEBER Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry)

BACK

TES SCHWABACH

Garpu tala 512 HZ!!!

TES TUJUAN

RINNE

WEBER

SCHWABACH

AC VS BC

BC Ka VS Ki

BC Px VS Pasn

PTeesmPeernikdseanagnaPraenndSeunbgjeakratinf Tes Bisik (Whispered Voice Test)

Tes Garputala

Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry)

BACK

Audiogram • • •





Tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri Hantaran udara (Air Conduction = AC) – Kanan = O – Kiri = X Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) – Kanan = C – Kiri = ‫כ‬ Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri

Audiogram Normal (Telinga Kanan) : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap

Tuli Konduktif BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat air-bone gap

Tuli sensori neural AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada airbone gap Tuli Campur BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat airbone gap Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.

PTeesmPeernikdseanagnaPraenndSeunbgjeakratinf Tes Bisik (Whispered Voice Test)

Tes Garputala

• •

Kata-kata  sumber bunyi Kegunaan : 1. 2.

Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry)

3. 4.

Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry)





BACK

Mengetahui jenis & derajat ketulian Mengetahui lokasi kerusakan rantai pendengaran Mengetahui kenaikan ambang pendengaran post-timpanoplasti Untuk pemilihan hearing aid

SRT Speech Reception Threshold  menirukan secara betul kata-kata yang disajikan sebanyak 50%. SDS Speech Discrimination Score  Diperoleh dg ↑ intensitas antara 25 – 40 dB diatas titik SRT  menirukan jumlah kata disajikan antara 90 – 100%.

PB List Speech Audiometry

Tuli Sensorineural Koklea Gejala klinis • Penurunan pendengaran progresif, simetris • Tinnitus nada tinggi • Pasien dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila diucapkan dengan latar belakang bising (Cocktail party deafness) • Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga (recruitment)

Diagnosis • Tes penala didapat tuli sensorineural • Pemeriksaan audiometri nada murni didapat hasil tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris • Pemeriksaan audiometri nada tutur menunjukkan gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination)

PRESBIKUSIS •Tuli sensorineural •Usia > 65 tahun •Bilateral •Akibat proses degenerasi

NOISE INDUCED HEARING LOSS •Akibat pajanan bising yang cukup keras dalam waktu yang cukup lama •Pemeriksaan audiometri nada murni didapat tuli sensori neural pada frekuensi 3000-6000 Hz, terberat pada 4000 Hz •Pencegahan dengan mengusahakan bising < 85dB

BACK

Presbycusis

• Gradually slopping downward pattern BACK

Noise Induced Hearing Loss

• “Noise notch” at 4000 Hz BACK

Ototoxic Drug Kerusakan yang ditimbulkan • •



Degenerasi stria vaskularis Terjadi pada hampir semua obat ototoksik Degenerasi sel epitel sensori pada organon corti dan labirin vestibular. Pada penggunaan aminoglikosida Degenerasi sel ganglion Sekunder akibat degenerasi sel epitel sensori

Aminoglikosida

(Streptomisin, Neomisin, Kanamisin Gentamisin)

Eritromisin

Loop Diuretic (Furosemide, bumetanide, ethycrinic acid) Anti Malaria (Kina dan Klorokuin)

Anti inflamasi (Salisilat dan aspirin)

Anti Tumor

(Cisplatin Karboplatin)

BACK

Vertigo Vertigo adalah perasaan penderita merasa dirinya atau dunia berputar Otologi • 24-61% kasus • Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) • Meniere Desease • Parese N VIII Uni/bilateral • Otitis Media

Neurologik

Interna

• 23-30% kasus • Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum • Ataksia karena neuropati • Gangguan visus • Gangguan serebelum • Gangguan sirkulasi LCS • Multiple sklerosis • Malformasi Chiari • Vertigo servikal

• +/- 33% karena gangguan kardio vaskuler • tekanan darah • Aritmia kordis • Penyakit koroner • Infeksi • < glikemia • Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,

Psikiatri • > 50% kasus • Klinik dan laboratorik : dbn • Depresi • Fobia • Anxietas • Psikosomatik

Fisiologi • Melihat dari ketinggian

BACK

Jenis Vertigo Gejala

Vertigo Perifer

Vertigo Sentral

Onset

Mendadak

Tersembunyi

Intensitas

Berat

Ringan -Sedang

Munculnya

Episodik

Konstan

Durasi

Singkat

Panjang

Eksaserbasi posisi

Berat

Ringan

Nistagmus

Horizontal atau torsional

Vertikal, horizontal, torsional

Romberg- test mata • Terbuka • Tertutup

Normal Abnormal

Abnormal Abnormal

Gejala Neurologis

Jarang

Sering

Vertigo perifer

BPPV KRITERIA DIAGNOSIS BPPV: a. Recurrent vestibuler vertigo b. Duration of attack always < 1 minute c. Symptoms invariably provoked by the following changes of head position: - lying down or - turning over in the supine position - or at least 2 of the following manouvres: - reclining the head - rising up from supine position - bending forward d. Not attributable to another disorder

(Brevern et al., 2007)

BBPPPPVV Comparison of two pathophysiological theories for BPPV Theory Cupulolithiasis Canalithiasis Originator

Schuknecht, 1969

Hall,et al.,1979

Location of lesion

Posterior semicircular canal (PSC)

PSC

Proposed pathophysiology

Cupulolithiasis (basophilic densities adhered to the PSC cupula) alter the specific gravity of the cupula making it sensitive to gravitational changes

Canalith (free-floating psc endolympathic densities) create a hydrodynamic drag which displaces & stimulates the cupula

Supportive evidence

1. Histological observation of 1. Operative observation of freecupular basophilic densities floating endolymphatic 2. Reports of positive responses densities to physical treatment inspired 2. Reports of positive responses by this pathophysical theory to physical treatment inspired by this pathophysical theory (Velde, 1999)

DIX-HALLPIKE MANEUVER D I A G N O S I S

a. Reclined head hanging 45 degree turn

b. Rotate 45 degrees contralateral

EPLEY

d.Keep head turn and to sitting e.Turn forward chin down 20 degrees

c. Head and body rotated to 135 degrees from supine

SEMONT

BRANDT & DAROFF EXCERCISES

Meniere disease Disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum

Trias Meniere : • Vertigo (Periodik yang semakin mereda pada serangan berikutnya) • Tinnitus • Tuli sensorineural terutama nada rendah

Px penunjang : Tes Gliserin  Pasien diberi minuman gliserin 1,2cc/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa ulang, bila menunjukan perbaikan bermakna menunjukan adanya hidrops endolimfa Terapi : Simtomatik vertigo, diuretik, pengaturan diet (hindari garam, coklat, kafein)

Terapi Simptomatik Vertigo Pengobatan simptomatik vertigo : •

• • •

• • •

Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr. Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg. Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG) Campuran obat-obat di atas.

Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) : •

Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr

NOSE

Rhinitis Alergi • Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik terkait. (Von Pirquet, 1986) • Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE. (WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2007)

BACK

Dikategorikan berdasar munculnya gejala:  Seasonal Allergic Rhinitis (SAR)/hay fever, polinosis/rino konjungtivitis: gejalanya muncul krn trigger yang musiman, biasanya pada negara 4 musim. Alergen: serbuk sari, spora jamur  Perennial Allergic Rhinitis (PAR): gejala muncul hampir sepanjang tahun. Alergen yang sering inhalan (indoor atau outdoor) dan alergen ingestan

BACK

Etiologi Rhinitis Alergi Rhinitis alergi merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 yang terjadi akibat paparan alergen. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

Alergen inhalan

• masuk bersama dengan udara pernapasan • misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, dan bulu binatang serta jamur.

Alergen ingestan

• masuk ke saluran cerna berupa makanan seperti susu, telur, coklat, ikan, udang.

Alergen injektan Alergen kontaktan

• masuk melalui suntikan atau tusukan

• masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misal bahan kosmetik atau perhiasan

Diagnostic of Allergic Rhinitis Symptoms suggestive of allergic rhinitis

2 or more of the following symptoms for >1 h on most days Watery rhinorhea Sneezing espicially paroxysmal Nasal Obstruction Nasal pruritus Conjunctivitis

Classify and assess severity

Symptoms usually not associated with allergic rhinitis

Unilateral symptoms Nasal obstruction without other symptoms Mucopurulent rhinorhea Posterior rhinorhea with thick mucus and no anterior rhinorhea Pain Recurrent epistaxis Anosmia

Refer the patient

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

• Rhinoskopi anterior: mukosa edem, basah, livid, sekret encer yang banyak • Gejala spesifik pada anak:

– Allergic shinner: stasis vena o/k obstruksi hidung – Allergic sallute: gerakan gosok hidung – Allergic crease: garis melintang dorsum nasi 1/3 bawah – Facies adenoid: karena mulut sering terbuka – Cobblestone appearance: dinding post faring granuler dan edema – Geographic tongue

Pemeriksaan Penunjang

Allergic Shiner

Facies adenoid

Cobblestone Appearance

Geographic tongue

Allergic Salute

Allergic Crease

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung,

• berguna sebagai pelengkap. Jika ditemukan eosinofil meningkat, menunjukan kemungkinan alergen berasal dari alergen inhalan.

Hitung eosinofil darah tepi,

• dapat normal atau meningkat

Pemeriksaan IgE total

• dengan metode prist-paper radio immunosorbent test, RAST, atau ELISA.

Uji kulit

• uji intrakutan tunggal atau serial (Skin End-Point Titration/SET), uji cukit (prick test) • uji tempel (patch test). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungannya adalah selain menentukan alergen penyebab juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi.

BACK

BACK

Medikamentosa 1. H1-antagonist, generasi 2:

• - Cetirizine 10mg, 1x1 • - Loratadine 10mg, 1x1

2. Decongestant

• Nasal: Phenylephrine 0,5% 4x2 tetes/hari (max 3-4 hari) • Sistemik: Pseudoepehdrine 60mg, 2x1

3. Steroid

4. Leukotriene inhibitor

• - Fluticasone spray • - Mometasone spray

• - Zafirlukast

BACK

Rhinitis non alergi

Rinitis non alergi digunakan untuk semua penyakit hidung dengan gambaran obstruksi, hipersekresi dan hiperiritabel yang tidak mempunyai etiologi alergi dan bersifat kronik

Rhinitis non alergi Rhinitis gustatory • Rhinitis terkait makanan. Minuman beralkohol dapat menyebabkan rinitis karena efek langsung dilatasi pembuluh darah hidung. Makanan yang pedas dapat mengakibatkan rinore profus melalui mekanisme vagal.

Rhinitis vasomotor (idiopathic)

• Keluhan utama pasien hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien. Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya asap rokok. • Dibagi menjadi tipe runner, sneezer, dan blocker

Rhinitis hormonal • Penyebabnya meliputi hypotiroid (myxedema), naiknya hormon esterogen pada kehamilan, pemakaian kontrasepsi oral dan siklus menstruasi. • Estrogen terbukti meningkatkan asam hyaluronat yg membuat edema dan nasal congestion

Non-allergic rhinitis with eosinophilia (NARES)

• Secara klinis sangat serupa dengan Rinitis alergi. • Gejalanya berupa rinore yang kronik, hidung gatal dan bersin. • Pada pemeriksaan swab mukosa hidung banyak eosinofil. Tes alergi hasilnya negatif. • Penyebabnya diduga berhubungan dengan intoleransi aspirin.

Rhinitis Medikamentosa • Rinitis karena obat dapat karena pemakaian obat sistemik dan topikal. • Pemakaian obat sistemik yang paling sering adalah obat antihipertensi seperti reserpin metildopa, beta bloker, ACE-I. • Obat-obat topikal adalah cocain, nasal dekongestan.

Rhinitis Atrophy

• Rinitis atropi atau rinitis sicca ditandai adanya atropi mukosa septum, konka, dinding lateral rongga hidung. • Rinitis atropi dg ozaena ditandai adanya krusta yg tebal berbau. Yang tanpa ozaena akan tampak mukosa atropi dfan kering

Rhinosinusitis • Sinus paranasal adalah ruang berisi udara di dalam cranium yang terhubung dengan cavitas nasal. • Rinosinusitis adalah peradangan simtomatis mukosa sinus paranasal & mukosa hidung (Clinical Practice Guideline Adult Sinusitis AAO 2015)

BACK

Rhinosinusitis

Akut

≤4 minggu

Subakut

4-12 minggu

Kronis

≥12 minggu

S. Pneumonia (30-50%), H. Influenzae (20-40%), M. Catarrhalis S. Aureus (40%), P. Aeruginosa (10-25%), K. Pneumoniae, P. Mirabilis,

Rekuren

≥4x/tahun, setiap episode ≥7-10 hari, ada periode sembuh sempurna

Kronik eksaserbasi akut

Perburukan RSK, namun kembali ke baseline setelah terapi

Patofisiologi Edema

ostium KOM tersumbat dan cilia tidak dapat bergerak

tekanan negatif

RSA non bakterial

bisa self-limiting

transudasi serosa

Bila menetap

pertumbuhan bakteri

RSA bakterial

Gangguan patensi ostiumostium sinus dan mucociliary clearance

hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista

terapi antibiotik

tidak berhasil

mukosa makin bengkak

inflamasi, hipoksia, bakteri anaerob, faktor predisposisi

BACK

Acute Rhinosinusitis • Rinosinusitis akut ditegakan jika terdapat sekret nasal purulen yang disertai dengan obstruksi nasal, gejala nyeri/sensasi penuh pada wajah atau keduanya dalam kurun waktu 4 minggu

BACK

Chronic Rhinosinusitis • Dalam jangka waktu 12 minggu atau lebih terdapat 2 atau lebih tanda berikut – – – –

Discharge nasal purulen Obstruksi nasal Nyeri atau sensasi penuh di wajah Menurunnya fungsi penghidu

• DAN terdapat minimal satu dokumentasi tanda inflamasi dari pemeriksaan – Mucus purulen atau edema pada meatus media/regio ethmoid anterior – Polip di cavum nasi atau meatus media – Gambaran radiologis yang menunjukkan inflamasi dari sinus paranasal • - CT scan: mucosal thickening, bone changes, air-fluid levels • - Plain sinus Xray: air-fluid levels atau >5 mm opasifikasi pada ≥ 1 sinus

BACK

CT Scan Coronal Water’s View

XRay

Treatment

Epistaksis Epistaksis anterior • Perdarahan dari arteri eithmoidalis anterior atau pleksus kisselbach • Biasanya diawali oleh trauma atau infeksi • Penanganan awal berupa penekanan digital selama 1015 menit. Jika perdarahan terlihat dapat dikauter • Jika masih berdarah dapat ditampon anterior 2x24 jam

Epistaksis posterior • Perdarahan dimulai dari arteri ethmoidalis posterior atau arteri sphenopalatina • Mempengaruhi pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis • Terapi: aplikasi tampon belloq/posterior selama 2-3 hari.

Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam

KDI MANTAP

Polip Hidung Massa lunak dan berwarna putih/ keabu-abuan yang terdapat pada rongga hidung. Bertangkai dengan permukaan licin.

Epidemiologi • Biasanya timbul di dewasa usia >20 thn dan lebih sering di usia > 40 thn • menyerang pria 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita

Berasal dari kompleks ostio-meatal di meatus media dan sinus ethmoid Polip koana • tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring • Berasal dari sinus maxillaris • Disebut juga polip antro-koana

BACK

Etiologi Polip Hidung Inflamasi kronik : Sinusitis Kronis, Rhinitis allergi, Asma Fibrosis Kistik Predisposisi genetik Disfungsi saraf autonom Intoleransi alkohol

Intoleransi aspirin Edema  Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung

“Chronic inflammation causes a reactive hyperplasia of the intranasal mucosal membrane, which results in the formation of polyps. The precise mechanism of polyp formation is incompletely understood.” BACK -

Polip Hidung Anamnesis – Gejala Utama

• Hidung tersumbat • Rinore (dari jernih sampai purulen) • Hiposmia / Anosmia • Nyeri pada hidung • Sakit kepala

– Gejala Sekunder • • • • •

Bernafas melalui mulut Suara sengau Halitosis Gangguan tidur Penurunan kualitas hidup

Pemeriksaan Fisik • Rhinoskopi anterior  massa berwarna pucat, berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan

Stadium polip(Mackay dan Lund ;1997) • Stadium 1 polip masih terbatas di meatus medius • Stadium 2  polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung • Stadium 3  polip yang masif

Pemeriksaan Penunjang • Naso-Endoskopi • Foto polos SPN (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) • CT Scan SPN

BACK

Tatalaksana Polip Hidung • Medikamentosa – Kortikosteroid • Intranasal rather than oral corticosteroids should be used as first-line treatment. Multiple randomized trials have found that fluticasone (200 mcg bid), budesonide (200 mcg twice daily), and mometasone (280 mcg daily) are superior

– Antileukotriene – Antiallergi – Daily lavage of the sinuses

• Operasi

– Indikasi: anak dengan multipel , benign polip nasi atau rhinosinustitis kronis yang tidak membaik dengan terapi medis maximum

– Polipektomi

• Etmoidektomi intranasal/ekstranasal  polip etmoid • Operasi Caldwell-Luc  sinus maxilla

– ESS (Endoscopic sinus surgery)

• Melebarkan celah di meatus media  rekurensi berkurang

BACK

Polip Hidung Komplikasi • Polip antro-koana – Obstructive sleep apnea – Chronic mouth breathing

Prognosis • Cenderung berulang setelah operasi (jika polip multiple) – pada informed consent perlu memberitahu pasien tentang kemungkinan polip berulang setelah operasi

BACK

Nasal Foreign Bodies • Intranasal foreign bodies (FBs) occur most commonly in young children and consist of a variety of inorganic and organic objects.

Nasal Foreign Bodies CLINICAL MANIFESTATIONS • History of nasal FB insertion without symptoms (71 to 88 percent) • Unilateral mucopurulent nasal discharge (17 to 24 percent) • Foul odor (9 percent) • Epistaxis (3 to 6 percent) • Nasal obstruction (1 to 3 percent) • Mouth breathing (2 percent)

THROAT

Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer

Cincin waldeyer: • • • •

tonsil pharyngeal (adenoid) tonsil palatina (faucial) tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil)

Rute penyebaran infeksi: airborne droplets, kontak langsung

Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak

BACK

Adenovirus, rhinovirus, reovirus, respiratory syncytial virus (RSV), and the influenza and parainfluenza virusesEpstein-Barr Virus, Hemofillus infulenza, Coxschakie

Klasifikasi Viral

GABHS Akut Bakterial

Fungal Tonsilitis

Other bacteria

Treponema vincentii and Spirochaeta denticulata (Vincent angina), Corynebacterium diphtheriae,

Candida albicans

7 or more episodes of tonsillitis in 1 year

Rekuren akut

Consider surgery

5 episodes/y for 2 consecutive years 3 episodes/y for 3 consecutive years

Kronis

BACK

Tonsilitis akut

• penularan mikroorganisme melalui droplet  menginfiltrasi lapisan epitel jaringan tonsil  epitel terkikis  reaksi dari jaringan limfoid superfisial  reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear  terbentuk detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas)  mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning

Tonsilitis kronis

• Jika proses radang ini berulang  epitel mukosa dan jaringan limfoid akan terkikis  jaringan parut pengerutan sehingga kripta tertarik dan melebar  drainase kripta menjadi kurang baik  retensi debris sel  menembus kapsul tonsi  perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris.

BACK

Tonsilitis Viral Gejala yang tampak seperti common cold + nyeri tenggorok

Demam, nyeri menelan, sakit tenggorokan, oropharynx hiperemis, biasanya tanpa eksudat Coxsackie virus result in herpangina, which presents as ulcerative vesicles over the tonsils, posterior pharynx, and palate Consider infectious mononucleosis due to EBV in an adolescent or younger child with acute tonsillitis, particularly when it is accompanied by tender cervical, axillary, and/or inguinal nodes; splenomegaly; severe lethargy and malaise; and low-grade fever. A gray membrane may cover tonsils that are inflamed from an EBV infection. This membrane can be removed without bleeding.

BACK

Tonsilitis Fungal Oropharyngeal candidiasis (thrush) often presents in • immunocompromised patients or • in patients who have undergone prolonged treatment with antibiotics.

On exam: • White cottage-cheese-like plaques over the pharyngeal mucosa • Plaques bleed if removed with a tongue depressor

BACK

Tonsilitis Bakterial • GABHS – most common and important pathogen causing acute bacterial pharyngotonsillitis – most commonly presents in children aged 5–6 – characterized by fever, dry sore throat, cervical adenopathy, dysphagia, otalgia (referred pain from n.IX) and odynophagia. The tonsils and pharyngeal mucosa are erythematous and may be covered with purulent exudate; the tongue may also become red ("strawberry tongue") – Bentuk detritus: • Jelas  tonsilitis folikularis • Bercak detritus menjadi satu, membentuk alur  tonsilitis lakunaris • Melebar membentuk pseudomembrane

BACK

Patients with all four of the classic symptoms of Group A Streptococcal pharyngitis:

1. pharyngeal or tonsillar exudate 2. swollen anterior cervical nodes 3. a history of a fever greater than 38°C 4. absence of cough  a 44% chance that they will not have Group A Streptococcal pharyngitis. BACK

Tonsilitis difteri • Disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diphteriae. • Gejala: kenaikan suhu subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. • Pemeriksaan fisik: Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang melekat erat dengan dasarnya, mudah berdarah, infeksi yang menjalar ke kelenjar limfe bull neck (+)

• Terapi

• Anti difteri serum 20.000100.000 unit • Antibiotik Penicillin atau Eritromisin 25-50 mg/kg dibagi 3 dosis selama 14 hari • Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/ hari • Pengobatan simptomatis (antipiretik) • Isolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu

BACK

Tonsilitis kronis • Defined by persistent sore throat, anorexia, dysphagia, and pharyngotonsillar erythema. • It is also characterized by the presence of malodorous tonsillar concretions and the enlargement of jugulodigastric lymph nodes. • The organisms involved are usually both aerobic and anaerobic mixed flora, with a predominance of streptococci.

• Pada tonsilitis kronis, permukaan tonsil tampak tidak rata, tampak pelebaran kripta, dan beberapa kripta dapat terisi oleh detritus.

BACK

Grading Grading disusun berdasarkan rasio tonsil terhadap jarak antar arcus palatoglosus. Grading pembesaran tonsil adalah:

Indikasi Tonsillectomy Obstruksi • Hiperplasia tonsil dengan obstruksi. • Gangguan bernafas saat tidur. • Obstructive sleep apnea syndrome • Upper airway resistance syndrome • Obstructive hypoventilation syndrome • Gagal tumbuh • Cor pulmonale • Abnormalitas menelan • Abnormalitas berbicara • Abnormalitas orofacial/dental • Gangguan limfoproliferatif

Infeksi • Tonsilitis rekuren/kronis • Tonsilitis dengan : • Abses nodus cervical • Obstruksi jalan nafas akut • Penyakit jantung katup • Tonsilitis persisten dengan : • Sore throat persisten • Nodus cervical yang nyeri • Halitosis • Tonsilolithiasis • Status karier streptococcal yang tidak responsif terhadap terapi medis pada anak-anak atau keluarga yang beresiko • Abses peritonsial yang tidak responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan tonsilitis rekuren atau abses rekuren

Neoplasma • Tersangka neoplasma baik benigna ataupun maligna

Kontraindikasi Tonsillectomy • Diskrasia darah • Tonus otot yang lemah

Sumber : Modul Perhati-KL

Infiltrat Peritonsil Infiltrat peritonsil merupakan satu tahap sebelum terjadinya abses. Namun pada infiltrate jumlah pus belum banyak dan terlokalisir sehingga tidak ditemukan fluktuasi. Komplikasi dari tonsilitis yang tidak diobati dengan sempurna. Pada daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar sehingga bisa terjadi penjalaran pus. Keluhan: nyeri menelan, trismus, hipersalivasi. Pada pemeriksaan fisik terlihat: palatum mole membengkak dan uvula bergeser Terapi: antibiotik, obat kumur dan obat simptomatik.

BACK

Abses Peritonsiler Kumpulan pus di belakang tonsil palatina. Nama lain dari abses ini adalah abses quinsy SIMPTOM

SIGN

Demam

Palatum molle edematous, hiperemis; deviasi uvula ke sisi kontralateral; pembesaran tonsil

Malaise

Trismus

Nyeri tengorrokan (lebih pada satu sisi)

Drooling

Dysphagia

Hot potato voice

Otalgia (ipsilateral

Halitosis Cervical lymphadenitis

Abses Peritonsiler DIAGNOSIS • Dibuat melalu anamnesis dan pemeriksaan fisik

PEMERIKSAAN PENUNJANG • Aspirasi dengan jarum – pus mengkonfirmasi diagnosis • Intraoral USG – cellulitis VS abses (Steyer, 2002) Pasien dengan PTA dextra • Suspek penyebaran infeksi selain peritonsiler / komplikasi leher lateral = CT/MRI diindikasi Tonsil displaced ke inferior dan

medial + deviasi kontralateral uvula (Gallioto, 2008)

Abses Peritonsiler TATALAKSANA • Pilihan Antibiotik Drainage

Antibiotics

Supportive (hydration dan kontrol nyeri)

BACK

Angina Ludwig • •

Infeksi ruang submandibula Ditandai dengan pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang submandibular yang mencakup jaringan yang menutupi otot2 antara laring dan dasar mulut.



Peradangan  kekerasan berlebihan jar. dasar mulut  mendorong lidah ke atas dan belakang  obstruksi jalan napas



Penyebab:

• Gejala: • • • • • •

Demam Nyeri tenggorokan Pembengkakan Drooling Trismus Terjadi secara bilateral

– Infeksi gigi molar, premolar – Tindik lidah  peradangan kelenjar limfe servikal

BACK

Laryngopharyngeal Reflux (LPR) Laryngopharyngeal reflux (LPR) is the retrograde movement of gastric contents (acid and enzymes such as pepsin) into the laryngopharynx leading to symptoms referable to the larynx/hypopharynx GERD involves lower esophageal sphincter dysfunction LPR involves both upper and lower esophageal sphincter dysfunction Until recently, LPR often considered to be underdiagnosed/under-treated Koufman (1991, 2000) reports • LPR present in 4-10% of attendees of otolaryngology clinic (Koufman, 1991) • LPR present in 55% of patients with hoarseness (Koufman, 2000)

Clinical Manifestation • Dysphonia or hoarseness • Cough • Globus • Throat clearing • Dysphagia

Laryngopharyngeal Reflux (LPR) REFLUX SYMPTOM INDEX (RSI)

A score > 13 indicates LPR

Laryngopharyngeal Reflux (LPR) REFLUX FINDING SCORE(RFS)

A score > 7 indicates LPR

GERD vs LPR GERD

LPR

Heartburn and/or regurgitation

YES

NO (minimal)

Hoarseness, dysphagia, globus, throat clearing, cough etc

NO

YES

Endoscopic esophagitis

YES

NO

Laryngeal inflammation

NO

YES

Reflux on supine (nocturnal)

YES

Sometimes

Sometimes

YES

Reflux on upright (awake)

Clinical Management LPR

Laryngitis Inflammation of the larynx

Sign and Symptoms

Causes:

• An unnatural change of voice is usually the most prominent symptom. • Volume is typically greatly decreased (sometimes aphonia) • Hoarseness • A sensation of tickling, rawness, and a constant urge to clear the throat may occur. • Symptoms vary with the severity of the inflammation. • Fever, malaise, dysphagia, and throat pain may occur in more severe infections. • Laryngeal edema, although rare, may cause stridor and dyspnea.

• Most commonly due to to a viral infection (viral laryngitis). • Coughing-induced laryngitis may also occur in bronchitis, pneumonia, influenza, pertussis, measles, and diphtheria. • Excessive use of the voice (especially with loud speaking or singing) • Allergic reactions • Gastroesophageal reflux • Bulimia • Inhalation of irritating substances (eg, cigarette smoke or certain aerosolized drugs) can cause acute or chronic laryngitis. • Drugs can induce laryngeal edema, for example, as a side effect of ACE inhibitors. • Bacterial laryngitis is extremely rare.

BACK

Laryngitis

• • • •

Diagnosis

Treatment

Clinical evaluation Sometimes direct or indirect laryngoscopy Diagnosis is based on symptoms. Indirect or direct flexible laryngoscopy is recommended for symptoms persisting > 3 wk • Findings include mild to marked erythema of the mucous membrane, which may also be edematous. • With reflux, there is swelling of the inner lining of the larynx and redness of the vocal cords that extends above and below the edges of the back part of the cords. If a pseudomembrane is present, diphtheria is suspected.

• Symptomatic treatment (eg, cough suppressants, voice rest, steam inhalations) • No specific treatment is available for viral laryngitis. • Cough suppressants, voice rest, and steam inhalations relieve symptoms and promote resolution of acute laryngitis. • Smoking cessation and treatment of acute or chronic bronchitis may relieve laryngitis. • Depending on the presumed cause, specific treatments to control gastroesophageal reflux, bulimia, or druginduced laryngitis may be beneficial.

BACK

Laringomalasia Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana kartilago epiglotis lemah Kelemahan epiglotis akan menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan nafas berbunyi/stridor terutama saat berbaring, no feeding intolerance, biasanya remisi usia 2 tahun Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk omega Bila sumbatan semakin hebat maka dapat dilakukan intubasi

BACK

Epiglotitis akut

Akibat Hib

Onset rapid, sorethroat, odynophagia/dysphagia, muffled voice/hot potato voice, adanya preceeding ISPA Tripod position, drolling, stridor (late finding), cervical adenopathy X ray : thumb sign

BACK

Nodul Pita Suara/Vocal nodule Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penggunaan suara dalam waktu lama, mis. pada seorang guru, penyanyi dan sebagainaya. Keluhan: suara parau, batuk. Pemeriksaan fisik: nodul pita suara, sebesar kacang hijau berwarna keputihan. Predileksi di sepertiga anterior pita suara dan sepertiga medial. Nodul biasanya bilateral. Pengobatan: • Istirahat bicara dan voice therapy. • Bedah mikro - dilakukan bila dicurigai adanya keganasan atau lesi fibrotik

1

Massa lain pada pita suara • Polip pita suara (1): lesi bertangkai pada seprtiga anterior, sepertiga tengah atau seluruh pita suara. Pasien biasa mengeluhkan suara parau. • Keganasan laring (2): Keganasan pada daerah laring, faktor risiko berupa perokok, peminum alkohol dan terpajan sinar radioaktif. • Kista pita suara (3): kista retensi kelenjar minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut Faktor risiko: iritasi kronis, GERD dan infeksi.

2

3

Massa lain pada pita suara • Granuloma pita suara (4): Akibat iritasi pada laring (vocal abuse, reflux disease, intubasi). Predileksi pada posterior plica vocalis. Lebih besar dari nodul. • Papilloma laring (5): Akibat infeksi virus HPV subtipe 6 dan 11. Pertumbuhan massa raspberry like. Terjadi pada epitel plica vocalis.

4

5

Achalasia • Achalasia is an uncommon swallowing disorder • Affects about 1 in every 100,000 people. • The major symptom of achalasia is usually difficulty with swallowing. • Most people are diagnosed between the ages of 25 and 60 years. • Although the condition cannot be cured, the symptoms can usually be controlled with treatment.

BACK

Achalasia ACHALASIA CAUSE

SYMPTOMS

• In achalasia, nerve cells in the esophagus degenerate for reasons that are not known. The loss of nerve cells in the esophagus causes two major problems that interfere with swallowing • The muscles that line the esophagus do not contract normally • The lower esophageal sphincter (LES) fails to relax normally with swallowing. Instead, the LES muscle continues to squeeze the end of the esophagus • Over time, the esophagus above the persistently contracted LES dilates, and large volumes of food and saliva can accumulate in the dilated esophagus.

• The most common symptom of achalasia is difficulty swallowing. • Patients experience the sensation that swallowed material, both solids and liquids, gets stuck in the chest. • This problem often begins slowly and progresses gradually. • Other symptoms can include chest pain, regurgitation of swallowed food and liquid, heartburn, difficulty burping, a sensation of fullness or a lump in the throat, hiccups, and weight loss

BACK

Achalasia PEMERIKSAAN PENUNJANG • Esophageal manometry (aka esophageal motility study) measures changes in pressures within the esophagus that are caused by the contraction of the esophageal muscles. • The test typically reveals three abnormalities in people with achalasia: • high pressure in the LES at rest, • failure of the LES to relax after swallowing, and • an absence of useful (peristaltic) contractions in the lower esophagus • X ray : Bird beak sign or Rat tail Sign

X-ray: Bird beak sign or Rat tail Sign

BACK

Malignancy in ENT

Karsinoma Nasofaring History

Physical Exam.

Elderly with history of smoking, preservative food. Tinnitus, otalgia epistaxis, diplopia, neuralgia trigeminal.

Neck Mass : metastasis limfonodi inferior angulus mandibula dan jugularis superior Nose Symptoms : Epistaksis, nose obstruction Ear Symptoms : Tinnitus, otalgia, CHL Others : Headache, cranial nerve paralysis

Diagnosis

Treatment

KNF

Radiotherapy, chemoradiatio n, surgery.

BACK

Karsinoma Nasofaring

Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma History

Physical Exam.

Male, young adult, with recurrent epistaxis.

Anterior rhinoscopy: red shiny/bluish mass. No lymph nodes enlargement.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Diagnosis

Treatment

Juvenile angiofibroma

Surgery

BACK

AIRWAY OBSTRUCTION BACK

Airway Obstruction Noises Associated Noises

Definition

Stridor

A harsh, high pitched noise occurring commonly on inspiration caused by turbulent flow in the upper airway is suggestive of an upper airway obstruction.

Snoring

Occurs when the pharynx is partially obstructed by the soft palate or tongue.

Gurgling

Occurs due to secretions or fluid (e.g. vomit) in the upper airway.

Expiratory wheezes

Suggestive of obstruction of lower airways.

Hoarseness

Hoarseness is an abnormal deep, harsh voice generally caused by irritation of, or injury to, the vocal cords.

Jackson classification Jackson 1 : pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, stridor, tanpa sianosis, pasien tenang Jackson 2: retraksi suprasternal dan epigastrium,gelisah, sianosis ringan Jackson 3: retraksi suprasternal, infraklavikula, intercostal, tampak gelisah dan sianosis

Jackson 4: retraksi sangat jelas, sianosis, paralisa pusat pernafasan o/k hiperkapnea, penderita bisa tampak tenang seperti tidur, asfiksia

BACK

More Documents from "Dimas Frasesa"