d r. R e s t h i e R a c h m a n t a P u t r i d r. M a r c e l a Y o l i n a
MASTER CLASS THT - KL Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur WA. 081380385694/081314412212 Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
www.optImaprep.com
Anatomi Telinga
Membran Timpani – Warna putih mengkilat seperti mutiara – Perubahan warna • • • •
Merah : hiperemi akibat radang Hitam : fungi Kuning : fungi Putih: fungi atau asidum borikum pulveratum
– Perubahan posisi • Retraksi : malnubrium mallei memendek karena tertarik ke medial dan lebih horizontal • Bombans: membrana timpani terdesak ke latera, cembung, warna merah
– Perubahan struktur • Perforasi: sentral atau marginal, atik • Ruptura : akibat trauma (berbentuk bintang) • Sikatriks: bekas perforasi yang sudah menutup
AUDIOLOGI
Tes Pendengaran • Hasil tes pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran), dan secara kualitatif (ketulian) • Tes bisik – Syarat ruangan sunyi, tidak ada echo, serta ada jarak sepanjang 6 M – Penderita • • • •
Mata ditutup agar tidak bisa lihat gerak bibir pemeriksa Telinga yang akan diperiksa dihadapkan ke pemeriksa Telinga yang tidak diperiksa ditutup agar tidak salah hasil Minta penderita mengulang dengan keras, kata – kata yang dibisikkan
• Teknik pemeriksaan : – Penderita dan pemeriksa sama – sama berdiri, penderita tetap ditempat, pemeriksa yang berpindah tempat – Mulai jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata – Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur kejarak 2 m disibisikkan lagi sampai jarak dimana penderita mendengar 80% kata – kata mendengar 4 dari 5 kata yang dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran pasien.
Uji Penala • Cara Pemeriksaan : – Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga • Positif (+) bila masih terdengar • Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis tengah kepala – Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa • Memendek bila pemeriksa masih mendengar
Tes Penala Rinne
Weber
Schwabach
Normal
(+)
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan pemeriksa
CHL
(-)
Lateralisasi ke telinga sakit
Memanjang
SNHL
(+)
Lateralisasi ke telinga sehat
Memendek
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Audiologi Nada Murni Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. • Perhitungan derajat ketulian: (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4 • Derajat ketulian: – – – – – –
0-25 dB >25-40 dB >40-55 dB >55-70 dB >70-90 dB >90 dB
: normal : tuli ringan : tuli sedang : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat
TULI
• Tuli konduktif: – gangguan hantaran suara di telinga luartelinga tengah
• Tuli sensorineural: – Lesi di labirin, nervus auditorius, saraf pusat
• Tuli campuran – Terdapat gabungan keduanya
Tuli Tuli konduktif • Kelainan di telinga luar : – Kelainan kongenital : • Atresia liang telinga • Mikrotia
– Otitis Eksterna – Osteoma liang telinga – Sumbatan serumen
• Kelainan di telinga tengah : – Gangguan fungsi tuba eustakhius – Barotrauma – Otitis media – Otosklerosis, Timpanosklerosis – Hemotimpanum – Dislokasi tulang pendengaran
Tuli Sensorineural • Tuli sensorineural – Tipe koklea – Tipe retrokoklea
• Pemeriksaan Audiometri khusus : – Berfungsi untuk membedakan tuli tipe koklea atau retrokoklea – Jenis tes : • SISI,ABLB,ToneDecay, • Tympanometri,Bekessy,BERA, • Elektrokokleografi,OAE
Tuli Sensorineural • •
•
Presbikusis Atrofi & perubahan vaskuler pd stria vaskularis. Degenerasi sel-sel rambut penunjang di organ Corti. Berkurangnya jumlah & ukuran sel ganglion & saraf Klinis: – Usia >60 tahun – pendengaran berkurang perlahan & progresif, simetris, – Telinga berdenging – Tidak enak berbicara di tempat ramai (Cocktail party deafness) – Bila mendengar suara keras terasa nyeri (recruitment) – Uji Penala : R: +, W lateralisasi ke telinga sehat (tuli sensorineural) – Audiogram : tuli sensorineural penurunan biasanya mulai frek.>1000Hz – Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
• • •
Tuli akibat bising (NIHL = Noise Induced Hearing Loss) Kerusakan bagian organ Corti : membran, stereosilia, sel rambut, Klinis: – pendengaran terganggu biasanya bilateral – Telinga berdenging – Riwayat terpajan bising dalam jangka waktu lama – Bising > 85 dB >8 jam perhari atau 40 jam perminggu – Pada gangguan pendengaran cukup berat, sukar menangkap percakapan – Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik (tuli sensorineural) – Audiogram : tuli sensorineural, penurunan pada frek 3000- 6000Hz, terdapat takik pd frek 4000Hz (“Kahart Notch”) – Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
Tuli Sensorineural • Tuli akibat obat ototoksik • Kerusakan sel rambut, stria vaskularis • Klinis: – pendengaran terganggu Kadang disertai vertigo – Telinga berdenging – Riwayat konsumsi obat ototoksik : aminoglikosida, diuretik, anti inflamasi (salisilat), anti malaria (Klorokuin), anti Kanker (CIS platinum) – Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik (tuli sensorineural) – Audiogram : tuli sensorineural, penurunan tajam pada pada frekuensi tinggi – Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
OTITIS EKSTERNA
Otitis Eksterna Tanda OE: • Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan. • Otitis externa sirkumskripta (furuncle) – Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus – Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi – Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan penyambung di bawah kulit sangat nyeri – Th/: AB topikal, analgetik/anestesi topikal. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa • Otitis eksterna difus (swimmer’s ear) – Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli. – Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh – Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+), eksudasi – Jika edema berat pendengaran berkurang – Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik – AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B, neomycin, chloramphenicol, gentamicin, & tobramycin. – Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan spektrum luas untuk patogen otitis eksterna. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa • Malignant otitis externa (necrotizing OE) – Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais. – OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis, osteomielitis neuropati kranial. – Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan tulang, di 1/3 dalam.
– Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), & pembengkakan liang telinga. – Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis • The infection may be either sub acute or acute and is characterized by inflammation, pruritis, scaling and severe discomfort. • The mycosis results in inflammation, superficial epithelial masses of debris containing hyphae, suppuration and pain. • In addition, symptoms of hearing loss and aural fullness are as a result of accumulation of fungal debris in the canal.
Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)
Tatalaksana Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5% atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)
• Univariate analysis showed that the predisposing factors for otomycosis were: – frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7; CI 1.7-8.1), – daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and – excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR = 9.3; IC95% = 4.3-20.1).
• The most common etiologic agents were: – Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).
OTOSKLEROSIS
OTOSKLEROSIS • Spongiosis tulang stapes (tersering) rigid tidak bisa menghantarkan suara ke labirin • Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan kelainan serupa. • Rasio perempuan: laki-laki 2:1. • Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif. • Gejala & tanda: – – – –
Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik Tinnitus Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi pembuluh darah promontorium. – Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit telinga lain
• Terapi: stapedectomy atau stapedomy; diganti dengan prosthesis.
OTITIS MEDIA
Otitis Media Akut
Otitis Media Efusi Infeksi (-)
(Air Bubble (+)) Kronik Glue Ear
Oklusi tuba
Akut
< 3 bulan Infeksi (+)
Otitis Media Kronik
> 3 bulan
Otitis Media
Otitis Media Efusi • Radang mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai dengan adanya cairan dan membrane timpani yang utuh. • Klasifikasi: Eksudativa (Aerotitis, Barotrauma), Serosa (Kataralis), Mukoid (Glue Ear) • Gejala: – – – –
Telinga seperti tertutup atau penuh Tinnitus nada rendah Tuli konduktif Displakusis (mendengar suara ganda
• Terapi: – Cari pencetusnya – Medikamentosa: steroid, dekongestan, antihistamin – Definitf: pemasangan ear ventilation tube (grommet tube)
• Terjadi ketika suatu oklusi tuba tidak teratasi. Terjadi pengumpulan cairan serosa di dalam cavum timpani dengan gejala khas berupa gelembung udara pada pemeriksaan otoskop (Air Bubble)
Otitis Media Efusi
Otitis Media Akut Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Stadium Otitis Media Akut • Tahapan: – Oklusi tuba: retraksi membran timpani atau berwarna keruh. – Hiperemik/presupurasi: tampak hiperemis dan pelebaran pembuluh darah. – Supurasi: edema yanghebat pada mukosa telinga tengah, bulging, demam, nyeri – Perforasi: membran timpani ruptur, demam menurun – Resolusi: jika membran timpani tetap utuh maka membran timpani akan kembali normal.
Penatalaksanaan OMA • Oklusi tuba: Dekongestan topikal (ephedrine HCl), Antibiotik oral (DOC: Amoksisilin) • Hiperemis: AB oral selama 7 hari & analgetik.
• Supurasi: Miringotomi + AB oral • Perforasi: Ear toilet (H2O2 3%) + AB oral + Ab topical (DOC: Ofloksasin) • Resolusi: Jika tidak terjadi fase resolusi, lanjutkan AB sampai 3 minggu https://www.uptodate.com/contents/acute-otitis-media-in-adults https://emedicine.staging.medscape.com/article/859316-guidelines
OMSK
Otitis Media Supuratif Kronis • Infeksi kronis pada sebagian atau seluruh telinga tengah yang dikarakteristikkan dengan perforasi permanen dari membran timpani dan adanya sekret telinga yang keluar secara terus menerus. • Dialami diatas 12 minggu • Merupakan peradangan pada mukosa telinga tengah yang gagal mengalami resolusi (kelanjutan dari OMA) sehingga dapat mengakibatkan erosi ossikula auditiva. Klasifikasi OMK mengacu pada pembagian anatomis telinga tengah dan patologi penyakitnya. Adapun pembagian OMK antara lain: – Tipe Tubotimpanal – Tipe Atikoantral
Etiologi Infeksi :
Bakteri aerob :
Bakteri anaerob :
• Infeksi aerob 42% • Infeksi anaerob 2% • Infeksi aerob-anaerob 55% • Pseudomonas aeruginosa 31 %, • Klebseilla pneumoniae 27% • Proteus mirabilis 16%
• Bacteroides fragilis 71 %
Patogenesis Infeksi Akut Telinga Tengah
Respon peradangan: edema, ulserasi, kerusakan jaringan epitel Infeksi tidak dapat teratasi
Terbentuknya jaringan granulasi
Destruksi struktur sekitar
• Peradangannya terjadi pada regio timpani anterior (mesotimpani, hipotimpani, tuba eustachius). • Perforasi membran timpani ditemukan di sentral • Tipe Tubotimpanal ini memiliki dua bentuk manifestasi klinis, antara lain: • Permanent Perforation Syndrome – Membran timpani tetap berlubang sehingga dapat mengakibatkan dry ear syndrome • Persistent Mucosal Disease – Terjadi perubahan pada mukosa yang bersifat irreversible. Mukosa sudah berubah menjadi jaringan fibrosa, jaringan granulasi, hingga polip. Tipe ini lebih sering terjadi pada mereka yang memiliki penyakit sistemik atau keadaan imonokompromais.
OMK Tubotimpanal (BENIGNA / TIPE AMAN)
• Peradangannya terjadi pada regio timpani posterior (epitimpani dan retrotimpani). • Dijumpai pada semua umur • Sering menimbulkan komplikasi serius akibat drainase yang kurang baik dikarenakan adanya diafragma timpani, sehingga sering disebut sebagai OMK Maligna • Tipe Atikoantral ini memiliki dua bentuk manifestasi klinis, antara lain: – Timpanomastoid • Ditemukan perforasi membrane timpani di atik atau marginal dengan discharge yang purulent dan berbau. Tipe ini dapat menimbulkan komplikasi mastoiditis. – Kolesteatoma • Jenis kolesteatoma yang terjadi akibat OMK maligna hanya kolesteatoma akuisita sekunder.
OMSK Atikoantral (MALIGNA / TIPE BAHAYA)
OMSK Maligna dan Benigna Kelainan
Tipe Benigna
Tipe Maligna
Daerah terkena
Tubotimpanik
Atikoantral
Perforasi
Anterior atau sentral
Atik atau marginal
Nanah
Mukoid, tidak berbau
Tebal, berbau busuk
Granulasi
Tidak biasa didapat
Biasa didapat
Polip
Jika ada, pucat, oedem
Jika ada, hiperemi, lunak
Tuli
Konduktif ringan-sedang
Konduktif atau campuran
Radiografi mastoid
Normal
Tidak ada sel udara
Kolesteatoma
Sangat jarang
Sering
Kolesteatom Epitel kulit yang berada di tempat yang salah.
Epitel fisiologis bertransfromasi akibat: • Invaginasi membran timpani • Invasi epithelial • Metaplasia • Hiperplasia sel basal
Gejala OMSK Otorrhea Gangguan pendengaran Demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial.
Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya kolesteatoma.
Pemeriksaan Fisik OMSK KAE: edema, krusta, radang Otoskop: sekret, perforasi, jaringan granulasi, kolesteatom Mukosa telinga tengah yang terlihat edema dan/atau pucat
Diagnosis OMSK • D/ OMSK tegak perforasi MT + riwayat otore menetap atau berulang lebih dari 2 bulan
Pemeriksaan Penunjang Lab • Kultur • Resistensi
Pencitraan (untuk menilai adanya mastoiditis) • Foto rontgen (Stenver, Schuller, Towne, Law view) • CT Scan • MRI
Audiometri
Tatalaksana OMSK
Tatalaksana OMSK Benigna • Prinsip terapi konservatif atau medikamentosa • larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari sekret yang keluar terus menerus • antibiotika dan kortikosteroid tetes telinga • oral ampisilin atau eritromisin atau ampisilin asam klavulanat. • Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan miringoplasti atau timpanoplasti • sumber infeksi diobati misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Tatalaksana OMSK Maligna • Prinsip terapi pembedahan, yaitu mastoidektomi • mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti • konservatif dengan medikamentosa sementara sebelum pembedahan
• Tujuan pembedahan : – Eradikasi penyakit yang bertujuan tercapainya drainase yang baik – Menghindari rekurensi infeksi – Mencegah komplikasi – Mempertahankan/me mperbaiki fungsi pendengaran
Mastoidektomi sederhana
Mastoidektomi radikal
Jenis Pembedahan
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pembagian Komplikasi Otitis Media (Souza dkk, 1999) Komplikasi Otitis Media dibagi menjadi: • Komplikasi Intratemporal telinga tengah, rongga mastoid, telinga dalam (Mastoiditis, Facial palsy, Labrynthitis, Labrynthine fistula Petrositis, Postauricular fistula Subperiosteal abscess) • Komplikasi Ekstratemporal : – Komplikasi intrakranial abses ekstradura, abses subdura, abses otak, meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otikus – Komplikasi ekstrakranial abses retroaurikuler, abses Bezold’s, abses Luc’s, abses Citelli, abses zigomatikus
Komplikasi OMSK
RHINITIS
DIAGNOSIS
RINITIS ALERGI
CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.
RINITIS VASOMOTOR
Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.
RINITIS HIPERTROFI
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.
RINITIS ATROFI / OZAENA
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.
RINITIS MEDIKAMENTOSA
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.
RINITIS AKUT
Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rhinitis alergi • Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan berulang. • Klasifikasi rhinitis alergi: – Rhinitis alergi musiman (seasonal): hanya dikenal di negara dengan 4 musim, alergennya tepungsari dan spora jamur – Rhinitis sepanjang tahun(perenial): terjadi sepanjang tahun baik intermitten atau terus menerus. Penyebabnya adalah alergen inhalan. Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam
Rhinitis alergi • Keluhan: serangan bersin berulang, rinore, hidung tersumbat, mata lakrimasi. • Pemeriksaan fisik: – Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah, pucat/livid – Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata akibat stasis vena – Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan karena gatal – Allergic crease: penggosokan hidung berulang akan menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi sepertiga bawah.
Rinitis Alergi
New Guidelines on Allergic Rhinitis & Impact on Asthma 2016 • • • • • •
•
For patients with seasonal AR, either a combination of an intranasal corticosteroid with an oral H1- antihistamine or an intranasal corticosteroid alone is recommended. In patients with perennial allergic rhinitis, an intranasal corticosteroid alone rather than a combination of an intranasal corticosteroid with an oral H1antihistamine is recommended. In patients with seasonal AR or perennial AR, either a combination of an intranasal corticosteroid with an intranasal H1-antihistamine or an intranasal corticosteroid alone is recommended. In patients with seasonal AR, a combination of an intranasal corticosteroid with an intranasal H1-antihistamine rather than an intranasal H1-antihistamine alone is recommended. In seasonal AR, a leukotriene receptor antagonist or an oral H1-antihistamine is recommended; however, in perennial AR, an oral H1-antihistaimine is preferred over leukotriene receptor antagonist. In both seasonal AR and perennial AR, intranasal corticosteroid is recommended over intranasal H1-antihistamine. In both seasonal AR and perennial AR, either intranasal or oral H1-antihistamine is recommended.
Rinitis Vasomotor DESKRIPSI BATASAN ETIOLOGI
DIAGNOSIS
keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, hormonal atau pajanan obat belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik asap, bau, alkohol, suhu, makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres
Anamnesis: Hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan oleh rangsangan non spesifik Rinoskopi anterior: Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai sedikit sekret mukoid Penunjang: Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)
1. 2. TATALAKSANA
3. 4.
Menghindari stimulus Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal, antikolinergik topikal, kauterisasi konka, cuci hidung) Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi) Neurektomi nervus vidianus bila cara lain tidak berhasil Buku ajar ilmu THT 2007
Rhinitis Kronik/ Atrofi • Infeksi hidung kronik, ditandai oleh atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.
• Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga berbentuk krusta berbau busuk • Etiologi: infeksi kuman spesifik (Klebsiella, Stafilokokus, Pseudomonas), defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, penyakit kolagen
•
Gejala: napas berbau, ingus kental berwarna hijau, kerak (krusta) hijau, gangguan penghidu, sakit kepala, hidung tersumbat
• Pengobatan: konservatif dan operatif
Tatalaksana Rhinitis Atrofi • Irigasi hidung dgn NS hangat minimal 2 kali sehari • Setelah irigasi lubrikasi mukosa nasal dgn petroleum jelly, xylitol-containing saline sprays, or personal lubricants. • Antibiotik dpt ditambahkan ke larutan irigasi jika cairan nasal tetap purulen selama lebih dari 2 hari . Antibiotik dpt diteruskan hingga purulen hilang. • Antibotik awal yg dapat digunakan mupirosin • Jika curiga gram negatif quinolon atau aminoglikosida. • The oral administration of antibiotics may also be required for acute infections pakai broad spectrum AB
Tatalaksana Rhinitis Atrofi Operasi • A number of surgical procedures have been proposed; however, controlled trials have not been performed to adequately assess their efficacy. Operasi Young Penutupan total rongga hidung dengan flap Operasi Young yang dimodifikasi penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka. Operasi Lautenschlager memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung. Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti teflon, campuran triosite dan lem fibrin. Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (operasi Wittmack) dengan tujuan membasahi mukosa hidung
Rinitis Medikamentosa • Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan menetap terjadi rebound dilatation dan rebound congestion • Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya tidak lebih dari 1 minggu
• PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila diberi tampon, edema tidak berkurang Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Tatalaksana Rinitis Medikamentosa • Topical decongestant use must be discouraged and discontinued as soon as possible.
• The oral corticosteroids are often used for 5-10 days, with nasal corticosteroids started at the same time and continued until the process is corrected. • Pain relief from analgesics should be offered to patients who experience headaches during withdrawal from intranasal decongestants. • Oral systemic decongestants may be helpful in relieving nasal congestion as intranasal decongestants are withdrawn. https://emedicine.medscape.com/article/995056-treatment
EPISTAKSIS
Epistaksis Penatalaksanaan • Perbaiki keadaan umum – Nadi, napas, tekanan darah
• Hentikan perdarahan – Bersihkan hidung dari darah & bekuan – Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin 1/5000-1/10000 atau lidokain 2% – Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi – Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital
Epistaksis • Epistaksis anterior: – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior – Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. – Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. – Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Epistaksis • Epistaksis Posterior – Perdarahan berasal dari a. ethmoidalis posterior atau a. sphenopalatina, sering sulit dihentikan. – Terjadi pada pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis. – Terapi: tampon bellocq/posterior selama 2-3 hari. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
SINUSITIS
Diagnosis Acute Rhinosinusitis
Clinical Findings Rhinosinusitis Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal discharge as one of them and: facial pain/pressure or hyposmia/anosmia.
Chronic sinusitis
Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these → chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat disturbace, ear disturbance, sinobronchitis.
Dentogen sinusitis
The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots are located. Tooth infection can spread directly to maxillary sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete & foul breath.
Fungal sinusitis
Predisposition: diabetes, neutropenia, AIDS, long term treatment in hospital. Etiology: Candida or Aspergillus. Symptoms/signs: unilateral sinusitis which not responded by antibiotic, destroyed sinus wall, greyish white membrane
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Sinusitis Paranasal • Terdapat 4 sinus paranasal, yaitu: sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid • Sinusitis inflamasi mukosa sinus paranasal • Dipicu oleh rhinitis rhinosinusitis • Etiologi : rinitis, polip, kelainanan anatomi hidung, gangguan silia, infeksi gigi, kelainan imunologik, infeksi tonsil Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusitis dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Gejala • Nyeri tekan di daerah sinus • Sakit kepala • Hiposmia/anosmia • Halitosis • Post-nasal drip
• http://shentherapies.co m.au/521-2/
http://www.tipdisease.com/2013/12/sinusitis-sinus-infection-causes.html
Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusitis dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Pemeriksaan Rhinosinusitis • Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis: – Foto polos: posisi waters, caldwell, lateral menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa.
– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus, adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak membaik atau pra-operasi untuk panduan operator. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Waters
https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/
Caldwell
imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html
Tatalaksana Rhinosinusitis •
•
•
•
Tujuan: – Mempercepat penyembuhan – Mencegah komplikasi – Mencegah perubahan menjadi kronik Prinsip: – Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi & ventilasi pulih Farmakologi: – Antibiotik – Dekongestan – Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl – Saline irrigation — Mechanical irrigation with buffered, physiologic, or hypertonic saline may reduce the need for pain medication and improve overall patient comfort, particularly in patients with frequent sinus infections. Operasi – untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Empiric antimicrobial therapy for outpatient treatment of uncomplicated acute bacterial rhinosinusitis (ABRS) in immunocompetent adults
* Indications for antibiotic therapy include lack of adequate follow-up, worsening symptoms during observation, and symptoms unchanged after 7 days of observation. Refer to the UpToDate topic on treatment of uncomplicated acute sinusitis and rhinosinusitis in adults for details. Δ Risk factors for resistance include: – Living in geographic regions with rates of penicillin-nonsusceptible S. pneumoniae exceeding 10% – Age ≥65 years – Hospitalization in the last 5 days – Antibiotic use in the previous month – Immunocompromise – Multiple comorbidities (eg, diabetes or chronic cardiac, hepatic, or renal disease) – Severe infection (eg, evidence of systemic toxicity with temperature of ≥102°F, threat of suppurative complications) ◊ Fluoroquinolones should be reserved for those who have no alternative treatment options as the serious adverse effects associated with fluoroquinolones generally outweigh the benefits for patients with acute sinusitis. § The diagnosis of ABRS can be confirmed clinically. In patients in whom there are concerns for complications, imaging should be obtained. In other patients in whom symptoms are not completely consistent with ABRS, imaging is reasonable to rule out sinusitis and/or evaluation for alternative diagnosis. ¥ Refer to the UpToDate topic on treatment of uncomplicated acute sinusitis and rhinosinusitis in adults for details. ‡ Choice of second-line agent will depend on initial therapy. For patients not allergic to penicillin, options include: – Amoxicillin-clavulanate 2000 mg/125 extended-release tablets mg orally twice daily – Levofloxacin 500 mg orally once daily – Moxifloxacin 400 mg orally once daily – For penicillin-allergic patients options include: – Doxycycline 100 mg twice daily or 200 mg once daily – Levofloxacin 500 mg orally once daily – Moxifloxacin 400 mg orally once daily
Cara Irigasi Nasal Buffered normal saline nasal irrigation The benefits • Saline (saltwater) washes the mucus and irritants from your nose. • The sinus passages are moisturized. • Studies have also shown that a nasal irrigation improves cell function (the cells that move the mucus work better)
Cara Irigasi Nasal The Recipe • Use a one-quart glass jar that is thoroughly cleansed. • You may use a large medical syringe (30 cc), water pick with an irrigation tip (preferred method), squeeze bottle, or Neti pot. Do not use a baby bulb syringe. The syringe or pick should be sterilized frequently or replaced every two to three weeks to avoid contamination and infection. • Fill with water that has been distilled, previously boiled, or otherwise sterilized. Plain tap water is not recommended, because it is not necessarily sterile. • Add 1 to 1½ heaping teaspoons of pickling/canning salt. Do not use table salt, because it contains a large number of additives. • Add 1 teaspoon of baking soda (pure bicarbonate). • Mix ingredients together, and store at room temperature. Discard after one week. • You may also make up a solution from premixed packets that are commercially prepared specifically for nasal irrigation.
VERTIGO
Vertigo Dizziness/pusing: • Vertigo/vestibular dizziness
VESTIBULAR (vestibular system)
NONVESTIBULAR (visual & proprioceptive)
Sensation
Spinning, rotating
Swaying, floating, rocking lightheaded
Duration
Episodic
Constant
Head or body movement
Stress, hyperventilation, cardiac arrhythmia
Naisea, vomit, tinitus, deafness, oscillopsia
Paleness, paresthesia, syncope
– Sensasi badan terasa berputar – Penyebab: sistem vestibuler
• Nonvertiginous/nonvestibula r dizziness
– Imbalance, disekuilibrium (rasa Precipitating akan jatuh), sinkop/presinkop factor (rasa akan pingsan, seperti melayang) – Penyebab: sistem Associated nonvestibular • Sistem propriospetif, sistem visual • Kardiovaskular (hipotensi, anemia, aritmia) • Psikogenik, hiperventilasi
symptoms
*Oscillopsia: sensasi pandangan yang bergerak menjauh & mendekat (osilasi)
Vertigo
Sistem vestibular: – Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik (sakula dan utrikula), nervus vestibularis – Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
Vertigo Peripheral Vertigo
Central Vertigo
Inner ear, vestibular nerve
Brainstem, cerebellum, cerebrum
Onset
Sudden
Gradual
Nausea, vomitting
Severe
Varied
Hearing symptom
Often
Seldom
-
Often
Compensation/resolution
Fast
Slow
Spontaneous nystagmus
Horizontal, rotatoir
Vertical
Latency (+), fatigue (+)
Latency (-), no fatigue (-)
Paresis
Normal
Involving
Neurologic symptom
Positional nystagmus Calory nystagmus
Nystagmus Vertigo of peripheral origin generally manifests by horizontal, rotatory, or absent nystagmus, but horizontal nystagmus is not a specific sign of peripheral vertigo. It is the most common type of nystagmus observed in patients with cerebellar infarction.
Nystagmus consists of slow eye movement in one direction followed by rapid recovery movement in the opposite direction.
NYSTAGMUS
http://emedicine.medscape.com
Vertical nystagmus is considered specific for central vertigo.
Nystagmus of central origin characteristically is worsened by fixation of gaze, while peripheral nystagmus may be ameliorated.
Vertigo of Central Origin CONDITION
D E TA I L S
Migraine
Vertigo may precede migraines or occur concurrently
Vascular disease
Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar syndrome can affect brainstem or cerebellum function
Multiple sclerosis
Demyelination disrupts nerve impulses which can result in vertigo
Vestibular epilepsy
Vertigo resulting from focel epileptic discharges in the temporal or parietal association cortex
Cerebellopontine tumours
Benign tumours in the interal auditory meatus
Pemeriksaan Gangguan Keseimbangan Sentral • • • • •
Finger to nose to finger test Past pointing test Heel to shin test Disdiadokinesis Tandem Gait Test
Disdiadokinesis
Heel to shin Tandem Gait
Vertigo of peripheral origin Condition
Details
BPPV
Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal presence of particles in semisircular canal
Meniere’s disease
An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness)
Vestibular neuronitis
Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus
Acute labyrinthitis
Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection
Labyinthine infarct
Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion
Damage after head trauma
Perylimnph fistula
Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage into middle ear
Diagnosis Vertigo
Medikamentosa Vertigo Terapi kausal : sesuai dengan penyebab Terapi simptomatik : • Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depressor labirin): • Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr • Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr. • Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg. • Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr • Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr • Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) : Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
BPPV
BPPV dan Non-BPPV – Menurut neurotologi secara umum Vertigo Perifer terdiri atas dua jenis gangguan yakni: BPPV dan Non-BPPV. – Manifestasi vertigo vestibuler perifer non-BPPV diantaranya adalah Penyakit Meniere, Labirinitis, akibat ototoksisitas, hingga neuroma akustik.
Vertigo Periver: BPPV vs non BPPV BPPV
Non-BPPV Tidak selalu diprovokasi gerakan Diprovokasi gerakan kepala kepala Diagnosis: Perasat Dix-Hallpike, Diagnosis: Head Thrust (Impulse) Test, Sidelying, Roll Dynamic Visual Acuity Test Nistagmus vestibuler pada tes posisi: Nistagmus vestibuler pada tes posisi: arah ke sisi telinga yang sehat, tidak arah ke sisi telinga yang sakit, terdapat terdapat masa laten, dapat terjadi masa laten, dapat terjadi reverse reverse nistagmus, tidak selalu nistagmus, terdapat decay (fenomena ditemukan decay (fenomena kelelahan). kelelahan).
Sistem Vestibular
Sistem Vestibular
Sistem Vestibular • BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith) masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula atau mengambang di dalam endolimf. • Debris di kanalis semisirkularis bergerak karena gravitasi & mendorong kupula vertigo. • Mayoritas BPPV disebabkan oleh debris di kanalis semisirkularis posterior, tetapi juga dapat masuk ke kanalis semisirkularis horizontal & superior.
Diagnosis BPPV • BPPV is diagnosed based on medical history, physical examination, the results of vestibular and auditory (hearing) tests, and possibly lab work to rule out other diagnoses. • Vestibular tests include the Dix-Hallpike maneuver and the Supine Roll test. – These tests allow a physician to observe the nystagmus elicited in response to a change in head position. The problematic semicircular canal can be identified based on the characteristics of the observed nystagmus.
• Dix-Hallpike (also referred to as the Nylen-Barany) manoeuvre is the definitive diagnostic test for posterior canal BPPV
Dix Hallpike
Manuver BPPV Kanalis Semisirkularis
Manuver Diagnostik
Manuver Terapeutik
Posterior
Dix Hallpike atau Sidelying
Office treatment: Epley Maneuver, modified Epley Maneuver, Semont Maneuver, modified Semont Maneuver Home treatment: Brandt-Daroff Manuever, modified Epley Maneuver, modified Semont Maneuver
Anterior
Dix Hallpike atau Sidelying
Horizontal
Supine Roll Test
Reverse Epley Manuever
Barbecue rotation (Lempert roll maneuver)
https://www.uptodate.com/contents/benign-paroxysmal-positional-vertigo
Tatalaksana: Epley maneuver
• Home treatment for BPPV: Brandt Daroff maneuver – 3 sets x 5 repetitions/day for 2 weeks – Success rate 95% – Mostly complete relief after 30 sets (10 days)
Tatalaksana Medikamentosa BPPV • Symptomatic treatment: – Antivertigo (vestibular suppressant) • Ca channel blocker: flunarizin • Histaminic: betahistine mesilat (drug of choice) • Antihistamin: difenhidramine, sinarisin
– Antiemetic: • prochlorperazine, metoclopramide
– Psycoaffective: • Clonazepam, diazepam for anxiety & panic attack
MENIERE, LABIRINITIS, & NEURITIS VESTIBULER
Meniere Disease • Patofisiologi: akibat hidrops endolimfe • Gejala meniere: sensorineural hearing loss, vertigo perifer, fluctuating aural fullness. • Menurut consensus ICVD (International Classification of Vestibular Disorders) didiagnosis sebagai definite meniere apabila terdapat: – Minimal terdapat 2 gejala vertigo vestibuler perifer spontan dengan durasi minimal 20 menit – SNHL (frekuensi rendah-sedang) yang terdokumentasi melalui audiometri yang terjadi saat atau setelah serangan episodik vertigo. – Fluctuating aural symptoms (seperti tinnitus, telinga terasa penuh) biasanya unilateral – Kemungkinan diagnosis vestibuler lain telah disingkirkan.
Meniere • Tatalaksana Umum – Mengurangi konsumsi garam maksimal 1.5-2.0 gram per hari – Berhenti merokok – Membatasi konsumsi air – Membatasi konsumsi kopi, the, alcohol.
• Saat Serangan – Tirah baring dengan kepala lebih tinggi dari badan – Dimenhydrinate atau promethazine
•
Terapi Spesifik keluhan Kronis – Prochlorperazine 10 mg, 3x1, – Asam nicotinic, 50 mg, 3x1 sebelum makan – Betahistin 8 mg, 3x1 – Diuretic; furosemid 40 mg, diberikan selang seling
•
Terapi bedah – Prosedur konservatif misalnya; dekompresi kantung endolymphatic, operasi shunt endolymphatic, sacculotomy, pemotongan syaraf vestibular, labirynthectomy,
Labirinitis • Disebut juga sebagai otitis interna (inflamasi pada labirin atau saraf VIII ganglion koklearis) • Biasanya menyebabkan vertigo dan tuli mendadak • Ketulian melibatkan sistem konduktif dan sensorineural • Etiologinya masih belum diketahui pasti, namun diduga akibat infeksi (seringnya virus), cedera kepala, hingga stress dan alergi. • Merupakan salah satu indikator dari OMSK Maligna
Neuritis Vestibuler • Disebut juga sebagai epidemic vertigo • Etiologi terbanyak akibat infeksi virus pada ganglion vestibularis • Serangan vertigo mendadak dengan intensitas berat (sering ditemukan nistagmus spontan) disertai dengan gejala otonom hebat (mual/muntah) • Dapat ditemukan SNHL namun kasusnya sangat jarang ditemukan, biasanya pasien hanya mengeluhkan adanya tinnitus. • Penyebab tersering ke dua gangguan vestibuler perifer
TRAUMA MAKSILOFASIAL
Fraktur Nasal – Adanya riwayat trauma hidung dan epistaksis. – Pemeriksaan radiologi sederhana dapat dilakukan dengan foto polos kepala proyeksi waters, darisana dapat dievaluasi septus dorsal pirmaida dan dinding lateral hidung. – Tatalaksana: • Reduksi tertutup, indikasi: » Fraktur tulang hidung unilateral atau bilateral » Fraktur dari kompleks nasoseptal dengan deviasi nasal kurang dari setengah panjang dorsum nasi
• Reduksi terbuka
Fraktur KOMPLEKS NOE (Naso-Orbita-Ethmoid) • Arah benturan ke bagian sentral wajah dengan kekuatan yang sebenarnya tidak begitu besar. • Biasanya berhubungan dengan; trauma basis kranii, trauma orbita, dan trauma duktus nasolakrimal. • Mekanisme: Nasal piramid menerima tekanan yang kuat sehingga prosesus frontalis maksila dan prosesus nasalfrontalis terdorong ke belakang fraktur nasoethmoid.
Fraktur Zigoma • Lazim juga dikenal sebagai Tetrapod Fracture 4 artikulasi: maksila, frontal, sfenoid, dan temporal. • Tanda Gejala: Asimetri wajah (tonjolan pipi berkurang, lebaw wajah meningkat), gangguan saraf N.II, dystopia kantus lateral, diplopia, trismus.
FRAKTUR MAKSILA (LEFORT I - TRANSVERSAL) • Bagian yang terkena: Foramen ethmoid anterior, foramen ethmoid posterior, kanalis optikus, fisura orbitalis superior, fisura orbitalis inferior, fosa lakrimalis, dan septum nasi.
• Bagian yang terkena: Kanalis auditorius eksterna, fossa glenoid, lateral pterigoid plate, fosa lakrimal, spina nasalis, foramen infraorbita.
FRAKTUR MAKSILA (LEFORT II - PYRAMID)
FRAKTUR MAKSILA (LEFORT III – craniofacial disjunction) • Bagian yang terkena: Foramen magnum, konka media, konka inferior, septum nasi, prosesus pterogoideus, lamina pterigoid medial, lamina pterigoid lateral, proses zigomatikus, os malar.
Fraktur Mandibula • Mandibula merupakan struktur tulang yang berbentuk seperti tapal kuda, dan memiliki tujuh porsi. • Artikulasio dengan dasar tengkorak melalui TMJ bilateral. • Tanda Gejala: disrupsi arkus mandibular, asimetri, glossoptosis, displacement segment mandibular (menyebabkan maloklusi), disrupsi meatus akustikus eksternus, trimus, laserasi intraoral, anestesi pada bibir bawah, gusi, dan gigi karena nervus alveolaris inferior terkena.
Fraktur Mandibula
TONSILITIS
Tonsillitis • Acute tonsillitis: – Viral: similar with acute rhinitis + sore throat – Bacterial: GABHS, pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes. • Detritus → follicular tonsillitits • Detritus coalesce → lacunar tonsillitis. • Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia. • Th: penicillin or erythromicin
• Chronic tonsillitis – Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, & pharyngotonsillar erythema – Lymphoid tissue is replaced by scar widened crypt, filled by detritus. – Foul breath, throat felt dry. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilitis • Indikasi tonsilektomi: – Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walau dengan terapi adekuat – Menimbulkan maloklusi gigi dan gangguan pertumbuhan orofasial. – Sumbatan jalan nafas – Infeksi kronis seperti rhinitis, sinusitis dan peritonsilitis. – Nafas berbau – Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh grup A streptococcus beta hemolitikus – Hipertrofi tonsil yang curiga keganasan – Otitis media efusa/ otitis media supuratif.
Tonsilektomi
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.
Terapi tonsilofaringitis bakterial • Antibiotik – Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari (anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari – Eritromisin 4 x 500 mg
• Kortikosteroid – Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1 kali
• Analgetik • Kumur dengan air hangat atau antiseptik • Recurrent tonsillitis may be managed with the same antibiotics as acute GABHS pharyngitis. Buku Ajar THT | Emedicine
DIFTERI
Tonsilitis difteri • Tonsilitis difteri merupakan salah satu dari kelompok tonsilitis membranosa • Etiologi: kuman Corynebacterium diphteriae • Sering ditemukan pada anak usia kurang dari 10 tahun
Tonsilitis difteri • Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: – Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan – Gejala lokal: tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor membentuk membran semu yang mudah berdarah, kelenjar limfe leher membengkak menyerupai leher sapi (bullneck/ Burgemeester’s hals) – Gejala akibat eksotoksin: • Pada jantung miokarditis hingga dekom kordis • Pada n.kranial kelumpuhan otot palatum & otot pernapasan • Pada ginjal albuminuria
Patogenesis Entry into nose or mouth The organism remains in the superficial layers of skin lesions or respiratory tract mucosa, inducing local inflammatory reaction
The major virulence of the organism lies in its ability to produce the potent 62-kd polypeptide exotoxin, which inhibits protein synthesis and causes local tissue necrosis
Within the first few days of respiratory tract infection , a dense necrotic coagulum of organisms, epithelial cells, fibrin, leukocytes and erythrocytes forms, advances, and becomes a gray-brown, leather-like adherent pseudomembrane . Removal is difficult and reveals a bleeding edematous submucosa
Difteri • Pemeriksaan : – Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran – Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae – Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tuahitam. – Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media perbenihan Loeffler dalam tabung Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Tellurite Blood (Hoyle’s) Agar • A selective medium for isolation of Corynebacterium diphtheriae. • Tellurite inhibits the growth of most secondary bacteria without an inhibitory effect on diphtheria bacilli. • It is also an indicator medium as the diphtheria bacilli produce black colonies. • Tellurite metabolized to tellbrism, which has black colour.
Tatalaksana Umum • Pasien harus diisolasi sampai masa akut selesai dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut turut • Pasien tetap diisolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu • Bila pasien gelisah, iritabel, atau terdapat gangguan pernafasan yang progresif dilakukan trakeostomi • Pasien dengan difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas dan dijaga kelembaban udara dengan nebulizer spesifik
Tatalaksana • Antitoksin: harus diberikan segerah setelah diagnosis dibuat. Sebelum diberikan, harus dilakukan skin test. (dosis ADS lihat tabel) • Anbiotik: Penisillin prokain 50.000-100.000 Unit/kgBB IM per hari selama 10-14 hari atau eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10-14 hari • Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi)
PPK RSCM & Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Dosis ADS pada Difteri Tipe Difteria
Dosis ADS
Cara Pemberian
Difteri hidung
20.000
IM
Difteri tonsil
40.000
IM/IV
Difteri faring
40.000
IM/IV
Difteri laring
40.000
IM/IV
Kombinasi lokasi di atas
80.000
IV
Difteria + penyulit, bullneck
80.000-100.000
IV
Terlambat berobat > 72 jam (lokasi di mana saja)
80.000-100.000
IV
Tatalaksana • Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol. • Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik. • Tirah baring 2-3 minggu • Kortikosterod dianjurkan pada kasus difteria dengan gejala penyerta obstruksi saluran nafas bagian atas ( dengan atau tanpa bullneck ) dan bila terdapat penyulit miokarditis. – Prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari yang diturunkan secara bertahap.
Tindakan Kesehatan Masayarakat • Rawat anak di ruangan isolasi • Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai dengan riwayat imunisasi • Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB, 4xsehari, selama 3 hari) • Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
EPIGLOTITIS
Epiglotitis • Acute bacterial epiglottitis – Life-threatening, medical emergency due to infection with edema of epiglottis and aryepiglottic folds
• Organism – Haemophilus influenzae type B: most common (bacil gram -, needs factor X and V for growth) – Also caused by Pneumococcus, Streptococcus group A, Viral infection – herpes simplex 1 and parainfluenza
• Age – Typically between 3-7 years – Peak incidence has become older over last decade and is now closer to 6-7 years
• Location – Purely supraglottic lesion • Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor
Epiglotitis • • • • •
Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory) Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor Sore throat Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice Older child may have neck extended and appear to be sniffing due to air hunger • Resembles croup clinically, but think of epiglottitis if: – Child can not breathe unless sitting up – “Croup” appears to be worsening – Child can not swallow saliva and drools (80%)
• Cough is unusual
Tripod sign • Pt appears anxious • Leans forward with support of both forearms
• Extends neck in an attempt to maintain an open airway
Investigations 1. Flexible laryngoscopy: carried out only in ICU or OT with intubation / tracheostomy set ready 2. Post-intubation direct laryngoscopy 3. Plain x-ray soft tissue of neck lateral view 4. Culture from epiglottis during intubation: +ve in 15% cases of H. influenzae 5. Blood culture: +ve in 15% cases of H. influenzae
X-ray soft tissue neck • Lateral view taken in erect position only (Supine
position may close off airway) – – – –
Enlargement of epiglottis (thumb sign) Absence of well defined vallecula (Vallecula sign) Thickening of aryepiglottic folds (cause for stridor) Circumferential narrowing of subglottic portion of trachea during inspiration (25% cases) – Ballooning of hypopharynx
Thumb Sign pada epiglotitis
Gambaran epiglotis normal
X-ray soft tissue neck
Red arrow = enlarged epiglottis Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds
X-ray diagnosis? 2-year-old boy with fever, stridor, tripoding and NO cough.
Epiglottitis
P
E
• Epiglottis (E) –wide (thumb-like) • Vallecula - shallow • Trachea - normal • Prevertebral soft tissue - normal
V
C
T
Epiglottis (E) Vallecula (V) Vocal cords (C) Trachea (T) Prevertebral soft tissue (P)
X-ray diagnosis? 15-month-old boy with fever, mild stridor, and barking cough.
Croup • • • •
Epiglottis - normal Vallecula - normal Trachea (T) – narrow, subglottic edema Prevertebral soft tissue - normal
Epiglottis (E) Vallecula (V) Vocal cords (C) Trachea (T) Prevertebral soft tissue (P)
P E V C
T
Ha145
Epiglotitis • Diff Diagnosis: Croup – – – –
Dilatation of the hypopharynx Dilation of the laryngeal ventricle Narrowing of the subglottic trachea Epiglottis is normal
• Tx: – – – –
Secure airway May require intubation or emergency tracheostomy Some use IV steroids Empiric antibiotic therapy
Acute Viral croup epiglottitis
Bacterial croup
Spasmodic croup
R.P. abscess
Age (yr)
3-7
1-3
1-8
1-3
1-3
Voice
Normal or muffled
Hoarse
Hoarse
Hoarse
Hoarse
Cough
Absent
Barking seal-like
Barking seal-like
Barking seal-like
Absent
Stridor
Inspiratory
Biphasic
Biphasic
Biphasic
Inspiratory
Dysphagia + drooling
Severe
Absent
Absent
Absent
Severe
Fever
> 102 F
< 102 F
> 102 F
< 102 F
> 102 F
Posture
Quiet, sitting
Restless, supine
Restless, supine
Restless, supine
Restless, sitting
ABSES LEHER DALAM
Abses Leher Dalam DIAGNOSIS
C L I N I C A L F E AT U R E S
ABSES PERITONSIL
Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato voice, & sometimes trismus.
ABSES PARAFARING
1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral pharyngeal wall.
ABSES RETROFARING
In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway compromise In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea
SUBMANDIBULAR Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often ABSCESS found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig angina LUDWIG/LUDOVI CI ANGINA
Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to develop)
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
Abses Leher Dalam ABSES PERITONSIL
ABSES RETROFARING
ABSES PARAFARING
ABSES SUBMANDIBULA
ANGINA LUDOVICI
ISPA, limfadenitis retrofaring
Penjalaran infeksi
GEJALA DAN TANDA
Odinofagia, otalgia, regurgitasi, foetor ex ore, hipersalivasi, trismus
Nyeri, disfagia, demam, leher kaku, sesak napas, stridor
Trismus, Trismus, pembengkakan indurasi bawah sekitar angulus mandibula/ mandibula bawah lidah, fluktuasi
Nyeri, dasar mulut membengkak mendorong lidah kebelakang
PEMERIKSAAN
Paltum mole bengkak, uvula terdorong, detritus
Dinding belakang faring ada benjolan unilateral
rontgen
Riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi
TERAPI
Antibiotik, obat kumur, pungsi, insisi, tonsilektomi
AB parenteral dosis tinggi, insisi abses
AB parenteral dosis tinggi, insisi
ETIOLOGI
Komplikasi tonsilitis
Selulitis ec Penjalaran infeksi penjalaran infeksi
rontgen
AB parenteral AB parenteral dosis tinggi, dosis tinggi, insisi insisi
Abses Leher Dalam
Peritonsillar abscess
Parapharyngeal abscess
Retropharyngeal abscess
Submandibular abscess
Abses Peritonsil/ Quinsy Peritonsillar abscess Inadequately treated tonsillitis spread of infection pus formation between the tonsil bed & tonsillar capsule
Symptoms & Signs Quite severe pain with referred otalgia Odynophagia & dysphagia drooling Irritation of (medial/internal) pterygoid musculature by pus & inflammation trismus unilateral swelling of the palate & anterior pillar displace the tonsil downward & medially uvula toward the opposite side
Therapy Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess . If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Peritonsil • Abses peritonsil terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya unilateral • Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. • Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), hipersalivasi, suara sengau, dan (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan • Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan, tampak permukaan hiperemis. • Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan kekuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak, dan terdorong ke sisi kontralateral. • Bila terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya menyebabkan iritasi m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
Waktu (setelah tonsilitis akut) Trismus
Infiltrat peritonsil 1—3 hari
Abses peritonsil 4—5 hari
Biasanya kurang/ tidak ada
Ada
Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil). • Jika pus (+): abses • Jika pus (-): infiltrate Terapi abses peritonsil: Stadium infiltrasi • Antibiotika dosis tinggi penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg). • Obat simtomatik • Kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.
• •
Stadium abses Bila telah terbentuk abses, dilakukan insisi drainase. Kemudian dianjurkan operasi tonsilektomi, paling baik 2-3 minggu sesudah drainase abses.
KEGANASAN ANGIFIBROMA NASOFARING TIPE JUVENILE
Keganasan History
Physical Exam.
Diagnosis
Treatment
Laki-laki usia 50an yang terpapar nikel, krom, formalin, dan terpentin
unilateral obstruction & rhinorrea. Diplopia, proptosis . Bulging of palatum, cheek protrusion, anesthesia if involving n.V
Ca sinonasal
Surgery
Orang tua, yang merokok, suka makan yang terlalu panas, zat pengawet. Tinnitus, otalgia epistaxis, diplopia, neuralgia trigeminal.
Posterior rhinoscopy: mass at fossa Rosenmuller, cranial nerves abnormality, enlargement of jugular lymph nodes.
KNF
Radiotherapy, chemoradiation, surgery.
Nyeri pada tenggorokan. otalgia. Air liur berdarah
Painful ulceration with induration of the tonsil. Lymph node enlargement.
Ca tonsil
Surgery
Laki-laki usia muda dengan keluhan sering mimisan
Anterior rhinoscopy: red shiny/bluish mass. No lymph nodes enlargement.
Juvenile angiofibroma
Surgery
Angiofibroma nasofaring tipe juvenile •
Angiofibroma juvenile: – Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring – Etiologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding posterolateral atap rongga hidung – Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun – Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang masif – Obstruksi sekret tertimbun rinorea kronik gangguan menghidu – Bila menutup tuba tuli, otalgia, bila ke intrakranial sefalgia hebat
•
Rinoskopi posterior: – Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan – Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi
•
Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi tulang
Diffuse swelling (arrow) is seen in the molar region on the right side of the face.
Well-circumscribed, ovoid swelling (arrow) is seen in the midline of the soft palate.
• Macroscopic well defined, mucosalised, red/purple lobulated mass arising in the nasopharynx from the lateral wall, posterior tomiddle turbinate
Pemeriksaan Penunjang • Plain radiograph – Holman-miller sign The anterior bowing of the posterior wall of the maxillary antrum which is seen on lateral skull film or cross-sectional imaging. – visualisation of a nasopharyngeal mass – opacification of the sphenoid sinus – widening of the pterygmaxillary fissure and pterygopalatine fossa – erosion of the medial pterygoid plate
• CT Scan – lobulated non-encapsulated soft tissue mass is demonstrated centred on the sphenopalatine foramen – Holman miller sign
• MRI • Angiography – Defining feeding vessels and preoperative embolization • External carotid artery • Internal carotid artery
X-Ray •
•
•
•
Plain lateral view skull x-ray – Anterior bowing of the posterior wall of the maxillary sinus can be seen, called Holman-miller sign/ Antral sign pathognomonic of angiofibroma, but also seen in slow growing tumor like neurofibroma X-ray paranasal opacification of the sphenoid sinus which may spread to also include the maxillary and ethmoid sinuses. Now-a-days, the diagnosis is based on the CT and MR appearances that are sometimes confirmed by angiography. Biopsy is contra-indicated because of brisk haemorrhage.
CT Scan • The exact extent or stage of the tumour can only be determined by a combination of CT and MR imaging and this is vital for planning the surgical resection. • CT is excellent for bone detail. • Both plain and contrast (lesion enhances) CT should be done. • CT reveals the extent of the lesion and helps in staging of the disease. • CT scan best ilustrate an anterior bowing to the posterior maxillary sinus wall (Holman Miller sign) in cross sectional (axial/ sagittal) imaging due to tumor in the pterygomaxillary space on axial CT
Angiography • Diagnostic angiography is performed to identify the feeder vessel and to embolise it preoperatively. • Supply of these tumours is usually via: – external carotid artery: majority • internal maxillary artery • ascending pharyngeal artery • palatine arteries
– internal carotid artery: less common, usually in larger tumours • sphenoidal branches • ophthalmic artery
Treatment • Radiotherapy – Stereotactic radiotherapy (ie, Gamma Knife) delivers a lower dose of radiation to surrounding tissues. – Conformal radiotherapy in extensive juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA) or intracranial extension provides a good alternative to conventional radiotherapy
• Surgery – A lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary, or sphenoethmoidal route is used for small tumors – The infratemporal fossa approach is used when the tumor has a large lateral extension.
• Preoperative embolization • Hormonal therapy – The testosterone receptor blocker flutamide was reported to reduce stage I and II tumors to 44%. Despite tumor reduction with hormones, this approach is not routinely used.
KARSINOMA NASOFARING
Karsinoma Nasofaring • Karsinoma nasofaring merupakan keganasan pada nasofaring dengan predileksi pada fossa Rossenmuller. Prevalensi tumor ganas nasofaring di Indonesia cukup tinggi, 4,7 per 100.000 penduduk. • Faktor risiko meliputi: infeksi oleh EBV, makanan berpengawet, dan genetik
Karsinoma Nasofaring Invasi lokal
Insepsi
• Genetik • Lingkungan • Viral
Silent period
Penyebaran sistemik
• Mukus campur darah • Sumbatan tuba eustachius
Kelenjar limfe retrofaringeal/penyebaran lokoregional (paranasofaringeal/parafarin geal, erosi dasar tengkorak)
Manifestasi Klinis Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1. Gejala nasofaring 2. Gejala telinga 3. Gejala mata 4. Gejala saraf 5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis • Gejala telinga: – rasa penuh di telinga, – rasa berdengung, – rasa tidak nyaman di telinga – rasa nyeri di telinga, – otitis media serosa sampai perforasi membran timpani – gangguan pendengaran tipe konduktif, yang biasanya unilateral
Manifestasi Klinis • Gejala hidung: – ingus bercampur darah, – post nasal drip, – epistaksis berulang – Sumbatan hidung unilateral/bilateral
• Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu sugestif KNF
Manifestasi Klinis • Gejala lanjut Limfadenopati servikal • Penyebaran limfogen • Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah digerakkan • Soliter • KGB pada leher bagian atas jugular superior, bawah angulus mandibula
Manifestasi Klinis • Gejala lokal lanjut gejala saraf • Penjalaran petrosfenoid dapat mengenai saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid Jacob • Penjalaran petroparotidean mengenai saraf posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma petroparatoidean Villaret
DIAGNOSIS • • • • • •
Rhinoskopi posterior Nasofaring direct/indirect Biopsi CT Scan/ MRI FNAB KGB Titer IgA anti : – VCA: sangat sensitif, kurang spesifik – EA: sangat kurang sensitif, spesifitas tinggi
• • • • • •
DPL Evaluasi gigi geligi Audiometri Neurooftalmologi Ro Torax USG Abdomen, Liver Scinthigraphy • Bone scan
PENGOBATAN • Radioterapi Stadium dini tumor primer Stadium lanjut tumor primer (elektif), KGB membesar • Kemoterapi Stadium lanjut / kekambuhan sandwich • Operasi – sisa KGB diseksi leher radikal – Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar nasofaringektomi