Teori Pertukaran.docx

  • Uploaded by: Hamam Nasirudin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Pertukaran.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,821
  • Pages: 19
RINGKASAN BAB Nama

: Hamam Nasirudin

Program Studi

: Prodi Sosiologi

Semester/TA

: IV – 2018/2019

Mata Kuliah

: Pemikiran Sosiologi 2

Judul

Bab

dan : Bab

“Pertukaran

Antarpribadi

Dan

Munculnya Struktur Sosial”, hal. 54-72

halaman Pengarang,

9

Doyle Paul Johnson. Teori Sosiologi Klasik dan

Judul

Modern. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

Buku dan Penerbit

Jakarta, 1990 Tanggal/Tahun/Jam

:

Naskah dikirimkan

A. Pertukaran Antarpribadi Dan Munculnya Struktur Sosial Sebenarnya dasar-dasar teori pertukaran sosial dapat dilacak dalam sejumlah karya ilmuwan sosial klasik. Dalam teori ekonomi klasik abad ke-18 dan 19, para ahli ekonomi politik Inggris seperti Adam Smith sudah menganalisis pasar ekonomi sebagai hasil dari kumpulan (agregation) yang menyeluruh dari sejumlah transaksi ekonomi individual yang tidak terbilang besarnya. Diasumsikan bahwa transaksi-transaksi pertukaran akan terjadi hanya jika kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu, dan bahwa kesejahteraan masyarakat pada umumnya dapat dengan baik sekali dijamin apabila individu-individu diberikan untuk mengejar kepentingan pribadinya melalui pertukaran-pertukaran yang dirembukkan secara pribadi. Tekanan yang sama pada tujuan-tujuan individual dan imbalannya (reward) inilah yang juga menandai sifat teori pertukaran masa kini di Amerika3. Teori Durkheim mengenai solidaritas organis juga tercatat mengandung suatu proses pertukaran sosial. Meksipun sesungguhnya teori ini pada umumnya

tidak dianggap sebagai teori pertukaran dan tidak pula didasarkan pada asumsiasumsi pemikiran Inggris yang bersifat individualistis. Pada solidaritas baik organis maupun mekanis terdapat berbagai bentuk kerjasama yang terspesialisasi ataupun yang sederhana di mana para anggotanya terlibat di dalamnya karena mereka melaksanakan suatu tugas bersama. Perilaku kerja sama ini mengandung proses pertukaran. Levi-Strauss, seorang ahli antropologi Prancis, yang bekerja dalam kerangka tradisi Durkheim, mengembangkan suatu perspektif teoritis mngenai pertukaran sosial dalam analisisnya mengenai praktek perkawinan dan sistem kekerabatan masyarakat-masyarakat primitif. Dalam analisisnya, Levi-Strauss membedakan dua sistem pertukaran; pertukaran langsung dann pertukaran tidak langsung. Dalam pertukaran langsung, para anggota suatu kelompok duaan (dyad) terlibat dalam transaksi pertukaran langsung, masing-masing anggota pasangan itu saling memberikan dengan dasar pribadi. Dalam pertukaran tidak langsung, anggota-anggota dalam kelompok tigaan (triad) atau yang lebih bsear lagi, menerima sesuatu dari seorang pasangan yang lain dari orang yang dia berikan sesuatu yang berguna. Dengan kata lain, pertukarannya bersifat tidak langsung, dan bukan yang bersifat timbal balik. Levi-Strauss sendiri menegaskan bahwa tujuan utama proses pertukaran itu adalah tidak untuk memungkinkan pasangan-pasangan yang terlibat dalam pertukaran itu untuk memenuhi kebutuhan individulistisnya. Sebaliknya, arti pertukaran itu adalah bahwa dia mengungkapkan komitmen moral individu itu pada kelompok. Bentuk khusus pertukaran itu, apakah langsung atau tidak langsung, bukanlah sebuah keputusan individu yang dikeluarkan berdasarkan pertimbangan kepentingan sekarang ini. Bentuk pertukaran itu sendiri dibatasi oleh kebudayaan keseluruhannya, dan diinstitusionalisasikan dalam struktur sosial itu sendiri, kenyataan mana mengatasi individu, serta kebutuhan-kebutuhannya yang khusus. Levi-Strauss membedakan pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial. Secara tegas ia menolak penggunaan motif-motif ekonomi atau individualistis untuk menjelaskan pertukaran-pertukaran sosial.

Sementara itu, mengikuti pendapat Molm dan Cook, yang menelusuri sejarah perkembangan teori pertukaran sosial, diperoleh data bahwa dua teori yang memiliki peran besar dalam melahirkan teori pertukaran sosial, yaitu teori behaviorisme dan teori pilihan rasional. Kedua teori ini bahkan dianggap sebagai akar teori pertukaran sosial yang sebenarnya. Menurut Molm dan Cook, behaviorisme yang sangat terkenal dalam psikologi dinilai berpengaruh secara langsung terhadap sosiologi perilaku dan pengaruh tak langsung terhadap teori pertukaran. Behaviorisme, dengan gagasan utamanya mengenai hadiah dan biaya inilah, yang disebut-sebut berpengaruh besar baik terhadap sosiologi perilaku maupun teori pertukaran awal. Jadi, dalam sosiologi perilaku maupun teori pertukaran awal, salah satu proposisi yang dapat dibaca adalah bahwa tindakan seseorang itu lahir lebih didasarkan pada pertimbangan hadiah (atau penguat/reward) dan ongkos (atau hukuman/punishment). Hadiah ditentukan oleh kemampuannya memperkuat perilaku, sedangkan biaya mengurangi kemungkinan perilaku1. B. Homans: Suatu Pendekatan Perilaku Terhadap Pertukaran Pokok Homans (1910-1989) adalah teoritisi Amerika yang memulai karirnya sebagai seorang sejarawan sebelum kemudian beralih ke sosiologi dan antropologi di bawah pengaruh Lawrence Henderson dan Elton Mayo di Sekolah Bisnis Harvard pada 1930-an. Setelah Perang Dunia II ia bergabung dengan Parsons di Departemen Multidisiplin Hubungan Sosial. Homans Lahir di Boston tahun 1910. Ia dibesarkan pada lingkungan keluarga yang kaya raya. Ia juga seorang hartawan. Pada tahun 1932 Homans menerima gelar Sarjana Muda dari Havard University. Menurut Homans, teori struktural-fungsional memiliki kebaikan apa saja kecuali dalam menjelaskan segala sesuatu. Homans beranggapan bahwa dalam melihat perilaku sosial manusia, maka yang harus diamati adalah individu atau paling tidak ada dua individu yang saling berinteraksi. Dan pengamatan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati (Ritzer dan Goodman, 2008).

1

George Ritzer – Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm., 356.

Homans menolak tipe penjelasan fungsional. Homans memperlihatkan bahwa suatu

pola tertentu

pada kehidupan masyarakat

yang bersifat

menguntungkan masyarakat bukan untuk menjelaskan penyebab orang itu menyesuaikan tindakannya terhadap pola tersebut. Penjelasan mengenai perilaku menuntut suatu pemahaman mengenai motif-motif dan perasaan-perasaan manusia dan tidak menyoalkan kebutuhan hipotesis dan tuntutan-tuntutan masyarakatnya. Menurut Homans, nampakanya tidak ada cara untuk menentukan secara definitif apa kebutuhan fungsional itu, terlebih jika kita mengakui bahwa kekurangan yang diciptakan oleh runtuhnya setiap pola institusional biasanya diikuti oleh munculnya institusi-institusi alternatif untuk menggantikan kerusakan itu, sehingga Homans tidak menggunakan penjelasan tipe-fungsional, karena menurutnya pola-pola pertukaran harus dianalisa menurut motif-motif dan perasaan-perasaan manusia yang terlibat dalam interaksi tersebut. Banyak ide dasar dalam karya Homans yang juga

menyerang

intepretasi

Levi-Strauss

mengenai

kebiasaan-kebiasaan

perkawinan dalam masyarakat primitif. Hal ini merupakan tema pokok dalam analisis

lintas-budaya

yang

dikemukakan

oleh

Homans.

Levi-Strauss

mengemukakan bahwa pola perkawinan, dimana seorang anak mengawini putri saudara Ibunya memberikan sumbangan yang amat besar pada tingkat solidaritas yang tinggi pada masyarakat primitif, dibandingkan dengan seseorang yang mengawini anak dari saudara bapaknya. Alasan Levi-Strauss menjelaskan solidaritas sosial yang lebih tinggi ini adalah bahwa pola yang lebih disukai ini mencakupi pertukaran tidak langsung dari pada pertukaran langsung. Sedangkan Homans memberikan penjelasan yang bersifat Psikologis mengenai pola-pola perkawinan ini. Arahnya adalah ke perasaan-perasaan manusia itu sendiri yang bersifat alamiah (berlawanan dengan determinasi budaya), tidak terhadap integrasi atau solidaritas masyarakat. Tekanan Homans pada penjelasan institusi-institusi sosial di tingkat psikologi individu merupakan pendekatan dasarnya. Homans mengemukakan bahwa alasan sering terjadinya perkawinan dengan anak saudara Ibu hanya karena individu itu secara emosional lebih dekat dengan Ibunya daripada Bapaknya.

1) Dinamika Perilaku Kelompok Kecil Homans mengemukakan bahwa banyak tulisan sosiologis yang sangat abstrak dan sulit untuk melihat hubungan yang jelas dengan data empiris yang didapat dari lapangan. Konsep-konsep sosiologi seperti institusi sosial, peran, kebudayaan, strukutur otoritas, dan status adalah konsep abstrak, bukan konsep yang benar-benar diamati. Akibatnya, sering sulit untuk menghubungkan konsepkonsep teoritis dengan gejala tertentu yang dapat diamati dengan jelas dan tidak ambigu. Oleh karena itu Homans memilih kelompok kecil untuk analisa deskriptifnya, sebagian karena kelompok itu merupakan satuan dasar yang terdapat dalam semua tipe struktur sosial lainnya dan semua satuan budaya. Ada tiga konsep utama yang digunakan Homans untuk menggambarkan kelompok kecil. Definisi-definisinya dalam kehidupan sehari-hari. 3 (tiga) konsep tersebut adalah sebagai berikut: a. Kegiatan, yaitu perilaku aktual yang digambarkan pada tingkat yang sangat konkret. Sebagian dari gambaran mengenai kelompok apa saja harus meliputi catatan mengenai kegiatan-kegiatan para anggotanya saja. Individu dan kelompok dapat dibandingkan menurut persamaan dan perbedaan dalam kegiatan mereka, tingkat penampilan dari berbagai kegiatan itu. b. Interaksi, yaitu kegiatan apa saja yang merangsang atau b. dirangsang oleh kegiatan orang lain. Individu atau kelompok dapat dibandingkan menurut frekuensi interaksi, menurut siapa yang mulai, interaksi dengan siapa, menurut saluran-saluran di mana interaksi itu terjadi. c. Perasaan, perasaan ini tidak didefinisikan hanya sebagai c. suatu keadaan subjektif, tetapi sebagai suatu tanda yang bersifat eksternal atau yang bersifat perilaku yang menunjukkan suatu keadaan internal. Ketiga elemen ini membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi dan berhubungan secara timbal balik. Artinya, kegiatan akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh poal-pola interaksi dan perasaan-perasaan. Interkasi akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan dan perasaan, dan perasaan akan berhubungan timbal balik dengan kegiatan dan interaksi. Beberapa dari kegiatan,

interaksi, dan perasaan yang terjadi dalam kelompok merupakan hasil dari tuntunan-tuntunan yang diberikan kepada kelompok itu dari lingkungan atau strategi-strategi untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Kegiatan, interaksi, dan perasaan tertentu ini dilihat sebagai sistem eksternal. Tetapi anggota kelompok yang jarang membatasi kegiatan, interaksi, dan perasaannya pada apa yang diberikan oleh lingkungan atau yang hanya bisa bertahan hidup saja. Sebaliknya, mereka mengembangkan atau memperluas kegiatan, interaksi, dan perasaannya di atas persyaratan minimal untuk hidup. Kegiatan, interaksi, dan perasaan tambahan ini dilihat sebagai sistem internal. 2) Dasar-dasar Psikologi Bagi Transaksi Pertukaran Homans membangun teori pertukarannya pada landasan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi prilaku (behavioral psychology) dan ekonomi dasar. Dari psikologi prilaku diambil gambaran mengenai prilaku manusia yang dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau yang memberikannya dukungan yang berbeda-beda. Dari ekonomi dasar Homans mengambil konsep-konsep separti biaya (cost) dan imbalan (rewards). Gambaran tentang perilaku manusia ini sudah dikembangkan dengan menjelasakan pertukaran ekonomi di pasar, tujuannya untuk memperluas sehingga mencakup pertukaran sosial juga. Dukungan sosial seperti halnya uang, dapat dilihat sebagai suatu reward, dan berada dalam suatu posisi bawahan dalam suatu hubungan sosial dapat dilihat sebagai cost. Konsep tambahan juga ditambahakan, antara lain kuantitas dan nilai yang dilihat sebagai variabel, di mana keduanya akan merupakan pusat proposisi yang dikembangkan yang bersifat menjelaskan. Kuantitas menunjuk pada frekuensi di mana suatu perilaku tertentu dinyatakan dalam suatu jangka waktu tertentu, atau sejumlah perilaku yang sedang terjadi. Nilai adalah tingkat di mana suatu perilaku tertentu didukung atau dihukum. Pengukuran yang tepat mengenai nilai yang terlepas dari kuantitas, sering mengalami kesulitan, gampang untuk menarik kesimpulan yang berhubungan dengan nilai-nilai seseorang dengan mencatat frekuensi di mana dia terlibat dalam suatu bentuk perilaku tertentu.

Satu ciri khas teori pertukaran yang menonjol adalah cost and reward. Dalam berinteraksi manusia selalu mempertimbangkan cost (biaya atau pengorbanan) dengan reward (penghargaan atau manfaat) yang diperoleh dari interaksi tersebut. Jika cost tidak sesuai dengan reward-nya, maka salah satu pihak yang mengalami disertasi seperti ini akan merasa sebal dan menghentikan interaksinya, sehingga hubungan sosialnya akan mengalami kegagalan. Inti teori pertukaran Homans terletak pada kumpulan proposisi-proposisi dasar yang menerangkan tentang setidaknya dua individu yang berinteraksi. Ia mencoba menjelaskan perilaku sosial mendasar dilihat dari sudut hadiah dan biaya. Dalam hal ini ia termotivasi oleh teori struktural-fungsional Parsons. 3) Penerapan Prinsip-prinsip Pertukaran Dasar Era modern ini sudah tidak asing lagi istilah pacaran yang hampir semua kalangan pernah merasakannya. Sebenarnya dalam pacaran terdapat proses pengaruh sosial di mana orang

menyukai mampu saling mempengaruhi dan

pastinya terdapat prinsip cost and reward. Bukan hanya pada contoh diatas yang masih lingkupan anatar individu, karena pada kelompok di mana anggotanya saling mengerti satu sama lain dalam mentaati norma-norma yang ada. Dalam pertukaran dasar tidak mempedulikan interaksi yang di jalani seseorang akan membuat senang atau tidak, tapi lebih melihat pada keuntungan yang diperolehnya. Banyak sekali gambaran mengenai gejala ini, seperti seorang pegawai kantor yang tidak suka dengan atasannya, namun, dia akan terus berinteraksi karena tahu bagaimana susahnya mencari pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki, atau lebih tepatnya dia memilih menghindari konskuensi yang tidak menguntungkan. Meskipun analisa Homans mendiskusikan tentang perilaku tatap muka yang mencakup pertukaran langsung antara cost dan reward, dalam bab terakhir bukunya social behavior: its elementary forms dia masuk pada suatu diskusi mengenai perbedaan kontras antara perilaku sosial yang dasar sebagai perilaku subinstitusional

dan

perilaku

institusional.

Namun

demikian,

Homans

mengemukakan bahwa institusi sosial tidak bertahan dengan dinamikanya sendiri yang terlepas dari proses sosial yang mendasar. C. John Thibaut dan Harold H. Kelley : Teori Pertukaran Diterapkan Pada Kelompok Duaan Thibaut dan Kelley mengembangkan prespektif teori pertukaran dengan membandigkan proses-proses pertukaran antara hubungan duaan dan kelompok. Setiap individu dalam suatu pertemuan sosial ataupun sendiri, pasti memiliki daftar perilaku potensial yang dapat ditampilkan. Dalam urutan interaksi atau hubungan sosial, daftar perilaku dari dua orang atau lebih akan dapat digabungkan untuk membentuk daftar kesempatan keseluruhan yang berhubungan dengan perilaku atau interaksi bersama. Thibaut dan Kelley menekankan dua tipe reward dan cost dengan penentu yang berbeda : 

Eksogen adalah faktor yang ada diluar suatu hubungan, seperti: karakteristik pribadi ( pengeteahuan dan keterampilan), sosial ( latar belakang sosial) dan faktor-faktor lingkungan (ekologis dan geografis)



Endogen adalah faktor yang muncul dalam hubungan atau dalam urutan interaksi itu secara intrinsik, seperti: ketika dalam suatu hubungan berkembang, maka pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan itu akan menjadi lebih tahu keinginan dan sifat unik dari sesamanya, kemudian mampu meramalkan respon orang lain dengan lebih tepat.

hasilnya adalah bahwa secara relatif menjadi lebih mudah untuk memperoleh respon yang mendatangkan reward dari orang lain, dan tingkat resiko menjadi lebih rendah. Kemudian, ada dua dasar perbandingan yang perlu dibedakan, yaitu:



TP (Tingkat Perbandingan), menunjuk pada standar individu itu sendiri ketika biaya, imbalan, dan hasilnya dinilai.



TP alt (Tingkat Perbandingan untuk alternatif-alternatif), menunjuk pada hasil-hasil yang dirasakan ada pada hubungan-hubungan alternatif.

Selanjutnya, Thibaut dan Kelley berusaha memperluas jangkauan analisanya dari hungan duaan ke kelompok. Contoh mengenai hasil imbalan-biaya yang terjadi dalam kelompok semakin besar, dapat dilihat pada situasi yang dihadapi seorang pemimpin atau orang yang memiliki ststus yang lebih tinggi. Halhal lain mungkin sama, tetapi imbalan menjadi pemimpin dipertinggi dalam kelompok yang besar. Seseorang yang memiliki keterampilan dan keahlian berada diatas rata-rata, membantu orang lain untuk memperbesar penghasilan mereka, dapat meningkatkan jumlah orang dengan siapa dia akan menggunakan keterampilannya, karena hanya sedikit cost tambahan perorangan yang didapat. Dalam pertukaran, ada suatu kenaikan yang penting dalam social approval dan penghargaan sosial yang diterima seseorang, hanya karena ada orang lain yang lebih banyak memberikan penghargaan seperti itu. Contoh akhir mengenai perubahan dalam dinamika sosial yang merupakan hasil dari bertambah besarnya kelompok adalah kepercayaan yang bertambah besar terhadap struktur normatif yang bersifat impersonal. Alasannya adalah bahwa menjadi lebih sulit untuk merundingkan transaksitransaksi pertukaran secara terinci menurut kepuasan setiap orang dengan dasar transaksi-demi-transaksi ini. Tetapi, dengan norma-norma

yang bersifat

impersonal, negosiasi seperti itu menjadi tidak perlu (atau tidak terlalu penting) karena cost dan reward yang diperoleh seseorang dapat ditentukan terlebih dahulu. Dan tambahan, dengan munculnya sistem normatif yang bersifat impersonal, dukungan sosial dapat diberikan sebagai suatu imbalan yang umum sifatnya dalam pertukaran untuk biaya apapun yang mungkin tercakup dalam konformitas normatif itu. Dari contoh-contoh ini menggambarkan beberapa perbedaan penting antara kemungkinan pertukaran dalam kelompok duaan dan dalam kelompok tigaan.

Petter Blau, seorang ahli teori pertukaran yang akan kita diskusikan berikut ini, memusatkan perhatiannya pada masalah bagaimana struktur sosial yang lebih luas dan besar muncul dari pertukaran-pertukaran dasar yang terjadi atas dasar tatap muka ditingkat mikro. D. Teori Pertukaran Blau : Munculnya Struktur Makro Dari Pertukaran Sosial Dasar Peter Michael Blau lahir di Wina, Austria, pada tanggal 7 Pebruari 1918 ketika Kekaisaran Austro-Hungaria jatuh. Setelah perang selesai, Blau melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar Doktor dari Universitas Columbia pada tahun 1952. Setelah sempat memperoleh kedudukan akademis di Universitas Cornell dan Universitas Chicago, Blau akhirnya kembali lagi ke Universitas Columbia. Sumbangan Blau dalam bidang sosiologi yaitu studinya tentang organisasi formal yang mendapat pengakuan secara luas. Tulisan-tulisannya tentang organisasi formal yang didasarkan atas studi-studi empiris dan juga buku-buku teksnya banyak yang dikutip. Tidak seperti Homans, Blau tidak memusatkan perhatiannya pada proses psikologi dasar seperti dukungan dan sebagainya. Singkatnya kalau Homans adalah seorang reduksionis yang menjelaskan perilaku sosial menurut proses-proses psikologi dasar , Blau berusaha memperlihatkan bahwa proses pertukaran dasar itu melahirkan gejala yang muncul dalam bentuk struktur sosial yang lebih kompleks. Menurut Blau, manusia tidak hanya didorong oleh kepentingan diri yang sempit. Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu imbalan. Dia juga menerapkan prinsip-prinsip teori pertukarannya dalam menganalisa hubungan sosial antara orang yang saling bercintaan dalam satu bab berjudul “Excursus on Love”. Dalam hubungan seperti itu banyak pertukaran istimewa yang terjadi, dapat dilihat sebagai simbol daya tarik emosional terhadap satu sama lain, ikatan hubungan yang bersifat timbal-balik, dan keinginan mereka untuk meningkatkan komitmen satu sama lain. 1. Penghargaan Intrinsik dan Ekstrinsik

Dalam hubungan sosial dapat dikelompokkan dalam dua ketegori umum yang didasarkan pada reward yang ditukarkan itu, apakah bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Dalam pandangan Blau suatu pertukaran akan bersifat ekstrinsik apabila hanya berfungsi sebagai alat untuk imbalan yang lainnya dan bukan untuk hubungan itu sendiri. Jadi dalam pertukaran yang ekstrinsik suatu imbalan memiliki kemungkinan untuk terlepas dari hubungan pertukaran. Pertukaran ekstrinsik ini dapat ditemukan dalam setiap pasangan yang melakukan proses pertukaran. Contoh konkret dari pertukaran yang ekstrinsik ini dapat dilihat pada setiap transaksi ekonomi. Sedangkan pertukaran yang bersifat intrinsik berasal dari dalam hubungan itu sendiri. Contohnya dalam hubungan percintaan di mana sebuah pasangan yang bertukar hadiah tidak melihat pada nilai ekonomis dari hadiah yang dipertukarkan tetapi makna yang ada di balik hadiah itu. Transformasi dari pertukaran ekstrinsik menjadi intrinsik hanya dapat terjadi apabila seseorang memiliki tingkat kebebasan tertentu untuk membuat pilihan. Dalam menentukan pilihan tersebut seseorang memerlukan pertimbanganpertimbangan tertentu. Dengan pertimbangan inilah konsep biaya dan imbalan atau penghargaan memainkan peranan penting. Artinya seseorang merasa tertarik untuk berhubungan dengan orang lain apabila ia merasa ada keuntungan dari hubungan tersebut bagi dirinya sendiri. Namun untuk membuat orang lain merasa tertarik untuk berhubungan dengannya mesti ada rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut bersifat imbalan. Dalam pertukaran sosial tawaran akan imbalan tersebut tidak dilakukan dengan sadar. Dalam upaya merangsang orang lain untuk mau berhubungan dengan seseorang dapat timbul suatu dilema. Hal ini terjadi ketika upaya untuk menjadi menarik agar orang lain mau berhubungan dengannya justru melewati ambang batas biasa. Akibatnya orang enggan berhubungan dengannya karena takut pada kemungkinan adanya biaya yang tinggi dalam hubungan tersebut. Biaya tersebut dapat berupa ketergantungan maupun posisi subordinasi. Hal yang ironis di sini adalah kualitas seseorang yang membuatnya menarik dapat menghalanginya untuk memperoleh hubungan yang diharapkan.

2. Munculnya Struktur Kekuasaan dari Pertukaran Tak Seimbang Dalam hal ini, paul jhonson coba menggambarkan praktek orang yang mendapat bantuan dari orang lain dengan cara memohon atau yang lainnya. Pihak dengan status lebih tinggi adalah pihak yang memberikan keuntungan lebih besar dan tidak dapat dibalas oleh pihak penerima. Inilah yang disebut sebagai pertukaran tidak seimbang. Karena tidak seimbang maka pihak penerima berada dalam posisi subordinasi. Mereka mesti menyesuaikan diri dengan tuntutan pihak pemberi agar dapat terus menerima apa yang dibutuhkan. Dengan kata lain pihak penerima berkewajiban untuk menyesuaikan dirinya dengan kemauan, tuntutan atau pengaruh dari pihak pemberi. Perbedaan status tidak hanya merupakan akibat dari pertukaran yang tidak seimbang. Dalam beberapa hal, penghormatan yang tinggi, seperti ungkapan terima kasih dan hormat, mungkin akhirnya menjadi tidak sesuai lagi sebagai suatu rangsangan bagi seorang yang tinggi statusnya untuk terus mengeluarkan cost dalam memberikan reward kepada orang yang lebih rendah statusnya secara sepihak. Dalam keadaan ini, kalau orang yang statusnya lebih rendah menjadi tergantung pada imbalan yang diterima secara sepihak, satu-satunya jalan lain mungkin dengan menyesuaikan diri dan menerima saja apa yang dituntut si pemberi dalam pertukaran itu agar dia dapat memperoleh terus kebutuhannya yang bersifat sepihak itu. a. Strategi untuk memperoleh kekuasaan dan menghindarkan Subordinasi Kalau saya ilustrasikan strategi untuk memperoleh kekuasaan, mungkin situasi yang sekarang sedang terjadi dapat dikaitkan. Organisasi mahasiswa seperti BEM mendapat bantuan keuangan oleh salah satu pejabat daerah. Pejabat tersebut memberikan bantuan, tujuannya adalah untuk menegaskan status sosialnya yang tinggi atau menunjukkan kekuasannya pada pihak lain. Dalam upaya untuk mencapai tujuannya mereka memberikan sesuatu sebanyak-banyaknya kepada pihak lain untuk menciptakan utang dari pihak penerima. Upaya tersebut menjadi

sebuah senjata untuk mengontrol agar organisasi mahasiswa tersebut tunduk dan tidak berani mengkritisi kebijakan pejabat tersebut. Apabila seseorang tidak mau berada dalam posisi subordinasi melalui ketergantungan atau utang maka ada beberapa cara yang dilakukan. Pertama, menolak untuk menerima pemberian yang tidak dapat dibalas walaupun dengan resiko tidak mendapat apa-apa. Kedua, berusaha untuk memiliki sumber-sumber lain yang dapat digunakan dengan nilai yang sama. Hal ini akan menimbulkan saling ketergantungan dan bukan ketergantungan secara sepihak. Ketiga, mencari apa yang dibutuhkan pada alternatif-alternatif lain di mana ada peluang untuk hubungan saling ketergantungan. Keempat, menggunakan kekerasan berupa paksaan fisik atau merampasnya dari pihak yang memiliki sumber-sumber itu. Apabila keempat cara ini tidak digunakan maka satu-satunya yang terjadi adalah menerima status sebagai pihak yang tersubordinasi. b. Munculnya Struktur Kekuasaan dalam Kelompok Tugas Menurut Blau, proses seperti ini pun terjadi dalam organisasi yang lebih besar. Dalam tiap organisasi ada pemimpin dan yang dipimpin. Apabila kepemimpinan seseorang dinilai sukses maka hal itu dianggap sebagai imbalan yang diberikan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Kemudian sebagai balasannya orang-orang yang dipimpin memberikan dukungan kepada pemimpin tersebut. Akibatnya kekuasaan sang pemimpin semakin bertambah besar dan langgeng. Dengan kata lain, sukses sang pemimpin akan menghasilkan sukses berikutnya. Jadi kekuasaan seseorang diperbesar karena ia menjadi pemimpin. Dalam kasus-kasus tertentu seorang pemimpin mungkin akan memberikan hadiah yang banyak dan berlimpah kepada orang-orang yang dipimpinnya secara berlebihlebihan agar menciptakan utang budi yang tidak mungkin dapat dibayar. Dalam

kelompok-kelompok

yang

anggota-anggotanya

memiliki

keterlibatan pribadi model struktur pemimpin ini akan muncul. Sedangkan apabila anggota-anggota kelompok tidak memiliki tujuan kelompok atau menggunakan empat cara di depan untuk menghindari diri dari posisi subordinasi, model struktur

pemimpin ini tidak cocok. Di sini kegiatan anggota-anggota kelompok menjadi tidak jelas sehingga tenaga terbuang percuma karena tidak ada pusat perhatian bersama. c. Stabilisasi Struktur Kekuasaan Dalam organisasi yang memiliki pemimpin yang terstruktur, ada prosesproses tambahan. Tujuannya adalah untuk menstabilisasi struktur kepemimpinan itu. Proses dimaksud terdiri dari perkembangan nilai-nilai dan norma-norma bersama untuk memberikan legitimasi terhadap struktur kepemimpinan tersebut. Hasilnya pemimpin dipandang memiliki hak untuk mengharapkan kepatuhan dari orang-orang yang dipimpinnya tetapi ia sendiri tidak memberikan imbalan yang pantas. Jadi kekuasaannya berkembang menjadi pihak yang memiliki otoritas terhadap sumber-sumber yang dibutuhkan. Dengan otoritas ini pemimpin mampu menuntut ketaatan orang-orang yang dipimpinnya ketika ada gangguan dalam memberikan imbalan. Untuk mempermudah suatu kelompok mencapai tujuan-tujuan jangka panjang, legitimasi struktur kepemimpinan melalui nilai dan norma memiliki peranan yang sangat penting. Bahkan kadang-kadang tuntutan memperoleh tujuan jangka panjang menuntut penundaan kepuasan saat ini. Dengan nilai dan norma maka seorang pemimpin akan mampu meyakinkan anggota-anggota kelompok untuk mengeluarkan biaya tanpa imbalan langsung. Paling-paling imbalan yang langsung diterima hanya berupa kepuasan internal dan kepercayaan sosial yang merupakan hasil konformitas normatif. Anggota kelompok juga dapat memperkuat otoritas pemimpin dengan cara memberikan dukungan sosial. Apabila dalam sebuah kelompok antara pemimpin dan anggota sama-sama memperoleh kepuasan maka mereka akan menstabilisasi hubungannya melalui legitimasi nilai-nilai dan norma-norma. Jadi tidak hanya sekadar bersandar pada perhitungan biaya-imbalan dalam hubungan pertukaran mereka. Dengan otoritasnya pemimpin terlindung dari keharusan memberikan imbalan secara terusmenerus kepada anggota kelompok. Walaupun demikian anggota kelompok tetap

berutang dan mau patuh pada pemimpin tersebut. Malahan anggota kelompok merasa wajib untuk tunduk dan patuh kepada pemimpin agar terhindar dari tuntutan yang mungkin diberikan oleh pemimpin dan menjamin keuntungan tetap diperoleh. Jadi nilai dan norma berfungsi untuk menjamin pertukaran antara pemimpin dan anggota kelompok berjalan secara wajar.

Pada kenyataannya dalam kelompok maupun organisasi, proses legitimasi dapat hancur. Gerakan oposisi yang muncul dapat menggulingkan struktur yang mapan. Hal ini pun dapat dijelaskan dengan menggunakan prinsip-prinsip teori pertukaran. Dalam bagian selanjutnya kita akan melihatnya dengan lebih jelas. 3. Dari Pertukaran Tak-Seimbang ke Struktur Makro Ketika struktur kepemimpinan muncul dari pertukaran tidak seimbang yang lalu diperkuat oleh nilai dan norma sebagai alat legitimasi, maka yang terjadi adalah pemimpin mengontrol dan mengkoordinasi tindakan anggota-anggota kelompok. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara mengembangkan suatu patokan tentang cara bertindak dalam kelompok tersebut. Pengontrolan yang luas mencerminkan ketergantungan yang luas dari anggota kelompok terhadap imbalan, penghargaan atau dukungan dan komitmen terhadap nilai dan norma sebagai pemberi legitimasi. Namun tidak hanya demikian. Selain untuk kepentingannya sendiri, anggota kelompok juga melakukan hal ini karena diarahkan oleh pemimpin kepada tujuan yang ia telah tetapkan. Tujuan yang ditetapkan itu mungkin menguntungkan semua anggota kelompok sehingga diterima dengan sukarela. Tetapi ada juga tujuan-tujuan yang terutama hanya menguntungkan sang pemimpin. Siapa pun yang diuntungkan, yang jelas adalah bahwa pemimpin mampu meyakinkan anggota kelompok bahwa tindakan-tindakan mereka secara bersama terpadu dalam suatu tindakan kolektif. Dalam hal ini kelompok merupakan satuan interaksi. Hanya dalam situasi darurat yang membutuhkan penanganan segera saja kita dapat melihat garis tindakan yang terpadu tanpa adanya struktur kepemimpinan. Selain situasi darurat dan yang

sejenisnya, selalu ada struktur tindakan kepemimpinan yang mengorganisir anggota kelompok dalam mencapai tujuan secara terpadu. Seperti para pemimpin serikat buruh yang terorganisasi baik, mampu menjatuhkan semua industri dengan pemogokan-pemogokan, meskipun banyak anggota buruh yang lebih memilih untuk tidak mogok. Dalam perkembangannya, kelompok dapat menjadi organisasi dengan struktur kepemimpinan yang mapan. Apabila ada dua kelompok seperti ini saling berinteraksi maka kelompok-kelompok itu disebut satuan-satuan interaksi. Dalam perjalanan waktu dapat terjadi pergantian dalam keanggotaan suatu kelompok. Walaupun demikian, garis tindakan dalam kelompok tetap dipertahankan. Jadi meskipun kelompok-kelompok hanya dapat bertindak melalui anggota-anggotanya namun tindakan itu mengatasnamakan kelompok, bukan pribadi. Inilah yang menjadi dasar bagi munculnya struktur makro. Jadi, berbeda dengan struktur mikro yang hanya terdiri dari individu-individu, struktur makro terbentuk dari kelompokkelompok. Pada struktur makro atau struktur yang terdiri atas kelompok-kelompok, pola-pola pertukarannya banyak yang sama dengan pertukaran yang terjadi antar individu. Antara kelompok yang satu dengan yang lainnya saling bersaing untuk tampil secara menarik di antara calon teman-temannya. Melalui proses ini maka pertukaran seimbang atau tidak seimbang mulai muncul. Apabila petukaran itu seimbang maka terjadi hubungan saling ketergantungan atau timbal balik. Tetapi apabila pertukarannya tidak seimbang maka yang muncul adalah perbedaan status dan kekuasaan. Selanjutnya apabila kelompok yang dominan mampu menciptakan kekuasaan dan hubungan ketergantungan dengan satu atau lebih kelompok yang lebih rendah maka pada tahap berikutnya dibutuhkan suatu kombinasi pada level yang lebih tinggi. Maksudnya, pemimpin dari kelompok dominan akan mengontrol kelompok yang rendah itu ke dalam kesatuan yang lebih besar untuk menetapkan suatu garis tindakan secara terpadu. Di sini yang nampak adalah suatu asosiasi dari kelompok-kelompok kecil. a) Legitimasi Struktur Kekuasaan versus Oposisi

Kekuasaan dan otoritas pada level makro ini sangat tergantung pada hasil perbandingan antara cost dan reward. Apabila perbandingan antara biaya dan imbalan itu menguntungkan, sesuai dengan harapan anggota kelompok atau lebih baik dari yang bisa diperoleh di tempat lain maka maka anggota kelompok akan menerima pemimpinnya sebagai pemimpin yang jujur. Mereka juga akan mempertahankan pola pertukaran yang sementara dipakai. Tetapi apabila dalam perbandingan itu terlihat tidak ada keuntungan, atau harapan para anggota kelompok berubah maka mereka akan marah, menolak atau melawan pemimpinnya. Setidaknya ada kekecewaan yang muncul. Hal ini dapat menumbuhkan gerakan oposisi. Dan dalam situasi ekstrem, gerakan oposisi akan merombak struktur kekuasaan. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai dan norma dapat memperkuat suatu struktur otoritas tertentu. Walaupun demikian tetap dibutuhkan kerelaan para anggota kelompok untuk taat pada norma dan nilai tersebut. Kerelaan ini akan timbul kalau dalam jangka panjang perbandingan antara biaya dan imbalan terlihat menguntungkan. Tetapi apabila tidak terlihat adanya keuntungan maka kerelaan untuk taat pada nilai dan norma bisa hilang. Dengan demikian struktur kekuasan juga bersifat goyah dan punya potensi tidak stabil. Potensi inilah yang biasanya dimanfaatkan oleh kaum oposisi. Antara mekanisme legitimasi dan mekanisme oposisi terjadi suatu hubungan dialektika yang bersifat terus menerus. Sebab setiap struktur kepemimpinan yang kuat selalu akan menciptakan gerakan oposisi. Dalam hal ini dinamika dalam gerakan oposisi juga sama dengan gerakan yang muncul dalam struktur kepemimpinan. Struktur kepemimpinan yang baik dalam kaum oposisi akan memberikan kemampuan kepada anggota kelompok yang tidak puas untuk bersatu dalam melawan struktur kepemimpinan yang ada. Perlawanan ini bisa berhasil tetapi juga bisa gagal. Namun entah berhasil atau tidak, gerakan oposisi secara positif membantu merangsang pembaharuan dan perubahan nilai dan norma yang ada. Gerakan oposisi juga dapat melahirkan nilai dan norma baru yang dapat

memberikan legitimasi terhadap hubungan cost dan reward bagi para anggota kelompok. b) Proses Institusionalisasi dalam Struktur Makro yang Besar Pada level makro nilai dan norma yang abstrak berkembang menjadi lebih besar dan kompleks. Sistem pertukarannya karena itu bersifat tidak langsung. Dengan demikian proses internalisasi nilai dan norma menjadi jauh lebih penting dalam membentuk perilaku dan pola interaksi. Karakteristik ini disebut gejala yang muncul (emergent phenomena). Hal ini sangat penting untuk perkerjaan yang bersifat rutin dalam sistem pertukaran yang besar. Jadi walaupun dalam asosiasi yang besar proses pertukarannya didasarkan pada pola pertukaran dasar namun di dalamnya terlihat sifat-sifat dan karakteristik yang muncul (emergent properties). Pengaruh dari sifat dan karakteristik ini lebih besar daripada dinamika yang terjadi dalam proses pertukaran langsung antar individu. Dalam analisanya Blau membedakan empat tipe nilai sosial yaitu nilai-nilai partikularistik sebagai media solidaritas, nilai-nilai universalistik sebagai media pertukaran dan diferensiasi, nilai-nilai legitimasi sebagai media organisasi dan ideal-ideal oposisi sebagai media reorganisasi. Kedua tipe terakhir tadi, baru saja kita diskusikan. Perbedaan antara nilai partikularistik dan universalistik dihubungkan dengan imbalan intrinsik dan ekstrinsik. Imbalan intrinsik dikaitkan dengan satu orang tertentu, sedangkan imbalan ekstrinsik tidak demikian dan dapat diperoleh dari berbagai sumber alternatif. Dalam suatu hubungan yang lebih luas, nilai-nilai partikularistik menciptakan perasaan-perasaan solidaritas dan integrasi antara orang-orang yang memiliki sifat tertentu yang sama. Sedangkan nilai-nilai universalistik justru sebaliknya, karena menjembatani pertukaran antara orangorang yang tidak sama. Dalam hubungan pertukaran, kemungkinan untuk mengindentifikasi panjangnya proses pertukaran dapat terjadi dengan membandingkan cost dan reward. Apabila berbagai pola pertukaran didukung oleh nilai-nilai yang telah

mendarah daging (internalized) maka dapat dikatakan bahwa pola-pola itu telah melembaga (institutionalized). Selain dimensi subyektif dalam institusionalisasi, ada juga dimensi obyektifnya. Karena pola-pola pertukaran yang melembaga menjelma dalam kebiasaan yang sudah mapan atau hukum, maka individu tidak mempunyai pilihan terbuka untuk menilai perlunya taat atau tidak, berdasarkan perhitungan subyektif mengenai cost dan reward-nya. Menurut Blau, agar segi-segi dalam struktur sosial melembaga, ada tiga kondisi yang harus terpenuhi, seperti: 

Proses institusionalisasi harus dibuat langgeng dari satu generasi ke generasi berikutnya.



Pola-pola

kehidupan

komunitas

yang

terorganisasi

harus

diformalkan, dan kondisi-kondisi historis yang terus ada dari waktu ke waktu, nilai-nilai sosial yang memberi legitimasi pada pola-pola di atas, harus diteruskan dalam proses sosialisasi. 

Kelompok-kelompok

dominan

dalam

masyarakat

harus

memperhatikan pola-pola tersebut supaya tetap hidup. Setelah saya menguraikan konsep pemikiran Blau tentang pertukaran sosial, maka berakhirlah rangkuman teori sosiologi bab sembilan ini. Oleh karena itu, saya mohon maaf apabila banyak sekali kekurangan dalam tulisan ini. Terima kasih.

Related Documents

Teori
October 2019 61
Teori
May 2020 46
Teori
June 2020 35
Teori
June 2020 40
Teori
June 2020 37
Teori
November 2019 59

More Documents from ""