Tca Indonesia Malaysia Filipina.pdf

  • Uploaded by: Mia Vania
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tca Indonesia Malaysia Filipina.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 19,482
  • Pages: 107
KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Jaka Haritstyo P. 11141130000039

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/1439 H

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 Juli 2018

Jaka Haritstyo P.

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama

: Jaka Haritstyo P.

NIM

: 11141130000039

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016”

dan telah memenuhi syarat untuk diuji,

Jakarta, 6 Juli 2018

Mengetahui, Ketua Program Studi,

Menyetujui, Pembimbing,

Ahmad Alfajri, M.A NIP:

Irfan R. Hutagalung, LL.M NIP:

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016 oleh Jaka Haritstyo P 11141130000039 Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Ketua,

Sekretaris,

Ahmad Alfajri, M.A NIP:

Eva Mushoffa, MHSPS NIP:

Penguji I,

Penguji II,

M.Adian Firnas, M.Si NIP:

Robi Sugara, M.Sc NIP:

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal ________2018. Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Ahmad Alfajri, M.A NIP:

iii

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis kepentingan Indonesia dan Filipina dalam kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf Tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepentingan apa saja yang melandasi Indonesia dan Filipina terlibat dalam kerjasama keamanan menghadapi Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016. Serangkaian kasus penculikan di tahun tersebut oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap Warga Negara Indonesia membuat Indonesia bekerjasama dengan Filipina untuk melepaskan sandera yang diculik tersebut. Selain itu, banyaknya kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di perairan Laut Sulu akhirnya membuat Indonesia mendorong negara yang berada di sekitar perairan tersebut untuk melakukan kerjasama keamanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan, yakni melalui buku, jurnal, dokumen pemerintah, serta sumber terkait lainnya. Selain itu, penelitian ini juga mengumpulkan data dengan cara wawancara. Kemudian, skripsi ini menggunakan tiga konsep untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu konsep Kepentingan Nasional, Kerjasama Internasional, dan Terorisme. Berdasarkan ketiga konsep tersebut, kepentingan Indonesia dan Filipina melakukan kerjasama keamanan menghadapi Kelompok Abu Sayyaf bukan hanya karena kepentingan keamanan saja, tetapi juga kepentingan ekonomi. Keberadaan Kelompok Abu Sayyaf di perairan Laut Sulu yang mengganggu kepentingan negara-negara tersebut akhirnya membuat mereka melakukan kerjasama keamanan. Kata Kunci : Indonesia, Filipina, Kerjasama, Keamanan, Kelompok Abu Sayyaf, Kepentingan Nasional, Kerjasama Internasional.

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrrahim, puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia dengan Filipina dalam Menghadapi Ancaman Kelompok Abu Sayyaf Tahun 2016”. Shalawat serta salam tak lupa diucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW selaku tauladan bagi seluruh umat manusia. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program S1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis

kemudian menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada : 1. Allah SWT, terimakasih atas limpahan rahmat dan karunia atas kelancaran dalam mengerjakan skripsi ini, 2. Kedua orangtua penulis, Darmawan Warsanto dan Nurhayati yang selalu memberikan dukungan tiada henti secara moril dan materil kepada penulis. Adik penulis, Dwzl Shaum Alfaensanah atas dukungan yang diberikan kepada penulis agar semangat walau disaat-saat tersulit. Sepupu penulis, Mas Kiki yang memberikan semangat agar segera menyelesaikan skripsi

v

penulis, serta anggota keluarga besar Mbah Sueb dan Eyang Warsanto yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, 3. Bapak Irfan R.. Hutagalung, LL.M selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah membimbing, membantu, dan memberi dukungan tiada henti dalam menyelesaikan skripsi ini, 4. Segenap jajaran staff dan dosen Prodi HI UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu dan wawasan yang bermanfaat bagi penulis dan mahasiswa HI lainnya, 5. Teman seperimbingan penulis, yaitu Ola, Risfi, Aqil, Teh Fari,Hanin, dan Azmi yang telah memberikan dukungan serta memberi bantuan saat penulis menghadapi kesulitan. 6. Geng The Four Horsemen, yaitu Nabiel, Radifan, dan Iqbal, yang walau jarang bertemu tetapi senantiasa menjadi sahabat setia dan memberi dukungan tiada henti kepada penulis sejak SMP hingga saat ini, 7. Sahabat-sahabatku, Gyralda yang walau terakhir ketemu pas SMP namun dukungan melalui media sosial dan telepon tiada henti diberikan, Sadewa yang merupakan sahabat setia sejak SD namun tidak pernah lelah memberi dukungan, 8. Teman-teman penulis semasa kuliah dari tiga kelas, HI Kelas A,B, dan C, yaitu Gema, Purwo, Alif, Yoga, Darma, Aden, Arman, Afif, Akbar, Robi,Andika, Aldi, Abyan, Beben, Arkan, Fikri, Kibul, Akim, Acep, Ajis, Ibnu, Namira, Sakhna, Rifda, Wirda, Aisyah, Cesa, Ahda, Nada,Yusti ,Yuana, Diah, Dina, Jaya, Andam, Widya, Tipeh, Unggul, Khirana, Karbel,

vi

Zahra, Kakuti, Devina, Hana, Atun, Inuy, Adinda,Ani, Tirana, Leha, Sasa, Fira, dan teman-teman perkuliahanku di HI 2014 lainnya, you’re the best, 9. Teman-teman KKN Andromeda 2017, Ario,Haris, Depi, Rahma dan kawan-kawan,aku rindu kalian, 10. Teman-teman yang tidak pernah lupa teman, Luis, Fajar, Wilsen, Nilam, Wibi, Bule, Bila, Nandit, Abi, Danti,Mayang, Dhea, Kyora, Najip, Anisa Ayu, Jasmine, Dwita, Puput, Ambar, Sarah, Baiq Tiara, Ica Sekdep, dan teman-teman lintas ruang dan waktu lainnya, dukungan kalian sungguh berarti, 11. Teman-teman penulis semasa kuliah lainnya yaitu anak-anak FISIP angkatan 2014 dan dari kampus-kampus lainnya, terima kasih telah memberi hidup yang berwarna bagi penulis, Penulis juga berdoa agar segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis juga menyadari banyaknya kekurangan dari skripsi ini. Oleh karena itu saran dan masukan untuk skripsi ini dapat disampaikan melalui email penulis, yaitu [email protected].

Semoga

skripsi

ini

dapat

bermanfaat

serta

memberikan wawasan baru bagi setiap pembacanya.

Jakarta, 6 Juli 2018

Jaka Haritstyo P.

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Pernyataan Masalah ........................................................... 1 1.2. Pertanyaan Penelitian......................................................... 4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................... 5 1.4. Tinjauan Pustaka ............................................................... 5 1.5. Kerangka Teoritis.............................................................. 10 1.5.1 Kepentingan Nasional……………………......…. 10 1.5.2 Kerjasama Internasional……...…….……............ 12 1.5.3 Terorisme...............................................................13 1.6. Metode Penelitian ............................................................ 14 1.7. Sistematika Penulisan ...................................................... 17

BAB II

SEJARAH KEMUNCULAN DAN DINAMIKA PERGERAKAN KELOMPOK ABU SAYYAF 2.1. Sejarah Kemunculan Kelompok Separatis di Filipina.......19 2.2. Sejarah Kelompok Separatis Abu Sayyaf ....................... 23 2.3. Dinamika Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf…………..26 2.3.1 Periode 1991-1998................................................27 2.3.2 Periode 1998-2014................................................29 2.3.3 Periode 2014-2016................................................30

viii

BAB III

KERJASAMA INDONESIA DAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI KELOMPOK SEPARATIS DAN TERORISME 3.1 Hubungan Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi Kelompok Separatis dan Terorisme Selain Kelompok Abu Sayyaf..................................................... 35 3.2 Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi Kelompok Abu Sayyaf..................................................... 43 3.2.1 Upaya Pembebasan Sandera Kelompok Abu Sayyaf......................................................................43 3.2.2 Kerjasama Keamanan Trilateral di Laut Sulu..........................................................................50

BAB IV

ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA DAN FILIPINA DALAM KERJASAMA KEAMANAN MENGHADAPI KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016 4.1 Menjamin Kepentingan Keamanan Berupa Keselamatan Warga Negara dari Ancaman Kelompok Abu Sayyaf...............................................................................57 4.2 Mengamankan Kepentingan Ekonomi Kedua Negara...............................................................................62 4.2.1 Menjaga Terjalinnya Kerjasama Perdagangan Indonesia dan Filipina…………………………...62 4.2.2 Memaksimalkan Kerjasama BIMP-EAGA……..65

BAB V

PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……….................………………………… 73 5.2 Saran ............................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA …………………………..…………………………..…. xiii LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Peta Wilayah BIMP-EAGA......................................................... 62

x

DAFTAR SINGKATAN

ABK

Anak Buah Kapal

AMM

Aceh Monitoring Team

ARMM

Autonomous Region in Muslim Mindanao

ASEAN

Association of Southeasat Asian Nations

ASG

Abu Sayyaf Group

BIMP-EAGA

The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area

GAM

Gerakan Aceh Merdeka

IMT

International Monitoring Team

ISIS

Islamic State of Iraq and Syria

KBRI

Kedutaan Besar Republik Indonesia

MILF

Moro Islamic Liberation Front

MNLF

Moro National Liberation Front

MOU

Momerandum of Understanding

OKI

Organisasi Konferensi Islam

PBB

Perserikatan Bangsa-Bangsa

TNI

Tentara Nasional Indonesia

WNI

Warga Negara Indonesia

WNA

Warga Negara Asing

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil wawancara dengan Letkol Ikhwan Ahmadi dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Lampiran 2

Hasil wawancara dengan Jimmy K. Mussa dari Mindanao Development Authority

Lampiran 3

Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea

xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pernyataan Masalah Skripsi ini membahas kerjasama keamanan Indonesia dan Filipina menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016, khususnya kepentingan yang melandasi kerjasama keamanan kedua negara. Pada tahun tersebut, Indonesia dan Filipina menghadapi tantangan berupa serangkaian aksi penculikan Kelompok Abu Sayyaf. Selain bekerjasama dalam penyelamatan sandera Kelompok Abu Sayyaf, kedua negara tersebut juga tergabung dalam kerjasama keamanan Laut Sulu bersama dengan Malaysia. Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf di wilayah perairan lintas negara menjadi masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara Asia Tenggara. Selama bertahun-tahun, kelompok separatis militan dengan ideologi Islam radikal yang berasal dari Filipina ini sudah melakukan berbagai aksi seperti pengeboman, pembunuhan, pembajakan kapal, hingga penyanderaan untuk mendapatkan uang tebusan.

Segala

tindak

kejahatan

tersebut

dilakukan

untuk

menjaga

keberlangsungan organisasi, khususnya dari segi keuangan serta keperluan untuk membeli persenjataan.1

Adhe Nuansa Wibisono, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan: Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin Vol. 3, No. 1(Januari 2016):124. 1

1

Pemerintah Filipina dihadapkan dengan berbagai tantangan bukan hanya menghadapi pergerakan Kelompok Abu Sayyaf saja, namun juga berbagai kelompok separatis lain seperti Moro National Liberation Front (MNLF) dan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Namun, kesepakatan damai yang dicapai pemerintah dengan kedua organisasi tersebut kini telah meredakan tensi ketegangan, sehingga menyisakan Kelompok Abu Sayyaf sebagai ancaman yang patut diperhitungkan potensi pergerakannya.2 Semenjak tahun 1990-an, aksi penyanderaan yang kemudian meminta tebusan menjadi polemik yang terus berulang. Sebagian besar penculikan yang dilakukan berada di wilayah perairan Filipina, tepatnya di Laut Sulu. Target operasi kelompok tersebut beragam, mulai dari kapal nelayan, Warga Negara Asing (WNA) yang sedang menginap di resort, serta berbagai jenis kapal lainnya yang sedang melintas perairan tersebut.3 Hal tersebut diperparah dengan kelompok Abu Sayyaf yang tidak segan-segan melukai dan membunuh jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Salah satu aksi pemenggalan oleh kelompok ini yaitu pada tahun 2016, di mana mereka memenggal sandera WNA asal Kanada, Robert Hall. Tuntutan tebusan sebanyak 300 juta peso Filipina yang tidak terpenuhi membuat Hall yang sudah menjadi sandera Kelompok Abu Sayyaf semenjak tahun 2015 tersebut

2

‘’Guide to the Philipines Conflict’’, BBC, http://www.bbc.com/news/world-asia17038024 (Diakses 16 Oktober 2017). 3 Zack Fellman, “Abu Sayyaf Group”, Aqam Futures Project Case Studies Series Number 5, (November 2011): 2.

2

dieksekusi.4 Pemenggalan WNA Kanada tersebut menjadi salah satu dari serangkaian operasi Kelompok Abu Sayyaf khususnya kasus penculikan dan penyanderaan warga asing yang terjadi di wilayah Filipina. Pada tahun 2016, terjadi serangkaian kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf yang melibatkan Warga Negara Indonesia(WNI). Kasus pertama terjadi pada bulan Maret, dimana 10 Pelaut asal Indonesia diculik di perairan Laut Sulu, Filipina.5 Belum selesai dengan pembebasan kasus pertama, kasus kedua terjadi pada perairan Filipina-Malaysia dimana kapal TB Henry dan tongkang Christy asal Indonesia yang berisikan 10 orang WNI dirompak.6 Meskipun enam orang selamat pada peristiwa ini, 4 orang WNI lainnya diculik sehingga menambah daftar sandera asal Indonesia. Kasus penculikan dan penyanderaan WNI kembali terjadi pada bulan Juni, Juli, dan November 2016. Hal tersebut belum termasuk berbagai kasus penculikan lain negara lainnya pada tahun yang sama. Terus terjadinya perompakan, penculikan, dan penyanderaan ini mendorong pemerintah Indonesia untuk menemukan solusi agar meminimalisir penculikan WNI serta mendesak Filipina meningkatkan keamanan laut mereka. Selain kerjasama pemerintah Filipina dan Indonesia dalam melepaskan sandera Kelompok Abu Sayyaf, kedua negara juga melakukan pertemuan untuk “Robert Hall Canadian Hostage Beheaded Philipines Abu Sayyaf Islamist Militant Group Terrorism”, Independent, http://www.independent.co.uk/news/world/asia/robert-hallcanadian-hostage-beheaded-philippines-abu-sayyaf-islamist-militant-group-terrorisma7079256.html (Diakses 16 Oktober 2017). 5 “Philippines' Abu Sayyaf Abducts 10 Indonesian Sailors”, Reuters, http://www.reuters.com/article/us-indonesia-philippines-security-idUSKCN0WU1A4 (Diakses 16 Oktober 2017). 6 “Five Seaman Evade Kidnapping, Return to Jakarta”, The Jakarta Post, diakses dari http://www.thejakartapost.com/news/2016/04/24/five-seamen-evade-kidnapping-return-tojakarta.html (Diakses 16 Oktober 2017). 4

3

membahas peningkatan keamanan perairan. Pada tanggal 9 September 2016, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dengan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte menyepakati kerjasama keamanan maritim di Laut Sulu, perairan yang menjadi jalur laut yang dilewati kapal kedua negara dan menjadi target operasi Kelompok Abu Sayyaf. Kerjasama tersebut diharapkan membuka peluang kerjasama dalam bidang lainnya.7

1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada penjelasan pernyataan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “Apa kepentingan yang melandasi Indonesia dan Filipina dalam kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016?”.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memahami pelaksanaan kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Filipina dalam menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf. 2. Mengetahui lebih lanjut gambaran ancaman Kelompok Abu Sayyaf yang kemudian mendorong kerjasama Indonesia dan Filipina. 3. Mengetahui kepentingan yang melandasi kerjasama kedua negara dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf. Penelitian ini bermanfaat untuk: “Duterte Firm Friends”, The Jakarta Post, diakses dari http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/10/jokowi-duterte-firm-friends.html (Diakses 16 Oktober 2017). 7

4

1.

Memberikan wawasan yang lebih luas mengenai upaya Indonesia dan Filipina dalam menghadapi pergerakan Kelompok Abu Sayyaf.

2.

Memberikan pandangan mengenai potensi kerjasama yang lebih luas bagi Indonesia dan Filipina dalam menghentikan pergerakan Kelompok Abu Sayyaf atau kelompok radikal lainnya di masa yang akan datang.

3.

Memberikan kontribusi kepada disiplin Ilmu Hubungan Internasional khususnya dalam memberikan perspektif baru khususnya terkait pola pergerakan kelompok radikal dan upaya menghadapinya.

1.4. Tinjauan Pustaka Terdapat beragam literatur yang telah mengkaji tema serupa, yaitu mengenai pergerakan Kelompok Abu Sayyaf maupun kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Filipina. Salah satu literatur tersebut adalah sebuah jurnal yang berjudul “Terrorism and Secession in the Southern Philippines: The Rise of the Abu Sayaff ” oleh Mark Turner. Pada jurnal tersebut, Turner mengkaji awal mula lahirnya Kelompok Abu Sayyaf sebagai kelompok Islam radikal dan dianggap sebagai ancaman baru pemerintahan Filipina. Selain itu, Turner juga menjelaskan bagaimana Abu Sayyaf memanfaatkan isu kemiskinan, ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah dalam negaranya, serta berbagai faktor lainnya sebagai penyebab menguatnya kelompok tersebut. Lebih lanjut lagi, Turner juga mengungkapkan bahwa MNLF yang notabennya juga kelompok separatis di Filipina justru ikut mendukung upaya pemerintah dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf.

5

Jika dilihat lebih lanjut, Jurnal yang ditulis oleh Turner tersebut melihat lebih dalam dinamika politik dalam negeri pada masa awal mula berdiri Kelompok Abu Sayyaf serta melihat pula indikasi berperannya Angkatan Bersenjata Filipina dalam berdirinya kelompok radikal tersebut. Kemudian, penekanan mengenai nilai-nilai tentang persoalan bangsa yang beragama Muslim dengan penduduk beragama lainnya yang merupakan bagian dari sejarah yang mendorong kelahiran kelompok radikal di Filipina juga menjadi ulasan menarik yang Turner kemukakan. Fokus utama jurnal yang ditulis oleh Turner berbeda dengan penelitian ini. Meskipun sama-sama membahas pergerakan Kelompok Abu Sayyaf, penelitian ini akan lebih berfokus kepada kepentingan kerjasama pemerintah Filipina dan Indonesia dalam menghadapi pergerakan Abu Sayyaf, baik dari segi keamanan, ekonomi, serta faktor lainnya. Meskipun begitu, penelitian ini akan tetap melihat latar belakang sejarah Kelompok Abu Sayyaf sebagai kelompok separatis di Filipina Selatan serta rentetan aksi Kelompok Abu Sayyaf yang menimbulkan kerugian bagi negara-negara di ASEAN, khususnya Indonesia dan Filipina. Biar bagaimanapun, penting untuk melihat sejarah kelompok tersebut agar dapat melihat alasan mereka melakukan serangkaian aksi penculikan, penyanderaan, dan aksi lainnya. Literatur kedua yang menarik untuk dijadikan tinjauan adalah jurnal penelitian yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia-Filipina dalam Mengatasi Masalah Terorisme Tahun 2005-2011” oleh Adisty Larasati. Alasan Adisty Larasati menyusun jurnal tesebut adalah untuk memahami alasan

6

Indonesia dan Filipina yang ingin bekerjasama dalam bidang keamanan dan terorisme pada tahun 2005 hingga 2011. Adisty menambahkan bahwa kedua negara tersebut mengalami permasalahan yang serupa dalam menghadapi terorisme. Terlebih lagi, ada koneksi antara dua kelompok radikal dari kedua negara tersebut, yaitu Jemaah Islamiyah dan MILF. Perbedaan jurnal yang disusun oleh Adisty dengan penelitian ini terletak dari fokus utama kelompok radikal yang menjadi pembahasan, dimana penelitian ini berfokus kepada Kelompok Abu Sayyaf. Meskipun sama-sama kelompok separatis yang berasal dari Filipina, MILF dan Abu Sayyaf tetap merupakan kelompok yang berbeda. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan juga tidak membahas mengenai keterkaitan antara Kelompok Abu Sayyaf dengan kelompok terorisme yang ada di Indonesia karena pola pergerakan yang dilakukan kelompok ini berbeda. Literatur ketiga yang menjadi tinjauan pustaka adalah sebuah jurnal yang ditulis Andrew Tan dengan judul “Armed Muslim Separatist Rebellion in Southeast Asia: Persistence, Prospects, and Implications”. Pada jurnal tersebut, Andrew Tan memberikan gambaran mengenai berbagai jenis kelompok separatis Islam yang menjadi ancaman negara-negara di Asia Tenggara, khususnya di daerah Indonesia dan Filipina. Andrew

Tan

juga

secara

komprehensif

menjabarkan

bagaimana

perkembangan setiap kelompok separatis seperti Darul Islam dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Indonesia serta MNLF, MILF, serta Abu Sayyaf. Pada

7

faktanya, kelompok separatis Islam tersebut ternyata memiliki motif yang serupa untuk melegitimasi aksi mereka melawan pemerintahan, diantaranya adalah tuntutan akan otonomi khusus hingga keinginan untuk membentuk negara sendiri. Berdasarkan literatur yang disusun oleh Andrew Tan, terlihat kesamaan pola yang mendorong aksi kelompok separatis, mulai dari ketidakmampuan pemerintah dalam merangkul kelompok tertentu, diskriminasi etnis, hingga dorongan faktor eksternal dari aktor di luar negara terkait. Namun, kelompok separatis yang dikaji oleh Andrew Tan lebih melihat kerugian yang ditimbulkan masing-masing kelompok separatis di tingkat domestik. Hal tersebut berbeda dengan dengan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini, dimana akan membahas aktivitas Kelompok Abu Sayyaf yang bukan hanya merugikan Filipina saja, tetapi merugikan negara lainnya. Terakhir, literatur yang menarik untuk dikaji sebagai tinjauan pustaka adalah sebuah skripsi berjudul “Kerjasama ASEAN Dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara” yang dibuat oleh Maya Damayanti, Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada skripsinya tersebut, Maya Damayanti bertujuan mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme. Berdasarkan literatur yang dibuat Maya Damayanti tersebut, dapat digarisbawahi bahwa ketidakefektifan bentuk kerjasama regional seperti ASEAN dalam upaya melawan terorisme menjadi kendala yang sama sebagaimana bentuk

8

kerjasama multilateral maupun regional. Hal tersebut berbeda dengan penelitian ini yang mencoba bagaimana kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina menghadapi Kelompok Abu Sayyaf serta kepentingan masing-masing negara sehingga terlibat didalamnya. Dari beberapa literatur yang dicantumkan diatas, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Dilihat dari persamaannya, literatur di atas dan penelitian ini sama-sama membahas kelompok radikal. Selain itu, literatur yang ditinjau dalam penelitian ini juga sama-sama membahas bentuk upaya penanganan oleh negara-negara terkait dan latar belakang konflik yang melibatkan negara dengan kelompok-kelompok radikal tersebut. Sedangkan apabila dilihat dari perbedaan dengan literatur di atas, penelitian ini akan berfokus kepada kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf khususnya pada tahun 2016, di mana pada saat itu pemerintah Indonesia menghadapi banyak kasus penyanderaan WNI yang dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Selain itu, penelitian ini juga akan menjelaskan kepentingan apa saja yang mendorong kerjasama Indonesia serta Filipina melalui konsep kepentingan nasional, kerjasama internasional, dan terorisme. Penelitian ini juga akan melihat bentuk kerjasama yang diberlakukan dalam menghadapi serta mempersempit ruang gerak Kelompok Abu Sayyaf.

1.5. Kerangka Teoritis Penelitian ini akan menggunakan tiga konsep dalam menganalisis permasalahan yang diangkat, yaitu konsep kepentingan nasional, kerjasama

9

internasional, dan konsep terorisme. Dengan menggunakan tiga konsep tersebut, penelitian ini akan melihat lebih dalam bagaimana kerjasama antara Indonesia dan Filipina menjadi sebuah langkah maupun strategi dalam mengantisipasi Kelompok Abu Sayyaf, di mana mereka merupakan ancaman bagi masing-masing negara.

1.5.1. Konsep Kepentingan Nasional Sudah

menjadi

kewajiban

suatu

negara

dalam

menjamin

keberlangsungannya, termasuk dalam memenuhi kepentingan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Instrumen dalam berbagai bidang tersebut kemudian menjadi pendorong kebijakan yang dilakukan negara di dunia internasional. Dengan kata lain, kepentingan nasional suatu negara memegang peran penting dalam politik internasional. Menurut Neuchterlein sebagaimana dikutip oleh Marleku, kepentingan nasional adalah kebutuhan dasar dan keinginan negara yang didapatkan dengan cara melakukan hubungan dengan negara lainnya.8 Selain itu, Neuchterlein juga menyebutkan empat kepentingan dasar suatu negara, yaitu pertahanan, ekonomi, tatanan dunia, serta nilai-nilai yang berkembang.9 Kepentingan tersebut kemudian berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lainnya.

8

Alfred Marleku,”National Interest and Foreign Policy:The Case of Kosovo”, Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol.4, No.3(2013):415. 9 Edwin Arnold, Jr., “The Use of Military Power in Pursuit of National Interests”, Parameters, Spring 1994, http://ssi.armywarcollege.edu/pubs/parameters/articles/1994/arnold.htm (Diakses 23 Maret 2018).

10

Menurut Morgenthau, terdapat dua tingkat kepentingan nasional, yaitu vital dan secondary(kedua). Kepentingan nasional suatu negara pada tingkatan vital tidak dapat dikompromi lagi karena biasanya menyangkut keberlangsungan negara. Kepentingan nasional pada tingkatan ini diantaranya adalah keamanan dan kebebasan suatu negara, perlindungan institusi,warga negara, serta nilai fundamental lainnya. Kemudian ,tingkat lainnya yaitu secondary adalah kepentingan yang dapat dikompromikan karena tidak mengancam suatu negara. Namun, tingkatan kedua ini sewaktu-waktu dapat berubah menjadi tingkatan vital yang kemudian mengancam negara.10 Lahirnya bentuk ancaman baru pada era kontemporer seperti kejahatan transnasional dan terorisme menimbulkan hambatan suatu negara dalam memenuhi kepentingan nasionalnya, mulai dari aspek keamanan, ekonomi, hingga sosial. Aksi mereka yang seringkali sulit diprediksi serta ancaman yang ditimbulkan terhadap masyarakat suatu negara dapat menimbulkan skala kerugian yang besar. Hal tersebut yang kemudian mendorong negara melakukan kerjasama dengan negara lain, yaitu demi mencapai kepentingan nasional masing-masing negara.

1.5.2. Konsep Kerjasama Internasional Berbagai jenis ancaman baru pada era modern seperti pasar gelap, kejahatan dunia maya, hingga terorisme menjadi tantangan tersendiri yang

10

M. Roskin, National Interest: Form Abstraction to Strategy. (USA; Strategic Studies Institute,1994), 5, https://www.globalsecurity.org/military/library/report/1994/ssi_roskin.pdf (diakses 12 Maret 2018).

11

dihadapi negara di berbagai belahan dunia. Dalam rangka mengantisipasi tantangan tersebut, seringkali negara melakukan kerjasama dengan negara lainnya demi menjaga kepentingannya. Kepentingan berbagai negara sendiri di antaranya dalam segi ekonomi, sosial, hingga keamanan dari negara itu sendiri. Secara definisi, James E. Doughtery & Robert L. Pfaltzgraff mendefinisikan kerjasama sebagai berikut: Kerjasama dapat didefinisikan sebagai serangkaian hubungan-hubungan yang tidak didasarkan pada kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum, seperti dalam sebuah organisasi internasional seperti PBB atau Uni Afrika. Kerjasama dimaksudkan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama dapat tumbuh dari suatu komitmen individu terhadap kesejahteraan bersama atau sebagai usaha pemenuhan kepentingan pribadi. Kunci dari perilaku kerjasama ada pada sejauh mana setiap pribadi percaya bahwa yang lainnya akan bekerja sama. Sehingga isu utama dari teori kerjasama didasarkan pada pemenuhan kepentingan pribadi, dimana hasil yang menguntungkan kedua belah pihak dapat diperoleh dengan bekerja sama daripada dengan usaha sendiri atau dengan persaingan.11

Definisi tersebut kemudian dapat dikaitkan dengan kerjasama yang dilakukan berbagai negara dalam kondisi menghadapi kelompok terorisme maupun kelompok ekstrimis. Seringkali kelompok-kelompok tersebut melakukan aksi tidak hanya disatu negara, melainkan lintas batas negara. Selain itu, upaya penangkapan serta pengungkapan penyedia senjata bagi kelompok terorisme dan ekstrimis akan lebih mudah jika melibatkan bantuan dari negara lain, di mana keberhasilan dalam menghadapi kelompok tersebut akan menyelesaikan masalah yang ada.

11

James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltzgraff, Contending Theories. (New York: Harper and Row Publisher, 1997),419.

12

Sejalan dengan hal tersebut, Holsti juga mengungkapkan alasan mengapa negara-negara melakukan kerjasama internasional12, di antaranya adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi, di mana kerjasama dengan negara lain akan membuat negara tersebut mengurangi biaya yang harus ditanggung terkait hal produksi kebutuhan untuk negara dan rakyatnya karena keterbatasan yang dimiliki negara tersebut. Adapun faktor lain seperti peningkatan efisiensi berupa pengurangan biaya, adanya masalah yang mengancam keamanan bersama, serta upaya mengurangi kerugian yang disebabkan tindakan negara yang memberi dampak negatif bagi negara lainnya. 1.5.3. Konsep Terorisme Menurut Jack Gibbs dalam “Conceptualization of Terrorism”, Terorisme adalah suatu kejahatan atau suatu ancaman langsung terhadap manusia atau objek tertentu. Gibbs kemudian juga menjabarkan beberapa ciri dari terorisme yang merujuk kepada beberapa hal berikut13: 1. Tindakan

yang

dijalankan

bermaksud

untuk

mengubah

atau

mempertahankan satu norma dalam suatu wilayah tertentu; 2. Tindakannya dijalankan secara rahasia oleh para pelakunya untuk menyembunyikan identitas dan lokasi mereka; 3. Tidak bersifat menetap pada suatu tempat tertentu;

12

K.J. Holsti, International Politics : A Framework For Analisis, Seventh Edition, (New Jersey: Prentice Hall, 1995),362-363. 13 Jack P. Gibbs, “Conceptualization of Terrorism”, American Sociological Review Vol. 54, No. 3 (Jun., 1989), 329-340.

13

4. Berbeda dengan peperangan konvensional karena identitas, target, serta lokasi mereka tidak diketahui secara pasti; 5. Pelakunya memiliki pemikiran yang sejalan dengan konsep teror serta memperjuangkan norma yang mereka anggap benar tanpa memikirkan dampak yang mereka timbulkan. Terorisme pada masa kini telah semakin berkembang menjadi ancaman serius bagi negara-negara di dunia. Aksi kelompok teroris yang dijalankan secara terstruktur dan tiba-tiba tentunya membuat kekhawatiran tersendiri. Oleh karena itu, kewaspadaan negara serta kesiapan untuk mengantisipasi pergerakan aksi terorisme yang dapat terjadi kapanpun sangat diperlukan. Selain itu, negara juga perlu berupaya menghentikan pergerakan dan perkembangan kelompok teroris agar mereka tidak melakukan aksi teror di masa yang akan datang serta berkembang menjadi kelompok yang lebih besar.

1.6.Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Creswell, Penelitian kualitatif adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengeksplorasi serta memahami permasalahan sosial atau kemanusiaan yang terjadi. Selain itu, metode penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya penelitian partisipatoris,

14

analisis wacana, etnografi, grounded theory, studi kasus, fenomenologi, dan naratif.14 Penelitian ini menggunakan metode studi literatur (library research) sebagai teknik pengumpulan data. Studi literatur yang dimaksud dengan mencari informasi yang relevan dengan topik penelitian dari literatur seperti buku, jurnal, karya tulis ilmiah, serta sumber-sumber informasi lainnya. Pada penelitian ini, literatur yang dijadikan rujukan utama berasal dari buku fisik, buku online, jurnal, laporan dari internet, serta sumber-sumber lainnya. Kemudian, teknik pengumpulan data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip Sugiyono, dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah terjadi, baik berbentuk tulisan, gambar, maupun karya monumental dari seseorang.15 Dokumen yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini di antaranya adalah dokumen berupa “Deklarasi Bersama Pemerintah Indonesia dan Filipina Menjaga Keamanan di Laut Sulu Tahun 2016” yang diakses dari situs Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Selain dengan studi literatur, penelitian ini juga melakukan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara

14

John W. Creswell, Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010),20. 15 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: ALFABETA, 2005),82.

15

kepada responden yang kemudian jawaban-jawabannya dicatat dan direkam.16 Terkait dengan penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa responden yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian, khususnya dalam instansi pemerintahan. Wawancara terkait penelitian ini akan ditujukan kepada dua responden. Wawancara pertama ditujukan kepada Letkol Ikhwan Ahmadi selaku Letkol Ikhwan Akhmadi selaku Kasi Misi Perdamaian, Subdit Multilateral, Ditjen Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI. Kedua, wawancara juga ditujukan kepada Jimmy K.Musa dari International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-EAGA (EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development Authority. Kedua responden wawancara tersebut dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan terkait penelitian ini, yaitu terkait Kelompok Abu Sayyaf serta bentuk kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Filipina. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualititatif. Data kualitatif disini adalah data yang bentuknya kalimat verbal dan bukan dalam simbol angka maupun bilangan. Data kualitatif yang diperoleh baik dengan cara wawancara maupun literatur kemudian dianalisis sesuai dengan kerangka teoritis dan fakta permasalahan yang ada. Penelitian ini akan berfokus dengan pelaksanaan kerjasama keamanan Indonesia dan Filipina dalam menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf khususnya pada tahun 2016.

16

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2002):85.

16

1.7.Sistematika Penulisan Terdapat beberapa urutan dalam sistematika penulisan penelitian ini, yakni disusun dalam lima bab. Bab I berisi tentang latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, serta sistematika penulisan pada bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini. Bab II membahas sejarah kemunculan dan dinamika pergerakan Kelompok Abu Sayyaf serta segala ancaman yang pernah ditimbulkan. Ancaman tersebut mulai dari aksi pembajakan, penyanderaan, pengeboman hingga bentuk teror lainnya yang pernah dilakukan oleh kelompok tersebut. Bab III membahas tentang dinamika kerjasama Indonesia dengan Filipina. Sebagai negara yang memiliki letak geografis berdekatan, Indonesia dan Filipina menjalin berbagai kerjasama dalam berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi terorisme maupun kelompok separatis yang mengancam masingmasing negara. Bab IV berisi tentang analisis kepentingan kerjasama keamanan Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf.

Baik Indonesia dan

Filipina sama-sama memiliki kepentingan masing-masing yang mendorong kedua negara tersebut untuk melakukan kerjasama, mulai dari kepentingan keamanan, ekonomi, dan kepentingan lainnya. Selain itu, bab ini juga menjelaskan bentuk kerjasama yang dicapai Indonesia dan Filipina dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016.

17

Bab V merupakan bab Penutup yang bertujuan menjelaskan jawaban dari pertanyaan penelitian ini. Adapun dalam bab ini berisikan beberapa sub bab, yakni: Kesimpulan,dan Saran.

18

BAB II SEJARAH KEMUNCULAN DAN DINAMIKA PERGERAKAN KELOMPOK ABU SAYYAF

Bab ini membahas sejarah kemunculan serta tujuan didirikannya Kelompok Abu Sayyaf. Namun, sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu sejarah yang menyebabkan munculnya kelompok separatis di Filipina. Kemudian,akan dibahas juga dinamika pergerakan Kelompok Abu Sayyaf mulai dari awal didirikan hingga tahun 2016, dimana kelompok tersebut bukan hanya memberi ancaman di wilayah Filipina saja, tetapi juga mulai mengancam negara lainnya. 2.1.

Sejarah Kemunculan Kelompok Separatis di Filipina Semenjak era penjajahan Spanyol dan Amerika Serikat hingga Filipina

merdeka, wilayah selatan Filipina telah mengalami konflik yang sebagian besar melibatkan masyarakat Muslim Moro di Mindanao.17 Gejolak konflik di wilayah tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor, seperti ekonomi, demografi, hingga faktor politik. Faktor tersebut kemudian perlahan memunculkan lahirnya gerakan separatis yang melawan pemerintah Filipina hingga saat ini.

17

Rommel C. Banlaoi, Al-Harakatul Al-Islamiyyah: Essays on the Abu Sayyaf Group, 3rd Edition (Quezon City: Philippine Institute for Peace, Violence andTerrorism Research, 2012),1011.

19

Dilihat dari faktor ekonomi misalnya, kesenjangan ekonomi terjadi antara wilayah selatan Filipina dengan wilayah lainnya. Pada era penjajahan Spanyol di wilayah Filipina pada Abad ke-16 M, peperangan terjadi antara Muslim Moro dengan bangsa Spanyol. Hal tersebut kemudian menghambat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah selatan. Selain melemahkan perekonomian Muslim Moro akibat peperangan yang terjadi selama 300 tahun, hubungan mereka dengan wilayah Filipina lainnya terganggu akibat sebagian wilayah Filipina lainnya telah berada di bawah kekuasaan Spanyol. 18 Selain itu, eksploitasi sumber daya alam dilakukan di wilayah tersebut demi meningkatkan pembangunan di wilayah pusat dan utara Filipina. Sejak kekalahan Spanyol di Perang Spanyol-Amerika, wilayah Filipina kemudian jatuh ke tangan Amerika Serikat. Kebijakan Amerika Serikat di Filipina antara lain adalah meningkatkan pembangunan di wilayah utara Filipina serta perlahan mengintegrasikan kebijakan mereka di wilayah selatan Filipina. Tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah demi mengeksploitasi sumber daya alam serta memegang kontrol penuh wilayah selatan Filipina.19 Demi mewujudkan kepentingannya di Filipina, Amerika Serikat memulai kebijakan mereka dengan memberikan sarana edukasi dan infrastruktur kepada Muslim Moro. Selain itu, Pemimpin Muslim Moro di Mindanao juga mendapatkan jaminan perlindungan dan Amerika Serikat berjanji tidak campur tangan dengan urusan internal mereka. Namun, Amerika Serikat juga perlahan 18

Peng Hui, “The “Moro Problem” in the Philippines: Three Perspectives’’,Southeast Asia Research Centre Working Paper Series, No. 132,(2012):1-2. 19 Peng Hui, The “Moro Problem” in the Philippines: Three Perspectives”, 3.

20

menjalankan kebijakan untuk memenuhi tujuan mereka di Filipina Selatan, seperti mulai memetakan sumber daya alam di wilayah selatan Filipina serta menerapkan regulasi baru berupa penerapan pajak.20 Selain itu, sebagai upaya persiapan pemerintahan Filipina sebagai negara modern, Amerika Serikat menempatkan gubernur pilihan mereka di wilayah tersebut. Dampak dari kebijakan tersebut adalah perlahan pemimpin-pemimpin tradisional Moro dibatasi otoritasnya. Selain itu, kebijakan ini juga disusul dengan perpindahan masyarakat Filipina yang beragama Kristen dan Katolik dari wilayah utara dan tengah sebagai upaya modernisasi Filipina Selatan. Padahal, kebijakan ini bertujuan untuk dapat memudahkan eksplotasi sumber daya alam di wilayah tersebut.21 Kebijakan Amerika Serikat di wilayah Selatan Filipina tersebut berdampak terhadap kehidupan Muslim Moro. Selain dibatasi dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang merugikan mereka, wilayah tempat mereka tinggal juga dipenuhi dengan transmigrasi masyarakat Filipina dari wilayah Utara yang beragama nonmuslim. Selain itu, sistem pemerintahan berupa pemisahan agama dengan aspek kehidupan lainnya bertentangan dengan Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. Hal tersebut yang kemudian mendorong lahirnya perlawanan terhadap pemerintahan yang didirikan Amerika Serikat.22

20

Peter Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,” Asian Studies Vol. 6, No. 3,(1968):374. 21 Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,”,376. 22 Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920”, 377-378.

21

Setelah Filipina merdeka dari penjajahan dan menjadi negara tahun 1946, marjinalisasi terhadap Muslim Moro tetap terjadi. Filipina sebagai negara yang mengadopsi sistem pemerintahan barat tidak sejalan dengan masyarakat Moro di Filipina Selatan yang mengedepankan nilai-nilai islam. Selain itu, perpindahan penduduk migrasi orang-orang beragama Katolik ke wilayah Mindanao terus terjadi. Pada awalnya, jumlah penduduk Muslim di Mindanao adalah 70 persen dari seluruh populasi penduduk di Filipina Selatan. Namun pada awal tahun 1960an, jumlah tersebut berubah drastis dengan menjadi 25 persen dari total populasi di Filipina Selatan. Hal tersebut juga diperparah dengan status pendatang beragama Katolik pada saat itu yang merupakan masyarakat golongan menengah kebawah.23 Kondisi ini kemudian berakibat pada semakin banyaknya masyarakat miskin di Filipina Selatan. Bahkan, hingga tahun 2015 empat dari lima wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Filipina berada di daerah Mindanao, Filipina Selatan.24 Pada akhirnya, segala kondisi yang menyulitkan masyarakat Muslim Moro tersebut kemudian mendorong lahirnya kelompok-kelompok separatis yang ingin memisahkan masyarakat Moro dari pemerintahan Filipina. Moro National Liberation Front (MNLF) lahir di tahun 1971 dan selama beberapa dekade

23

Nathan Gilbert Quimpo, “Options in the Pursuit of Just, Comprehensive, and Stable Peace in the Southern Philippines”,Asian Survey. Vol. 41, No.2. (Mar-Apr 2001):274. 24 Jodesz Gavilan, ‘’Fast Facts: Poverty in Mindanao’’, Rappler, 28 Mei 2017, https://www.rappler.com/newsbreak/iq/171135-fast-facts-poverty-mindanao (Diakses 4 April 2018).

22

menjadi kelompok separatis terbesar di Filipina Selatan.25 Seiring berjalannya waktu, lahir juga kelompok separatis lainnya seperti Moro Islamic Liberation Front (MILF)26 dan Kelompok Abu Sayyaf, dimana kelompok tersebut juga berkonflik dengan pemerintah Filipina. 2.2.

Sejarah Kelompok Separatis Abu Sayyaf Kelompok Abu Sayyaf merupakan pecahan dari kelompok separatis

MNLF Lahirnya Kelompok ini pada tahun 1991 tidak terlepas dari proses perundingan yang berjalan antara MNLF dengan Pemerintah Filipina dalam negosiasi perdamaian atas konflik di Filipina Selatan. Pemberian Autonomous Region in Muslim Mindanao(ARMM) oleh Filipina sebagai solusi perdamaian untuk Bangsamoro dianggap sebagai solusi yang kurang memuaskan bagi Muslim di Moro. Selain itu, ketidakpuasan anggota terhadap kepemimpinan Nur Misuari di MNLF menjadi penyebab lain terpecahnya kelompok tersebut.27 Kelompok Abu Sayyaf dibentuk oleh Abu Razak Janjalani. Ia merupakan anak dari tokoh ulama Basilan, Filipina. Abu Razak Janjalani juga merupakan lulusan Universitas Islam di Arab Saudi tahun 1981. Setelah lulus, ia kembali ke Filipina untuk berdakwah di tahun 1984. Kemudian, pada awal tahun 1987 dirinya

25

Kim Cragin dan Peter Chalk,Terrorism and Development: Using Social and Economic Development to Inhibit a Resurgence of Terrorism,(Rand Coorporation:Santa Monica, 2003), 15, http://www.jstor.org/stable/10.7249/mr1630rc.10 (Diakses 14 Maret 2018). 26 Pada tahun 2014 MILF telah menandatangani perjanjian damai dengan Pemerintah Filipina, lihat juga ‘’Philippines-Mindanao conflict BRI’’, Thomson Reuters Foundation News, 3 Juni 2014, http://news.trust.org/spotlight/Philippines-Mindanao-conflict/?tab=briefing (Diakses 3 April 2018). 27 Nando Baskara, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam:Dari Al-Qaeda, Hizbullah, hingga Hamas, (Penerbit Narasi: Yogyakarta, 2009),5.

23

bersama pejuang jihad asal Moro lainnya mengikuti kamp militer di Afganistan untuk berperang bersama pasukan Mujahidin Afganistan melawan Uni Soviet. 28 Pada tahun 1989, Abu Razak Janjalani mulai mengumpulkan pasukan muslim Moro serta mengajak bergabung anggota MNLF yang kecewa akibat perpecahan internal yang terjadi di kelompok tersebut. Awalnya jumlah anggota inti dari kelompok buatan Abu Razak Janjalani hanya sekitar 30 orang. Namun, lama kelamaan jumlah tersebut bertambah. Kelompok tersebut awalnya menamakan diri mereka sebagai Harrakat Al-Islammiyah. Namun, nama yang lebih dikenal dari kelompok tersebut adalah Abu Sayyaf yang berarti “Bapak Pedang”.29 Serupa dengan kelompok separatis di Filipina Selatan lainnya, tujuan utama keberadaan Kelompok Abu Sayyaf adalah menjadikan wilayah masyarakat Moro sebagai negara Islam yang merdeka dari pemerintahan Filipina. Jika mereka merdeka,

masyarakat

Moro

dapat

menjalankan

syariat

Islam

sepenuhnya.Keinginan tersebut tidak akan pernah terwujud jika mereka tetap di bawah pemerintah Filipina. Atas dasar itu juga Kelompok Abu Sayyaf juga menentang otonomi pemberian pemerintah Filipina terhadap masyarakat Moro.30 Selain itu, Kelompok Abu Sayyaf melihat segala upaya yang mereka lakukan untuk mendirikan negara Islam adalah jihad di jalan Allah. Mereka juga beranggapan bahwa jihad yang dilakukan bertujuan demi mendapatkan keadilan 28

Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,Strategic Studies Institute, (September 2005):2. 29 Nando Baskara, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam,1. 30 Zack Fellman, “Abu Sayyaf Group”, Center for Strategic and International Studies,(November 2015):3.

24

atas penindasan yang dialami masyarakat Moro selama berabad-abad. Pemahaman tersebut yang kemudian menjadi justifikasi kelompok tersebut untuk melakukan tindakan teror seperti pembunuhan, penculikan, dan pengeboman.31 Meskipun tujuan Kelompok Abu Sayyaf serupa dengan kelompok separatis Filipina lainnya, hal yang membedakan terletak pada bentuk aksi teror yang mereka lakukan. Sempat terlibat dalam serangkaian pengeboman di Filipina,Kelompok Abu Sayyaf lebih dikenal dengan aksi penculikan dan penyanderaan sebagai upaya mendapat uang tebusan. Tindakan tersebut dilakukan demi menjamin keberlangsungan operasi mereka. Selain Filipina, serangkaian aksi penculikan dan penyanderaan juga dilakukan kelompok tersebut di wilayah negara Asia Tenggara lain. Hal tersebut kemudian membuat Kelompok Abu Sayyaf dicap sebagai kelompok teroris dan ekstrimis yang patut diwaspadai oleh berbagai negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.32Bahkan, Kelompok Abu Sayyaf sudah masuk dalam daftar kelompok teroris internasional oleh PBB pada Oktober 2001.33 Selain itu, perbedaan lainnya antara Kelompok Abu Sayyaf dengan kelompok separatis lainnya di Filipina adalah keengganan untuk ikut melakukan negosiasi perdamaian dengan Filipina. Kelompok tersebut justru melakukan 31

Victor Taylor, “The Ideology of the Abu Sayyaf Group”,The Mackenzie Institute,28 Februari 2017,http://mackenzieinstitute.com/ideology-abu-sayyaf-group/ (Diakses 16 Maret 2018). 32 Allan Nawal dan Frinston Lim, ‘’Duterte: Indonesian, Malaysian troops can enter PH in pursuit of terrorists’’, Inquirer, 27 Januari 2018, http://newsinfo.inquirer.net/963986/duterte-indonesian-malaysian-troops-can-enter-ph-inpursuit-of-terrorists#ixzz5BovBwfw3 (Diakses 3 April 2018). 33 ‘’Abu Sayyaf Group’’, United Nations, https://www.un.org/sc/suborg/en/sanctions/1267/aq_sanctions_list/summaries/entity/abusayyaf-group (Diakses 3 April 2018).

25

segala upaya demi menghalangi proses negosiasi perdamaian yang berlangsung antara pemerintah Filipina dengan kelompok separatis lain seperti MILF dan MNLF.34Perbedaan sikap tersebut muncul karena pandangan Kelompok Abu Sayyaf yang hanya melihat pendirian negara Islam sebagai satu-satunya jalan untuk kesejahteraan masyarakat Moro, sehingga negosiasi perdamaian tidak lagi diperlukan. 2.3.

Dinamika Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf Dalam menjelaskan dinamika pergerakan Kelompok Abu Sayyaf,

penelitian ini membagi kedalam tiga periode. Pertimbangan pembagian tersebut adalah berdasarkan pemimpin kelompok serta kapabilitas yang dimiliki dalam melakukan aksi teror. Pada periode 1991-1998, Kelompok Abu Sayyaf dipimpin oleh Abu Razak Janjalani dan melakukan banyak aksi teror pengeboman. Kemudian, awal periode 1998-2014 ditandai dengan kepemimpinan Khadaffy Janjalani. Pada periode ini, kelompok tersebut mengalami inkonsistensi fokus operasi antara pengeboman dan penculikan. Kemudian periode 2014-2016 ditandai dengan afiliasi Kelompok Abu Sayyaf dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) serta maraknya penculikan terhadap warga negara yang berada di luar wilayah Filipina, khususnya Indonesia. 2.3.1. Periode 1991-1998 Sejak awal didirikan , Kelompok Abu Sayyaf dikenal dengan serangkaian aksi teror seperti pengeboman, penculikan, penyanderaan, hingga penyerangan 34

Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,3.

26

terhadap militer Filipina. Keberhasilan mereka dalam serangkaian aksi teror tersebut tidak terlepas dari perekrutan serta pelatihan militan yang mereka lakukan. Selain itu, keterkaitan dengan jaringan teroris internasional, Al-Qaeda juga berperan penting dalam keberhasilan aksi teror yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf. Mereka menjadi penyalur dana yang kemudian digunakan Kelompok Abu Sayyaf untuk melakukan aksi pengeboman di Filipina.35 . Kedekatan antara Abu Razak Janjalani selaku pendiri Kelompok Abu Sayyaf dengan Muhammad Jamal Khalifa yang merupakan saudara Osama Bin Laden menjadi salah satu faktor terbentuknya hubungan langsung Kelompok Abu Sayyaf dengan Al-Qaeda. Berkat koneksi tersebut, Kelompok Abu Sayyaf mendapat dukungan finansial dari salah satu aliran dana yang dimiliki Muhammad Jamal Khalifa. Selain itu, kelompok tersebut juga mendapat pelatihan perakitan bom dan sumber dana dari anggota inti Al-Qaeda, Ramzi Yousef yang mendatangi Filipina di tahun 1994.36 Aksi teror pertama yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf setelah didirikan adalah pada bulan April tahun 1991, dimana kelompok tersebut melemparkan granat di kota Zamboanga. Serangan tersebut menewaskan dua orang. Pada Agustus 1991, kelompok tersebut melakukan pengeboman terhadap salah satu kapal misionaris Kristen yang berlabuh di Zamboanga, Filipina Selatan.

35

Gina Ligon, et.al.,”The Jihadi Industry: Assessing the Organizational, Leadership, and Cyber Profiles”,National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism Project, U.S Department of Homeland Security(Juli 2017):25. 36 P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda Associate Case Study,Central of Naval Analysis,(Oktober 2017):6, http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/1041745.pdf(Diakses 14 Maret 2018)

27

Aksi pengeboman tersebut menewaskan dua orang misionaris dan melukai 40 orang lainnya.Peristiwa ini kemudian menjadi awal mula Kelompok Abu Sayyaf dikenal luas oleh publik.37 Setelah aksi teror di tahun 1991, Kelompok Abu Sayyaf kembali melancarkan aksi teror di tahun-tahun berikutnya. Kelompok tersebut tercatat melakukan 67 aksi teror yang menewaskan lebih dari 136 orang dalam rentang waktu 1991 hingga 1995. Beberapa aksi yang mereka lakukan tersebut diantaranya adalah38: 1. Pada tanggal 20 Mei 1992, seorang Pendeta asal Italia tewas di Zamboanga akibat serangan Kelompok Abu Sayyaf. 2. Pada tanggal 10 Agustus 1992, Kelompok Abu Sayyaf kembali melakukan pengeboman pada sebuah gedung di Zamboanga, dimana peristiwa tersebut menyebabkan tewasnya dua orang serta melukai 40 orang lainnya. 3. Pada tahun 1993, terjadi tiga kasus penculikan yang dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf, korban penculikan tersebut terdiri dari dua biarawati dan satu pendeta asal Spanyol serta seorang misionaris asal Amerika Serikat. 4. Pada tanggal 10 Juni 1994, Kelompok Abu Sayyaf kembali melakukan pengeboman di kota Zamboanga dan menyebabkan tewasnya 71 orang. 37

Adhe Nuansa Wibisono, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan: Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin, Vol.3, No.1, (Januari 2016), http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-ushuluddin/article/view/4856/3304( Diakses 14 Maret 2018). 38 Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,(2005):4-5.

28

5. Pada tanggal 4 April 1995, Kelompok Abu Sayyaf melakukan penyerangan di kota Ipil, Filipina. Serangan tersebut menewaskan 53 orang dan melukai 48 orang lainnya. 2.3.2. Periode 1998-2014 Setelah terbunuhnya Abu Razak Janjalani oleh militer pemerintah Filipina pada tahun 1998, Kelompok Abu Sayyaf kemudian dipimpin oleh adiknya, yaitu Khadaffy Janjalani. Meskipun aksi teror tetap dilakukan setelah kematian pendirinya, Kelompok Abu Sayyaf justru mengalami perpecahan faksi.Selain perpecahan faksi, Kelompok tersebut juga menghadapi masalah finansial akibat berhenti mendapat pendanaan dari Al-Qaeda. Terhentinya dana tersebut disebabkan oleh tertangkapnya Ramzi Yousef dan Muhammad Jamal Khalifa.39 Terputusnya aliran dana tersebut yang kemudian membuat Kelompok Abu Sayyaf lebih banyak melakukan penculikan dan penyanderaan untuk mendapatkan uang ketimbang melancarkan aksi pengeboman. Namun, semenjak masa kepemimpinan Khadaffy Janjalani, kelompok tersebut juga perlahan membangun koneksi dengan jaringan ekstrimis Islam lain di Asia Tenggara, yaitu Jemaah Islamiyah. Hal tersebut dilakukan demi meningkatkan kapabilitas militer serta kemampuan finansial Kelompok Abu Sayyaf. Selain Jemaah Islamiyah, Kelompok Abu Sayyaf juga diduga melakukan pelatihan dengan MILF.40

39

P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, “Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda Associate Case Study”,6. 40 Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,(2005):11-14.

29

Mulai dari tahun 2003 hingga 2004, terdapat tiga kasus pengeboman yang terjadi di Filipina. Kelompok Abu Sayyaf mengklaim aksi tersebut sebagai aksi mereka. Pengeboman yang pertama terjadi pada tanggal 4 Maret 2003 di Bandara Internasional Davao, Filipina Selatan, dengan korban jiwa sebanyak 21 orang serta melukai 148 lainnya.Pengeboman kedua terjadi di kapal Superferry 14 pada tanggal 4 Februari 2004, dimana aksi tersebut menewaskan 116 orang. Kemudian, pengeboman ketiga terjadi pada tanggal 14 Februari 2004 di tiga kota, yaitu Davao, Makati, dan General Santos dengan korban jiwa sebanyak 8 orang.41 Setelah serangkaian pengeboman yang terjadi, militer Filipina kemudian melakukan

operasi

untuk

melumpuhkan

Kelompok

Abu

Sayyaf.

Hasilnya,Khadaffy Janjalani berhasil dibunuh pada tahun 2006. Hal tersebut kemudian menimbulkan pelemahan dari Kelompok Abu Sayyaf karena terjadi kekosongan kekuasaan. Setelah kematian pemimpinnya tersebut, operasi Kelompok Abu Sayyaf kembali berfokus pada penculikan dan penyanderaan demi mendapatkan uang tebusan ketimbang melakukan pengeboman.42 Perubahan tersebut terjadi akibat kembali kurangnya aliran dana finansial terhadap kelompok tersebut. 2.3.3. Periode 2014-2016 Setelah kemunculan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) pada tahun 2014, Kelompok Abu Sayyaf terpecah menjadi dua faksi. Faksi Basilan yang 41

“ Abu Sayyaf Group”,Militant Mapping Project,Stanford University, http://web.stanford.edu/group/mappingmilitants/cgi-bin/groups/view/152#note66(diakses 14 Maret 2018). 42 P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda Associate Case Study,9.

30

dipimpin oleh Isnilon Hapilon menyatakan kesetiaan mereka kepada ISIS. Sementara itu, Faksi Jolo tetap melakukan penculikan dan penyanderaan.43 Hal tersebut kemudian memberikan masalah baru bagi pemerintah Filipina, dimana selain tetap harus menangani berbagai kasus penculikan dan penyanderaan, mereka juga harus menghadapi serangkaian aksi teror seiring dengan kemunculan ISIS di Filipina. Terlepas dari perpecahan di tubuh internal yang terjadi, Kelompok Abu Sayyaf tetap konsisten melakukan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan. Pada tahun 2016, terjadi beberapa kali kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf yang korbannya sebagian besar adalah orang Indonesia. Selain itu, ada pula beberapa kasus yang juga melibatkan warga negara Malaysia sebagai korban penculikan di tahun tersebut. Beberapa kasus tersebut diantaranya adalah: 1. Pada tanggal 26 Maret 2016, sepuluh orang WNI yang merupakan awak kapal Brahma 12 dan Anand 12 disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf.44 2. Pada tanggal 1 April 2016, sebuah kapal tongkang dibajak oleh Kelompok Abu Sayyaf di perairan Pulau Ligitan. Sebanyak empat orang warga negara Malaysia disandera. Sementara dua warga negara Myanmar dan dua WNI yang juga merupakan awak kapal tersebut dilepas.45

43

Institute for Policy Analysis of Conflict, “Pro-ISIS Groups in Mindanao and Their Links to Indonesia and Malaysia”, IPAC Report No.23, 25 Oktober 2016, http://file.understandingconflict.org/file/2016/10/IPAC_Report_33.pdf (diakses 20 Maret 2018). 44 Ray Sanchez,”10 Indonesian sailors kidnapped in the Philippines”, CNN, 29 Maret 2016, https://edition.cnn.com/2016/03/29/asia/philippines-indonesia-sailors-hostage/ , Diakses 23 Maret 2018). 45 “Philippine Militants Seem to be Using New Kidnap Ploy in Sabah - Grabbing Hostages Off Vessels,” Strait Times, 3 April 2016,

31

3. Pada tanggal 15 April 2016, dua kapal tongkang asal Indonesia, kapal Henry dan kapal Christi dibajak oleh Kelompok Abu Sayyaf. Sebanyak empat orang disandera oleh kelompok tersebut.46 4. Pada tanggal 21 Juni 2016, sebanyak tujuh pelaut asal Indonesia disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf di Selat Sulu.47 5. Pada tanggal 9 Juli 2016, tiga nelayan asal Indonesia diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf di Sabah, Malaysia.48 Banyak terjadinya penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf dalam rentang waktu yang tergolong singkat membuat pemerintah Indonesia khawatir dengan keamanan perairan tempat Kelompok Abu Sayyaf beroperasi, yaitu Laut Sulut. Selain keselamatan warga negaranya terancam, setiap permintaan uang tebusan yang dipenuhi untuk membebaskan sandera akan menimbulkan potensi penculikan-penculikan lainnya.Dengan kata lain, penculikan terhadap WNI akan terus dilakukan Kelompok Abu Sayyaf agar terus mendapatkan uang tebusan.Atas dasar tersebut, selain kerjasama menyelamatkan sandera, pemerintah Indonesia

http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippine-militants-seem-to-be-using-new-kidnapploy-in-sabah-grabbing-hostages-off(Diakses 23 Maret 2018). 46 ‘’Pirates take 4 indonesian Hostage After Shoot Out with Police in South China Sea’’,Strait Times, 16 April 2016,http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/pirates-take-4indonesians-hostage-after-shoot-out-with-police-in-south-china-sea(Diakses 23 Maret 2018). 47 “Tujuh ABK Indonesia Disandera Anggota Abu Sayyaf,”BBC, 24 Juni 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160623_indonesia_tujuh_abk_disand era(Diakses 23 Maret 2018). 48 Reuters, “Three Indonesians Abducted in Sabah waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group”,New Straits Times, 18 September 2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-abducted-sabahwaters-freed-militant-abu-sayyaf-group(diakses 23 Maret 2018).

32

juga merasa perlu adanya kerjasama keamanan maritim dengan Filipina untuk mengantisipasi penculikan lainnya. 49 Selain itu, Pemerintah Filipina menjadi pihak yang dirugikan atas serangkaian penculikan Kelompok Abu Sayyaf, baik terhadap warganya maupun warga negara lain. Penculikan Abu Sayyaf yang terus terjadi menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat terutama di wilayah Filipina. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Kelompok Abu Sayyaf tersebut akan berkembang dan kembali banyak melakukan teror pengeboman di wilayah Filipina sebagaimana yang mereka pernah lakukan sebelumnya. Sebagai upaya merespon penculikan yang terus terjadi, pemerintah Filipina dan Indonesia tidak tinggal diam. Kedua negara tersebut aktif membahas rencana kerjasama keamanan maritim di wilayah Laut Sulu. Pada 5 Mei 2016, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Filipina , Jose Rene Almendras di Jakarta untuk membahas penyelamatan sandera Kelompok Abu Sayyaf. Selain itu, mereka juga membahas rencana diadakannya patroli keamanan laut di wilayah Laut Sulu. Selain Indonesia dan Filipina, Malaysia juga dilibatkan dalam kerjasama tersebut.50 Maraknya penculikan Kelompok Abu Sayyaf terhadap warga negara di luar Filipina menunjukkan kelompok tersebut telah berkembang menjadi pelaku 49

Santi Dewi,“Mengapa WNI kerap dijadikan sasaran penculikan Abu Sayyaf?”, Rappler, 11 Juli 2016, https://www.rappler.com/indonesia/139403-wni-jadi-target-penculikan-abu-sayyaf (diakses 23 Maret 2018) 50 ‘’Reuters, Indonesia PH Pledge to Enforce Maritime Security’’, ABS-CBN News, http://news.abs-cbn.com/nation/05/05/16/indonesia-ph-pledge-to-enforce-maritime-security (Diakses 23 Maret 2018).

33

kejahatan transnasional yang berbahaya. Maka dari itu, kerjasama antarnegara tetangga menjadi kunci untuk membatasi pergerakan mereka. Pada bab selanjutnya, akan dibahas dinamika hubungan kerjasama Indonesia dan Filipina khususnya dalam menghadapi masalah kelompok separatis dan terorisme yang mereka masing-masing hadapi.

34

BAB III KERJASAMA INDONESIA DAN FILIPINA DALAM MENGHADAPI KELOMPOK SEPARATIS DAN TERORISME

Bab ini membahas kerjasama Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok separatis dan terorisme. Sebelumnya, dibahas terlebihi dahulu hubungan kerjasama Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok separatis dan terorisme selain Kelompok Abu Sayyaf. Kemudian, pembahasan setelahnya adalah kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina menghadapi Kelompok Abu Sayyaf, mulai dari upaya penyelamatan sandera hingga kesepakatan kerjasama keamanan trilateral pada tahun 2016.

3.1.

Hubungan Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi

Kelompok Separatis dan Terorisme Selain Kelompok Abu Sayyaf Sebelum Indonesia dan Filipina bekerjasama menghadapi Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016, Indonesia dan Filipina saling terlibat dalam menghadapi kelompok separatis yang ada di masing-masing negara. Keterlibatan tersebut diantaranya adalah Indonesia memiliki peran sebagai mediator proses perdamaian antara Filipina dengan Moro National Liberation Front(MNLF). Kemudian, Indonesia juga berkontribusi terhadap berhasil tercapainya perdamaian antara

35

Filipina dengan kelompok ekstrimis Moro Islamic Liberation Front(MILF).51 Sementara itu, Filipina juga berkontribusi dalam mengawasi berjalannya kesepakatan damai antara Indonesia dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka(GAM).52 Pada tahun 1993, Indonesia dibawah kerangka kerja OKI(Organisasi Konferensi Islam) berperan sebagai mediator konflik antara Pemerintah Filipina dengan MNLF. Dipilihnya Indonesia menjadi mediator konflik tidak terlepas dari terpilihnya Indonesia menjadi Ketua Komite Enam OKI pada Konferensi Tingkat Menteri ke-21 OKI yang dilaksanakan di Karachi, Pakistan, pada bulan April 1993.53 Indonesia kemudian menjadi tuan rumah pelaksanaan Pembicaraan Penjajakan Kedua antara Pemerintah Filipina dan MNLF pada tanggal 14 April sampai dengan 17 April 1993 di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat. Enam bulan kemudian, Indonesia kembali menjadi tempat digelarnya pembicaraan formal Pemerintah Filipina dan MNLF pada tanggal 25 Oktober sampai 7 November 1993.54

51 Margareth Sembiring, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance it’’, RSIS Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013, https://www.files.ethz.ch/isn/172340/RSIS2002013.pdf (Diakses 2 April 2018). 52 Pieter Feith, ‘’The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007), https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April 2018). 53 ‘’Indonesia Kembali Menjadi Tuan Rumah Perundingan Implementasi Damai Pemerintah Filipina-MNLF’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 27 Juni 2011, https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Indonesia-kembali-menjadi-tuan-rumahperundingan-implementasi-damai-Pemerintah-Filipina---MNLF.aspx (Diakses 2 April 2018). 54 Jamil Maidan Flores, The Art of Mediation: Indonesia’s Role in the Quest for Peace in Southern Philippines, (Jakarta: Direktorat Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri Indonesia, Desember 2016),57-63, https://www.kemlu.go.id/Buku/The%20Art%20of%20Mediation.pdf (Diakses 2 April 2018).

36

Kemudian, berkat mediasi yang dilakukan Indonesia tersebut, pada November 1993 disepakati gencatan senjata antara Pemerintah Filipina dan MNLF. Hal tersebut kemudian membuka jalan dilaksanakan perundingan untuk mencapai kesepakatan damai lainnya.55Pada tahun 1994, perundingan perdamaian kembali dilakukan dan menghasilkan keputusan

untuk

menjadikan

Indonesia

sebagaipengawas militer Kontingen Garuda XII di Mindanao dari tahun 1994 hingga tahun 2002.56 Beberapa tahun kemudian, Pemerintah Filipina dan MNLF akhirnya menandatangani kesepakatan perdamaian, yaitu pada tanggal 29 Agustus 1996. Berhasil tercapainya kesepakatan damai tersebut tidak terlepas dari peran aktif Sekjen OKI Hamid Algabid serta Indonesia yang merupakan anggota OKI. Penandatanganan kesepakatan tersebut menandai akhir konflik bersenjata yang terjadi selama 24 tahun antara MNLF dengan Pemerintah Filipina.57 Selain berperan dalam negosiasi perdamaian antara Filipina dengan MNLF, Indonesia juga berperan sebagai International Monitoring Team(IMT) untuk mengawasi status gencatan senjata antara MILF dengan Pemerintah Filipina mulai dari tahun 2012. MILF sendiri merupakan salah satu kelompok separatis di Filipina Selatan yang baru mencapai kesepakatan damai dengan Pemerintah

55

A.Khardiyat Wiharyanto, ‘’Perkembangan Masalah Moro 1975-1994’’, Seri Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah Vol. 28, No.1, (April 2014), https://repository.usd.ac.id/3767/1/1152_HV+Pak+AK+April+14.pdf (Diakses 2 April 2018). 56 Margareth Sembiring, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance it’’, RSIS Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013. 57 Carmen A. Abubakar, ‘’MNLF Hijrah: 1974-1996’’, Asian and Pacific Migration Journal,Vol. 8, No. 1-2, (1999):219, http://www.smc.org.ph/administrator/uploads/apmj_pdf/APMJ1999N1-2ART10.pdf (Diakses 2 April 2018).

37

Filipina pada tahun 2014. Keberadaan IMT berperan penting dalam menjaga aspek keamanan, kemanusiaan, sosio-ekonomi, serta perlindungan warga sipil selama proses perdamaian dilakukan di Filipina.58 Mulai dari tahun 2012 hingga tahun 2016, Indonesia terus rutin mengirim perwakilan untuk bergabung dalam IMT yang kemudian mengawasi perdamaian yang ada di Mindanao, Filipina Selatan. Tercatat, dari tahun 2012 hingga Juni tahun 2016 Indonesia sudah mengirim sebanyak 64 orang Tim Pengamat Indonesia-IMT. Rutin dikirimnya perwakilan IMT tersebut menjadi wujud komitmen Indonesia dalam ikut mendukung perdamaian di Filipina Selatan, terutama agar menjaga tidak terjadi lagi konflik setelah kesepakatan damai Filipina dan MILF telah tercapai.59 Selain kontribusi yang dilakukan Indonesia terhadap Filipina menghadapi kelompok separatis, hal serupa juga dilakukan Filipina terhadap Indonesia. Filipina menjadi salah satu dari lima negara ASEAN yang bersama dengan Uni Eropa membentuk Aceh Monitoring Mission (AMM). Tujuan dibentuknya AMM adalah untuk mengawasi implementasi kesepakatan damai dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan GAM pada 15 Agustus 2005 di Helsinski, Finlandia. MoU yang disepakati juga menandai akhir konflik berkepanjangan antara GAM dan Pemerintah Indonesia selama 30 58

‘’MILF New Batch of Indonesian Truce Observers to arrive in Mindanao Late June’’, GMA Network, 15 Juni 2013, http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/313097/milfnew-batch-of-indonesian-truce-observers-to-arrive-in-mindanao-late-june/story/(Diakses 3 April 2018). 59 ‘’Songsong Babak Baru Proses Perdamaian, Indonesia Kembali Kirimkan Observer ke Filipina Selatan’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 1 Juli 2016 https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Lepas-Sambut-Tim-TPI-IMT-2016.aspx (Diakses 3 April 2018).

38

tahun.60 AMM sendiri diresmikan mulai dari tanggal 15 September 2005 dan melakukan tugas mereka mengawasi implementasi MoU tersebut di Aceh hingga 16 Desember 2006.61 Kemudian, Indonesia dan Filipina juga dihadapkan tantangan serupa selain menghadapi kelompok separatis, yaitu menghadapi kelompok teroris. Salah satu jaringan terorisme yang ada di Asia Tenggara adalah Jemaah Islamiyah(JI). Kelompok tersebut memiliki tujuan untuk mendirikan pemerintahan Islam di wilayah Asia Tenggara. Mereka kemudian berkembang menjadi kelompok yang mengancam negara di Asia Tenggara seperti Indonesia melalui serangkaian aksi pengeboman, salah satu diantaranya yang menyebabkan banyak korban jiwa adalah Bom Bali tahun 2002 .62 Selain itu, kelompok tersebut juga memiliki keterkaitan dengan kelompok ekstrimis di negara lain yang berada di Asia Tenggara , diantaranya adalah dengan MILF dan Kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Hubungan antara kelompok ekstrimis tersebut diwujudkan dengan pendirian kamp Jemaah Islamiyah di wilayah Mindanao, tempat dimana kelompok ekstrimis Islam di Filipina berada.

60

Pieter Feith, ‘’The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007):1-2, https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April 2018). 61 ‘’EU Monitoring Mission in Aceh(Indonesia)’’, EU Council Secretariat, 15 Desember 2006, http://www.eeas.europa.eu/archives/docs/csdp/missions-and-operations/acehamm/pdf/15122006_factsheet_aceh-amm_en.pdf (Diakses 3 April 2018). 62 Muhammad Subhan, ‘’Pergeseran Orientasi Gerakan Terorisme Islam di Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2010-2015)’’, Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4(2016):59-60, https://media.neliti.com/media/publications/90261-ID-none.pdf (Diakses 22 April 2018).

39

Lokasi Filipina yang strategis untuk jalur pergerakan mereka menjadi alasan terjalinnya hubungan antara kelompok teroris di wilayah tersebut.63 Hubungan yang terjadi antara kelompok ekstrimis tersebut kemudian direspon dengan upaya pemberantasan terorisme baik oleh Indonesia dan Filipina. Salah satu upaya tersebut diantaranya terjadi pada 15 Januari 2002, dimana Pemerintah Filipina menangkap Fathur Rohman Al-Ghozi yang merupakan salah satu figur kunci Jemaah Islamiyah asal Indonesia. Al-Ghozi mengaku bertanggung jawab terhadap beberapa aksi pengeboman, diantaranya adalah pengeboman di Manila pada Desember 2000 serta pengeboman Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, Indonesia pada Agustus 2000. Kemudian, Al-Ghozi juga mengadakan pelatihan pembuatan Bom terhadap anggota Jemaah Islamiyah di salah satu kamp yang dioperasikan MILF di Mindanao, Filipina.64 Penangkapan Al-Ghozi merupakan salah satu dari kerjasama intelijen yang dilakukan negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi Jemaah Islamiyah. Negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, serta Thailand berupaya dalam melakukan penangkapan anggota kelompok teroris tersebut melalui upaya pemerintah nasional maupun koordinasi antarnegara.

63

Denny Armandhanu, ‘’Jejak Hubungan Abu Sayyaf-Jemaah Islamiyah’’, CNN, 17 Oktober 2014, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141017153800-106-6737/jejakhubungan-abu-sayyaf-jemaah-islamiyah (Diakses 22 April 2018). 64 William M.Wise, Indonesia’s War on Terror, United States-Indonesia Society(2005):2930, http://usindo.org/wp-content/uploads/2010/08/WarOnTerror.pdf (Diakses 22 April 2018).

40

Melalui upaya tersebut, sebanyak 200 anggota Jemaah islamiyah berhasil ditangkap di wilayah Asia Tenggara hingga tahun 2003.65 Beberapa tahun berselang tepatnya pada 20

hingga 22 Juni 2005,

Pemerintah Indonesia dan Filipina kemudian juga mengadakan pertemuan bilateral. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo di Manila untuk membahas beberapa isu penting yang dihadapi kedua negara, salah satunya adalah isu keamanan. Kedua negara kemudian menyepakati perlunya meningkatkan kerjasama menghadapi berbagai kejahatan transnasional yang dihadapi, salah satunya adalah terorisme dan penyanderaan terhadap warga sipil.66 Kedua belah pihak juga menyadari perlunya peningkatan pengawasan dan pengamanan wilayah yaitu wilayah perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina Selatan karena sangat rawan menjadi tempat kejahatan transnasional.67 Kekhawatiran kedua negara atas rawannya wilayah perbatasan Indonesia dan Filipina akan kejahatan transnasional timbul karena beberapa sebab. Wilayah perairan perbatasan kedua negara tersebut digunakannya jalur tersebut untuk

65

Neal Imperial, Securitisation and the Challenge of ASEAN Counter-terrorism Cooperation, The University of Hong Kong, 2005, http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.461.1956&rep=rep1&type=pdf (Diakses 22 April 2018). 66 Indonesia dan Filipina Capai Kesepakatan Kerjasama Empat Agenda, Merdeka, 22 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/indonesia-filipina-capai-kesepakatan-kerjasama-empatagenda-ziyhagz.html (Diakses 22 April 2018). 67 Pada tahun 1975, Indonesia menyepakati kerjasama pengamanan perbatasan, khususnya dalam menghadapi kejahatan transnasional seperti illegal fishing, penyeludupan senjata, dan bentuk kejahatan lainnya, lihat juga Senia Febrica,’’Securing the Sulu-Sulawesi Seas From Maritime Terrorism: a Troublesome Cooperation’’, Perspectives on Terrorism Vol.9, Issue 3(Juni 2014), http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/viewFile/347/690 (Diakses 22 April 2018).

41

pergerakan kelompok teroris seperti Jemaah Islamiyah baik dari wilayah Indonesia ke Filipina maupun sebaliknya.68 Selain itu, pada 31 Maret 2005 juga terjadi penculikan terhadap tiga WNI oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Jami Al-Islamiyah Mindanao Selatan di perairan Filipina Selatan.69 Penculikan yang terjadi tersebut juga menjadi bahasan utama dalam pertemuan kedua negara pada 20 Juni hingga 22 Juni 2005 tersebut, termasuk upaya pelepasan sandera yang dilakukan mereka.70 Terjalinnya hubungan Indonesia dengan Filipina tersebut menunjukkan kedua negara saling mendukung upaya perdamaian dalam menghadapi kelompok separatis dan terorisme yang dihadapi masing-masing negara. Hal tersebut dibuktikan dengan bantuan yang diberikan satu sama lain, baik dalam hadir sebagai mediator, tim pengawas kesepakatan damai, maupun kerjasama yang dilakukan dalam menghadapi kelompok terorisme. Melihat hal tersebut, Indonesia dan Filipina merupakan negara yang saling mendukung satu sama lain jika menghadapi ancaman baik dari kelompok ekstrimis, kelompok separatis, maupun kelompok terorisme.

68

‘’Kidnapped Hostage Freed in Philippines’’, VOA News, 2 November 2009, https://www.voanews.com/a/a-13-2009-04-03-voa18-68814757/413102.html (Diakses 22 April 2018). 69 Aqwam Fiazmi Hanifan, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016, https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April 2018). 70 ’SBY Temui Arroyo Bahas Kerjasama Bilateral’’,Merdeka, 20 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/sby-temui-arroyo-bahas-kerjasama-bilateral-bh4de1k.html (Diakses 22 April 2018).

42

3.2.Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi Kelompok Abu Sayyaf 3.2.1. Upaya Pembebasan Sandera Kelompok Abu Sayyaf Penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf sebetulnya sudah pernah terjadi jauh sebelum tahun 2016. Salah satu kasus tersebut diantaranya terjadi pada tahun 2002, dimana kapal Lebroy 179 yang berlayar dari Indonesia ke Cebu, Filipina dibajak dan sebanyak 4 ABK diculik. Kemudian, pada tahun 2004 terjadi lagi penculikan terhadap 9 WNI yang merupakan ABK kapal Christian.71 Namun, tidak ada pemberitaan lebih lanjut mengenai pembebasan dua kasus penculikan tersebut.72 Pada 13 April 2004, Kelompok Abu Sayyaf kemudian juga menculik tiga ABK Kapal East Ocean 2, yaitu dua orang warga negara Malaysia yang bernama Toh Chiu Tiong dan Wong Siu Ung serta satu orang WNI bernama J.E Walters. Kelompok tersebut kemudian meminta tebusan untuk membebaskan tiga pelaut yang disandera tersebut. Baik Indonesia dan Malaysia sama-sama menolak memberikan uang tebusan. Kemudian, pada 6 Januari 2005, Komandan Militer Filipina mengumumkan bahwa tiga sandera tersebut ditemukan tewas. Selain itu,

71

Poltak Partogi Nainggolan, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok Abu Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 19/I/P3DI (Oktober 2016):5, http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-19-I-P3DI-Oktober-20161.pdf (Diakses 22 April 2018). 72 ‘’Sejarah Sandera WNI di Filipina Selatan’’, Kompas, 4 Juli 2016, https://nasional.kompas.com/read/2016/07/04/05200061/Sejarah.Sandera.WNI.di.Filipina.Selat an (Diakses 22 April 2018).

43

Komandan Militer Filipina juga menyebutkan bahwa kematian tiga sandera tersebut disebabkan oleh penyakit atau dibunuh oleh kelompok yang menculik dan menyandera mereka.73 Setahun berselang, kembali terjadi penculikan terhadap WNI yang diduga dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf, yaitu terhadap tiga orang ABK Kapal Bonggaya 91 di Perairan Tawi-Tawi, Filipina.74Tiga pelaut WNI tersebut yaitu Ahmad Resmiadi, Erikson Hutagaol, serta Yamin Labuso. Namun, ternyata penculikan tersebut dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menamakan diri mereka Jami Al-Islamiyah Mindanao Selatan. Kelompok tersebut juga meminta uang tebusan sebagaimana yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf.75 Berkaca dari tewasnya J.E Walters yang disandera Kelompok Abu Sayyaf. Indonesia dan Filipina kemudian lebih serius menangani kasus penculikan ABK Bonggaya 91 tersebut. Baik upaya diplomasi hingga operasi militer dilakukan.76 Operasi pembebasan yang dilakukan oleh Pemerintah Filipina serta melibatkan berbagai institusi dari Indonesia seperti TNI, Badan Intelijen Negara(BIN), Polri, dan Badan Intelijen Strategis(BAIS) bersifat tertutup. Operasi yang dilakukan kemudian berhasil membebaskan dua sandera pada 12 Juni 2005 setelah kontak

73

‘’Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004, http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404130001 (Diakses 19 April 2018). 74 Muguntan Vanar dan Ruben Sario, Trio Spotted in Tawi-Tawi, The Star, https://www.thestar.com.my/news/nation/2005/04/01/trio-spotted-in-tawi-tawi/ (Diakses 22 April 2018). 75 ‘’Keluarga Pelaut yang Disandera Datangi Kedubes Filipina’’, Detik, 4 Mei 2005, https://news.detik.com/berita/355445/keluarga-pelaut-yang-disandera-datangi-kedubes-filipina(Diakses 22 April 2018). 76 Aqwam Fiazmi Hanifan, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016, https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April 2018).

44

senjata terjadi dengan kelompok yang menyandera WNI tersebut. Beberapa bulan berselang, pihak Indonesia dan Filipina akhirnya berhasil melepaskan satu sandera lainnya pada 9 September 2005, yaitu Ahmad Resmiadi.

Keberhasilan

pembebasan tersebut menjadi titik balik perlunya keseriusan dalam penanganan kasus penculikan dan penyanderaan terhadap WNI.77 Beberapa tahun kemudian, penculikan terhadap WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf kembali terjadi tepatnya pada tahun 2016. Setelah kasus penculikan WNI pertama oleh Kelompok Abu Sayyaf terjadi di awal tahun 2016, Pemerintah Indonesia langsung bereaksi dengan berupaya untuk melepaskan sandera yang ditawan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah Filipina dalam upaya pelepasan sandera. Namun, seiring berjalannya waktu kasus penculikan terhadap WNI terus terulang di tahun tersebut. Hal tersebut membuat Indonesia dan Filipina aktif dalam menjalin komunikasi sekaligus mengupayakan setiap pelepasan sandera Kelompok Abu Sayyaf. 78 Pada 2 Mei 2016, Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan Pemerintah Filipina berhasil melepaskan 10 awak kapal pengangkut batubara Brahma 12 dan Adnand 12 yang diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf. Selain keterlibatan TNI, KBRI di Manila serta Pemerintah Filipina, terdapat pihak lain yang ikut dalam negosiasi perundingan untuk melepaskan 10 sandera tersebut.

77

Heyder Affan, Kisah pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf pada 2005, BBC, 11 April 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160410_indonesia_kisah_pembebasa n_sandera2005 (Diakses 22 April 2018). 78 Poltak Partogi Nainggolan, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok Abu Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 19/I/P3DI(Oktober 2016):6

45

Salah satu pihak lain yang terlibat dalam negosiasi tersebut adalah seorang komandan yang berasal dari MNLF, yaitu salah satu kelompok separatis yang telah berdamai dengan Pemerintah Filipina. Selain itu, Gubernur Sulu Abdusakur Tan II juga terlibat dalam proses negosiasi karena mengenal salah satu anggota Kelompok Abu Sayyaf yang menculik 10 WNI tersebut.79 Selain MNLF, pihak lain yang juga terlibat dalam Tim Kemanusiaan Surya Paloh. Tim tersebut terdiri dari Yayasan Sukma yang dipimpin oleh Ahmad Baidowi, Media Group yang dipimpin oleh Rizal Panggabean, serta beberapa anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) seperti Ketua Fraksi Partai Nasdem Victor B. Laiskodat anggota DPR RI Partai Nasdem Mayjen Purnawirawan Supiadin. Tim tersebut terutama Yayasan Sukma berada dibawah koordinasi Pemerintah Indonesia dalam segala upaya negosiasi pembebasan 10 sandera WNI Kelompok Abu Sayyaf. Yayasan tersebut terlibat dalam dialog dengan sejumlah lembaga maupun tokoh masyarakat yang ada di Filipina, dimana mereka memiliki koneksi dengan pihak penculik yaitu Kelompok Abu Sayyaf. Kontribusi tim tersebut juga menjadi salah satu faktor keberhasilan pelepasan sandera tersebut, dimana Yayasan Sukma juga sebelumnya juga pernah terlibat kerjasama dengan pemerintahan Moro di Filipina di bidang pendidikan.80

79

‘’No Ransom Paid for Release of 10 Indonesians Negotiator Claims’’, The Jakarta Post, 2 Mei 2016, http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/02/no-ransom-paid-for-release-of10-indonesians-negotiator-claims.html(Diakses 4 April 2018). 80 Esthi Maharani, Ada Tim Surya Paloh di Pembebasan Sandera Abu Sayyaf, Republika, 2 Mei 2016, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/02/o6j0au335-ada-timsurya-paloh-di-pembebasan-sandera-abu-sayyaf (Diakses 22 April 2018).

46

Terkait keberhasilan pelepasan sandera tersebut, Pemerintah Indonesia membantah bila mereka memberikan uang tebusan kepada Kelompok Abu Sayyaf dan menyatakan bahwa usaha pembebasan sandera murni negosiasi. 81 Meskipun begitu, perusahaan pemilik kapal Brahma 12 dan Anand 12 sendiri sudah menyiapkan tebusan yang diminta kelompok tersebut, yaitu sebesar US$ 1 Juta.82 Selain itu, pemerintah Filipina juga menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sebelumnya, jika sandera dilepas oleh Kelompok Abu Sayyaf, berarti uang tebusan telah dibayarkan kepada kelompok ekstrimis tersebut.83 Pada tanggal 11 Mei 2016, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa bersama dengan Pemerintah Filipina, mereka berhasil melepaskan empat ABK kapal Henry dan kapal Christi yang diculik dan disandera Kelompok Abu Sayyaf. Sebelumnya, kapal tersebut dibajak saat berada di lepas pantai Malaysia pada 15 April 2016. Kondisi empat pelaut tersebut baik-baik saja saat dibebaskan penculiknya dan diantar ke rumah Gubernur Sulu, Abdusakur Tan II. Seperti upaya pembebasan WNI sebelumnya, pembebasan sandera kembali melibatkan petinggi MNLF, yaitu Nur Misuari dan Samsula Adju. Sejumlah uang tebusan dikabarkan telah diberikan kepada Kelompok Abu Sayyaf yaitu sebanyak 50 juta peso, meskipun hal tersebut dibantah oleh Pemerintah Indonesia. Selain MNLF, 81

‘’Pembebasan 10 Sandera WNI di Filipina: Diplomasi Tanpa Bedil’’, Detik, 2 Mei 2016, https://news.detik.com/berita/3201168/pembebasan-10-sandera-wni-di-filipina-diplomasitanpa-bedil?991101mainnews= (Diakses 4 April 2018). 82 ‘’Company of 10 Indonesian Crew Kidnapped by Abu Sayyaf Agrees to Pay 1,46 Million Ransom’’, Strait Times, 1 Mei 2016 http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/company-of-10-indonesian-crew-kidnappedby-abu-sayyaf-agrees-to-pay-146-million-ransom (Diakses 4 April 2018). 83 ’Abu Sayyaf frees 10 Indonesian Hostages’’, Sun Star, 1 Mei 2016, http://www.sunstar.com.ph/zamboanga/local-news/2016/05/02/abu-sayyaf-frees-10indonesian-hostages-471060(Diakses 8 April 2018).

47

Gubernur Sulu Abdusakur Tan II juga kembali berjasa dalam negosiasi pelepasan sandera tersebut. 84 Adapun pihak lain dari Indonesia yang terlibat adalah Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zein. Terlibatnya Kivlan Zein tidak terlepas dari kedekatannya dengan Nur Misuari sejak dirinya menjadi pasukan perdamaian di Filipina Selatan tahun 1995. Selain itu, Meskipun melibatkan TNI, tetapi sebagian besar hanya bertugas menjaga proses negosiasi, sedangkan upaya negosiasi sandera lebih banyak dilakukan pihak Filipina. 85 Kemudian, terjadi lagi penculikan terhadap pelaut Indonesia, dimana tujuh ABK TB Charles yang berada di Selat Sulu di culik pada tanggal 21 Juni 2016. Dua sandera kemudian berhasil kabur dari penyekapan Kelompok Abu Sayyaf pada 17 Agustus 2016.86 Setelah upaya pembebasan dilakukan Pemerintah Indonesia dan Filipina, lima sandera lainnya berhasil dibebaskan dalam dua waktu yang berbeda. Tiga sandera dibebaskan pada 2 Oktober 2016.87 Dibebaskannya tiga sandera tersebut tidak terlepas dari kerjasama yang dilakukan Pemerintah Filipina dan MNLF, dimana mereka melakukan operasi militer demi menekan

84

‘’4 WNI korban penculikan Abu Sayyaf akhirnya juga dibebaskan’’, The Rappler, 11 Mei 2018, https://www.rappler.com/indonesia/132720-4-wni-dibebaskan-kelompok-abu-sayyaffilipina (Diakses 8 April 2018). 85 Christie Stefanie, Menhan Sebut Kivlan Zein Berperan Bebaskan Empat WNI, CNN Indonesia, 13 Mei 2016, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160513145254-20130512/menhan-sebut-kivlan-zein-berperan-bebaskan-empat-wni (Diakses 23 April 2018). 86 ‘’Lagi, WNI Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri‘’, BBC, 18 Agustus 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160818_indonesia_sandera_kedua_k abur(Diakses 8 April 2018). 87 ‘’3 Indonesian Hostages Released in Southern Philippines’’, Fox News, 2 Oktober 2016, http://www.foxnews.com/world/2016/10/02/3-indonesian-hostages-released-in-southernphilippines.html(Diakses 8 April 2018).

48

Kelompok Abu Sayyaf.88 Sementara itu, dua sandera lainnya baru berhasil dibebaskan dua bulan setelahnya, yaitu pada 12 Desember 2016 juga berkat operasi militer Pemerintah Filipina serta bantuan dari MNLF.89 Selain berhasil membebaskan sandera seluruh kru TB Charles dalam waktu waktu enam bulan, Pemerintah Indonesia dan Filipina juga berhasil membebaskan tiga pelaut asal Indonesia yang diculik di perairan Sabah pada 9 Juli 2016. Tiga pelaut tersebut dibebaskan dalam hari yang sama setelah sandera asal Norwegia yang bernama Kjartan Sekkingstad dilepaskan, yaitu pada 17 September 2018. Selain pemerintah, proses pelepasan sandera asal Indonesia dan Norwegia tersebut juga kembali mendapat bantuan dari MNLF.90 Upaya pembebasan tiga sandera WNI dan satu warga negara Norwegia tersebut dilakukan Pemerintah Filipina dengan cara operasi militer serta proses negosiasi. Pemerintah Norwegia dikabarkan membebaskan warga negara mereka melalui uang tebusan, dimana hal tersebut dikonfirmasi oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Sedangkan pemerintah Indonesia kembali menyatakan bahwa proses pembebasan tiga WNI tidak menggunakan uang tebusan.91

88

Philippines: Abu Sayyaf Militants Free 3 More Captives in Sulu, Asian Correspondent, 3 Oktober 2016, , https://asiancorrespondent.com/2016/10/philippines-abu-sayyaf-militants-free-3-captivessulu/#RDkC0jcHEwIMbmBw.97 (Diakses 23 April 2018). 89 Roel Pareno, 2 Freed Indonesian Captives of Abu Sayyaf to Return Home, Philstar, 13 Desember 2016, https://www.philstar.com/nation/2016/12/13/1653094/2-freed-indonesiancaptives-abu-sayyaf-return-home (Diakses 23 April 2018). 90 ‘’Three Indonesians Abducted in Sabah Waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group’’, New Strait Times, 18 September 2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/threeindonesians-abducted-sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group (Diakses 8 April 2018). 91 Hanna Azarya Samosir, Pengamat: Norwegia Diam-Diam Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf, CNN Indonesia, 20 September 2016,

49

3.2.2. Kerjasama Keamanan Trilateral di Laut Sulu Banyak terjadinya penculikan di wilayah perairan Laut Sulu khususnya terhadap WNI di tahun 2016 membuat Indonesia kemudian mendesak negaranegara yang berbatasan di perairan tersebut untuk melakukan patroli keamanan bersama, yaitu Filipina dan Malaysia. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, pertemuan trilateral diadakan oleh ketiga negara tersebut pada 5 Mei 2016 di Gedung Agung Yogyakarta, Indonesia. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Menlu Indonesia Retno Marsudi dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo serta dihadiri oleh Menlu Anifah dan Jenderal Zulkifli sebagai perwakilan dari Malaysia,serta Menlu Almendras dan Laksamana Muda Caesar C. Taccad dari Filipina.92 Pada pertemuan tersebut, ketiga negara tersebut menyepakati empat poin utama sebagai respon terhadap banyaknya kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Poin-poin tersebut diantaranya adalah sebagai berikut93: 1. Melakukan patroli di wilayah perairan masing-masing negara untuk mengantisipasi kejahatan transnasional. 2. Memberi koordinasi berupa bantuan cepat terhadap warga dan kapal yang sedang berada dalam bahaya. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160920160542-106-159721/pengamatnorwegia-diam-diam-bayar-tebusan-ke-abu-sayyaf (Diakses 23 April 2018). 92 ‘’Pertemuan Trilateral Tiga Negara Bahas Tantangan Bersama di Perairan’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 5 Mei 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Pertemuan-Trilateral-Tiga-Negara-Bahas-TantanganBersama-di-Perairan.aspx (Diakses 9 April 2018). 93 Untuk melihat lebih lanjut rincian isi kesepekatan bersama tiga negara, lihat ‘’Joint Declaration of Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of Indonesia-Malaysia-Philippines’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 5 Mei 2016,https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-Declaration-Foreign-Ministers-and-Chiefsof-Defence-Forces-of-Indonesia-Malaysia-Philippines.aspx (Diakses 9 April 2018).

50

3. Meningkatkan kerjasama berupa pertukaran informasi dan intelijen di antara masing-masing negara sebagai upaya untuk meningkatkan koordinasi merespon bahaya yang mungkin terjadi terhadap masing-masing negara. 4. Membentuk

hotline

untuk

mempermudah

komunikasi

dan

koordinasi ketiga negara ketika terdapat ancaman ataupun ketika memasuki keadaan darurat. Dua bulan setelahnya, Menlu Retno kembali mengadakan pertemuan dengan pihak Filipina untuk membahas pelepasan sandera Kelompok Abu Sayyaf dan kerjasama keamanan di Laut Sulut. Pada 1 Juli 2016, Menlu Retno bertemu dengan Menlu Filipina dari kabinet baru yang dilantik sehari sebelumnya, Rivas Yasay Jr. di Manila. Pada pertemuan tersebut, kedua negara sepakat memprioritaskan keselamatan sandera dalam upaya pembebasan yang dilakukan serta menegaskan komitmen pemerintahan Presiden Filipina yang baru terpilih, Rodrigo Duterte dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf.94 Selain itu, kedua negara juga sepakat perlu segera diresmikannya kesepakatan konkret untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu demi mencegah aksi penculikan lainnya. Hal tersebut sangat diperlukan karena wilayah perairan Sulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan khususnya antara Indonesia dan Filipina.Selain itu juga, Indonesia dan Filipina juga sepakat bahwa perlu ditetapkannya Sea Lane Corridor, yaitu jalur pelayaran yang aman dan terus 94

‘’Menlu RI Bahas Pembebasan Sandera dengan Menlu Filipina di Manila’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 1 Juli 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Menlu-RIBahas-Pembebasan-Sandera-dengan-Menlu-Filipina-di-Manila.aspx(Diakses 9 April 2018).

51

dijaga keamanannya sehingga mengurangi ancaman perampokan ataupun penculikan terhadap kapal yang lewat.95 Pada 3 Agustus 2016, Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia, Filipina dan Malaysia telah menandatangani Framework of Agreement terkait keamanan di Laut Sulu. Proses penandatanganan FoA tersebut dilaksanakan pada 14 Juli 2016 dan isinya menambahkan empat poin yang sudah disepakati pada 15 Mei 2016 menjadi enam poin. Dua poin tambahan tersebut adalah adanya klausul latihan bersama dari tiga negara serta pemasangan Automatic Identification System.96 Selain itu, pada 2 Agustus 2016, Menhan Indonesia Ryamizard Ryacudu, Menhan Filipina

Delfin N. Lorenzana, serta Menhan Malaysia Dato’ Seri

Hishammuddin Tun Hussein bertemu di Bali untuk membahas masalah keamanan maritim di Laut Sulu. Kemudian, Menhan ketiga negara juga menandatangani kesepakatan yang isinya adalah implementasi standar operasi patroli maritim danbantuan cepat tanggap, pertukaran informasi dan intelijen, serta inisiasi

95

Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro, “Ini Jalur Bebas Perompak Pengiriman Batubara Indonesia-Filipina”,Merdeka, 4 Juli2016, https://www.merdeka.com/dunia/ini-jalur-bebasperompak-pengiriman-batu-bara-indonesia-filipina.html (Diakes 9 April 2018). 96 ‘’Amankan Perairan Sulu, Menlu: RI, Malaysia, dan Filipina Sepakati Latihan Bersama’’, Seketariat Kabinet Republik Indonesia, 3 Agustus 2016, http://setkab.go.id/amankan-perairansulu-menlu-ri-malaysia-dan-filipina-sepkaati-latihan-bersama/ (Diakses 11 April 2018).

52

jaringan komunikasi gabungan.97Tiga negara juga sepakat bahwa implementasi pengamanan Laut Sulu segera harus dilaksanakan.98 Pada tanggal 9 September 2016, Presiden Indonesia Joko Widodo menerima kunjungan kenegaraan dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Bahasan utama dalam pertemuan kedua Presiden tersebut diantaranya adalah terkait dengan serangkaian penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap WNI. 99 Kemudian, Joko Widodo dan Rodrigo Duterte menandatangani Join Declaration on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea. Dalam deklarasi tersebut, Kedua Presiden mendorong segera dijalankannya tiga kesepakatan trilateral yang sebelumnya disepakati oleh Indonesia, Filipina, Malaysia dalam menjaga keamanan di Laut Sulu.100 Implementasi kerjasama keamanan trilateral antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia sempat mengalami hambatan. Pada awalnya, pihak Pemerintah Malaysia sempat belum menyepakati standar operasi karena adanya perbedaan karakter ancaman di wilayah Perairan Sabah dengan Perairan Sulu. Meskipun begitu,

97

‘’Defense Ministers Affirm Trilateral Cooperative Arrangement’’, Department of National Defense Republic of Philippines, 3 August 2016, http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-%20Trilateral%20Meeting%20Statement.pdf (Diakses 11 April 2018). 98 ‘’Jakarta, KL and Manila to Start Joint Patrols in Sulu Sea’’, Strait Times, 5 Agustus 2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/jakarta-kl-and-manila-to-start-joint-patrols-in-sulu-sea (Diakses 11 April 2018). 99 ‘’Presiden Jokowi Capai Sejumlah Kesepakatan dengan Presiden Rodrigo Duterte’’, Presidenri.go.id, http://presidenri.go.id/berita-aktual/presiden-jokowi-capai-sejumlah-kesepakatan-denganpresiden-rodrigo-duterte.html (Diakses 11 April 2018). 100 Untuk melihat lebih lanjut rincian deklarasi bersama Indonesia dan Filipina, lihat “Join Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of Philippines on Cooperation “, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, http://treaty.kemlu.go.id/apisearch/pdf?filename=PHL-2016-0085.pdf (Diakses 11 April 2018).

53

Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tertundanya kesepakatan tersebut tidak mempengaruhi upaya peningkatan keamanan dan pengawasan di wilayah Perairan Sulu oleh Indonesia dan Filipina.101 Pada akhirnya, patroli keamanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia baru mulai diadakan pada 2017. Patroli keamanan trilateral tersebut diresmikan pada 19 Juni 2017 oleh ketiga negara. Peresmian tersebut dihadiri oleh tiga Menteri Pertahanan dari masing-masing negara. Keberadaan patroli keamanan tersebut diharapkan dapat mempersempit terjadinya kejahatan transnasional seperti penculikan warga sipil dan terorisme khususnya di Perairan Sulu. Setelah ketiga negara mulai melaksanakan patroli maritim terkoordinasi, mereka juga berharap kedepannya negara ASEAN lain juga dapat dilibatkan serta dapat menambah patroli di wilayah udara maupun darat.102 Terlepas dari hambatan yang dihadapi, pada akhirnya kerjasama keamanan trilateral berhasil disepakati tiga negara tersebut. Selain adanya kerjasama trilateral tersebut, banyaknya kasus penculikan dan penyanderaan oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap pelaut WNI telah mendorong Indonesia dan Filipina berkoordinasi secara rutin demi menyelamatkan warganya. Pada bab selanjutnya, penelitian ini akan membahas kepentingan Indonesia dan Filipina dalam kerjasama yang mereka lakukan menghadapi Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016. 101

Upaya Indonesia, Malaysia, dan Filipina Hadapi Penculik WNI, Tempo, 13 Desember 2016, https://nasional.tempo.co/read/827631/upaya-indonesia-malaysia-dan-filipina-hadapipenculik-wni (Diakses 23 April 2018). 102 Perangi ISIS, Tiga Negara Sepakati Bentuk Trilateral Maritime Patrol Indomalphi, Times Indonesia, 19 Juni 2017, https://m.timesindonesia.co.id/read/150559/20170619/200515/perangi-isis-tiga-negarasepakat-bentuk-trilateral-maritime-patrol-indomalphi/ (Diakses 23 April 2018).

54

BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA DAN FILIPINA DALAM KERJASAMA KEAMANAN MENGHADAPI KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016

Bab ini membahas analisis kepentingan Indonesia dan Filipina dalam kerjasama keamanan yang mereka lakukan dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf, khususnya pada tahun 2016. Setelah pada bab sebelumnya menjelaskan kerjasama yang melibatkan Indonesia dengan Filipina khususnya dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf. Bab ini akan menganalisis kepentingan kedua negara tersebut yang kemudian mendorong keterlibatan mereka dalam kerjasama menghadapi kelompok Abu Sayyaf. Analisis dalam penelitian ini akan menggunakan konsep kerjasama internasional, kepentingan nasional, dan terorisme untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai kepentingan Indonesia dan Filipina dalam kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016. Menurut Neuchterlein, terdapat empat tingkatan isu yang digunakan untuk menentukan intensitas kepentingan nasional suatu negara. Yaitu survival issues, vital issues, major issues, dan peripheral issues.103 Kasus ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016 tergolong pada 103

Donald E. Neuchterlein, ‘’National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making’’,British Journal of International Studies Vol. 2, No. 3 (Oktober 1976), 249-250.

55

vital issues. Vital issues sendiri adalah kondisi dimana dampak serius akan timbul apabila suatu negara tidak bertindak serius terhadap ancaman yang muncul. Kemudian, vital issues juga melihat peluang meminta bantuan dengan negara lain untuk menghadapi ancaman tersebut, karena dampak dari ancaman tersebut bukan hanya persoalan keamanan, tetapi juga perekonomian dan persoalan lainnya.104 Serangkaian kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf di Laut Sulu pada tahun 2016 tergolong dalam vital issues karena bukan hanya mengancam keselamatan warga negara saja, tetapi juga menimbulkan persoalan lain dalam bidang keamanan dan ekonomi, terlebih lagi ancaman penculikan oleh kelompok ekstrimis seperti Kelompok Abu Sayyaf sifatnya tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi berulangkali. Maka dari itu, kerjasama dilakukan, misalnya upaya negosiasi pelepasan sandera dengan pihak Kelompok Abu Sayyaf. Kemudian, upaya untuk mencegah ancaman serupa dilakukan dengan kerjasama keamanan trilateral di Laut Sulu, khususnya untuk menghentikan operasi Kelompok Abu Sayyaf di wilayah tersebut. Menurut K.J Holsti, lahirnya kerjasama internasional tidak terlepas dari keanekaragaman permasalahan di tingkat nasional, regional, maupun global. Masalah tersebut mendorong pemerintah melakukan pendekatan dengan negara lain untuk memecahkan masalah yang ada. Lebih lanjut lagi, kerjasama yang dilakukan mempertemukan kepentingan suatu negara dengan kepentingan negara lainnya, dimana hal tersebut melahirkan persetujuan tertentu dalam rangka

104

Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making”,249.

56

memanfaatkan kesamaan kepentingan yang ada.105 Persamaan kepentingan inilah yang melatarbelakangi lahirnya kerjasama seperti yang melibatkan Indonesia dan Filipina dalam kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf. Kepentingan tersebut bukan hanya terkait keamanan negara dari ancaman saja, tetapi juga ekonomi. Selain itu, kerjasama yang terbangun dengan baik memiliki peluang untuk diperluas dalam bentuk kerjasama lainnya seiring dengan perkembangan ancaman yang semakin kompleks. 4.1.

Menjamin Kepentingan Keamanan Berupa Keselamatan Warga Negara dari Ancaman Kelompok Abu Sayyaf

Menurut Neuchterlein dalam National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making, Kepentingan nasional suatu negara terbagi menjadi empat dimensi kebutuhan dasar. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah defense interest, economic interest, world order interest, serta ideological interest.

Empat dasar kepentingan nasional tersebut dapat saling

berkaitan satu sama lain sesuai dengan tujuan suatu negara.106 Jika dikaitkan dengan tingkatan isu oleh Neuchterlein, baik defense interest, economic interest, world order interest, maupun ideological interest dapat masuk kedalam vital issues, khususnya jika terdapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan persoalan yang mengganggu kepentingan suatu negara seperti dengan cara mencari bantuan negara lain, bernegosiasi dengan pihak yang 105

K.J Holsti, Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis , Jilid II, Terjemahan M. Tahrir Azhari, (Jakarta: Erlangga, 1988), 652-653. 106 Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making”, 248

57

berseteru, ataupun dengan memberi peringatan kepada pihak yang mengancam negara tersebut.107 Khusus pada kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf, defense interest untuk menyelamatkan warga yang disandera sekaligus menjaga agar tidak terjadi ancaman Kelompok Abu Sayyaf kedepannya membuat negaranegara terkait saling bekerjasama untuk menghadapi kelompok tersebut. Kasus penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf yang terjadi pada tahun 2016 membuat defense interest dari Indonesia maupun Filipina sama-sama terganggu.

Defense

interest

sendiri

menurut

Neuchterlein

merupakan

perlindungan negara dan warga negaranya dari berbagai bentuk ancaman, seperti ancaman di luar pemerintahan suatu negara.108 Contoh ancaman tersebut diantaranya adalah kelompok ekstrimis seperti Kelompok Abu Sayyaf. Ketika Indonesia terancam karena warga negaranya disandera, sementara Filipina sendiri sudah cukup lama terganggu dengan keberadaan serta tindakan terorisme kelompok radikal tersebut di negara mereka. Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, terjadinya serangkaian penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf menjadi masalah serius yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia. Setiap sandera yang diculik harus ditebus dengan sejumlah uang atau nyawa mereka dapat terancam. Untuk menyelamatkan sandera tersebut, diperlukan upaya yang matang serta langkah strategis oleh pihak terkait.

107

Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making”, 249 108 Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making”,248.

58

Sebagai kelompok ekstrimis, Kelompok Abu Sayyaf sendiri terkenal tidak segan-segan membunuh sandera jika tuntutannya tidak dipenuhi. Dalam beberapa kesempatan, sandera dari berbagai negara yang mereka tangkap kemudian dibunuh setelah tuntutan tebusan tidak diberikan oleh negara asal sandera tersebut.Pada April 2004 misalnya,terjadi kasus penculikan tiga sandera WNI awak kapal East Ocean 2 di Pulau Taganak, Filipina oleh Kelompok Abu Sayyaf . Dalam kasus tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak membayar uang tebusan yang dituntut oleh Kelompok Abu Sayyaf, yaitu sebesar sepuluh juta peso. Akibat tuntutan tebusan tersebut tidak dipenuhi, akhirnya tiga sandera orang asal WNI tersebut tewas ditangan Kelompok Abu Sayyaf.109 Kasus lainnya yang menyebabkan sandera dibunuh akibat tuntutan tebusan tidak dipenuhi terjadi pada dua WNA asal Kanada, yaitu John Ridsdel dan Robert Hall pada tahun 2016.110Pada saat itu, waktu dua WNA Kanada tidak jauh berbeda dengan serangkaian penculikan terhadap WNI oleh kelompok yang sama. Melihat ketidakseganan kelompok tersebut dalam membunuh sandera, maka pemerintah Indonesia dan Filipina berkoordinasi satu sama lain demi melakukan proses penyelamatan sekaligus menjadikan keselamatan sandera sebagai prioritas utama. Pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada 9 September 2016 di Jakarta menyepakati beberapa

109

’Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004, http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404130001 (Diakses 15 Mei 2018). 110 ‘’Trudeau Wants Justice for Canadians Beheaded by Abu Sayyaf’’, Rappler, 14 November 2017, https://www.rappler.com/nation/188424-trudeau-abu-sayyaf-kidnappingjustice-canadian-hostages (Diakses 15 Mei 2018).

59

hal, diantaranya adalah mengutamakan keselamatan sandera dalam proses penyelamatan serta juga menjadikan pembebasan secara diplomatis sebagai opsi utama.111 Kedua negara juga sepakat untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan demi meningkatkan keamanan di Laut Sulu. Adapun Presiden Duterte juga menyatakan bahwa TNI AL dari Indonesia diperbolehkan mengejar dan meledakkan perompak di perairan Laut Sulu hingga masuk ke wilayah Filipina.112 Pada akhir pertemuan tersebut, kesepakatan kedua negara ditandai dengan “Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea”yang ditandatangani oleh Presiden kedua negara.113 Sebelum kerjasama keamanan maritim di Laut Sulu disepakati oleh Indonesia dan Filipina, kedua negara juga sebelumnya sudah menandatangani “ASEAN Convention on Counter Terrorism”. Konvensi yang pada tahun 2007 ini diantaranya menyepakati upaya menghadapi terorisme, baik dalam mencegah aksi terorisme, menghentikan pendanaan terorisme, pertukaran intelijen, hingga peningkatan kerjasama di wilayah perbatasan. Peningkatkan keamanan di Laut Sulu untuk mengantisipasi ancaman kelompok bersenjata pada tahun 2016

111

“Duterte bertemu Jokowi, Apa Topik Pembicaraannya?”, DW, 9 September 2018, https://www.dw.com/id/duterte-bertemu-jokowi-apa-topik-pembicaraan/a-19536007 (Diakses 15 Agustus 2018). 112 “Ini Deal Jokowi dan Duterte”, Detik, 9 September 2018, https://news.detik.com/berita/d-3295481/ini-deal-duterte-dan-jokowi (Diakses 15 Agustus 2018). 113 Lihat juga Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea.

60

merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dikembangkan dari konvensi tersebut.114 Selain kesepakatan antara kedua negara, Indonesia dan Filipina bersama dengan Malaysia berhasil menyepakati kerjasama patroli keamanan maritim khususnya di Laut Sulu pada 2016. Koordinasi negara di wilayah Laut Sulu sangat penting agar kasus penculikan di wilayah tersebut tidak ada lagi. Keberadaan kerjasama patroli keamanan juga bertujuan untuk meningkatkan rasa aman kapal-kapal yang melewati wilayah tersebut. Menurut Letkol Ikhwan Ahmadi dari Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, keberadaan kerjasama patroli trilateral maritim yang dilakukan Indonesia, Filipina, dan Malaysia telah menurunkan, bahkan meniadakan penculikan khususnya terhadap pelaut asal WNI di Laut Sulu pada akhir tahun 2016. Meskipun begitu, eksekusi kerjasama tersebut sempat terhambat dengan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari kerjasama patroli laut tersebut karena memakan waktu agar militer ketiga negara terkoordinasi dengan baik.Selain itu menurut Ikhwan Ahmadi, Laut Sulu yang luas dan pengamanan yang diperketat dengan koordinasi ketiga negara berpengaruh terhadap sulitnya Kelompok Abu Sayyaf untuk melakukan penculikan kembali. Ditambah lagi dengan kapal yang digunakan untuk

114

Lihat juga ASEAN Convention on Counter Terrorism, 2007, http://asean.org/storage/2012/05/ACCT.pdf (Diakses 15 Agustus 2018).

61

merompak dan menculik oleh Kelompok Abu Sayyaf berukuran kecil, hal tersebut semakin menyulitkan kelompok tersebut dalam beraksi.115 Kerjasama seperti yang dilakukan Indonesia dan Filipina baik dalam menyelamatkan sandera maupun keterlibatannya dalam kerjasama keamanan trilateral tidak terlepas dari interaksi yang mereka lakukan demi menghadapi ancaman. Menurut Mingst, kerjasama yang dilakukan negara dengan negara lainnya terjadi karena interaksi yang terus-menerus, dimana hal tersebut dikarenakan masing-masing negara yang saling membutuhkan satu sama lain.116 Pada kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf, kerjasama keamanan terjadi karena kesamaan bentuk ancaman yang dihadapi, yaitu Kelompok Abu Sayyaf di wilayah perairan yang saling berbatasan dengan negara-negara tersebut. Pada akhirnya, negara-negara tersebut rutin berinteraksi satu sama lain dan melakukan kerjasama, agar kepentingan mereka yaitu keamanan segala aktivitas di wilayah Laut Sulu tetap terjaga.

4.2.Mengamankan Kepentingan Ekonomi Kedua Negara 4.2.1. Menjaga Terjalinnya Kerjasama Perdagangan Indonesia dan Filipina Sebagai negara yang letaknya berdekatan, Filipina merupakan partner yang memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia dalam bidang perdagangan. Impor Filipina terhadap Indonesia pada periode Januari sampai dengan Desember 2015 mencapai 2,9 miliar dolar. Sementara, Ekspor Filipina ke 115

Wawancara dengan Letkol Ikhwan Akhmadi, Kasi Misi Perdamaian, Subdit Multilateral, Ditjen Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, pada 22 Mei 2018. 116 Karen A. Mingst, Essentials of International Relations, (New York : W.W. Norton & Company, 2003), 65.

62

Indonesia hanya mencapai 62 juta dolar. Produk utama yang diimpor Filipina dari Indonesia diantaranya adalah otomotif, batubara, ,kopi, dan produk-produk lainnya. 117 Diantara produk-produk yang diimpor Filipina dari Indonesia, salah satu yang jumlah impornya cukup besar adalah impor batubara. Indonesia menjadi sumber utama impor batubara oleh Filipina. Kebutuhan Filipina yang tinggi akan batubara mendorong besarnya impor akan komoditas tersebut. Setiap tahunnya, Filipina mengimpor 15 juta ton batubarapertahun, dimana jumlah tersebut merupakan 80 persen dari batubara yang mereka butuhkan. Kemudian, 95 persen dari impor batubara mereka berasal dari Indonesia. Hal tersebut membuat Filipina cukup bergantung pada Indonesia demi memenuhi kebutuhan energi mereka, dimana batubara tersebut digunakan untuk pembangkit listrik yang ada di Filipina.118 Selain karena Indonesia memang menjadi salah satu negara eksportir batubara terbesar di dunia, letak geografis yang berdekatan juga menjadi faktor yang mendorong besarnya impor batubara Filipina dari Indonesia.119 Jika dilihat dari hal tersebut, tentunya kepentingan nasional Filipina dan Indonesia sama-sama terganggu dengan keberadaan Kelompok Abu Sayyaf khususnya serangkaian penculikan yang dilakukan kelompok tersebut. Bahkan 117

‘’Filipina Sumbang Surplus Ekonomi Indonesia Terbesar’’,Tempo, 2 Juni 2016, https://bisnis.tempo.co/read/776155/filipina-sumbang-surplus-ekspor-indonesiaterbesar(Diakses 15 Mei 2018). 118 Sara Jane Ahmed dan Jose Logarta Jr. , ‘’Carving out Coal in the Philippines: Stranded Coal Plant Assets and the Energy Transition’’, Institute for Energy Economics and Financial Analysis, (Oktober 2017):13, http://ieefa.org/wp-content/uploads/2017/10/Carving-out-Coal-inthe-Philippines_IEEFAICSC_ONLINE_12Oct2017.pdf (Diakses 2 April 2018). 119 True Cost of the Coal in the Philippines, Greenpeace Southeast Asia Vol.1, 4 Mei 2012, http://www.greenpeace.org/seasia/ph/PageFiles/612171/PH-True-Cost-of-Coal-v1.pdf (Diakses 2 April 2018).

63

Indonesia sendiri sempat menghentikan pengiriman ekspor batubara ke Filipina pada April 2016 setelah terjadinya penculikan terhadap WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf.120 Hal tersebut tentunya merupakan suatu kerugian bagi Indonesia maupun Filipina dalam segi perekonomian. Melihat Indonesia dan Filipina yang saling membutuhkan satu sama terutama dalam bidang perdagangan,sangat penting untuk mengadakan kerjasama keamanan di Laut Sulu. Hal tersebut dilakukan demi mengantisipasi Kelompok Abu Sayyaf yang mengancam kepentingan ekonomi kedua negara. Hal tersebut sejalan dengan salah satu dari empat kepentingan nasional dasar sebuah negara menurut Neuchterlein, yaitu economic interest. Economic interest sendiri adalah kepentingan suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi, khususnya melalui cara melakukan interaksi ataupun kerjasama dengan negara lain.121 Economic interest dari Indonesia terhadap Filipina adalah bagaimana komoditas mereka dapat diekspor ke Filipina, terutama Batubara karena memberikan pemasukan yang besar. Bagi Filipina, batubara yang digunakan sebagai energi sangat esensial bagi pembangkit listrik di negara tersebut. Maka dari itu, sangat penting untuk memastikan keamanan pelayaran di antara kedua negara tersebut agar kepentingan ekonomi mereka tetap terjaga.

120

‘’Indonesia Demands Security for Ships in Philippines, Coal Exports Affected’’,GMA Network, 24 Juni 2016,http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/571177/indonesiademands-security-for-ships-in-philippines-coal-exports-affected/story/(Diakses 30 April 2018). 121 Neuchterlein, National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making,248.

64

4.2.2. Memaksimalkan Kerjasama BIMP-EAGA Selain mempunyai hubungan dalam bidang perdagangan, Indonesia dan Filipina juga sama-sama tergabung dalam inisiatif kerjasama ekonomi subregional di ASEAN, yaitu The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). BIMP EAGA sendiri sudah dibentuk dari tahun 1994. Kerjasama ini dibentuk oleh empat negara tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah subnasional yang jauh dari ibukota, khususnya agar mengurangi kesenjangan ekonomi di wilayah subnasional tersebut dengan wilayah yang lebih maju.122 Wilayah yang menjadi bagian dari kerjasama BIMP-EAGA meliputi seluruh wilayah Kesultanan Brunei Darussalam. Wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari kerjasama ini mulai dari Kalimantan, Papua, Barat, Sulawesi, serta Maluku. Sementara itu, wilayah lain dari kerjasama ini juga meliputi daerah Mindanao dan Palawan di Filipina, serta wilayah Sabah,Sarawak, dan Wilayah Federal Labuan yang berada di Malaysia.123

122

‘’Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMPEAGA)’’, Asian Development Bank, https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga (Diakses 4 April 2018). 123 “Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMPEAGA)’’, Asian Development Bank,https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimpeaga (Diakses 4 April 2018).

65

Gambar 4.1.: Peta Wilayah BIMP-EAGA124

BIMP-EAGA berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya dalam bidang perdagangan, pariwisata, serta investasi, dengan cara memfasilitasi alur pergerakan masyarakat, barang, dan jasa. Kemudian, negaranegara yang terlibat juga menggunakan secara efektif infrastruktur dan sumber daya yang ada. Selain itu, cara lain yang dilakukan negara-negara BIMP-EAGA adalah memanfaatkan kesempatan lain yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, untuk mencapai pembangunan yang diinginkan, BIMP-EAGA juga berpacu pada enam pilar strategis agar dapat mewujudkan target mereka,yaitu125: 1. Connectivity, terdiri dari peningkatan mobilitas barang dan jasa, baik melalui

udara, laut, dan darat. Selain itu, pilar ini juga mencangkup

peningkatan infrastruktur dalam bidang energi, peningkatan fasilitas

124

“Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMPEAGA)’’, Ministry of Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam, http://www.mofat.gov.bn/Pages/Brunei-Darussalam---Indonesia---Malaysia---The-----PhilippinesEast-ASEAN-Growth-Area---(BIMP-EAGA).aspx (Diakses 4 April 2018). 125 ‘’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank: 10, https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018).

66

bidang perdagangan dan investasi, serta peningkatan dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. 2. Food Basket, yaitu peningkatan produksi komoditas unggulan dalam bidang agribisnis. 3. Tourism, yaitu peningkatan konektivitas menuju tempat pariwisata serta peningkatan pembangunan di situs-situs wisata. 4. Environment, yaitu mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan khususnya pada ekosistem di tempat wisata, serta meningkatkan kualitas berbagai sektor seperti di bidang peternakan dan perikanan agar ramah lingkungan. 5. Socio-cultural and Education, yaitu meningkatkan apresiasi akan warisan kebudayaan serta meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan. Perwujudan BIMP-EAGA oleh negara anggotanya seperti Indonesia dan Filipina dapat meningkatkan perekonomian secara signifikan jika pembangunan dilakukan maksimal. Pada statistik yang dikeluarkan oleh BIMP-EAGA, wilayah EAGA berkontribusi sebanyak 17,3 persen dari keseluruhan GDP negara-negara anggota BIMP-EAGA pada tahun 2014. Sementara itu, wilayah EAGA berkontribusi sebanyak 11 persen dari keseluruhan GDP di ASEAN pada tahun 2014. Selain itu, dari seluruh GDP wilayah EAGA, wilayah EAGA di Indonesia berkontribusi terbanyak diantara negara lainnya yaitu sebanyak 62,4 persen. Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh wilayah EAGA di Malaysia dan Filipina pada angka 18,9 persen dan 14,2 persen.

Angka tersebut menunjukkan bahwa

67

Indonesia dan Filipina menjadi dua dari tiga negara BIMP-EAGA dengan kontribusi GDP terbesar di tahun 2014.126 Kemudian, sebagai upaya mewujudkan peningkatan pembangunan ekonomi anggotanya, strategi BIMP-EAGA adalah membagi wilayah EAGA menjadi dua rute koridor prioritas ekonomi. Koridor pertama adalah Koridor Ekonomi Borneo Utara yang berfokus pada wilayah EAGA dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam. Kemudian, koridor kedua adalah Koridor Laut Sulu-Sulawesi yang meliputi wilayah EAGA dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Rute koridor laut tersebut diharapkan dapat berjalan optimal pada tahun 2025, sebagai perwujudan BIMP-EAGA Vision 2025.127 Serangkaian kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016 bukan hanya telah mengganggu rute perdagangan Indonesia dengan Filipina saja128, tetapi juga rute perdagangan wilayah EAGA Filipina, yaitu Mindanao dengan wilayah Malaysia khususnya dari perairan Sabah. Sebagian besar kasus penculikan terjadi di berbagai perairan sekitar Laut Sulu yang merupakan salah satu rute koridor laut negara BIMP-EAGA. Pemerintah Malaysia bahkan menghentikan perdagangan ke wilayah Filipina khususnya ke berbagai kepulauan di wilayah ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao, dimana kepulauan tersebut merupakan wilayah EAGA dari Filipina) pada tahun 2016 akibat 126

’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 86-87, https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018). 127 ’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 13,https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018). 128 Philippines Unrest: Who Are The Abu Sayyaf Group?’’, BBC, 16 Oktober 2017, https://www.bbc.com/news/world-asia-41638747 (Diakses 29 Juni 2018).

68

banyaknya kasus penculikan tersebut. Setelah keamanan di wilayah Laut Sulu ditingkatkan, barulah pada 1 Februari 2017 jalur perdagangan Mindanao dengan Sabah dibuka kembali.129 Pada tahun 2017, perwakilan ARMM dari Filipina ikut menghadiri BIMPEAGA Strategic Planning Meeting di Jakarta. Acara tersebut sendiri diadakan mulai dari 30 Januari sampai dengan 3 Februari 2017. Di depan perwakilan negara BIMP-EAGA, perwakilan dari ARMM bukan hanya menyerukan kembali dibukanya rute Sabah menuju Mindanao saja, tetapi juga berkomitmen mempromosikan rute perdagangan dengan wilayah EAGA dari Indonesia dan Brunei Darussalam. Perwakilan ARMM tersebut juga berharap peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah EAGA seperti Mindanao sebagai tempat perdagangan

antarnegara

akan

membantu

menyelesaikan

permasalahan

kemiskinan di wilayah tersebut, dimana hal tersebut yang menjadi salah satu faktor yang mendorong banyaknya aktivitas kriminal dan konflik di wilayah Selatan Filipina.130 Beberapa

bulan

setelahnya,

Indonesia

dan

Filipina

meresmikan

konektivitas jalur laut yang menghubungkan wilayah di Sulawesi Utara, yaitu Bitung Timur menuju Davao/General Santos, Filipina.Deklarasi bersama antara

129

‘’ARMM, Malaysia Reopen Sabah Cross-Border trade with BIMP-EAGA’’, Manila Buletin, 1 Februari 2017, https://news.mb.com.ph/2017/02/01/armm-malaysia-reopen-sabahcross-border-trade-with-bimp-eaga/ (Diakses 29 Juni 2018). 130 ‘’ARMM Delegation in Jakarta Meet to Push for Open BIMP-EAGA Trade’’, Business World Online, 1 Februari 2017, http://www.bworldonline.com/content.php?section=Economy&title=armm-delegation-injakarta-meet-to-push-for-open-bimp-eaga-trade-&id=139954 (Diakses 29 Juni 2018).

69

kedua negara diresmikan pada 28 April 2017.131Konektivitas jalur laut terus diresmikan demi mensukseskan kerjasama BIMP-EAGA, dimana diresmikannya rute konektivitas jalur laut dengan menggunakan kapal Ro-Ro(Roll On-Roll Off) tersebut diharapkan mempersingkat waktu perdagangan barang diantara kedua negara. Peresmian jalur laut tersebut dihadiri oleh Presiden dari kedua negara, yaitu Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada 30 April 2017 di General Santos, Filipina.132 Prospek BIMP-EAGA untuk meningkatkan perekonomian khususnya di wilayah-wilayah terpencil tentunya menarik bagi negara seperti Indonesia dan Filipina. Jika dimaksimalkan, koneksi antara wilayah utara Indonesia dengan wilayah selatan Filipina bukan hanya dalam bidang perdagangan saja, namun dapat dikembangkan dalam bidang lainnya, seperti wisata, peningkatan kualitas pendidikan, dan berbagai bidang lainnya yang menjadi target BIMP-EAGA. Selain itu, kedepannya konektivitas antara wilayah EAGA Indonesia dan Filipina bukan hanya antara wilayah General Santos dan Bitung saja, tetapi juga dengan wilayah lain. Wilayah tersebut misalnya seperti Zamboanga dan wilayah kepulauan seperti Basilan, Sulu, serta Tawi-Tawi yang berada di Filipina, serta wilayah Kalimantan, Maluku, atau Papua dari Indonesia.133

131

‘’Sah, Kapal Ro-Ro Davao-Bitung Mulai Beroperasi 30 April", Kompas, 28 April 2017, https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/215206626/sah.kapal.ro-ro.davaobitung.mulai.beroperasi.30.april (Diakses 25 Mei 2018). 132 ‘’Dilepas Jokowi dan Duterte, Kapal Ro-Ro Filipina Tiba di Bitung’’, Detik Finance, 2 Mei 2017, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3489485/dilepas-jokowi-danduterte-kapal-ro-ro-filipina-tiba-di-bitung (Diakses 25 Mei 2018). 133 Lihat juga daftar proyek berdasarkan sektor dan prioritas strategis BIMP EAGA Vision 2025 dalam “BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 64,

70

Menurut Jimmy K. Musa dari Mindanao Development Agency, terdapat beberapa faktor yang membuat Indonesia menjadi partner penting bagi Filipina dalam kerjasama BIMP-EAGA . Selain karena faktor geografis yang saling berbatasan dan menjanjikan dalam segi perekonomian, wilayah EAGA dari Filipina yang terletak di selatan Filipina, yaitu Autonomous Region in Muslim Mindanaomemiliki kesamaan kultur dengan Indonesia, yaitu sama-sama memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Wilayah tersebut diantaranya meliputi Basilan, Sulu, dan Tawi-Tawi. Selain itu, secara historis Indonesia memiliki koneksi dengan penduduk Mindanao, salah satu diantaranya adalah keberadaan komunitas asal Indonesia yang sudah menetap lama di Provinsi Saranggani, Mindanao Selatan. Komunitas tersebut telah berbaur dengan penduduk asli Mindanao dalam aspek kehidupan sehari-hari dan budaya di daerah tersebut. 134 Melihat faktor-faktor tersebut, sangat mungkin jika Indonesia dan Filipina kedepannya memaksimalkan BIMP-EAGA sebagai platform kerjasama yang lebih baik untuk meningkatkan perekonomian khususnya di wilayah perbatasan. Salah satu upaya memaksimalkan kerjasama tersebut adalah dengan menghubungkan kota wilayah BIMP-EAGA, khususnya melalui jalur laut dan udara.Untuk menciptakan rute yang menghubungkan wilayah perbatasan seluruh negara anggota BIMP-EAGA,tentunya memerlukan sistem keamanan di wilayah perairan

https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018). 134 Wawancara dengan Jimmy K.Musa, International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-EAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development Authority, pada 29 Mei 2018.

71

yang baik agar segala aktivitas perekonomian yang melibatkan negara terkait dapat aman dari ancaman yang mungkin dihadapi, misalnya perompakan dan penculikan. Keberadaan kerjasama keamanan keamanan trilateral antara Indonesia, Filipina, serta Malaysia sejak tahun 2016 memberikan keuntungan berupa jaminan keamanan dari ancaman yang mungkin terjadi, seperti perompakan atau penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Dengan keamanan yang lebih terkoordinasi, segala kegiatan dalam berbagai bidang, misalnya kerjasama ekonomi antarnegara dapat berjalan dengan baik. Selain itu, keamanan yang lebih baik dapat membuka kerjasama-kerjasama lainnya untuk lebih optimal, misalnya dalam platform BIMP-EAGA, atau bentuk kerjasama lainnya yang berpotensi dibuat. Melihat potensi Laut Sulu menjadi rute perdagangan yang termasuk diantaranya menghubungkan wilayah BIMP-EAGA, pengamanan diperairan tersebut termasuk dalam world order interest menurut Neuchterlein. World order interest yang dimaksud berarti menjaga sistem perekonomian yang membuat negara merasa aman dalam melakukan aktivitas diluar batas negara mereka.135 Kerjasama keamanan di wilayah Laut Sulu akan mengoptimalkan pemenuhan kepentingan ekonomi negara-negara yang berbatasan dengan perairan tersebut, khususnya negara-negara BIMP-EAGA yang termasuk diantaranya adalah Indonesia dan Filipina.

135

Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making”, 248.

72

BAB V PENUTUP

5.1.

Kesimpulan Serangkaian kasus penyanderaan di sekitar kawasan Laut Sulu pada tahun

2016 telah mendorong berbagai pihak untuk bekerjasama dalam menyelamatkan sandera. Salah satu diantaranya adalah Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan Pemerintah Filipina beserta pihak-pihak lainnya demi memastikan keamanan WNI yang disandera. Perlunya koordinasi dan kerjasama dalam proses pelepasan sandera sangat penting agar tidak adanya korban jiwa karena sebagai kelompok ekstrimis, Kelompok Abu Sayyaf tidak segan-segan membunuh sandera jika tuntutannya diabaikan. Selain itu, banyaknya penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di sekitar Laut Sulu juga menimbulkan kekhawatiran dari berbagai negara mengingat Laut Sulu merupakan salah satu jalur laut yang digunakan untuk pelayaran. Indonesia kemudian menjadi salah satu negara yang menyerukan perlu adanya kerjasama keamanan di Laut Sulu. Seiring dengan pertemuan petinggi negara yang berbatasan di Laut Sulu, akhirnya kerjasama keamanan dibentuk. Lahirnya kerjasama keamanan trilateral yang dibentuk oleh Indonesia, Filipina, dan Malaysia kemudian diharapkan mampu meningkatkan keamanan di Laut Sulu sehingga resiko pembajakan dan penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf dapat diminimalisir.

73

Selain merupakan langkah pencegahan agar tidak adanya penculikan, peningkatan keamanan dengan adanya kerjasama keamanan di Laut Sulu tidak terlepas dari kepentingan ekonomi. Indonesia dan Filipina merupakan negara yang kepentingan ekonominya terganggu akibat penculikan Kelompok Abu Sayyaf. Penculikan yang terjadi pada tahun 2016 sempat mengganggu jalur perdagangan laut antara Indonesia dengan Filipina. Pemerintah Indonesia yang kemudian memutuskan melarang pelayaran ke Filipina juga menghambat pengiriman batubara dari Indonesia ke Filipina. Padahal, Indonesia merupakan sumber impor batubara terbesar bagi Filipina. Kebutuhan energi Filipina serta pemasukan Indonesia yang terganggu tersebut yang kemudian mendorong dilaksanakannya kerjasama keamanan agar memastikan kepentingan ekonomi kedua negara terjaga. Selain itu, keberadaan kerjasama keamanan di Laut Sulu sendiri memberikan keuntungan tersendiri bagi kepentingan Indonesia dan Filipina, khususnya dalam kerjasama BIMP-EAGA. Sebagai upaya untuk meningkatkan konektivitas antara negara-negara anggota BIMP-EAGA khususnya dalam bidang perdagangan, sangat penting untuk mengamankan rute-rute perdagangan, baik rute darat, laut, dan udara. Laut Sulu yang berbatasan dengan negara-negara BIMPEAGA merupakan salah satu rute penting yang jika dioptimalkan, maka akan meningkatkan perekonomian wilayah-wilayah pembangunan dari negara-negara anggota BIMP-EAGA. Bagi Filipina, rute Laut Sulu sangat penting untuk jalur perdagangan karena menghubungkan wilayah Mindanao yang sedang berkembang dengan berbagai wilayah negara anggota EAGA seperti Brunei Darussalam, Malaysia,

74

hingga Indonesia. Keamanan yang terjamin tentunya akan meningkatkan perekonomian di Filipina Selatan. Hal tersebut tentunya dapat menekan masalah kemiskinan dan mengurangi kejahatan seperti perkembangan kelompok ekstrimis akibat kurang sejahteranya masyarakat di wilayah tersebut. Sedangkan bagi Indonesia, Laut Sulu yang lebih aman dari ancaman Kelompok Abu Sayyaf setelah keberadaan kerjasama keamanan membuat potensi baru untuk meningkatkan pembangunan di wilayah utara dari Indonesia. Kedepannya, bukan hanya rute Sulawesi menuju Davao City saja yang menjadi jalur perdagangan, tetapi juga dengan wilayah Filipina lainnya yang sedang berkembang, misalnya Sulu, Basilan, dan wilayah Mindanao lainnya. Selain itu, bukan tidak mungkin koneksi rute laut antara wilayah Indonesia yang lain seperti Papua dan Kalimantan dengan Mindanao akan terbuka, mengingat kedua negara sama-sama ingin meningkatkan pembangunan ekonomi di wilayahnya masingmasing. 5.2.

Saran Indonesia dan Filipina merupakan negara yang sama-sama menghadapi

ancaman serupa, yaitu kelompok ekstrimis. Keinginan yang kuat melawan kelompok ekstrimis dari kedua negara ditunjukkan dengan keberhasilan pelepasan sandera Kelompok Abu Sayyaf dan kerjasama keamanan trilateral dengan Malaysia di Laut Sulu. Kedepannya, bukan tidak mungkin kedua negara terlibat dalam kerjasama kontra-teroris

yang

lebih

erat,

seperti

menghadapi

ancaman

ISIS.

75

DAFTAR PUSTAKA

Buku Banlaoi, Rommel C., Al-Harakatul Al-Islamiyyah: Essays on the Abu Sayyaf Group, 3rd Edition, Quezon City: Philippine Institute for Peace, Violence and Terrorism Research, 2012. Baskara, Nando, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam:Dari Hizbullah, hingga Hamas, Penerbit Narasi: Yogyakarta, 2009.

Al-Qaeda,

Creswell, John W., Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010. Cragin, Kim dan Peter Chalk, Terrorism and Development: Using Social and Economic Development to Inhibit a Resurgence of Terrorism, Rand Coorporation:Santa Monica, 2003, http://www.jstor.org/stable/10.7249/mr1630rc.10 (Diakses 14 Maret 2018). Dougherty, James E. dan Robert L. Pfaltzgraff, Contending Theories. New York: Harper and Row Publisher, 1997. Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor :Ghalia Indonesia, 2002. Holsti, K.J. International Politics : A Framework For Analisis, Seventh Edition, New Jersey: Prentice Hall, 1995. Holsti, K.J. Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis , Jilid II, Terjemahan M. Tahrir Azhari, Jakarta: Erlangga, 1988. Mingst, Karen A. , Essentials of International Relations, (New York : W.W. Norton & Company, 2003). Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: ALFABETA, 2005. Wise, William M. Indonesia’s War on Terror, United States-Indonesia Society(2005), http://usindo.org/wpcontent/uploads/2010/08/WarOnTerror.pdf (Diakses 22 April 2018).

xiii

Jurnal Abubakar, Carmen A. ‘’MNLF Hijrah: 1974-1996’’, Asian and Pacific Migration Journal,Vol. 8, No. 1-2, (1999):219, http://www.smc.org.ph/administrator/uploads/apmj_pdf/APMJ1999N12ART10.pdf (Diakses 2 April 2018). Arnold, Jr., Edwin, “The Use of Military Power in Pursuit of National Interests”, Parameters, Spring 1994, http://ssi.armywarcollege.edu/pubs/parameters/articles/1994/arnold.htm (Diakses 23 Maret 2018). Abuza, Zachary “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,Strategic Studies Institute, (September 2005). Ahmed, Sara Jane dan Jose Logarta Jr. , ‘’Carving out Coal in the Philippines: Stranded Coal Plant Assets and the Energy Transition’’, Institute for Energy Economics and Financial Analysis, (Oktober 2017), http://ieefa.org/wpcontent/uploads/2017/10/Carving-out-Coal-in-thePhilippines_IEEFAICSC_ONLINE_12Oct2017.pdf (Diakses 2 April 2018). Febrica, Senia, “Securing the Sulu-Sulawesi Seas From Maritime Terrorism: a Troublesome Cooperation’’, Perspectives on Terrorism Vol.9, Issue 3(Juni 2014), http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/viewFile/347/690 (Diakses 22 April 2018). Fellman, Zack, “Abu Sayyaf Group”, Aqam Futures Project Case Studies Series Number 5, (November 2011). Fellman, Zack, “Abu Sayyaf Group”, Center for Strategic and International Studies,(November 2015). Gibbs, Jack P. “Conceptualization of Terrorism”, American Sociological Review Vol. 54, No. 3 (Juni 1989) Gowing, Peter, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,” Asian Studies Vol. 6, No. 3,(1968). Larasati, Adisty, “Kerjasama Keamanan Indonesia-Filipina dalam Mengatasi Masalah Terorisme Tahun 2005-2011”,Jom FISIP Volume 2 No.1 Februari 2015. Universitas Riau. Hammerberg, P. Kathleen dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An AlQaeda Associate Case Study,Central of Naval Analysis,(Oktober 2017):6, http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/1041745.pdf(Diakses 14 Maret 2018).

xiv

Hui,

Peng,“The “Moro Problem” in the Philippines: Three Perspectives’’,Southeast Asia Research Centre Working Paper Series, No. 132(2012).

Imperial, Neal, Securitisation and the Challenge of ASEAN Counter-terrorism Cooperation, The University of Hong Kong, 2005, http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.461.1956&rep=re p1&type=pdf (Diakses 22 April 2018). Marleku, Alfred, ”National Interest and Foreign Policy:The Case of Kosovo”, Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol.4, No.3(2013). Neuchterlein, Donald E., ‘’National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making’’,British Journal of International Studies Vol. 2, No. 3 (Oktober 1976). Quimpo, Nathan Gilbert, “Options in the Pursuit of Just, Comprehensive, and Stable Peace in the Southern Philippines”,Asian Survey. Vol. 41, No.2. (Mar-Apr 2001). Roskin, M. National Interest: Form Abstraction to Strategy. USA; Strategic Studies Institute,1994, 5, https://www.globalsecurity.org/military/library/report/1994/ssi_roskin.pdf (diakses 12 Maret 2018). Sembiring, Margareth, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance it’’, RSIS Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013, https://www.files.ethz.ch/isn/172340/RSIS2002013.pdf (Diakses 2 April 2018). Subhan, Muhammad, ‘’Pergeseran Orientasi Gerakan Terorisme Islam di Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2010-2015)’’, Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4(2016):59-60, https://media.neliti.com/media/publications/90261-ID-none.pdf (Diakses 22 April 2018). “

True Cost of the Coal in the Philippines”, Greenpeace Southeast Asia Vol.1, 4 Mei 2012, http://www.greenpeace.org/seasia/ph/PageFiles/612171/PHTrue-Cost-of-Coal-v1.pdf (Diakses 2 April 2018).

Tan, Andrew, “Armed Muslim Separatist Rebellion in Southeast Asia:Persistence, Prospects, and Implications”, Studies in Conflict & Terrorism Taylor & Francis(2000). Turner, Mark, . “Terrorism and Secession in the Southern Philippines: The Rise of the Abu Sayaff”,Contemporary Southeast Asia, Vol.17, No. 1(Juni 1995).

xv

Wibisono, Adhe Nuansa, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan: Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin, Vol.3, No.1, (Januari 2016), http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmuushuluddin/article/view/4856/3304( Diakses 14 Maret 2018). Wiharyanto, A.Khardiyat, ‘’Perkembangan Masalah Moro 1975-1994’’, Seri Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah Vol. 28, No.1, (April 2014), https://repository.usd.ac.id/3767/1/1152_HV+Pak+AK+April+14.pdf (Diakses 2 April 2018). Laporan “Abu Sayyaf Group’’, United Nations, https://www.un.org/sc/suborg/en/sanctions/1267/aq_sanctions_list/summari es/entity/abu-sayyaf-group (Diakses 3 April 2018). “Abu

Sayyaf Group”,Militant Mapping Project, Stanford http://web.stanford.edu/group/mappingmilitants/cgibin/groups/view/152#note66(diakses 14 Maret 2018).

University,

“Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA)’’, Asian Development Bank, https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga (Diakses 4 April 2018). “BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision2025.pdf (Diakses 4 April 2018).

,

“EU Monitoring Mission in Aceh(Indonesia)’’, EU Council Secretariat, 15 Desember 2006, http://www.eeas.europa.eu/archives/docs/csdp/missionsand-operations/aceh-amm/pdf/15122006_factsheet_aceh-amm_en.pdf (Diakses 3 April 2018). Feith, Pieter, “The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007):1-2, https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April 2018). “Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004, http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404 130001 (Diakses 15 Mei 2018). Institute for Policy Analysis of Conflict, “Pro-ISIS Groups in Mindanao and Their Links to Indonesia and Malaysia”, IPAC Report No.23, 25 Oktober 2016, http://file.understandingconflict.org/file/2016/10/IPAC_Report_33.pdf (diakses 20 Maret 2018).

xvi

Situs dan Dokumen Resmi Pemerintah ASEAN, ASEAN Convention of Counter Terrorism, Mei 2012, http://asean.org/storage/2012/05/ACCT.pdf (Diakses 15 Agustus 2018). Department of National Defense Republic of Philippines, Defense Ministers Affirm Trilateral Cooperative Arrangement, 3 August 2016, http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20%20Trilateral%20Meeting%20Statement.pdf (Diakses 11 April 2018). Flores, Jamil Maidan, The Art of Mediation: Indonesia’s Role in the Quest for Peace in Southern Philippines, Jakarta: Direktorat Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri Indonesia, Desember 2016, https://www.kemlu.go.id/Buku/The%20Art%20of%20Mediation.pdf (Diakses 2 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pertemuan Trilateral Tiga Negara Bahas Tantangan Bersama di Perairan, 5 Mei 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Pertemuan-Trilateral-Tiga-NegaraBahas-Tantangan-Bersama-di-Perairan.aspx (Diakses 9 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Indonesia Kembali Menjadi Tuan Rumah Perundingan Implementasi Damai Pemerintah Filipina-MNLF, 27 Juni 2011, https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Indonesiakembali-menjadi-tuan-rumah-perundingan-implementasi-damaiPemerintah-Filipina---MNLF.aspx (Diakses 2 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Join Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of Philippines on Cooperation, http://treaty.kemlu.go.id/apisearch/pdf?filename=PHL-20160085.pdf (Diakses 11 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Joint Declaration of Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of Indonesia-Malaysia-Philippines, 5 Mei 2016,https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-DeclarationForeign-Ministers-and-Chiefs-of-Defence-Forces-of-Indonesia-MalaysiaPhilippines.aspx (Diakses 9 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia , Menlu RI Bahas Pembebasan Sandera dengan Menlu Filipina di Manila , 1 Juli 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Menlu-RI-Bahas-PembebasanSandera-dengan-Menlu-Filipina-di-Manila.aspx(Diakses 9 April 2018). Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Songsong Babak Baru Proses Perdamaian, Indonesia Kembali Kirimkan Observer ke Filipina Selatan, 1 Juli 2016

xvii

https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Lepas-Sambut-Tim-TPI-IMT2016.aspx (Diakses 3 April 2018). Ligon, Gina et.al. ”The Jihadi Industry: Assessing the Organizational, Leadership, and Cyber Profiles”,National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism Project, U.S Department of Homeland Security(Juli 2017). Ministry of Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam, Brunei DarussalamIndonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) , http://www.mofat.gov.bn/Pages/Brunei-Darussalam---Indonesia---Malaysia--The-----Philippines-East-ASEAN-Growth-Area---(BIMP-EAGA).aspx (Diakses 4 April 2018). Nainggolan, Poltak Partogi, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok Abu Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 19/I/P3DI (Oktober 2016), http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-19-IP3DI-Oktober-2016-1.pdf (Diakses 22 April 2018). “Presiden Jokowi Capai Sejumlah Kesepakatan dengan Presiden Rodrigo Duterte’’, Presidenri.go.id, http://presidenri.go.id/berita-aktual/presidenjokowi-capai-sejumlah-kesepakatan-dengan-presiden-rodrigo-duterte.html (Diakses 11 April 2018). Seketariat Kabinet Republik Indonesia, Amankan Perairan Sulu, Menlu: RI, Malaysia, dan Filipina Sepakati Latihan Bersama , 3 Agustus 2016, http://setkab.go.id/amankan-perairan-sulu-menlu-ri-malaysia-dan-filipinasepkaati-latihan-bersama/ (Diakses 11 April 2018).

Situs Berita Online Affan, Heyder, Kisah pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf pada 2005, BBC, 11 April 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160410_indonesia _kisah_pembebasan_sandera2005 (Diakses 22 April 2018). Armandhanu, Denny, ‘’Jejak Hubungan Abu Sayyaf-Jemaah Islamiyah’’, CNN, 17 Oktober 2014, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141017153800-1066737/jejak-hubungan-abu-sayyaf-jemaah-islamiyah (Diakses 22 April 2018). Asian Correspondent, Philippines: Abu Sayyaf Militants Free 3 More Captives in Sulu,3 Oktober 2016, https://asiancorrespondent.com/2016/10/philippines-

xviii

abu-sayyaf-militants-free-3-captives-sulu/#RDkC0jcHEwIMbmBw.97 (Diakses 23 April 2018). BBC, Guide to the Philipines Conflict, http://www.bbc.com/news/world-asia17038024 (Diakses 16 Oktober 2017). BBC, Lagi, WNI Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri, 18 Agustus 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160818_indonesia _sandera_kedua_kabur(Diakses 8 April 2018). BBC, Philippines Unrest: Who Are The Abu Sayyaf Group?, 16 Oktober 2017, https://www.bbc.com/news/world-asia-41638747 (Diakses 29 Juni 2018). BBC, Tujuh ABK Indonesia Disandera Anggota Abu Sayyaf, 24 Juni 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160623_indonesia _tujuh_abk_disandera(Diakses 23 Maret 2018). Business World Online, ARMM Delegation in Jakarta Meet to Push for Open BIMP-EAGA Trade, 1 Februari 2017, http://www.bworldonline.com/content.php?section=Economy&title=armmdelegation-in-jakarta-meet-to-push-for-open-bimp-eaga-trade-&id=139954 (Diakses 29 Juni 2018). Detik Finance, Dilepas Jokowi dan Duterte, Kapal Ro-Ro Filipina Tiba di Bitung, 2 Mei 2017, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d3489485/dilepas-jokowi-dan-duterte-kapal-ro-ro-filipina-tiba-di-bitung (Diakses 25 Mei 2018). Detik, Ini Deal Jokowi dan Duterte, 9 September 2018, https://news.detik.com/berita/d-3295481/ini-deal-duterte-dan-jokowi (Diakses 15 Agustus 2018). Detik, Keluarga Pelaut yang Disandera Datangi Kedubes Filipina, 4 Mei 2005, https://news.detik.com/berita/355445/keluarga-pelaut-yang-disanderadatangi-kedubes-filipina- (Diakses 22 April 2018). Detik, Pembebasan 10 Sandera WNI di Filipina: Diplomasi Tanpa Bedil, 2 Mei 2016, https://news.detik.com/berita/3201168/pembebasan-10-sandera-wnidi-filipina-diplomasi-tanpa-bedil?991101mainnews= (Diakses 4 April 2018). Dewi, Santi, “Mengapa WNI kerap dijadikan sasaran penculikan Abu Sayyaf?”, Rappler, 11 Juli 2016,https://www.rappler.com/indonesia/139403-wni-jaditarget-penculikan-abu-sayyaf (diakses 23 Maret 2018) DW, Duterte bertemu Jokowi, Apa Topik Pembicaraannya?, 9 September 2018, https://www.dw.com/id/duterte-bertemu-jokowi-apa-topik-pembicaraan/a19536007 (Diakses 15 Agustus 2018).

xix

Fox News, 3 Indonesian Hostages Released in Southern Philippines, 2 Oktober 2016, http://www.foxnews.com/world/2016/10/02/3-indonesian-hostagesreleased-in-southern-philippines.html(Diakses 8 April 2018). Gavilan, Jodesz, ‘’Fast Facts: Poverty in Mindanao’’, Rappler, 28 Mei 2017, https://www.rappler.com/newsbreak/iq/171135-fast-facts-poverty-mindanao (Diakses 4 April 2018). GMA Network, Indonesia Demands Security for Ships in Philippines, Coal Exports Affected, 24 Juni 2016, http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/571177/indonesiademands-security-for-ships-in-philippines-coal-exportsaffected/story/(Diakses 30 April 2018). GMA Network, MILF New Batch of Indonesian Truce Observers to arrive in Mindanao Late June, 15 Juni 2013, http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/313097/milf-new-batch-ofindonesian-truce-observers-to-arrive-in-mindanao-late-june/story/(Diakses 3 April 2018). Hanggoro, Marcheilla Ariesta Putri, “Ini Jalur Bebas Perompak Pengiriman Batubara Indonesia-Filipina”,Merdeka, 4 Juli 2016, https://www.merdeka.com/dunia/ini-jalur-bebas-perompak-pengirimanbatu-bara-indonesia-filipina.html (Diakes 9 April 2018). Hanifan, Aqwam Fiazmi, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016, https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April 2018). Independent, Robert Hall Canadian Hostage Beheaded Philipines Abu Sayyaf Islamist Militant Group Terrorism, http://www.independent.co.uk/news/world/asia/robert-hall-canadianhostage-beheaded-philippines-abu-sayyaf-islamist-militant-group-terrorisma7079256.html (Diakses 16 Oktober 2017). Kompas, Sah, Kapal Ro-Ro Davao-Bitung Mulai Beroperasi 30 April, 28 April 2017, https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/215206626/sah.kapal.roro.davao-bitung.mulai.beroperasi.30.april (Diakses 25 Mei 2018). Kompas, Sejarah Sandera WNI di Filipina Selatan, 4 Juli 2016, https://nasional.kompas.com/read/2016/07/04/05200061/Sejarah.Sandera.W NI.di.Filipina.Selatan (Diakses 22 April 2018). Maharani, Esthi, Ada Tim Surya Paloh di Pembebasan Sandera Abu Sayyaf, Republika, 2 Mei 2016, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/02/o6j0au335-

xx

ada-tim-surya-paloh-di-pembebasan-sandera-abu-sayyaf (Diakses 22 April 2018). Manila Buletin, ARMM, Malaysia Reopen Sabah Cross-Border trade with BIMPEAGA, 1 Februari 2017, https://news.mb.com.ph/2017/02/01/armmmalaysia-reopen-sabah-cross-border-trade-with-bimp-eaga/ (Diakses 29 Juni 2018). Merdeka, Indonesia dan Filipina Capai Kesepakatan Kerjasama Empat Agenda, 22 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/indonesia-filipina-capaikesepakatan-kerjasama-empat-agenda-ziyhagz.html (Diakses 22 April 2018). Merdeka, SBY Temui Arroyo Bahas Kerjasama Bilateral, 20 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/sby-temui-arroyo-bahas-kerjasamabilateral-bh4de1k.html (Diakses 22 April 2018). Nawal, Allan dan Frinston Lim, ‘’Duterte: Indonesian, Malaysian troops can enter PH in pursuit of terrorists’’, Inquirer, 27 Januari 2018, http://newsinfo.inquirer.net/963986/duterte-indonesian-malaysian-troopscan-enter-ph-in-pursuit-of-terrorists#ixzz5BovBwfw3 (Diakses 3 April 2018). New Strait Times, Three Indonesians Abducted in Sabah Waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group , 18 September 2016, https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-abductedsabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group (Diakses 8 April 2018). Pareno, Roel, 2 Freed Indonesian Captives of Abu Sayyaf to Return Home, Philstar, 13 Desember 2016, https://www.philstar.com/nation/2016/12/13/1653094/2-freed-indonesiancaptives-abu-sayyaf-return-home (Diakses 23 April 2018). Rappler, Trudeau Wants Justice for Canadians Beheaded by Abu Sayyaf’, 14 November 2017, https://www.rappler.com/nation/188424-trudeau-abusayyaf-kidnapping-justice-canadian-hostages (Diakses 15 Mei 2018). Reuters Staf, “Indonesia PH Pledge to Enforce Maritime Security’’, ABS-CBN News, http://news.abs-cbn.com/nation/05/05/16/indonesia-ph-pledge-toenforce-maritime-security (Diakses 23 Maret 2018). Reuters Staf, “Three Indonesians Abducted in Sabah waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group”,New Straits Times, 18 September 2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesiansabducted-sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group(diakses 23 Maret 2018).

xxi

Reuters, Philippines' Abu Sayyaf Abducts 10 Indonesian http://www.reuters.com/article/us-indonesia-philippines-securityidUSKCN0WU1A4 (Diakses 16 Oktober 2017).

Sailors,

Samosir, Hanna Azarya, Pengamat: Norwegia Diam-Diam Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf, CNN Indonesia, 20 September 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160920160542-106159721/pengamat-norwegia-diam-diam-bayar-tebusan-ke-abu-sayyaf (Diakses 23 April 2018). Sanchez, Ray,”10 Indonesian sailors kidnapped in the Philippines”, CNN, 29 Maret 2016, https://edition.cnn.com/2016/03/29/asia/philippines-indonesiasailors-hostage/ , Diakses 23 Maret 2018). Stefanie, Christie, Menhan Sebut Kivlan Zein Berperan Bebaskan Empat WNI, CNN Indonesia, 13 Mei 2016, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160513145254-20130512/menhan-sebut-kivlan-zein-berperan-bebaskan-empat-wni (Diakses 23 April 2018). Strait Times, Company of 10 Indonesian Crew Kidnapped by Abu Sayyaf Agrees to Pay 1,46 Million Ransom, 1 Mei 2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/company-of-10-indonesian-crewkidnapped-by-abu-sayyaf-agrees-to-pay-146-million-ransom (Diakses 4 April 2018). Strait Times, Jakarta, KL and Manila to Start Joint Patrols in Sulu Sea, 5 Agustus 2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/jakarta-kl-and-manila-tostart-joint-patrols-in-sulu-sea (Diakses 11 April 2018). Strait Times, Philippine Militants Seem to be Using New Kidnap Ploy in Sabah Grabbing Hostages Off Vessels, 3 April 2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippine-militants-seem-to-beusing-new-kidnap-ploy-in-sabah-grabbing-hostages-off(Diakses 23 Maret 2018). Strait Times, Pirates take 4 indonesian Hostage After Shoot Out with Police in South China Sea, 16 April 2016,http://www.straitstimes.com/asia/seasia/pirates-take-4-indonesians-hostage-after-shoot-out-with-police-insouth-china-sea(Diakses 23 Maret 2018). Sun Star, Abu Sayyaf Frees 10 Indonesian Hostages, 1 Mei 2016, http://www.sunstar.com.ph/zamboanga/local-news/2016/05/02/abu-sayyaffrees-10-indonesian-hostages-471060(Diakses 8 April 2018).

xxii

Taylor, Victor, “The Ideology of the Abu Sayyaf Group”,The Mackenzie Institute,28 Februari 2017,http://mackenzieinstitute.com/ideology-abusayyaf-group/ (Diakses 16 Maret 2018). Tempo, Filipina Sumbang Surplus Ekonomi Indonesia Terbesar, 2 Juni 2016, https://bisnis.tempo.co/read/776155/filipina-sumbang-surplus-eksporindonesia-terbesar(Diakses 15 Mei 2018). Tempo, Upaya Indonesia, Malaysia, dan Filipina Hadapi Penculik WNI, 13 Desember 2016, https://nasional.tempo.co/read/827631/upaya-indonesiamalaysia-dan-filipina-hadapi-penculik-wni (Diakses 23 April 2018). The

Jakarta Post, Duterte Firm Friends, diakses http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/10/jokowi-duterte-firmfriends.html (Diakses 16 Oktober 2017).

dari

The Jakarta Post, Five Seaman Evade Kidnapping, Return to Jakarta, diakses dari http://www.thejakartapost.com/news/2016/04/24/five-seamen-evadekidnapping-return-to-jakarta.html (Diakses 16 Oktober 2017). The Jakarta Post,No Ransom Paid for Release of 10 Indonesians Negotiator Claims, 2 Mei 2016, http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/02/noransom-paid-for-release-of-10-indonesians-negotiator-claims.html(Diakses 4 April 2018). The Rappler, 4 WNI korban penculikan Abu Sayyaf akhirnya juga dibebaskan, 11 Mei 2018, https://www.rappler.com/indonesia/132720-4-wni-dibebaskankelompok-abu-sayyaf-filipina (Diakses 8 April 2018). Thomson Reuters Foundation News, Philippines-Mindanao Conflict BRI, 3 Juni 2014, http://news.trust.org/spotlight/Philippines-Mindanaoconflict/?tab=briefing (Diakses 3 April 2018). Times Indonesia, Perangi ISIS, Tiga Negara Sepakati Bentuk Trilateral Maritime Patrol Indomalphi, 19 Juni 2017, https://m.timesindonesia.co.id/read/150559/20170619/200515/perangi-isistiga-negara-sepakat-bentuk-trilateral-maritime-patrol-indomalphi/ (Diakses 23 April 2018). Vanar, “Muguntan dan Ruben Sario, Trio Spotted in Tawi-Tawi”, The Star, https://www.thestar.com.my/news/nation/2005/04/01/trio-spotted-in-tawitawi/ (Diakses 22 April 2018). VOA News, Kidnapped Hostage Freed in Philippines, 2 November 2009, https://www.voanews.com/a/a-13-2009-04-03-voa1868814757/413102.html (Diakses 22 April 2018).

xxiii

Wawancara Wawancara dengan Letkol Ikhwan Akhmadi, Kasi Misi Perdamaian, Subdit Multilateral, Ditjen Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, pada 22 Mei 2018. Wawancara dengan Jimmy K.Musa, International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-EAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development Authority, pada 29 Mei 2018.

xxiv

Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan Letkol Ikhwan Ahmadi (Kasi Misi Perdamaian Subdit Multilateral, Direktorat Kerjasama Internasional, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) Selasa, 22 Mei 2018, pukul 10.30 WIB-11.00 WIB Bertempat di Direktorat Kerjasama Internasional, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Gedung Ahmad Yani, Kementerian Pertahanan RI (Jalan Medan Merdeka Barat No. 13-14, Jakarta Pusat 10110) Pertanyaan Wawancara di Kementerian Pertahanan RI: 1. Pada tahun 2016 diadakan kerjasama trilateral keamanan maritim oleh Indonesia, Malaysia, Filipina dalam merespon banyaknya penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Namun, dari berbagai sumber yang saya baca terdapat perbedaan mengenai kapan dan bagaimana implementasi kerjasama tersebut dilakukan. Bagaimana proses pelaksanaan kerjasama tersebut dilakukan(baik bentuk kerjasama serta waktu dimulai pelaksanaan kerjasama tersebut)? Ide awalnya bermula saat pembicaraan ketiga menteri di level ASEAN yaitu pada ASEAN Defense Minister Meeting di Malaysia pada 2015, disitu mulai membahas masalah ancaman teroris khususnya pada 3 negara, lalu Trilateral Cooperative Agreement(TCA)/ Trilateral Indomalphi mulai

xxv

diinisiasi turunan dan pelaksanaannya di Yogyakarta pada 5 Juli 2016,yaitu bersama Menlu dan Panglima ketiga negara. Selain itu, kerjasama ini sendiri dilaksanakan diluar ASEAN. Sekitar Oktober 2016, ketiga negara meresmikan Maritime Command Center sekaligus Soft Launching patroli maritim ketiga negara di Tarakan. Setelah patroli laut diluncurkan, kemudian dilanjutkan dengan patroli udara pada Desember 2016. Selanjutnya pada 2018 akan disusun juga latihan darat gabungan. Setelah kerjasama dilakukan, penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf berkurang drastis. Selain itu, kita jg melakukan hal yang sama di Selat Malaka, dimana diadakan juga Sea Patrol diwilayah tersebut oleh Singapura, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Kerjasama antar negara ASEAN tersebut kemudian juga memicu kerjasama lain yaitu Our Eyes Inisiative(kerjasamaa pertukaran informasi strategi), dimana pada bulan Januari 2018 dilakukan soft launching. Ada enam negara dalam kerjasama ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Keenam negara tersebut mengadakan kerjasama akibat terpapar aksi terorisme.

2. Selain kerjasama keamanan maritim trilateral, adakah kerjasama bilateral antara Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok radikal, khususnya Kelompok Abu Sayyaf? Indonesia dan Filipina sendiri sejatinya sudah saling terlibat dalam banyak kerjasama , salah satunya dalam IMT(Internasional Monitoring Team)

xxvi

yang membuat Indonesia terlibat dan tahu betul keberadaan kaum radikal di Filipina, seperti benih-benih radikalisme di Marawi. Namun, Filipina punya sovereignity sendiri sehingga jika Filipina belum meminta bantuan, maka itu menjadi wewenang Filipina dalam menghadapi radikalisme disana. Selain itu, adapula kerjasama latihan, darat, laut, dan udara Philindo di Laut Sulut.

3. Apa saja kepentingan Indonesia dalam kerjasama menghadapi Kelompok Abu Sayyaf dengan Filipina(baik dari segi ekonomi, keamanan atau bidang lainnya)? Dengan keberadaan patroli bersama tiga negara, penculikan khususnya oleh Kelompok Abu Sayyaf berhasil berkurang drastis dan bahkan hingga tidak terjadi penculikan sama sekali. Kemudian, meskipun dilewati banyak kapal, Laut Sulu yang luas beserta kapal Kelompok Abu Sayyaf yang kecil ditambah lagi keberadaan patroli laut telah berhasil mempersempit ruang gerak mereka dalam melakukan penculikan. Selain itu, salah satu kota di Filipina yaitu General Santos dengan salah satu kota Sulawesi Utara hanya berjarak tiga jam, dimana Departemen Perhubungan kita mengirim Ferry bolak-balik diantara dua kota tersebut.

4. Menurut Bapak, Sejauh ini hambatan atau tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia dalam kerjasama keamanan dengan Filipina menghadapi Kelompok Abu Sayyaf?

xxvii

Sebetulnya hambatan tidak ada, namun lebih kepada pembuatan SOP yang membutuhkan waktu, hal tersebut perlu dibahas oleh militer masingmasing negara agar terkoordinasi dengan baik, misalnya melalui pertemuan Joint Working Group demi membahas SOP tersebut di tiga negara. Namun, segala hambatan yang terjadi merupakan sebuah kewajaran. Sebagai gambaran Malacca Sea Street Patrol membutuhkan 10 tahun untuk betul-betul bagus. Sementara, untuk Kerjasama Patroli Keamanan di Laut Sulu baru satu-tahun sudah berjalan cukup bagus(menekan Kelompok Abu Sayyaf).

xxviii

Lampiran 2 Hasil Wawancara dengan Jimmy K. Musa International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMPEAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development Authority Wawancara dilakukan melalui e-mail [email protected] dan [email protected] pada 29 Mei 2018 1.

Do you think Indonesia are a significant partner for Philippines in BIMP-EAGA cooperation(for example, it might contributing Philippines effort to increase the development and boost the economy on Mindanao Area), along with its prospect in the future?

There are major factors in terms of the significance of Indonesia to the Philippines in the context of BIMP-EAGA cooperation.

Firstly, on political perspective, both countries share a similar form of government which is a presidential republic and are members of the ASEAN where the BIMP-EAGA's establishment was anchored on.

Secondly, both countries also share a geographical and cultural affinity. Geographically, there is proximity between and among the focus areas of these countries which allowed them to pursue economic activities with each other even

xxix

before the formalization of the BIMP-EAGA. Indonesia is the Asia's largest Muslim-dominated country while Philippines is also home to the Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM), one of the regions in Mindanao inhabited by the largest Muslim population of the country. ARMM is also composed of island-provinces such as Basilan, Sulu, and Tawi-Tawi which are Muslim populated and are extremely near to some of the focus areas of BIMP countries. These are located in the Southernmost part of Mindanao.

Thirdly, Indonesia is important to the Philippines particularly in Mindanao because of historical people-to-people connectivity. It can be noted that in Saranggani Province, one of the areas in the Southern parts of Mindanao is home to an Indonesian community for a long time already. This Indonesian community had long amalgamated with Filipino communities in this area and brought up shared traditions, culture, and daily lifestyle. The community is actually under the monitoring and supervision of the Consulate General of the Republic of Indonesia based in Davao City.

The bilateral relations between Philippines and Indonesia had been very successful and enduring for so many decades. It should be maintained and sustained meaningfully so that both countries can improve and share various economic opportunities for its people towards collective progress. The BIMPEAGA cooperation provides a concrete and a more personal platform for this diplomatic engagement between the two countries.

xxx

Lampiran 3 Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea

xxxi

Related Documents

Tca
August 2019 41
Tca Cycle
July 2020 7
Tca Cycle
May 2020 10
Tca 5
June 2020 4
Tca _1
June 2020 2

More Documents from ""

May 2020 16
Prevalensi.pdf
May 2020 34
Bloddy Hell.docx
May 2020 20
1 Jiwa.pdf
May 2020 25
Rsidok_kel 8.docx
May 2020 15