Tasyri Fikri.docx

  • Uploaded by: Akhi Fikri
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tasyri Fikri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,132
  • Pages: 46
Periode Kebangkitan

Makalah ini diajukan untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri’ Semester Ganjil 2013

Disusun oleh: ZAZIRATUL FARIZA (141209629)

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH, 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah Tarikh tasyri’ dengan judul “ Periode Kebangkitan ” Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyri’ jurusan hukum pidana islam, UIN Ar-Raniry. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih memahami mata kuliah khususnya mengenai Periode Kebangkitan. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman yang telah berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga memungkinkan terselesaikan makalah ini, meskipun banyak terdapat kekurangan. Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami.Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati kami menerima kritik dan saran dari semua pihak. DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A.

Latar BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Islam B. Kerajaan Safawi

Belakang

Masalah

C. Kerajaan Mughal D. Kerajaan Turki Usmani E. Tokoh tokoh pembaharuan periode kebangkitan B III KESIMPULAN A. Penutup B. Kritik dan Saran Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami kelesuan , kemunduran beberapa abad lamanya , pemikiran islam bangkit kembali. Sikap taklid mulai di dobrak oleh ibnu taimiyah (1263-1328). Iya secara tegas berpendapat bahwa pintu ijtihad selalu terbuka dan tidak pernah tertutup. Seruannya untuk menggairahkan kembali ijtihad berhasil memberikan pengaruh yang besar di dunia islam pada masa masa berikutnya. Gerakan mendobrak taklid dan menghidupkan kembali ijtihad yang terjadi di kerajaan usmani, india, dan Saudi Arabia banyak di pengaruhi oleh pemikiran Ibn Taimiyah. Dikerajaan usmani, sikap taklid itu mulai di dobrak sejak akir abad ke 13 Hijrah. Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama beberapa abad, para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakangerakan baru.

Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan kembali ini merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat kekalahan-kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk benturan keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat kelangsungan dan intensitasnya. Periode kebangkitan ini berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yng kembali kepada kemurnian ajaran islam.[1] BAB II PEMBAHASAN A. Perkembangan Islam Periode perkembangan Islam dikenal juga dengan "Periode Kebangkitan Islam". Periode ini terjadi pasca kemunduran Islam pada periode pertengahan, terutama sejak mundurnya tiga kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Safawi di Persia, Kerjaan Mughal di India dan Kerajaan Turki Usmani di Turki. Periode kebangkitan Islam ini ditandai dengan munculnya pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam dunia Islam. [2] B. Kerajaan Safawi Kerajaan Safawi berdiri sejak tahun 1503- 1722M. Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbajian Tarekat ini di beri nama tarekat syafawiyah, yang di ambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Syafawi terus

dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama ini terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan,safi al-din berasal dari keturunan yang beda dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Kemajuan kemajuan yang di capai tidak hanya terbatas dibidang politik, Dibidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan- kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut: 1.Bidang Ekonomi Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih- lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun di ubah menjadi Bandar Abbas. Dengan di kuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa di perebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi pemilik kerajaan Safawi 2. Bidang Ilmu Pengetahuan Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadapan tinggi dan berjasa mengembangakan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di masjid istana, yaitu Baha Al-Din AlSyaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar Al-Din Al- Syaerazi, filosof, dan Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan obervasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Selai itu dalam bidang hukum fiqih yang terkenal pada masa itu baharudi al-amili.saking citanya dengan ilmu,abbas I tidak segan mengadakan penyelidikan sendiri tentang ilmu-ilmu tersebut. 3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut berdiri bangunan- bangunan besar lagi indah seperti masjid- masjid,rumah- rumah sakit, sekolah- sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman- taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.

Demikianlah, puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan- lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf debgan kemajuan Islam dimasa klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradapan islam melaui kemajuankemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung- gedung bersejarah.[3]

C. Kerajaan Mughal Kerajaan Mughal berdiri pada periode pertengahan. Setelah masa pertengahan usai, muncul tiga kerajaan besar yang dapat membangun kembali kemajuan umat Islam. Di antara kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Mughal. Ketiga kerajaan ini sudah dapat dikategorikan sebagai negara adikuasa pada zaman itu. Karena kebesaran kerajaan tersebut sudah mampu menguasai perekonomian, politik serta militer dan mampu mengembangkan kebudayaan yang monumental. Era kemaha-rajaan Mughal berlangsung dari tahun 1526 M (era dinasti Babur) sampai sekitar tahun 1707 M (dinasti Awramzib). Demikian makmur dan kayanya para maha raja ini, bisa dikatakan bahwa antara abad ke-16 sampai abad ke-17, India mengontrol sekitar seperempat ekonomi global. Kemajuan kemajuan yang di capai, Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan, Bidang Ekonomi, erbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha pertanian, Bidang Agama; Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.[4] D. Kerajaan Turki Usmani

Perkembangan hukum Islam pada masa kerajaan Turki Usmani mengalami dinamika yang beragam pada mula kekuasaan hukum dipegang oleh syari’at Islam yang diintervensi oleh pemerintah. Kemudian perkembangan hukum selanjutnya tidak hanya dipegang oleh syari’at Islam tetapi juga hukum selain Islam yaitu orang non Islam Eropa dan mereka mendapatkan kedudukan yang sama dalam hukum. Ini terjadi pada masa tanzimat, dan pada akhirnya muncul hukum sekuler yang dipelopori oleh Mustafa Kemal yang banyak membawa perubahan dalam syari’at Islam yang kalau diperhatikan ini diwariskan sampai saat sekarang. E. Tokoh-tokoh Pembaharuan Periode Kebangkitan Fase ini dimulai dari akhir abad XIII H / 19 Msampai pada hari ini. Angin pembaharuan ini sebenarnya telah berhembus sejak awal abad XIV M, dengan lahirnya beberapa tokoh pembaharu yang terus berkembang sampai sekarang. Tokoh – tokoh tersebut antara lain : Ibnu Taimiyah ( 1263 – 1328 ,Ibnu Qoyyim al – Zaujiyah ( 1292 – 1356 ), Muhammad Ibn Abd. Wahab ( 1703 – 1787 ), Jamaluddin al – Afghani ( 1839 – 1897 ), Muhammad Abduh ( 1849 – 1905 ), Rasyid Ridla ( 1865 – 1935 )[5] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Periode perkembangan Islam dikenal juga dengan "Periode Kebangkitan Islam". Periode ini terjadi pasca kemunduran Islam pada periode pertengahan, terutama sejak mundurnya tiga kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Safawi di Persia, Kerjaan Mughal di India dan Kerajaan Turki Usmani di Turki. B. Kritik dan Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan adanya masukan untuk penyempurnaan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Wahab khallaf, abdul. Sejarah pembentukan dan perkembangan hokum islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002

Daud ali, Mohammad. Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2007

Prof. H. A. Djazuli, Ilmu Fiqh, Penggalian, perkembangan, penerapan hukum Islam, 2005, Jakarta : Prenada Media.

http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/08/hukum-islam-setelah-masa-taqlid-dan-kemunduran429154.html tps://atcontent.com/Publication/8697778171959992n.text/-/Perkembangan-Islam-PeriodeModern-%28800-M---sekarang%29 http://biyotoyib.blogspot.com/2012/09/islam-pada-masa-safawi.html http://iain-s.blogspot.com/2013/04/sejarah-peradaban-islam-kerajaan-mughal.html

http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/08/hukum-islam-setelah-masa-taqlid-dankemunduran-429154.html

[1] Prof. H. A. Djazuli, Ilmu Fiqh, Penggalian, perkembangan, penerapan hukum Islam,

2005, Jakarta : Prenada Media. [2] https://atcontent.com/Publication/8697778171959992n.text/-/Perkembangan-Islam-PeriodeModern-%28800-M---sekarang%29 [3] http://biyotoyib.blogspot.com/2012/09/islam-pada-masa-safawi.html [4] http://iain-s.blogspot.com/2013/04/sejarah-peradaban-islam-kerajaan-mughal.html [5] http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/08/hukum-islam-setelah-masa-taqlid-dankemunduran-429154.html

Kebangkitan dan Perkembangan Tasyri' Diposting oleh Mas Zain di 23.59 BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Tarikh Tasyri’ merupakan salah satu kajian penting yang membahas sejarah legislasi pembentukan hukum syari’at islam, asas tasyri’ dalam al-Qur’an, penetapan dan sumber hukum pada Nabi, para sahabat dan fuqaha dalam generasi pertama. Tumbuhnya embrio golongan politik dan pengaruhnya atas perkembangan hukum islam masa berikutnya. Sehingga munculah istilah-istilah fiqh dan tokoh-tokoh mujtahid, serta pembaruan pemikiran hukum pada masa pasca kejumudan dan reaktualisasi hukum islam di dunia Islam. Oleh karena itu, untuk membuka jalan menuju destinasi serta mengetahui urgensinya, maka perlu sebuah kajian dan pembahasan dalam memahami fiqh islam dengan bentuk kajian ilmiah sesuai dengan metodologi penyelidikan tentang definisi syari’at, fiqh, periodisasi perkembangan hukum islam, sumber – sumber hukum islam serta madzhab-madzhab fiqh. Namun dalam pembahasan makalah ini akan lebih di fokuskan terhadap pembahasan periodisasi perkembangan hukum islam setelah mengalami kejumudan dan kemunduran. B.

Rumusan Masalah Bagaimana Bagaimana Mengapa

1. 2. 3.

proses

kebangkitan kondisi

hal

C.

Tujuan

1. 2. 3.

Untuk mengetahui Untuk mengetahui Kondisi Hukum Untuk mengetahui proses hukum syari’at Islam. BAB II PEMBAHASAN

A.

Kondisi Hukum Islam dan Perkembangannya

itu

kebangkitan Islam dan

Tasyri’? perkembangannya? terjadi?

Tasyri’. Perkembangannya.

Para ulama menggunakan dua cara untuk membagi tahapan demi tahapan perkembangan syari’at islam. Diantara mereka ada yang menjadikan pembagian syari’at islam sama seperti perkembangan manusia dari segi tahapan perkembangan, manusia mengalami zaman kanakkanak, dewasa dan zaman tua. Demikian juga halnya dengan syari’at islam dalam perkembangan dan perjalananya. Ada juga yang menjadikan pembagian ini dengan melihat aspek perbedaan dan ciri-ciri utama yang juga mempunyai pengaruh yang besar dalam fiqh, mereka yang menggunakan cara ini juga berbeda pendapat tentang jumlah tahapan syari’at islam. Sebagian mengatakan 4 fase, sebagian lagi 5 fase, ada yang 6 fase, dan juga pendapat lain mengatakan tujuh. Pendapat yang lebih tepat dari pembagian ini, yaitu pendapat yang mengatakan ada 4 fase sebagai berikut : 1. Fase kelahiran dan pembentukan, merentang sepanjang masa hidup Rasulullah saw, sehingga dapat kita istilahkan sebagai fase penurunandan kedatangan wahyu. 2. Fase pembangunan dan penyempurnaan, mencakup masa sahabat dan tabi’in sampai zaman pertengahan abad IV H. 3. Fase kejumudan dan taqlid, mulai dari pertengahan abad IV sampai abad XII H. 4. Fase kebangkitan dan kesadaran, mulai dari abad XII sampai sekarang.

Namun sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam secara singkat dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu : 1) Periode pertama, Masa Nabi Muhammad saw 2) Periode kedua, Masa Khulafa al-Rasyidin 3) Periode ketiga, Masa Perkembangan dan Pembukuan 4) Periode keempat, Masa Kemunduran 5) Periode kelima, Masa Pembaharuan dan Kebangkitan. B. Fase Pendirian dan Pembentukan Hukum Syari’at Islam Tasyri’ Pada Masa Kerasulan atau masa hidup Raasulullah saw dapat disebut juga sebagai fase kelahiran dan pembentukan hukum syari’at islam berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kesempurnaan dasar dan sumber-sumber utama fiqh islam pada masa ini

2. Setiap syari’at (undang-undang) yang datang setelah zaman ini semuanya merujuk kepada manhaj yang telah digariskan Rasulullah saw dalam mengistinbat (mengeluarkan) hukum syar’i. 3. Periode-periode setelah era kerasulan tidak membawa sesuatu yang baru dalam fiqh dan syari’at islam, melainkan hanya pada masalah-masalah baru atau kejadian-kejadian yang tidak ada di zaman Rasulullah saw.

Periode ini berlangsung pada masa 610-632 M ( Tahun 1-10 H ) yaitu selama hidup Rasulullah saw. Pada masa ini masalah yang dihadapi umat islam langsung diselesaikan oleh Nabi, baik melalui wahyu yang diterimanya dari Allah swt, maupun melalui sunahnya yang selalu dibimbing oleh wahyu. Dengan demikian pada masa ini semua hukum didasarkan pada wahyu. Pada periode ini dalil hukum islam kembali kepada al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya. Ijtihad sahabat yang terjadi waktu itu mempunyai nilai sunnah, yaitu masuk kepada jenis taqriry, karena mendapat penetapan dari Nabi, baik berupa pembenaran maupun berupa koreksi pembetulan terhadap apa yang dilakukan sahabat tersebut. Contohnya adalah firman Allah swt, Artinya : Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya. Contoh lain adalah: Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. C. Fase Pengembangan dan Penyempurnaan Hukum Syari’at Islam Fase ini memakan waktu yang sangat panjang, mulai dari tahun 11 H sampai dengan akhir abad 14 H. Oleh karena itu, pada masa ini di kelompokan ke dalam tiga masa, yaitu : 1. 2. 3.

Masa Masa Masa Dinasti ‘Abbasiyah

Khulafa

A.

Tasyri’ Pada Masa Khulafa al Rasyidin

al Dinasti

Rasyidin Umayah

Periode ini berlangsung pada masa Khulafa al Rasyidin ( 632-662 M / 11-41 H ), yaitu pada masa :    

Abu Bakar Shidiq ( 632-634 M / 11-13 H ) Umar bin Khatab ( 634-644 M / 13-23 H ) Utsman bin Affan ( 644-656 M / 23-35 H ) Ali bin Abi Thalib ( 656-662 M / 35-41 H )

Pada masa periode ini penyelesaian masalah yang dihadapi umat islam diselesaikan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sedangkan terhadap masalah yang belum ada dalam al-Qur’an dan Sunnah diselesaikan dengan ijtihad para sahabat. Baik ijtihad jama’iy maupun fardy, dengan tetap berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga jelas bahwa sumber pensyari’atan pada masa sahabat adalah: 1. 2. 3. 4.

Al-Qur’an As-Sunnah Ijma' Ra’yi (Logika)

Dalam aplikasinya, sumber-sumber perundang-undangan ini dapat diurutkan dalam langkahlangkah praktis sebagai berikut : 1. Meneliti dalam kitab Allah swt untuk mengetahui hukumnya. 2. Meneliti dalam Sunnah Rasulullah saw, jika tidak ada nash dalam al-Qur’an. 3. Ijma’ ( konsensus bersama ), yaitu jika tidak ada nash dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul atau ditemukan namun bersifat global atau nashnya banyak dan setiap nashnya memberi hukum yang berbeda atau berupa khabar ahad. 4. Ra’yi yaitu mencurahkan segala upaya dalam rangka mencari hukum dan mengeluarkannya dari dalil yang sudah terperinci, baik dalil berupa nash al-Qur’an atau sunnah atau dalil ‘aqli berupa qiyas, istihsan, mashalih mursalah, bara’ah adz-dzimmah, dan sadd adz-dzari’ah. Penggunaan istilah ra’yi tidak populer bagi semua kalangan sahabat, hanya beberapa orang yang mengenal istiah ini seperti para Khulafa al Rasyidin, ‘Aisyah, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu ‘Abbas dan Zaid bin Tsabit. Contohnya adalah pada pemahaman ayat al-Qur’an : ْ ‫ن َو‬ َ َّ ‫مطَل‬ ُ ‫ق‬ ُ ‫ال‬ ْ َّ‫رب‬ ُ‫ات‬ َُ ‫ص‬ َُ ‫ن يَ َت‬ َُّ ‫ه‬ َُ َ‫ُق ُروءُ ثَ ََلث‬ ِ ‫ة بِأَ ْن ُف‬ ِ ‫س‬ Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. (QS. Al-Baqarah : 228) Kata tersebut adalah bentuk jamak dari kata tunggal qar’un yang bisa diartikan haidh dan bisa pula diartikan suci.

Tasyri’ Pada Masa Dinasti Umayyah

B.

Periode ini di mulai ketika para Khalifah Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan kaum muslimin setelah terbunuhnya imam Ali bin Abi Thalib pada tahun 41 H, dan berakhir pada awal abad II H sebelum berakhirnya Dinasti Umayyah pada tahun 132 H. Zaman ini dipenuhi dengan berbagai peristiwa dan perkembangan, perbedaan fiqh, dan pergolakan politik. Karena sejak zaman awal berdirinya dinasti ini, kaum muslimin terpecah kedalam tiga golongan, yaitu : 





Syi’ah, yaitu orang-orang yang sangat fanatik dengan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap Khalifah hanya untuk Ali dan keturunannya, sehingga urusan khilafah menurut mereka sama dengan warisan Nabi dan bukan dengan cara ba’iat. Khawarij, yaitu mereka yang kecewa dengan adanya proses tahkim ( perdamaian ) pada zaman Khalifah Mu’awiyyah, lalu mereka mengkafirkan Ali dan Mu’awiyyah, mayoritas mereka berpendapat wajib melantik seorang khalifah taat agama, adil mutlak, tegas dan keras, dan tida harus suku Quraisy atau keturunan arab. Jumhur Kaum Muslimin, yaitu kaum modert yang memiliki sifat adil dan tidak radikal. Mereka berpendapat bahwa khalifah harus dari suku Quraisy, namun harus dipilih leh kaum muslimin dengan cara ba’iat.

Namun pada masa Dinasti Umayyah terjadi peningkatan kreativitas fiqh, hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu : • • • •

Menyebarnya

para Meluasnya Para hamba sahaya Munculnya beberapa aliran fiqh.

sahabat mulai

ke

seluruh periwayatan menggeluti fiqh

pelosok dan

ilmu

wilayah hadits syari’at

Masa Dinasti Umayyah mempunyai karakteristik fiqh tersendiri, yaitu : 1. Munculnya beberapa manhaj (metode) kajian fiqh yang bersih dari pertikaian politik, terutama madrasah ahli hadits dan ahli ra’yi. 2. Sinergitas antara para hamba sahaya dengan orang arab dalam memegang kepemimpinan kedua madrasah ini diberbagai negeri Islam. 3. Perhatian terhadap Sunnah dengan ciri – ciri meluasnya periwayatan hadits, mengumpulkan sunnah dan riwayat para sahabat, pembukuan sunnah, dan membendung arus pemalsuan hadits dan membongkar segala makar mereka. 4. Munculnya fiqh Iftiradhiy ( andaian ) yang dibawa oleh ulama ahli ra’yi. 5. Banyaknya perbedaan dalam masalah furu’ fiqh

C.

Tasyri’ Pada Masa Dinasti Abbasiyyah

Zaman ini dianggap sebagai zaman yang paling gemilang dalam sejarah fiqh islam, dimana ia sudah mencapai tahap sempurna dalam keluasan kajian, sempurna dan terinci sehingga menjadi

ilmu yang berdiri sendiri yang sebelumnya hanya sebatas fatwa dan qadha, selain munculnya para ulama yang membahas setiap bab, memiliki mazhab ijtihad sendiri yang kemudian di beri nama sesuai nama para imamnya. Faktor yang menyebabkan kemajuan fiqh islam pada masa ini adalah : 1. Perhatian Khalifah Dinasti Abbasiyyah terhadap fiqh dan fuqaha 2. Perhatian dan semangat tinggi untuk mendidik para penguasa dan keturunannya dengan pendidikan Islam 3. Iklim kebebasan berpendapat, 4. Maraknya diskusi dan debat ilmiah diantara para fuqaha 5. Banyaknya permasalahan baru yang muncul 6. Akulturasi budaya dengan bangsa – bangsa lain 7. Penulisan ilmu dan penerjemahan kitab. Pada masa Dinasti Abbasiyyah inilah sebagai pondasi peletakan ilmu ushul fiqh, seperti karya Imam Asy – Safi’i yaitu kitab Ar – Risalah sebagai kitab ushul fiqh pertama dalam Islam. D.

Fase Taqlid dan Kejumudan

Periode berlangsung dari abad 10 / 11 M sampai abad 19 M, yaitu pada akhir Khalifah Abbasiyyah. Periode ini disebut taqlid karena para fuqaha pada zaman ini tidak dapat membuat sesuatu yang baru untuk ditambahkan kepada kandungan madzhab yang sudah ada seperti madzhab Hanbali, dan lain-lain. Adapun faktor penyebab taqlid adalah : 1. 2. 3. 4.

Pembukuan

kitab Fanatisme Jabatan

madzhab madzhab hakim

Ditutupnya pintu ijtihad

E. Fase Kebangkitan Ilmu Fiqh Fase ini dimulai dari akhir abad XIII H / 19 Msampai pada hari ini. Angin pembaharuan ini sebenarnya telah berhembus sejak awal abad XIV M, dengan lahirnya beberapa tokoh pembaharu yang terus berkembang sampai sekarang. Tokoh-tokoh tersebut antara lain : • • • • • •

Ibnu Taimiyah ( Ibn Qoyyim al-Zaujiyah Muhammad Ibn Abdul Wahab Jamaluddin al-Afghani ( Muhammad Abduh ( Rasyid Ridla ( 1865-1935 ).

(

1263-1328 1292-1356 ( 1703-1787 1839-1897 1849-1905

). ). ). ). ).

Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama pembahasan fiqh islam, kedua kodifikasi hukum islam. 1.

Pembahasan Fiqh Islam

 







2.

Indikasi kebangkitan fiqh islam pada zaman ini dilihat dari aspek sistem kajian dan penulisan, dapat dirincikan sebagai berikut : Memberikan perhatian khusus terhadap kajian madzhab-madzhab utama dan pendapatpendapat fiqhiyyah yang sudah diakui dengan tetap mengedepankan prinsip persamaan tanpa ada perlakuan khusus anatara satu madzhab dengan madzhab lainnya. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqh tematik, karena pembahasan fiqh pada masa yang lalu bersifat ringkas, lafal yang penuh simbol dan rumus yang memerlukan waktu banyak untuk memahaminya. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqh komparasi, sehingga memunculkan teori-teori umum dalam fiqh islam dan mengasilkan teori baru seperti teori aqad, kepemilikan, harta, dan pendayagunaan hak yang tidak proporsional. e. Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedia fiqh. Seperti contoh didirikannya Lembaga Kajian Islam di Al-Azhar pada tahun 1961 M di Mesir oleh para ulama besar dari semua negeri islam yang terpercaya keilmuannya.

Kodifikasi Fiqh

Kodifikasi ( taqnin ) adalah upaya mengumpulkan beberapa masalah fiqh dalam satu bab dengan bentuk butiran bernomor. Tujuan dari kodifikasi ini adalah untuk merealisasikan dua tujuan, yaitu : pertama, menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang memiliki kemiripan sehingga tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing hakim memberi keputusan sendiri, tetapi seharusnya mereka sepakat dengan materi undang – undang tertentu dan tidak boleh dilanggar untuk menghindari keputusan yang kontradiktif. Kedua, memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqh dengan susunan yang sistematik, ada babbab yang teratur sehingga mudah untuk dibaca. Sebenarnya upaya untuk menjadikan fiqh sebagai undang-undang sudah muncul pada awal abad II H ketika Ibnu Muqaffa menulis surat kepada Khalifah Abu Ja’far al-Mansur agar undangundang civil negara diambil dari al-Qur’an dan Sunnah. Namun usulan ini tidak mendapat sambutan, karena para fuqaha enggan untuk memikul beban taqlid, sedangkan mereka sendiri sudah memberikan peringatan untuk menjauhi fanatisme madzhab. Upaya dan pemikiran untuk melahirkan sebuah kodifikasi terhadap fiqh islam betul-betul dapat terwujud di Turki ketika muncul Majallah Al-Ahkam Al -‘Adliyah ( Semacam Kitab UndangUndang Hukum Perdata ) pada masa Dinasti Usmaniyah yang berangkat dari keinginan imperium untuk mengacukan seluruh Undang-Undang sipil yang berlaku bagi umat Islam dibawah pemerintahannya pada madzhab Imam Abu Hanifah sebagai madzhab resmi negara. BAB III PENUTUP A.

KESIMPULAN

Sebagian ulama ada yang mengatakan perkembangan melalui 4 fase, sebagian lagi 5 fase, ada yang 6 fase, dan juga pendapat lain mengatakan tujuh. Pendapat yang lebih tepat adalah yang mengatakan 4 fase dengan tahapan 1. 2. 3. 4.

Fase kelahiran dan pembentukan, merentang sepanjang masa hidup Rasulullah saw. Fase pembangunan dan penyempurnaan. Fase kejumudan dan taqlid. Fase kebangkitan dan kesadaran.

Fase Pengembangan dan Penyempurnaan Hukum Syari’at Islam di kelompokan ke dalam tiga masa, yaitu : Masa Khulafa al Rasyidin, Masa Dinasti Umayah, Masa Dinasti ‘Abbasiyah. Fase Kebangkitan Ilmu Fiqh, Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama pembahasan fiqh islam, kedua kodifikasi hukum islam. B.

PENUTUP

Demikian makalah ini kami sampaikan, pastinya banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam presentasi, kiranya pembaca khususnya mema’afkan dan melengkapi kekurangan dalam makalah ini kemudian menjadi lebih sempurna karena-Nya. Adapun hal ini kritik dan saran sangat kami tunggu dari pembaca yang budiman. DAFTAR PUSTAKA Khali, Rasyad Hasan l, Tarikh Tasyri’ (Sejarah Legislasi Hukum Islam),diterjemahkan oleh Dr. Nadirsyah Hawari, M.A ( Jakarta: Amzah, 2009 ). Usman, Suparman, S.H, Hukum Islam, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002 )

AKALAH TARIKH TASYRI’ Kebangkitan kembali tasyri’ di era moderen

oleh Soleh rubiyanto Edo nabil arofi

216-13-026 216-14-003

Sejarah Dan Kebudayaan Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2015 BAB 1 LATAR BELAKANG

Tarikh tasyri’ dalam perjalanannya mengalami kemajuan serta kemunduran. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam sesudah periode Nabi Muhammad saw. jika diamati berdasarkan literatur hukum Islam, maka ditemukan beberapa pendapat berdasarkan sudut pandang, di antaranya ada pendapat yang mengungkapkan empat tahapan, yaitu: (a) Masa Khulafaurrasyidin (632 – 662 M); (b) Masa pembinaan, pengembangan dan pembukuan (abad ke-7 – 10 M); (c) Masa kelesuan pemikiran (abad ke-10 – 19 M) (d) Masa kebangkitan kembali (abad ke-19 M sampai saat ini). Sekarang kita hidup di era yang modern, semua yang kita butuhkan langsung tersedia secara instant. Fenomena ini, bisa kita lihat di beberapa bidang. Di bidang komunikasi, saat kita dulu masih SD tidak ada orang yang megang handphone kecuali orang-orang tertentu saja, bahkan dulu TV sangat sulit kita jumpai, tetapi pada era ini anak SD pun sekarang sudah banyak yang megang HP, bahkan sekarang di desa-desa sudah ada yang namanya internet. Di bidang kedokteran, sekarang orang yang hamil bisa diketahui apakah bayinya laki-laki atau perempuan, bahkan juga bisa mengetahui istri yang sudah ditinggalkan suaminya apakah di rahimnya terdapat bayinya atau tidak. Dan di bidang-bidang yang lainya. Sejalan dengan perkembangan itu, persolan-persoalan juga semakin kompleks. Dan apakah hukum Islam bisa menjawab semua persolan-persolan itu? Dan apakah jawaban-jawaban itu masih relevan seperti zaman Nabi dan sahabat-sahabat-Nya? Dan apa yang harus dilakukan jika jawaban-jawaban itu tidak relevan lagi?

BAB II PEMBAHASAN

1. Kembalinya Tasyri’ Dari Keterpurukan Kebangunan dan kemunduran hukum Islam sangat erat hubungannya dengan kebangunan kaum muslimin dan kemundurannya dalam lapangan politik. Usaha-usaha ke arah kebangunan tersebut sudah di mulai sejak abad yang lalu, akan tetapi masih terbatas sifatnya dan terjadi dalam lingkungan yang terbatas pula. Baru setelah kesadaran nasional meliputi kaum muslimin dan mereka suda menginsafi kedudukan dirinya sebagai golongan yang mundur, maka barulah mulai pembangunan universil yang meliputi seluruh kaum muslimin dan negeri-negeri Islam. Hukum islam, menurut Hasbi Ash-Shiddiqy, ialah koleksi daya upaya para fuqoha dalam menerapkan syariat islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Maka dikatakan tidak bisa bila hukum Islam dibiarkan begitu saja. Karena banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi seiring kemajuan zaman. Sejalan dengan kajian Ushul Fikih, hukum Islam terbagi menjadi dua. Pertama hukum islam kategori syariat dan kedua hukum Islam kategori fikih. Syariat menurut Satria Efendi M.zein, adalah al-nushus al-muqoddasat (nas-nas yang suci) dalam al-Quran dan al-Sunnah al-mutawatirat (hadits yang mutawatir). Syariat adalah ajaran islam yang sama sekali tidak dicampuri oleh daya nalar manusia.

2. Tanda-tanda Kebangunan Tasyri’ Di Era Modern Tanda-tanda kebangunan hukum Islam pada masa modern dapat kita lihat pada sistem mempelajari dan segi-segi penulisan tentang hukum Islam, kedudukan hukum-hukum Islam dalam perundang-udangan negara, dan penilaian orang-orang orientalis terhadap hukum Islam. Atas dasar segi-segi tersebut maka tinjauan berikut ini diadakan.

1. Sistem Mempelajari dan Menuliskan Hukum-Hukum Islam

Kebangunan hukum Islam pada masa modern banyak bergantung kepada cara mempelajarinya, yaitu sistem perbandingan. yakni mempelajari hukum-hukum Syara’ dengan berbagai pendapat tentang satu persoalan dan alasannya masing-masing, serta aturan-aturan dasar yang menjadi pegangannya. Kemudian pendapat-pendapat tersebut diperbandingkan satu sama lain, untuk di pilih pendapat mana yang lebih benar dan diperbandingkan pula dengan hukum positif. Di sana tidak hanya satu madzab saja yang dikaji dan dipelajari, akan tetapi keempat aliran hukum ahlussunah wal jama’ah. Memang para fuqaha masa-masa dahulu sudah mengenal sistem perbandingan hukum dengan menyebutkan pendapat berbagai ulama mujtahidin meskipun dalam bentuk yang sederhana. Akan tetapi semenjak abad ke empat hijriah dengan mengecualikan karya Ibnu Rusyd yang sangat bernilai yaitu Bidayatul Mujtahid, perbandingan tersebut hanya di maksudkan untuk mengadakan pembelaan terhadap pendapat imam yang dianutnya dan mengusahakan melemahkan pendapat imam lain. Oleh karena itu, maka tidak ada penguatan (tarjih) suatu pendapat atas pendapat lain karena kekuatan dalil itu sendiri. Selanjutnya kemungkinan untuk mencari pendapat yang lebih tepat dan yang lebih sesuai dengan rasa keadilan orang banyak tidak ada lagi. Karena penguatan salah satu pendapat dalam hukum Islam hanya terjadi dalam lingkungan satu mazhab.[6] Apa yang menyebabkan tidak adanya sistem perbandingan antara pendapat-pendapat fuqaha antara mazhab ialah karena adanya fatwa untuk bertaqlid semata-mata, dan taqlid inipun harus terbatas dalam lingkungan mazhab empat saja yang suda terkenal dan di setujui oleh golongan Ahlussunnah. Bahkan di fatwakan pula, bahwa bagi orang-orang yang sudah mengikuti mazhab tertentu tidak boleh berpindah kepada mazhab lain ataupun mengikuti mazhab lain pula dalam waktu yang sama, kecuali dengan syarat-syarat tertentu. Fatwa lain ialah bahwa fuqaha-fuqaha yang datang kemudian tidak boleh meninjau kembali apa yang telah di putuskan oleh fuqahafuqaha angkatan terdahulu.

2. Kedudukan Hukum-Hukum Islam dalam Perundang-undangan Negara Usaha-usaha perundang-undangan negara sebenarnya sudah pernah dilakukan beratus-ratus tahun yang lalu, seperti yang diperbuat oleh Ibnul Muqoffa’ pada abad kedua Hijrah, di masa Khalifah Abbasiyah. Ia pernah mengirim surat kepada Khalifah Al- Mansyur untuk membuat suatu Undang-undang yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan apabila tidak ada nas pada keduanya bisa diambil dari fikiran dengan syarat bisa mewujudkan rasa keadilan dan kepentingan orang banyak. Surat tersebut dikirim karena adanya perbedaan pendapat antara para fuqoha dan hakim dalam memutuskan suatu masalah yang sama. Akan tetapi surat tersebut tidak mendapatkan sambutan yang cukup pada masa itu, karena para fuqoha tidak mau memaksa orang untuk mengikuti pendapat – pendapatnya, serta memperingatkan murid – muridnya untuk tidak berfanatik buta serta mengingatkan bahwa ijtihad – ijtihad yang dilakukan bisa kemasukan salah. Pada abad kesebelas Hijrah, As-Sultan Muhammad Alamkir (1038-1118 H), salah seorang raja India, membentuk suatu panitia yang terdiri dari ulama-ulama India terkenal dengan diketuai oleh Syekh Nazzan. Panitia tersebut diberi tugas untuk membuat satu kitab yang menghimpun riwayat-riwayat yang disepakati oleh madzab Hanafi; Kitab tersebut terkenal dengan nama: ”AlFatawi al Hindiyah” (fatwa-fatwa India).

3. Penilaian Orang – Orang Orientalis Terhadap Hukum Islam Perhatian orang-orang orientalis (orang-orang Barat yang suka mempelajari apa yang berasal dari Timur) terhadap peninggalan-peninggalan Islam pada umumnya berasal dari abad-abad pertengahan, ketika mereka hendak mengetahui faktor-faktor kebesaran kaum muslimin sehingga mereka bisa memegang tampuk pimpinan dunia pada waktu itu. Perhatian para orientalis tersebut diwujudkan dalam bentuk mempelajari, menyelidiki, menerjemahkan dan membahas, serta menerbitkan terhadap berbagai buku fiqh standart. Tidak sedikit juga yang mendalami persoalan hukum Islam baik dalam bentuk buku-buku yang mereka tulis atau pembahasan-pembahasan yang mereka muatkan majalah-majalah khusus mengenai hukum. Dengan mengesampingkan beberapa orientalis yang sengaja memberikan gambaran yang salah, maka banyak penghargaan yang tinggi terhadap hukum Islam sudah banyak diberikan oleh sarjana-sarjana hukum Eropa dan Amerika. Antara lain Kohler dari Jerman, Wignore dari Amerika, dan Delvices. Sarjana-sarjana ini menyebutkan adanya flexibilitas dan kemampuan yang dimiliki hukum Islam sehingga bisa mengikuti perkembangan masa. Mereka juga mensejajarkan hukum Islam dengan hukum Romawi dan hukum Inggris, sebagai hukum-hukum yang telah menguasai dunia dan yang masih terus menguasainya. Penghargaan terhadap hukum Islam tersebut dikemukakan sendiri oleh Sarjana Hukum Barat terkenal dari Perancis, yaitu Lambert, dalam Seminar Internasional untuk Perbandingan Hukum, yang diadakan pada tahun 1932.

3. Faktor Sosial Yang Melatar belakangi Kemunculan Tasyri’ Di Era Modern Pada zaman para sahabat dahulu apabila mereka menjumpai suatu nas dalam al-Quran atau sunnah yang menjelaskan hukum dari peristiwa yang mereka hadapi, mereka berpegang pada nas tersebut dan mereka berusaha memahami maksudnya untuk menerapkanya pada peristiwaperistiwa itu. Apabila mereka tidak menjumpai nas dalam al-Quran dan sunnah dari persoalan yang mereka hadapi, mereka berijtihad untuk menetapkan hukumnya. Dalam berijtihadnya mereka berpegang pada kemampuan mereka dalam bidang syariat. Karena ijtihad pada zaman modern ini merupakan sutau kebutuhan, bahkan merupakan suatu keharusan bagi masyarakat yang ingin hidup bersama Islam. Sedangkan di zaman yang serba modern ini, kemajuan pesat yang terjadi dalam bidang pengetahuan dan tekhnologi menimbulkan perubahan-perubahan yang besar dalam segala bidang kehidupan manusia. Kalau pada masa awal islam berperang masih menggunakan pedang, sedangkan sekarang sudah menggunakan senjata canggih, berupa senjata kimia dan bom nuklir. Begitu juga dengan transportasi pada awal mula Islam masih menggunakan kuda atau unta, akan tetapi sekarang sudah menggunakan pesawat yang mampu menjelajahi dunia dengan kecepatang tinggi. Jelasnya dengan kemunculan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, banyak sekali muncul hal

baru dalam kehidupan manusia, dan menimbulkan perubahan-perubahan baru dalam masyarakat. Perubahan struktur sosial dan munculnya masalah-masalah baru seperti masalah transfusi darah, inseminasi (pembuahan) buatan, bayi tabung dan lain-lain perlu diatur dan diselesaikan sesuai dengan kaidah Islam. Islam sebagai agama wahyu yang terakhir dan dimaksudkan sebagai agama yang berlaku dan dibutuhkan sepanjang zaman tentu mempunyai pedoman, prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam kehidupanya agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Agar agama Islam mampu menghadapi perkembangan zaman, maka hukum Islam perlu dikembangkan, dan pemahaman tentang Islam harus terus-menerus diperbaharui dengan memberikan penafsiran-penafsiran terhadap nas syara’ dengan cara menggali kemungkinan atau alternatif dalam syariat yang diyakini bisa menjawab masalah-masalah baru. Jadi pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar hukum Islam tidak ketinggalan zaman dan mampu menjawab pertanyaan yang berkecinambung di dalamnya. Dan pembaharuan hukum Islam ini juga dimaksudkan agar tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk menjembatani ajaran teoritis dalam kitabkitab fiqih hasil pemikiran-pemikiran mujtahid dengan kebutuhan masa kini.

4. Keadaan Tasyri’ Di Era Modern Pada saat ini banyak pemandangan yang sering kita lihat, bukan hanya di dunia Barat, bahkan di dunia Muslim saat ini telah banyak mengalami perubahan dalam segala bidang. Baik itu yang berasal dari diri muslim sendiri maupun dari luar. Di era modern yang banyak mengalami perubahan ini perlu adanya pembaharuan hukum Islam. Namun dalam pembaharuan hukum Islam tidak boleh merubah hukum yang ada, artinya kita hanya boleh menetapkan hukum baru yang belum ada pada masa Rasul dan sahabat sedangkan hukum yang telah ada tidak boleh dirubah ataupun diperbaharui. Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu “pembahuruan” yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru; dan “hukum Islam”, yakni koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam lebih didekatkan dengan fiqih, bukan syariat.[16] Dari sejarah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum Islam itu harus dinamis, sehingga tidak luput dari suatu pembaharuan. Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam di zaman modern yang penuh dengan anggapan ataupun kesalahpahaman tentang pemahaman yang harusnya tidak dipermasalahkan lagi dalam agama kita ini maka harus ditempuh melalui beberapa metode. Dalam hal ini Ibrahim Hosen seorang ahli hukum Islam Indonesia menawarkan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pemahaman baru terhadap Kitabullah Untuk mengadakan pembaharuan hukum Islam, hal ini dilakukan dengan direkonstruksi dengan jalan mengartikan al-qur’an dalam konteks dan jiwanya. Pemahaman melalui konteks berarti mengetahui asbab an-nusul. Sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan

makna atau substansi ayat tersebut. Perlu ditekankan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama dan utama sebagaimana yang diungkapkan Allah dalam Surah An-Nisaa’. !!$¯RÎ) !$uZø9t“ Rr& y7ø‹ s9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71u‘ r& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$y‚ ù=Ïj9 $VJ‹ ÅÁyz ÇÊÉÎÈ Artinya: ”Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat”. (Q.S. An-Nisa’: 105 ). 2. Pemahaman baru terhadap Sunah Sunnah adalah sumber kedua dalam syaria. Ia menjadi bagi Al-Qur’an, tapi juga memberikan dasar bagi munculnya hukum baru. Pemahaman baru terhadap Sunnah, dapat dilakukan dengan cara mengklasifikasikan sunnah, mana yang dilakkan Rasulullah dalam rangkka Tasyri’ AlAhkam (penetapan hukum) dan mana pula yang dilakukannya selaku manusia biasa sebagai sifat basyariyyah (kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan dalam rangka Tasyri’ Al- Ahkam. Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia biasa tidak wajib diikuti, seperti kesukaaan Rosulullah SAW kepada makanan yang manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainnya. Disamping itu sebagaimana Al-Qur’an, Sunnah juga harus dipahami dari segi jiwa dan semangat atau substansi yang terkandung di dalamnya.

3. Pendekatan ta’aqquli (rasional) Ulama’ terdahulu memahami rukun Islam dilakukan dengan Taabbudi yaitu menerima apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas illat hukum dan tinjauan filosofisnya banyak tidak terungkap. Oleh karena itu pendekatan ta’aquli harus ditekankan dalam rangka pembaharuan hukum Islam (ta’abadi dan ta’aqquli). Dengan pendekatan ini illat hukum hikmahat-tashih dapat dicerna umat Islam terutama dalam masalah kemasyarakatan. 4. Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana Dalam masalah hukum pidana ada unsur zawajir dan jawabir. Jawabir berarti dengan hukum itu dosa atau kesalahan pelaku pidana akan diampuni oleh Allah. Dengan memperhatikan jawabir ini hukum pidana harus dilakukan sesuai dengan nash, seperti pencuri yang dihukum dengan potong tangan, pezina muhsan yang dirajam, dan pezina ghoiru muhsan didera. Sedangkan zawajir adalah hukum yang bertujuan untuk membuat jera pelaku pidana sehingga tidak mengulanginya lagi. Dalam pembaharuan hukum Islam mengenai pidana, yang harus ditekakankan adalah zawajir dengan demikian hukum pidana tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.

5. Masalah ijmak Pemahaman yang terlalu luas atas ijmak dan keterikatan kepada ijamak harus dirubah dengan menerima ijmak sarih, yang terjadi dikalangan sahabat (ijmak sahabat) saja, sebagaimana yang dikemukakan oleh As-Syafi’i kemungkinan terjadinya ijmak sahabat sangat sulit, sedangkan ijmak sukuti (ijmak diam) masih diperselisihkan. Disamping itu, ijmak yang dipedomi haruslah mempunyai sandaran qat’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijmak itu sendiri, tetapi pada dalil yang menjadi sandaranya. Sedangkan ijmak yang mempunyai sandaran dalil zanni sangat sulit terjadi.

6. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat) Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi illat hukum yang biasanya dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok dikatakan bahwa “hukum beredar sesuai dengan ilatnya”. Ini ditempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta menguji alit yang benarbenar baru.

7. Masalih mursalah Dimana ada kemaslahatan disana ada hukum Allah SWT adalah ungkapan popular dikalangan ulama. Dalam hal ini masalih mursalah dijadikan dalil hukum dan berdasarkan ini, dapat ditetapkan hukum bagi banyak masalah baru yang tidak disinggung oleh al-qur’an dan sunah.

5. Tujuan Dilakukannya Pembaharuan Hukum Islam Pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar ajaran Islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk menjembatani ajaran teoretis dalam kitab-kitab fiqh hasil pemikiran mujtahid dengan kebutuhan masa kini. Itu semua dapat ditempuh dengan beberapa cara:

1. Memberikan kebijakan administrasi

Hal ini sudah dilakukan di Mesir menjelang kehadiran Undang-Undang perkawinan. Dalam kitab fiqh yang belaku disemua madzhab tidak ditemukan pencatatan perkawinan. Pada masa mujtahid menghasilkan fiqhnya, hal tersebut dirasakan tidak diperlukan dan tidak bermanfaat. Pada masa kini pencatatan perkawinan sangat dibutuhkan untuk mengamankan perkawinan itu sendiri.

2. Membuat aturan tambahan Tanpa mengubah dan mengurangi materi fiqh yang sudah ada, dibuat aturan lain yang dapat mengatasi masalah social, seperti Wasiyyah Wajibah yaitu wasiat wasiat yang diberikan kepada cucu yang tidak menerima waris karena bapaknya telah meninggal lebih dahulu, sedangkan saudara bapaknya masih ada . 3. Talfiq (meramu) Hasil ijtihad tertentu diramu menjadi suatu bentuk baru, seperti Undang-Undang perkawinan turki yang menggabungkan madzhab hanafi yang mayoritas dengan madzhab Maliki yang minoritas. Undang-Undang ini hanya bertahan menjelang diberlakukanya Undang-Undang perkawinan Swiss yang hingga sekarang masih berlaku di Turki.

4. Melakukan reinterpretasi dan reformulasi Dalil fiqh yang tidak aktual lagi dikaji ulang, terutama yang menyangkut hubungan dalil dengan rumusan hukum. Dalil yang pernah diiterpretasikan oleh mujtahid dahulu diinterpretasikan sesuai dengan jiwa hukum dan tuntutan masyakat pada saat itu. Formulasi baru berdasarkan interpretasi baru baru itu ada yang dituangkan dalam Undang-Undang dan ada pula yang berbentuk fatwa. Hal ini pada fiqh munakahat dapat dilihat dalam masalah monogami, bigami, poligami yang dulunya mudah dan tidak bertanggung jawab, mulai dibatasi dan dipersulit, bahkan ditentukan untuk dilakukan dipengadilan.

BAB III Kesimpulan

Kebangunan dan kemunduran hukum islam sangat erat hubunganya dengan kebangunan kaum muslimin dan kemunduran dalam lapangan politik. Sikap pokok yang menjadi hukum islam, seperti adanya yang menjamin kesatuan dalam semua keanekaragaman adalah penetapan terhadap semua perbuatan dan hubungan manusia. Tujuan dari hukum Islam adalah bersifat abadi yaitu kesejahteraan ummatnya baik di dunia maupun di akhirat. Serta tidak terbatas pada kondisi materil yang bersifat sementara saja. Karena hukum Islam adalah hukum-hukum yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dari kebangunan hukum Islam pada dunia modern dapat kita lihat pada sistem yang mempelajarinya dan segi-segi penulisan tentang hukum Islam, dan penilaian orang-orang orientalis terhadap hukum Islam. Tanda-tanda permulaan kebangunan hukum Islam adalah diawali dari Turki dengan munculnya buku yang berjudul “Majallatul Ahkam Al Adliyyah dan Qonunul ‘Ailat”.

Kumpulan Makalah Q

Minggu, 31 Oktober 2010

“KEBANGKITAN KEMBALI FIQIH ISLAM (ABAD 18 & 19)”

A. Pendahuluan Setelah mengalami kelesuan, kemunduran beberapa abad lamanya, fiqih Islam bangkit kembali. Kebangkitan kembali fiqih Islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang telah membawa kemunduran hukum Islam. Muncullah gerakan-gerakan baru diantaranya gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah. B. Pembahasan Fiqih Islam dan Kodifikasi Hukum Fiqih Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek; pertama, pembahasan fiqh Islam, dan kedua, kodifikasi fiqh Islam. Dua hal inilah yang akan dibahas pada kesempatan berikut ini. a. Pembahasan Fiqih Islam Pada zaman ini para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap fiqih Islam, baik dengan cara menulis buku ataupun mengkaji. Apabila kita ingin menuliskan beberapa indikasi

kebangkitan fiqih Islam pada zaman ini dari aspek sistem kajian dan penulisan, dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab dan pendapat-pendapat fiqhiyah yang sudah diakui tanpa ada perlakuan khusus antara satu mazhab dengan mazhab lain. 2. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqih tematik. 3. Memberikan perhatian khusus terhadap fiqih komparasi. 4.

Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedi fiqih. Beberapa contoh kreativitas di bidang ini :

a). Lembaga Kajian Islam di Al-Azhar, didirikan di Mesir pada tahun 1961 M. b). Kantor Pusat Urusan Islam, di bawah koordinator Kementrian Waqaf Mesir. c). Ensiklopedi fiqih di Kuwait. d). Ensiklopedi fiqih di Mesir. b. Kodifikasi Hukum Fiqih Kodifikasi adalah upaya mengumpulkan beberapa masalah fiqih dalam satu bab dalam bentuk butiran bernomor.[1] Tujuan dari kodifikasi adalah untuk merealisasikan dua tujuan sebagai berikut : 1.

Menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang memiliki kemiripan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Contohnya para hakim tidak boleh memberikan keputusan di luar undang-undang yang telah ditetapkan untuk menghindari keputusan yang kontradiktif.

2. Memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqih dengan susunan yang sitematik. a). Permulaan Kodifikasi Upaya pengkodifikasian sudah muncul sejak awal abad ke-2 H, ketika Ibnu Muqaffa’ menulis surat kepada Khalifah Abu Jafar Al-Mansur agar undang-undang civil negara diambil dari Al-Qur’an dan sunah.[2] Ketika tidak ada nash cukup dengan ijtihad.

Usulan Ibnu Muqaffa’ tidak mendapat sambutan pada saat itu, karena para fuqaha’ enggan untuk memikul beban taqlid, dan mereka cemas dan ragu-ragu, karena mereka bukan membuat undang-undang buatan manusia, tetapi syariat yang turun dari langit. b). Titik Tolak Kodifikasi (Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah) Sebuah kodifikasi terhadap fiqih Islam betul-betul terwujud di Turki Ketika muncul Majallah AlAhkam Al-Adliyyah (semacam kitab undang-undang hukum perdata). Kodifikasi ini disusun di bawah pimpinan Ahmad Jaudat Basya. Lembaga ini bekerja pada tahun 1286 H sampai 1292 H. Setelah tujuh tahun, lahirlah Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah. Pada bulan Sya’ban 1292 H. Sultan mengeluarkan surat perintah untuk menerapkan isi kompilasi ini dalam semua pengadilan Turki dan semua negara yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Turki Usmaniah. c). Kandungan Al-Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah Kitab kompilasi ini memuat 1815 pasal membahas berbagai hukum terhadap permasalahan yang masih diperdebatkan, terdiri dari 16 bab, dari bab jual beli sampai bab tuntutan dan keputusan hakim.[3] Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Mustafa Ahmad Az-Zarqa[4], yang mengemukakan bahwa ada tiga ciri yang mewarnai perkembangan fikih: a. Munculnya upaya pengkodifikasian fikih sesuai dengan tuntutan situasi dan zaman. b. Upaya pengkodifikasian fikih semakin luas,bukan saja di wilayah yuridiksi kerajaan turki usmani, tetapi juga di wilayah- wilayah yang tidak tunduk pada yurisdiksi Turki Usmani, seperti Suriah, Palestina dan Irak. c. Munculnya upaya pengkodifikasian berbagai hukum fiqih yang tidak terikat sama sekali dengan mazhab fikih tertentu. C. Tokoh-Tokoh Kebangkitan Kembali Fiqih Islam Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid, pada abad ke-14 telah timbul seorang mujtahid besar yang menghembuskan udara baru dan segar dalam dunia pemikiran agama dan hukum. Namanya Ibnu Taimiyah (1263-1328) dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah (1292-1356).[5] Kemudian banyak tokohtokoh yang mengikuti jejak para pendahulunya untuk membangkitkan kembali semangat ijtihad dan menolak taqlid, diantaranya :

1. Muhammad Abduh Muhammad Abduh lahir di suatu desa di Mesir Hilir. Di desa di mana tidak dapat diketahui dengan pasti, karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat tanggal lahir anak-anaknya. Tahun 1849 adalah tahun yang umum dipakai sebagai tanggal lahirnya.[6] Muhammad Abduh berpendapat, sebab yang membawa kemunduran fiqih Islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat Islam. Karena dipengaruhi faham jumud, umat Islam tidak menghendaki dan menerima perubahan. Taklid kepada ulama lama tidak perlu dipertahankan bahkan mesti diperangai, karena taklid inilah yang membuat umat Islam berada dalam kemunduran dan tidak dapat maju. Muhammad Abduh dengan keras mengkritik ulama-ulama yang menimbulkan faham taklid. Sikap ulama ini, membuat umat Islam berhenti berpikir dan akal mereka berkarat. Sikap umat Islam yang berpegang teguh pada pendapat ulama klasik, dipandang berlainan betul dengan sikap umat Islam dahulu. Al-Qur’an dan Hadis, melarang umat Islam bersifat taklid. Pendapat tentang pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, berdasarkan kepercaan Muhammad Abduh pada kekuatan akal. Menurut pendapatnya Al-Qur’an berbicara, bukan hanya kepada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya. Islam memandang akal mempunyai kedudukan tinggi. Allah menunjukan perintah-perintah dan larangan-laranganNya kepada akal. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayatayat:

.

‫ أفال يعقلون‬,‫أفال ينظرون‬,‫أفال يتدبرون‬

Dan sebagainya. Oleh sebab itu Islam baginya adalah agama yang rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dari dasar-dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban suatu bangsa. Akal terlepas dari ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan memperoleh jalan-jalan yang membawa pada kemajuan. Pemikiran akallah yang menimbulkan ilmu pengetahuan 2. Syeikh Muhammad As-Sirhindi Dia bernama Ahmad bin Abdul Ahad bin Zainal Abidin As-Sirhindi. Nasabnya bersambung pada Umar bin Khattab. Dilahirkan pada malam Jum’at tanggal 14 Syawal tahun 971 H bertepatan dengan tahun 1563 M di kota Sirhind di negeri India. Kedua orang tuanya memberikan nama Syeikh Ahmad. Syeikh Ahmad mempunyai beberapa manhaj untuk mencapai fase kebangkitan :

a). Dia banyak memberikan pengajaran dan pendidikan kepada umat untuk mempersiapkan mereka berdakwah dalam level yang tinggi. b). Dia mengkritik pada pemikiran filsafat yang menyimpang dan pemikiran tasawuf yang batil, dari para penganut wihdatul wujud dan ittihad (yakni orang bisa bersatu dengan Tuhan). c). Dia memerangi semua bentuk syirik. d)

Dia mengajak manusia pada tauhid yang murni dan keabadian risalah Muhammad Rasulullah, dan mengajak umat muslim untuk bersatu dalam pangkuan Islam.

e). Dia menentang kalangan Syiah di lingkungan istana pada masa Nuruddin Jangahir bin Raja Akbar dan mengangkat panji-panji Ahli Sunnah dengan terang-terangan. f). Dia memperhatikan para pemimpin yang tampak perilaku agamis dari mereka dan ada gelora cinta pada kebaikan. g). Imam As-Sirhindi mendekati raja dan menjadi orang dekatnya dan dia tidak membiarkan orang-orang jahat berada bersamanya. 3. Sayyid Ahmad Syahid Sayyid Ahmad Syahid lahir pada tahun 1786 di Rae Bareli, suatu tempat yang terletak di dekat Lucknow.[7] Ajaran Sayyid Ahmad Syahid mengenai tauhid mengandung hal-hal berikut : a). Yang boleh disembah hanya Tuhan, secara langsung tanpa perantara dan tanpa upacara yang berlebihlebihan. b). Kepada makhluk tidak boleh diberikan sifat-sifat Tuhan. Malaikat, roh, wali dan lain-lain tidak mempunyai kekuasaan apa-apa untuk menolong manusia dalam mengatasi kesulitannya. c). Sunnah (tradisi) yang diterima hanyalah sunnah Nabi dan sunah yang timbul di zaman Khalifah Yang Empat. Sayyid Ahmad Syahid juga menentang taqlid pada pendapat ulama, termasuk di dalamnya pendapat keempat Imam Besar[8]. Oleh karena itu berpegang pada mazhab tidak menjadi soal yang penting, sungguh pun ia sendiri adalah pengikut mazhab Abu Hanifah. Karena taqlid ditentang pintu ijtihad baginya terbuka dan tidak tertutup.

Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam fase kebangkitan ini. Di Mesir, ada Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Rida dan para murid dari Muhammad Abduh. Di Turki, ada Sultan Mahmud II dan Mutafa Kemal. Di India-Pakistan, ada Sayyid A. Khan, Sayyid Amir Ali, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.

D. Kesimpulan Kebangkitan fiqih ditandai oleh dua aspek, yaitu : 1.

Pembahasan fiqih Islam, dengan memberikan perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab dan pendapat-pendapat fiqhiyah, fiqih tematik, fiqih komparasi, dan Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedi fiqih.

2.

Kodifikasi hukum fiqih, di mulai pada awal abad ke-2 H, ketika Ibnu Muqaffa’ menulis surat kepada Khalifah Abu Jafar Al-Mansur, kemudian kodifikasi terhadap fiqih Islam betul-betul terwujud di Turki Ketika muncul Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah (semacam kitab undang-undang hukum perdata ). Kitab kompilasi ini memuat 1815 pasal, terdiri dari 16 bab. Tokoh-tokoh yang berjasa dalm kebangkitan fiqih Islam, mereka adalah; Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad As-Sirhindi, Sayyid Ahmad Syahid, Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaluddin AlAfghani, Rasyid Rida, Sultan Mahmud II, Mutafa Kemal, Sayyid A. Khan, Sayyid Amir Ali, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam. Jakarta : PT.

RajaGrafindo Persada, 2009.

Ash-Shalabi, Ali Muhammad. Fikih Kemenangan dan Kejayaan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.

Khalil, Rasyad Hasan. Sejarah Legislasi Hukum Islam. Penerjemah Nadirsyah Hawari, Jakarta: AMZAH, 2009.

[1] Rasyad Hasan Khalil. Sejarah Legislasi Hukum Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009). hal. 134 [2] Ibid. hal. 135 [3] Ibid. hal. 137

[4] Tim Penyusun. Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002). hal. 339 [5] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada ,2009), hal. 197 [6] Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1992). hal. 58 [7] Ibid. hal. 156 [8] Ibid. hal. 158

Diposting oleh Kumpulan Makalah Q di 20.25 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Tidak ada komentar: Posting Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Pengikut Arsip Blog 

▼ 2010 (15) o ► November (11) o ▼ Oktober (4)  “AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER DAN DALIL”  “KEBANGKITAN KEMBALI FIQIH ISLAM (ABAD 18 & 19)”  ANEKA CARA PEMBEDAAN HUKUM  “KUFUR,SYIRIK,KHURAFAT DAN TAKHAYYUL”

Mengenai Saya

Kumpulan Makalah Q Lihat profil lengkapku Nurul Pajri. Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger. Langsung ke konten utama

My Blog MASIH BELAJAR, NO BULLY... KARENA TULISAN INI MUDAH-MUDAHAN BERMANFAAT.

makalah Tarikh Tasyri' pada masa Modern, tokoh-tokohnya dan sejarahnya April 11, 2016 Alhamdulillah, saya bisa berbagi ilmu buat temen-temen Syariah Hukum yang baru masuk kuliah. nih, sedikit ya makalah tentang Tarikh Tasyri' , hehe

TARIKH TASYRI’ PADA MASA MODERN

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belkang Masalah Ditinjau dari sisi teori, sejarah Islam modern dimulai sejak tahun 1800 M. hingga sekarang. Secara politis pada abad 18 M dunia Islam hampir dibawah kendali bangsa Barat. Namun, baru abad 20 M mulai bermunculan kesadaran di dunia Islam untuk bangkit melawan penjajahan Barat. Dalam sejarah Islam periode modern disebut dengan kebangkitan dunia Islam karena ditandai banyaknya bermunculan pemikiran pembaharuan dalam dunia Islam[1]. Lahirnya ide pembaharuan Islam dimulai dengan mulai sadarnya umat Islam akan tidur panjang dan mimpi indahnya, kemudian bangun dan membenahi diri serta bangkit kembali menjadi suatu kekuatan yang setidaknya setara dengan kekuatan Barat. Pada waktu itu, umat Islam sudah terpecahpecah ada yang masih terhimpun dalam tiga kerajaan Islam, yakni Turki Usmani, Mughol dan Safawi, ada yang lepas dari tiga kekuatan itu dengan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, ada juga yang tidak termasuk dari kedua kategori tersebut[2]. Ada dua peristiwa yang membuat umat Islam terbangun dan bangkit, yakni: 1. Perang Salib. 2. Adanya ekspansi Barat ke Timur (ekspansi Bangsa Eropa ke Asia dan Afrika). Maka dari itu, masa modern lahir karena setelah masa transisi yang menyebabkan umat Islam terjajah oleh bangsa Barat yang menyengsarakan umat Islam. Untuk itu, guna mengatasi permasalahan tersebut, maka lahirlah Masa Modern.

2. a. b. c. d. 3. a. b. c. d.

Rumusan Masalah Bagaimana Situasi Sosial Budaya Masa Modern? Bagaimana Terbukannya Pintu Ijtihad dan Kebangkitan Masa Modern? Bagaimana tokoh-tokoh Muslim pada Masa Modern? Bagaimana Karakteristik Hukum Islam pada Masa Modern? Tujuan Penulisan Untuk Mengetahui Situasi Sosial Budaya Masa Modern Untuk mengetahui tentang Terbukannya Pintu Ijtihad dan Kebangkitan Masa Modern Untuk Memahami Tokoh-Tokoh Muslim pada Masa Modern Untuk Mengetahui Karakteristik Hukum Islam pada Masa Modern

B. PEMBAHASAN 1. Situasi Sosial Budaya Masa Modern Lahirnya ide pembaharuan Islam dimulai sadarnya umat Islam akan tidur panjang dan mimpi indahnya, kemudian bangun dan membenahi diri serta bangkit kembali menjadi suatu kekuatan yang setidaknya setara dengan kekuatan Barat. Pada waktu itu, umat Islam sudah terpecah-pecah ada yang masih terhimpun dalam tiga kerajaan Islam, yakni Turki Utsmani, Mughol dan Safawi, ada yang lepas dari tiga kekuatan itu dengan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, ada juga yang tidak termasuk dua kategori tersebut. Di awal fase ini, mulai bangkit semangat kebangsaan, artinya manusia lebih cenderung untuk menghimpun diri dalam suatu kesatuan berdasarkan suku bangsa (nation state) ketimbang terhimpun dalam suatu kesatuan berdasarkan agama (religion state). Namun , yang menarik adalah hampir seluruh

suku bangsa yang dijajah menganut agama Islam, melakukan perjuangan yang berbarengan untuk memperjuangkan lahirnya sebuah negara bangsa yang berdaulat di satu sisi, disisi lain agama juga sedang giat melakukan modernisasi. Dan tidak jarang dalam proses lahirnya sebuah negara bangsa ini tampillah tokoh-tokoh agama sebagai pioner perjuangannya. Hal ini, disebabkan karena bangsa Barat dianggap menginjak-injak nilai kehormatan suatu bangsa yang dikuasainya dan mengusik agama (Islam) yang dianut oleh bangsa tersebut. Ada dua peristiwa yang membuat umat Islam terbangun dan bangkit, yakni: a.

Perang Salib. Perang ini merupakan peperangan yang banyak memakan waktu, biaya, dan korban baik korban jiwa maupun korban harta. Tetapi, disamping hal yang merugikan, ada faktor positif dari Perang Salib ini, yakni kedua belah pihak berupaya mencari tahu dan mengenal pihak lawannya secara baik. Dan ini merupakan awal dari sebuah dialog.

b.

Adanya ekspansi Barat ke Timur (ekspansi Bangsa Eropa ke Asia dan Afrika). Diketahui bahwa Barat kebanyakan menganut agama Kristen dan Timur kebanyakan menganut agama Islam, sehingga keduanya pun mengalami kontak yang tidak dapat dihindarkan. Di sisi lain, Barat adalah negara-negara yang telah mencapai kemodernan dan kemajuan di segala bidang, sedangkan Timur adalah masih tradisional dan terbelakang. Misi yang diemban Barat adalah melakukan tiga hal: grory, gold dan gospel. Menghaadapi benturan dua peradaban (Islam-Kristen, Timur-Barat) ini lahirlah tiga reaksi dari umat Islam, yaitu[3]:

1) Pemahaman yang didasarkan pada anggapan bahwa Bangsa Barat adalah bangsa yang lebih unggul dari Islam, supaya Islam pun unggul seperti mereka, maka Islam perlu mencontoh Barat dari segala aspeknya. 2) Anggapan bahwa umat Islam harus yakin bahwa Islam itu agama yang benar tak mungkin salah dan kalah oleh yang lain. 3)

Sebagian kelompok memberikan pernyataan bahwa mereka harus yakin bahwa Islam adalah agama yang benar, kapanpun dan dimanapun. Bahkan pada masa lampau umat Islam pernah mencapai kejayaan yang gilang gemilang. Namun, karena Umat Islam meninggalkan ajarannya dan merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan, menjadikan umat Islam terlena dan tertidur pulas,

2. Terbukanya Pintu Ijtihad dan Kebangkitan Islam Masa Modern

Setelah mengalami kelesuan, kemunduran beberapa abad lamanya, pemikiran Islam bangkit kembali. Ini terjadi pada bagian kedua abad ke-19. Kebangkitan kembali pemikiran Islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran hukum Islam. Muncullah gerakan-gerakan baru yang disebut gearkan salaf (salafiyah) diantara gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam di zaman salaf (permulaan), generasi awal dahulu. Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid, sesungguhnya pada periode kemunduran itu sendiri telah muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi persoalanpersoalan dan perkembangan masyarakat. Pada abad ke-14 telah timbul seorang mujtahid besar yang menghembuskan udara baru dan segar dalam dunia pemikiran agama dan hukum. Namanya Ibnu Taimiyyah (1263-1328) dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah (1292-1356). Pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke-17 oleh Muhammad Ibnu Abduk Wahhab (1703-1787) yang terkenal dengan gerakan Wahabi yang mempunyai pengaruh pada gerakan Padri di Minangkabau (Indonesia). Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) terutama di lapangan politik (H. M. Rasjidi, 1976:20). Dialah yang memasyhurkan ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa “ Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa kalau bangsa itu sendiri tidak (terlebih dahulu) berusaha mengubah nasibnya sendiri. Ayat ini dipakainya untuk menggerakkan kebangkitan umat Islam yang pada umumnya dijajah oleh bangsa Barat pada waktu itu. Ia menilai kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena penjajahan Barat. Karena itu, agar umat Islam dapat maju kembali, penjajahan Barat harus dilenyapkan terlebih dahulu. Untuk itu ia menggalang persatuan seluruh umat Islam yang terkenal dengan nama Pan Islamisme. Cita-cita Jamaluddin mempengaruhi pemikiran Mohammad Abduh (1849-1905) yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Mohammad Rasjid Ridha (1865-1935). Pikiran-pikiran Mohammad Abduh dan Mohammad Rasjid Ridha mempengaruhi pemikiran umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, pikiranpikiran Abduh diikuti antara lain oleh gerakan sosial dan pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912. Mengenai mazhab, Abduh mengatakan bahwa aliran-aliran pikiran yang berbeda dalam suatu masyarakat adalah biasa. Namun kefanatikan terhadap salah satu aliran atau mazhab itulah yang keliru karena dapat membahayakan persatuan dan kesatuan umat Islam. Karena itu (setelah ia mempelajari aliran-aliran yang ada) ia tidak memberikan penilaian dan kecenderungan kepada salah satu

diantaranya. Semua aliran-aliran pemikiran itu, menurut Abduh-adalah pendapat atau pandangan saja, paham terhadap dasar-dasar ajaran Islam. Dan setiap pendapat atau pemahaman tentang sesuatu, bisa salah bisa juga benar. Karena itu, katanya, tidaklah seyogyanya pengikut suatu mazhab mengklaim aliran pemikiran dalam mazhabnya saja yang mutlak benar. Dengan mengemukakan ini Mohammad Abduh bermaksud hendak menghapuskan dinding pemisah antarmazhab, sekurang-kurangnya mengurangi kalau tidak dapat menghapuskan kefanatikan mazhab sekaligus dan menganjurkan agar umat Isalm yang memenuhi syarat kembali lagi menggali hukum Islam dari sumbernya yang asli, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Muhammad SAW. Dan dengan mengajak seorang muslim membebaskan diri dari kefanatikan mazhab, ia bermaksud pula mengembalikan fungsi akal pikiran ke tempatnya yang benar dan mempergunakannya secara baik untuk memecahkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan manusia pada zamannya. Ia menyerukan kepada umat Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad, berusaha mengkaji dan memecahkan berbagai masalah dalam masyarakat yang terus berkembang. Ia menganjurkan orang berijtihad dan menolak taqlid.[4]

3. Tokoh-Tokoh Muslim pada Masa Modern  MUHAMMAD RASYID RIDHA 1. Biografi Singkat Muhammad Rasyid Ridha Nama lengkap Rasyid Ridha adalah Al-Sayyid Muhammad Rasyid ibn Ridha. Ia dilahirkan pada hari Rabu tanggal 17 Jumadil Ula 1282 H/18 Oktober 1865 M di Qalamun, sebuah desa yang terletak didaerah pantai Laut Tengah, kira-kira tiga mil jauhnya dari kota Tripoli, Libanon. Beliau adalah keturunan Al Husain, cucu Rasulullah. Ayahnya adalah seorang ulama dari ahli Tariqad Syaziliyah. Pendidikannya bermula dimadrasah al-Kitab di Al-Qalamun, di sini beliau mendapat pelajaran menulis, berhitung, dan membaca Al-Quran. Setelah dewasa beliau dikirim oleh ayahnya untuk belajar AlMadrasah Al-Wathaniyah Al-Islamiyah, di bawah asuhab Al-Syekh Husain, dan Ja’far Al-Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami)[5]. Keluarga Rasyid Ridha adalah keluarga terhormat. Ayah dan kakeknya merupakan orang terpandang di masyarat Qalamun. Menurut Rasyid Ridha, ketika masih remaja ia sering melihat para pendeta dan pemuka Kristen Tripoli datang mengunjungi ayahnya di Qalamun, terutama pada hari-hari raya. Ayahnya

menyambut mereka dengan penuh penghormatan sebagaimana ia menyambut para ulama dan penguasa muslim lainnya. 2. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha a. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Keagamaan Menurut Rasyid Ridha, yang mendorongnya untuk melakukan pembaharuan dibidang agama[6] adalah karena adanya kesalah pahaman sebagian besar umat islam terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Kesalah pahaman itu menjadi faktor penyebab kemunduran umat islam dalam berbagai bidang kehidupan. Menurut Rasyid Ridha, kebanyakan cerita tentang Zuhud Rasulullah saw. yang kemudikan dijadikan dalil bagi ajaran-ajaran mereka adalah maudlu’ dan tidak ada dasarnya. Rasyid Ridha juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab kemunduran umat islam adalah berkembangnya paham jabariyah (fatalis). Sebaliknya, diantara faktor kemajuan bangsa Barat adalah membudayannya paham ikhtiyar (dinamis). Ajaran tersebut termuat dalam kata jihad, yang berarti berusaha keras, bersungguhsungguh mencurahkan segenap pikiran, kekuatan, dan kemampuan untuk mencapai kekuatan yang luhur, dan berani berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga untuk mencapai tujuan pertjuangan[7]. Menurut Rasyid Ridha, ijtihad hanya diperlukan untuk hal-hal yang berkenaan dengan mu’amalat dan kemasyarakatan, namun tidak diperlukan lagi untuk hal-hal yang berkenaan dengan ibadah.

b. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Pendidikan Menurut Rasyid Ridha, Islam datang untuk memperbaiki taraf hidup kaum perempuan. Sebab, dengan membaiknya taraf kehidupan perempuan, akan baik pula kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Rasyid Ridha pendidikan perempuan harus didasarkan pada moral agama dan hukumhukum Islam. Selain itu kepada anak-anak gadis kita harus diajarkan bahasa Arab, sejarah umat Islam, ilmu pendidikan, berhitung, cara mengatur rumah tangga, merawat anak, menjaga kebersihan, dan berbagai keterampilan yang dibutuhkan, seperti menjahit, membordir dan memasak[8]. c. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam bidang Politik Menurut Rasyid Ridha, bahwa kemuduran Islam dibidang politik adalah disebabkan perpecahan yang terjadi diantara mereka. Karena itu, jika ingin maju, mereka harus mewujudkan persatuan dan

kesatuan. Semua umat islam harus bersatu dibawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem hukum dan undang-undang. Hukum dan undang-undang tidak akan dapat dijalani tanpa ada kekuasaan pemerintah. Karena itu, kekuasaan umat mengambil bentuk Negara dengan pimpinan seorang khalifah. Khalifah itu harus memenuhi syarat-syarat seorang mujtahid dan tidak boleh bersifat absolut. Untuk dapat melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia harus dibantu oleh para ulama[9].

 MUHAMMAD IQBAL 1. Biografi Singkat Muhammad Iqbal Muhammad Iqbal dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1873 M/ 22 Dzulhijjah 1289 H di Punjab. Leluhurnya berasal dari keluarga kasta Brahmana Kasymir yang telah masuk Islam sekitar 3 abad sebelumnya. Muhammad Iqbal memperoleh pendidikan awalnya di Sialkot, Punjab. Pada mulanya ia dididik ayahnya sendiri bernama Nur Muhammad di rumah. Tetapi, kerena pendidikan di rumah dipandang masih belum cukup, akhirnya ayahnya memasukkan Iqbal ke Kuttab untuk belajar Al-Quran. Setelah itu, Iqbal menempuh pendidikan lanjutan ke Scottish Mission School (SMS)[10]. Berkat dorongan gurunya, Sir Thomas W. Arnold, pada tahun 1905 M, Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa. Setelah menyelesaikan studi dan pengembaraan ilmiahnya di Eropa, akhirnya pada tahun 1908 M, Muhammad Iqbal kembali lagi ke India. Di India ia kembali mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar pada alamamaternya, Government College untuk bidang studi filsafat, sastra Arab dan sastra Inggris. Tetapi, Iqbal hanya bertahan setahun mengajar pada Government College. Selain aktivitas politik, Iqbal juga melakukan safari intelektual dengan memberikan ceramahceramah di Madras, Hiderabad, Aligarh. Kegiatan ini dilakukannya pada tahun 1928 M. Dari berbagai kumpulan makalah seminar, dikumpulkan dan diedit menjadi sebuah buku berjudul “The Reconstruction of Religious Thought in Islam”. Karya ini dipandang sebagai karya terbesar Iqbal dalam bidang filsafat[11]. 2. Pemikiran Pembaharuan Muhammad Iqbal a. Pemikiran Pembaharuan dan Politik Muhammad Iqbal Untuk memajukan umat Islam, khususnya India, Iqbal mengetengahkan beberapa pandangan. Pertama, umat islam harus mengembangkan paham dinamisme Islam. Kedua, umat Islam harus kembali memperhatikan cara berpikir induktif. Lahirnya Islam, menurut Iqbal adalah lahirnya intelek induktif,

kemudian melahirkan metode-metode observasi, penyelidikan dan eksperimen. Ketiga, perlu negara sendiri bagi umat Islam India, terpisah dari negara Hindu[12]. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal diatas mempengaruhi dunia Islam pada umumnya, dan terutama pada usaha pembaharuan Islam di India. Ia menimbulkan paham dinamisme di kalangan umat Islam India, dan menunjukkan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat Islam minoritas di India dapat bertahan hidup dari tekanan luar, seperti terwujudnya Republik Pakistan.

b. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Filsafat Ego Menurut Muhammad Iqbal, khudi atau ego manusia sebagai kesatuan intuitif atau titik kesadaran pencerah yang menerangi pikiran, perasaan dan keinginan manusia, merupakan hal yang diliputi rahasia dan mengorganisasi berbagai kemampuan yang tidk terbatas dalam fitrah manusia. Dengan kata lain, Iqbal menegaskan bahwa khudi itu merupakan ruh dan kodrat esensinya bersifat memimpin. Selanjutnya, Iqbal mengatakan bahwa hanya yang benar-benar wujud yang dapat menyatakan “inilah aku”. Dari penguasaannya terhadap lingkungan (dunia materi), ego manusia mencapai tingkat kehendak bebas[13]. Sebagai gambaran ringkas, kalau cinta memperkuat ego manusia, maka sual (meminta-minta) melemahkannya. Jadi untuk memperkuat egonnya, manusia harus memupuk cinta, yakni kemampuan bertindak asimilatif dan menghindari segala bentuk meminta, yakni tidak bertindak apa pun[14].

 MUSTAFA KEMAL ATTARTURK 1. Biografi Singkat Mustafa Kemal Attartuk Nama asli Kemal Attartuk adalah Mustafa, yang kemudian menjadi Mustafa Kemal Attarturk. Ia dilahirkan di Selonika pada tahun 1881 M[15]. dan berasal dari keluarga taat beragama. Ayahnya bernama Ali Reza, seorang pegawai pada suatu kantor pemerintah. Ibunya bernama Zubeyde seorang wanita yang juga taat beragama. Tampaknya kedua orang tua Kemal menginginkan agar Kemal menjadi orang saleh dan taat beragama, serta menjadi seorang hafidz (penghapal) atau hoja (guru/ustadz).

Mustafa Kemal baru menikah setelah ia berhasil mengapai semua cita-cita yang diinginkannya. Ia menikah dengan Latifa Hanim, puteri Usakizade Muammer, seorang pedagang kaya dari Izmir. Sayang

sekali perkawinan ini, tidak berumur panjang dan berakhir dengan perceraian, karena Mustafa sibuk dengan tugas dan kewajiban sebagai kepala negara Turki yang baru lahir hingga ia meninggal dunia pada tanggal 10 November 1938 M, dalam usia 57 tahun[16].

2. Pemikiran Pembaharuan Mustafa Kemal Attarturk a. Pemikiran Pembaharuan dalam Bidang Politik Sebelum Mustafa Kemal diangkat menjadi Presiden Republik Turki, pada tahun 1920 M dibentuk Majlis Nasional Agung, atas usaha beliau dan teman-temannya, dalam siding di Ankara, yang kemudian menjadi ibu Kota Republik Turki, ia dipilih sebagai ketua serta diambil keputusan-keputusan antara lain sebagai berikut: 1. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki. 2. Majlis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi. 3. Majlis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislative dan badan eksekutif. 4. Majlis Negara yang anggotannya dipilih dari Majlis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah. 5. Ketua Majlis Nasional Agung menangkap jabatan Ketua Majlis Negara. Keputusan itu menunjukkan bahwa konstitusi yang diambil merupakan bentuk baru dan sama sekali berbeda dengan pemikiran elite birokrat tradisional yang kedaulatannya terletak ditangan sultan dan khalifah.juga bentuk Negara baru berdasarkan pada nasionalisme Turki yang mengharuskan diadakannya sekularisasi, dimana pemerintahan harus dipisahkan dari negara.

b. Pemikiran Pembaharuan dalam Bidang Hukum dan Pendidikan Sebagai kelanjutan Sekularisannya, Kemal menghapuskan kementrian Urusan Syari’at yang bertujuan untuk memudahkan usaha Kemal menghilangkan pasal-pasal dalam konstitusi 1921 M yang menyatakan bahwa Islam sebagai agama Negara yang semula dibentuk sebagai pengganti Biro Syaikh AlIslam. Dalam bidang pendidikan[17], langkah pembaharuan yang dilakukan Kemal mengeluarkan dan memberlakukan dekrit 7 pebruari 1924 M, yang melepaskan semua unsur keagamaan dari sekolahsekolah asing.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan Kemal tidak bertujuan menghilangkan agama dari kehidupan masyarakat Turki, akan tetapi hnya menghilangkan unsur-unsur agama dari konstitusi dan struktur pemerintahan.

c. Pemikiran Pembaharuan dalam Bidang Peradaban dan Ekonomi Dalam bidang peradaban, pada tahun 1925 M dilarangnya pemakaian terbus (peci) dan diganti dengan topibarat. Pakaian keagamaan dilarang dan rakyat Turki diharuskan mengenakan pakaian Barat baik pria maupun wanita. Dalam bidang ekonomi, Kemal membatasi diri untuk bekerja sama dengan Barat dalam bidang ekonomi. Ia tidak menginginkan negerinya dikuasai oleh pemerintahan sultan.  ALI ABDUR RAZIQ Biografi Singkat Ali Abdur Raziq Nama lengkapnya adalah Syekh Ali Abd Al-Raziq salah satu seorang keluarga yang terkenal yang berdiam di as-Sa’id yang termasuk diwilayah Al-Mania, suatu keluarga hartawan dengan tanah-tanah pertanian yang luas (kelurga feudal) ayahnya yang bernama Hasan Pasha atau Abdul Raziq Pasha Sr, adalah seorang pembesar yang terpandang di daerah pinggiran dan Ali Abd Raziq lahir di pedalaman propinsi Menia pada tahun 1888, ia keluarga feudal yang aktif dalam kegiatan politik[18]. Pendidikan Ali Abd Raziq menganut pendidikan Abduh meskipun ia tidak sempat belajar banyak secara langsung darinnya, oleh karena pada Abduh wafat pada tahun 1905, saat itu Ali baru berusia 17 tahun. 4. Karakteristik Hukum Islam pada Masa Modern[19] a. Ijmali (Universalistik) b.Tafshili (Partikularitas) c. Harakah (Elastisitas) d. Akhlak (Etistik) e. Tahsini (Estetik)

[1] Tim Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Modul Hikmah Sejarah Keudayaan Islam,Sragen: Akik

Pusaka,t.th.,hlm.2. [2] Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Depok: Gramata

Publishing,2010).hlm.155. [3] Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Jakarta: Gramata Publishing, 2010)

hlm. 155-157. [4] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)hlm. 197-201. [5] Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah, (Semarang:PT Karya Toha Putra,1987)hlm. 140. [6] Ibid.hlm.145. [7] Ibid.hlm.147. [8] Ibid.hlm.149. [9] Ibid.hlm.151. [10] Ibid.hlm.176. [11] Ibid.hlm.178. [12] Ibid.hlm.180-181. [13] Ibid.hlm.186. [14] Ibid.hlm.188. [15] Ibid.hlm160. [16] Ibid.hlm.162-163. [17] Ibid.hlm.171. [18] Chans-Home. Blogspot.com/2012/03/sejarah dan pemikiran Ali abd Raziq.pm.10:37. [19]Rasyid Rizani, konsultasi-hukum-online.com/2013/06.t.pm.

Komentar

1. Ulama pewaris ambiya23 April 2017 12.00

Kesimpulan dan daftar pustakanya kok gak ada Balas Muat yang lain... Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini Resensi buku akhlak tasawuf karya Dr. Jamil M.A. April 27, 2016

RESENSI BUKU AKHLAK TASAWUF Karya: Dr. H. Jamil M.A.

Baca selengkapnya

makalah Semester 1 : Tradisi dan Budaya Menurut Pandangan NU April 11, 2016

“Tradisi dan Budaya Menurut Pandangan NU” MAKALAH TUGAS INDIVIDU Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama 2 (ASWAJA) Dosen Pengampu: Wahidullah, S.H.I.,M.H. Disusun oleh : Nailus Syarifah (141410000406)

FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDHLATUL ULAMA’ ( UNISNU ) JEPARA 2014

KATA PENGATAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, serta Shalawat dan salam kita panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad saw., karena atas hidayah-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. makalah ini kami sampaikan kepada Pembina mata kuliah Agama 2 (Aswaja) yang dibina oleh bapak Wahidullah, S.H.I, M.H. Baca selengkapnya

Hadits Ahkam Pembagian Warisan Oktober 31, 2016

Hadits Ahkam Pembagian Warisan

Baca selengkapnya Diberdayakan oleh Blogger Gambar tema oleh badins

Nailus Syarifah Aku wanita desa yang ingin bahagia, mendapatkan hal yang sama dengan wanita kota tanpa melanggar norma agama. Kunjungi profil

Arsip Label Laporkan Penyalahgunaan http://www.nailuszaman.com

Related Documents


More Documents from "Mulyanti HM"

Lampiran Pencairan 9.docx
November 2019 19
Tasyri Fikri.docx
November 2019 5
5. Surat Lamaran.pdf
December 2019 57
Bab 2 Djembatan.docx
April 2020 47