Taraf Kesukaran, Daya Beda, Efektivitas Pengecoh

  • Uploaded by: krisna
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Taraf Kesukaran, Daya Beda, Efektivitas Pengecoh as PDF for free.

More details

  • Words: 6,692
  • Pages: 34
EVALUASI PENDIDIKAN MATEMATIKA TARAF KESUKARAN, DAYA BEDA, DAN EFEKTIVITAS PENGECOH

Oleh: Ni Luh Putu Diani Nariyanti

(1823011005)

Putu Mahendra Adi

(1823011020)

I Dewa Made Krisna Yasa

(1823011021)

Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2019

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak Beliau maka makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Melalui kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada : 1. Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd selaku do sen pengampu mata kuliah Evaluasi Pendidikan Matematika 2. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika tahun akademik 2018/2019, yang telah memberikan banyak informasi terkait penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mohon saran-saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tugas ini, sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih sempurna. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

Denpasar, Maret 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2 1.3 Tujuan .................................................................................................. 2 1.4 Manfaat ................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3 2.1 Taraf Kesukaran ................................................................................... 3 2.1.1. Pengertian Taraf Kesukaran ........................................................ 3 2.1.2. Tehnik Analisis Taraf Kesukaran ................................................ 5 2.1.3. Kriteria Penafsiran Taraf Kesukaran ........................................... 8 2.2 Daya Beda ............................................................................................ 8 2.2.1 Pengertian Daya Pembeda.......................................................... 8 2.2.2 Daya Pembeda Butir Soal Uraian ............................................. 12 2.2.3 Daya Pembeda Butir Soal Pilihan Ganda ................................. 14 2.2.4 Tindak Lanjut Terhadap Butir Soal Setelah Analisis Daya Beda25 2.3 Efektifitas Pengecoh ........................................................................... 26 2.3.1 Pengecoh (Distraktor) .............................................................. 26 2.3.2 Cara Menentukan dan Menghitung Efektitifas Pengecoh.......... 27 BAB III PENUTUP ........................................................................................ 29 3.1 Simpulan ............................................................................................ 30 3.2 Saran .................................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1

LATAR BELAKANG Evaluasi merupakan salah satu komponen komponen penting dalam

pembelajaran. Melalui kegiatan evaluasi, guru akan dapat mengetahui tentang informasi perkembangan siswanya diantaranya tingkat pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi belajar, kekuatan, kelemahan siswa dalam belajar, serta kekuatan-kelemahan guru dalam proses pembelajaran yang dikembangkan. Walaupun evaluasi dianggap penting dan sudah merupakan pekerjaan rutin guru, namun dalam kenyataan sehari-hari di lapangan sistem evaluasi dalam pembelajaran bukan berarti tanpa persoalan. Berdasar pengamatan sepintas di lapangan, beberapa persoalan tersebut paling tidak berkaitan dengan pemahaman konsep dasar evaluasi, pelaksanaan dan pemanfaatannya, serta evaluasi program pengajaran. Dalam melakukan evaluasi, diperlukan alat yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya (muridnya, siswa, mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butirbutir soal (=item, tes). Dalam aplikasinya mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai. Alat yang digunakan untuk mengukur tersebut harus bermutu sehingga dapat digunakan untuk mengukur sesuai tujuan yang hendak dicapai. Oleh sebab itu alat (tes) tersebut perlu memiliki parameter item tes yang baik agar menjadi tes yang bermutu sehingga akan mampu memberikan informasi yang setepattepatnya. Analisis butir soal

cara. Karakteristik item tes meliputi tingkat

kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh. Tingkat kesukaran soal dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesulitan soal, apakah soal tesebut tergolong mudah atau sukar. Sedangkan daya pembeda soal digunakan untuk membedakan kelompok yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah.

1

1.2

RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah antara lain

sebagai berikut ini: a.

Apa pengertian taraf kesukaran?

b.

Bagaimana tehnik analisis taraf kesukaran?

c.

Apa kriteria penafsiran taraf kesukaran?

d.

Apa pengertian daya pembeda?

e.

Bagaimana menghitung daya beda butir soal uraian?

f.

Bagaimana menghitung daya beda butir soal pilihan ganda?

g.

Bagaimana tindak lanjut terhadap butir soal setelah analisis daya beda?

h.

Apa pengertian efektifitas pengecoh?

i.

Bagaimana cara menentukan dan menghitung efektitifas pengecoh?

1.3

TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini disesuaikan dengan rumusan masalah yang

dijabarkan di atas antara lain : a.

Untuk mengetahui pengertian taraf kesukaran

b.

Untuk mengetahui cara tehnik analisis taraf kesukaran

c.

Untuk mengetahui kriteria penafsiran taraf kesukaran

d.

Untuk mengetahui pengertian daya beda

e.

Untuk mengetahui cara menghitung daya beda butir soal uraian

f.

Untuk mengetahui cara menghitung daya beda butir soal pilihan ganda

g.

Untuk mengetahui tindak lanjut terhadap butir soal setelah analisis daya beda

h.

Untuk mengetahui pengertian efektifitas pengecoh

i.

Untuk mengetahui cara menentukan dan menghitung efektifitas pengecoh

1.4

MANFAAT PENULISAN Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca

maupun penulis untuk memperluas pengetahuan di dalam proses analisis tes dan sebagai referensi di dalam penulisan makalah selanjutnya.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 TARAF KESUKARAN 2.1.1. Pengertian Taraf Kesukaran Taraf kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal. (Arikunto, 1999: 207). Selain itu juga taraf kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Menurut Allen dan Yen (1979:120) dalam buku yang dikutip oleh Suwarto, “the item difficulty for item i, p is defined as the proportion of examinees who get that item correct.” Artinya taraf kesukaran tes didefinisikan sebagai proporsi peserta yang menjawab butir itu dengan benar. Apabila butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar, berati butir tes tersebut sangat sukar. Perhitungan analisis taraf kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Suatu soal tes hendaknya tidak terlau sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2012). Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik disamping memenuhi validitas dan reabilitas, adalah adanya keseimbangan dari taraf kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Jika suatu soal memiliki taraf kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Taraf kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut pandang guru sebagai pembuat soal Persoalan yang penting dalam melakukan analisis taraf kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah keseimbangan, yaitu jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya, soal mudah,

3

sedang, dan sukar jumlahnya seimbang. Misalnya perbandingan antara soal mudah, sedang, dan sukar dapat dibuat, 30% kategori mudah, 40% kategori sedang, dan 30% kategori sukar. Kedua, menentukan kriteria soal, yaitu ukuran untuk menentukan apakah soal tersebut termasuk mudah, sedang, atau sukar. Dalam menentukan kriteria ini digunakan judgment (keputusan) dari guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sudjana, 2014). Oleh karena itu, dalam menyusun soal guru harus memperhatikan kualitas soal yang akan diberikan kepada peserta didiknya. Fungsi taraf kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki taraf kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki taraf kesukaran tinggi/sukar,dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki taraf kesukaran rendah/mudah. Taraf kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Kusaeri & Suprananto, 2012). Kegunaannya bagi guru adalah: a. sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka b. memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang biasa. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: a. pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang b. tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah c. memberi masukan kepada siswa d. tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang biasa e. merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.. Taraf kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut.

4

a. pengecoh butir soal itu tidak berfungsi. b. sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan. Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. a. butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban. b. butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar c. materi

yang

ditanyakan

belum

diajarkan

atau

belum

tuntas

pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai. d. materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda). e. pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang. Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa taraf kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat.

2.1.2 Teknik Analisis Taraf Kesukaran Soal Menurut Zainal Arifin (2012), dalam menganalisis tingkat kesukaran soal dibedakan menjadi dua jenis soal, yaitu: 1. Soal Bentuk Objektif Langkah-langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu sebelum menghitung tingkat kesukaran soal sebagai berikut. a. menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. b. mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang disebut dengan kelompok atas (higher group), dan 27% lembar jawaban dari bawah yang disebut kelompok bawah (lower group). Sisanya sebanyak 46% disisihkan. c. membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik, baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah. Jika jawaban peserta didik benar diberi angka 1, jika jawaban peserta didik salah diberi angka 0.

5

Untuk menghitung taraf kesukaran soal bentuk objektif dapat digunakan dengan rumus berikut (Arifin, 2012). TK =

Rumus 1

Keterangan: WL = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah WH = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok atas nL = jumlah kelompok bawah nH = jumlah kelompok atas Contoh Soal: 36 peserta didik SMP mengikuti Ujian Akhir Semester dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Umum. Berdasarkan hasil ujian tersebut kemudian disusun lembar jawaban peserta didik dari yang mendapat skor tertinggi sampai dengan skor terendah. Selanjutnya, diambil 27% dari skor tertinggi yaitu 27% x 36 peserta didik = 9,72 = 10 peserta didik (dibulatkan) dan 27% dari skor terendah yaitu 27% x 36 peserta didik = 9,72 = 10 peserta didik (dibulatkan). Setelah diketahui jumlah sampel kelompok atas dan kelompok bawah, kemudian membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik dalam kelompok tersebut. Tabel 1.1 Jawaban Benar-Salah dari Kelompok Atas No. Soal Peserta Didik Ulwi Umi Kamal Nadia Alfa Ulum Utari Aslih Nafis Darin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 1 1 0 1 1 0 0 0 1

1 1 1 1 1 1 0 0 1 1

1 1 1 1 0 1 0 0 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 0 1

1 0 1 1 1 1 0 1 0 1

1 1 1 1 1 1 1 0 0 1

1 1 1 0 1 1 1 0 0 1

1 1 1 1 1 1 0 0 0 0

0 1 1 0 0 1 0 1 1 1

1 1 0 1 1 1 0 0 1 1

Tabel 1.2 Jawaban Benar-Salah dari Kelompok Bawah No. Soal Peserta Didik Rahayu Eko Laila Ulfa

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 0 1 0

1 0 0 0

1 1 0 1

1 0 0 0

1 0 1 0

1 0 1 0

1 1 0 1

0 1 1 1

1 1 0 1

0 0 1 0

6

Arin Zuhriyah Ali Riza Anis Atania

0 1 1 0 0 0

1 1 1 0 0 0

0 1 0 0 0 0

0 1 0 1 0 1

1 1 0 0 0 0

1 1 1 1 0 1

0 1 0 0 1 0

1 0 0 1 0 1

1 0 0 1 0 0

1 1 0 0 1 1

Jadi, dapat dihitung tingkat kesukaran setiap soal menggunakan rumus 1 sebagai berikut 1.

TK =

6.

TK =

2.

TK =

7.

TK =

3.

TK =

8.

TK =

4.

TK =

9.

TK =

5.

TK =

10.

TK =

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat diketahui klasifikasi taraf kesukaran soal yang didasarkan pada kriteria penafsiran taraf kesukaran soal pada pembahasan sebelumnya. Tabel 1.3 Klasifikasi Soal Berdasarkan Proporsi Tingkat Kesukarannya Tingkat Kesukaran Soal

Nomor Soal

Jumlah

Mudah P 27%

6

1 (10%)

Sedang P 28-72%

1,2,3,4,5,7,8,9,10

9 (90%)

Sukar P 73%

0

0

. Untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, sebaiknya proporsi antara taraf kesukaran soal tersebar secara normal. Penyusunan suatu soal dilakukan dengan mempertimbangkan taraf kesukaran soal, sehingga hasil yang dicapai peserta didik dapat menggambarkan prestasi yang sesungguhnya. Perhitungan proporsi antara tingkat kesukaran dapat diatur sebagai berikut. 1. Soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal mudah 25%, atau 2. Soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal mudah 20%, atau 3. Soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal mudah 15%.

7

2. Soal Bentuk Uraian Cara menghitung taraf kesukaran untuk soal bentuk uraian adalah menghitung beberapa persen peserta didik yang gagal menjawab benar atau ada dibawah batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap soal (Arifin, 2012). Mean

Tingkat kesukaran =

skor maksimum yang ditetapkan Contoh Soal: 33 orang peserta didik di tes dengan lima soal bentuk uraian. Skor maksimum ditentukan 10 dan skor minimum 0. Jumlah peserta didik yang memperoleh nilai 0-5 = 10 orang (berarti gagal), nilai 6 = 12 orang, dan nilai 7-10 = 11 orang. Jadi, taraf kesukaran (TK) = Taraf kesukaran 30,3 berada di antara 28 dan 72, berarti soal tersebut termasuk sedang. Catatan: batas lulus ideal = 6 (skala 0-10). 2.1.3 Kriteria Penafsiran Taraf Kesukaran Soal Untuk menafsirkan taraf kesukaran soalnya dapat digunakan kriteria sebagai berikut (Arifin, 2012) 1. Jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27% termasuk mudah. 2. Jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28% sampai dengan 72% termasuk sedang. 3. Jika jumlah peserta didik yang gagal 73% ke atas termasuk sukar. 2.2

DAYA BEDA

Menganalisis daya pembeda butir soal merupakan salah satu hal yang dilakukan terkait dengan analisis butir soal. Berikut ini dijelaskan mengenai daya pembeda soal yang meliputi pengertian daya pembeda, menentuka daya pembeda butir soal uraian dan menentukan daya pembeda butir soal pilihan ganda. 2.2.1 Pengertian Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pintar (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada 8

indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas. Angka yang menunjukkan besarnya daya beda disebut Indeks Diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Akan tetapi pada indeks diskriminasi ini mengenal/ ada tanda negatif (-) yakni -1,0 ------------0,0----------1,0 (semakin ke kanan soal semakin baik, semakin ke kiri maka soal semakin jelek, sebab semakin ke kanan siswa yang pandai semakin sulit/tidak bisa menjawab dan sebaliknya siswa yang kurang pintar (kiri) bisa menjawab dengan asal-asalan). Butir soal tes yang baik juga harus dapat menunjukan daya pembedanya. Sebagaimana penuturan Arikunto di atas, “daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang (berkemampuan Menurut Anastasi dan Urbina dalam Purwanto, daya beda rendah berhubungan dengan derajad kemampuan butir membedakan dengan baik prilaku pengambil tes dalam tes yang dikembangkan. Soal dapat dikatakan mempunyai daya pembeda jika soal tersebut dapat dijawab oleh siswa berkemampuan tinggi dan tidak dapat dijawab oleh siswa berkemampuan rendah. Jika suatu soal dapat dijawab oleh siswa pintar maupun kurang, berarti soal tersebut tidak mempunyai daya beda, demikian juga jika soal tersebut tidak dapat dijawab oleh siswa pintar dan siswa kurang, berarti soal tersebut tidak baik sebab tidak mempunyai daya pembeda. Ada butir soal yang memiliki ciri-ciri dapat dijawab dengan betul oleh kebanyakan responden berkemampuan tinggi, tidak dapat dijawab dengan betul oleh kebanyakan responden dengan kemampuan rendah. Butir soal yang demikian memiliki daya untuk membedakan responden berdasarkan kemampuan mereka. Dan butir soal yang demikian memiliki parameter yang disebut sebagai daya pembeda. Seperti yang telah dipaparkan daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang berkemampuan rendah. Karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut, sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya, tidak buruk semua. Juga tidak sebagian besar baik atau sebaliknya sebagian besar buruk, tetapi haruslah berdistribusi normal. Siswa

9

yang mendapat nilai baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, namun bagian terbesar berada pada hasil yang cukup. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini. 1.

Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.

2.

Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti berikut ini. a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat. b) Butir soal itu memiliki dua atau lebih kunci jawaban yang benar c) Kompetensi yang diukur tidak jelas d) Pengecoh tidak berfungsi e) Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya. Daya pembeda suatu butir soal dapat diketahui dengan cara melihat besar

kecilnya nilai indeks diskriminasi item. Indeks diskriminasi (DP) pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian testee ke dalam dua kelompok yakni kelompok atas (the higher group) adalah kelompok testee yang tergolong memiliki kemampuan tinggi dan kelompok bawah (the lower group) yaitu kelompok testee yang tergolong memiliki kemampuan rendah. Adapun cara untuk menentukan dua kelompok tersebut biasanya bervariasi, misalnya dapat menggunakan median sehingga pembagian menjadi dua kelompok terdiri atas 50% testee kelompok atas dan 50% testee kelompok bawah; dapat juga dengan hanya mengambil 20% dari testee yang termasuk dalam kelompok atas dan 20% lainnya diambil dari testee yang termasuk dalam kelompok bawah; dapat juga menggunakan angka presentase lainnya. Namun pada umumnya para pakar di bidang evaluasi pendidikan lebih banyak menggunakan presentase sebesar 27%

10

dari testee dalam kelompok atas dan 27% lainnya diambil dari testee kelompok bawah telah menunjukkan kesensitifannya atau dengan kata lain cukup dapat diandalkan. Nilai dari indeks diskriminasi berkisar antara -1.00 sampai +1,00. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa dengan kemampuan tinggi maupun siswa dengan kemampuan rendah, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Nilai indeks diskriminasi terbesar adalah 1,00. Indeks diskriminasi ini tercapai jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab dengan salah. Namun sebaliknya, jika seluruh kelompok atas menjawab soal dengan salah, dan seluruh kelompok bawah menjawab soal dengan benar maka indeks diskriminasi akan memiliki nilai -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali. Berdasarkan pada hal tersebut, berikut ini diberikan tabel yang merupakan patokan untuk nilai indeks diskriminasi yang pada umumnya digunakan untuk menentukan suatu butir soal memiliki daya pembeda yang baik atau tidak.

Tabel 2.1. Interpretasi Nilai Indeks Diskriminasi Besarnya Nilai Indeks Diskriminasi (DP)

Klasifikasi

Interpelasi

Kurang dari 0,20

Poor

Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek) dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik. Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang).

0,20 ≤ DP < 0,40

Satisfactory

0,40 ≤ DP < 0,70

Good

Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.

0,70 ≤ DP < 1,00

Excellent

Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik 11

Besarnya Nilai Indeks Diskriminasi (DP)

Klasifikasi

Interpelasi

sekali. Bertanda negatif

-

Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali).

2.2.2 Daya Pembeda Butir Soal Uraian Dalam menentukan daya pembeda hal pertama yang dilakukan adalah menentuka siswa yang termasuk kelompok atas dan siswa yang termasuk kelompok bawah. Dalam menentukan kelompok atas dan kelompok bawah antara lain dapat dilakukan dengan cara menggunakan median sehingga pembagian menjadi dua kelompok terdiri atas 50% testee kelompok atas dan 50% testee kelompok bawah; dapat juga dengan hanya mengambil 20% dari testee yang termasuk dalam kelompok atas dan 20% lainnya diambil dari testee yang termasuk dalam kelompok bawah; dapat juga menggunakan angka presentase lainnya. Untuk menentukan nilai indeks diskriminasi pada butir soal uraian dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan: ΣH : Jumlah skor kelompok Atas ΣL : Jumlah Skor kelompok bawah N : Jumlah peserta tes (testee) pada kelompok atas atau bawah Scoremax : skor tertinggi butir soal Scoremin : skor terendah butir soal Dalam menghitung nilai indeks diskriminasi (daya pembeda) dapat pula digunakan rumus berikut ini. DP =

Mean kelompok atas - Mean kelompok bawah Skor maksimum soal (Kusaeri,2012:176)

12

Berikut ini merupakan contoh menentukan daya pembeda butir soal uraian Contoh 3. Menentukan daya pembeda butir soal uraian. Diketahui 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang matematika yang tertuang dalam bentuk soal uraian. Dalam tes tersebut dikeluarkan 4 butir soal dengan skor maksimal untuk masing-masing butir soal adalah 25. Hasil tes matematika siswa dituangkan pada tabel 5. Tabel 2. Hasil Tes Matematika Siswa Nomor Soal 1

2

3

4

siswa (skor maks 25) (skor maks 25) (skor maks 25) (skor maks 25) A B C D E ΣU F G

kel. Atas

kel . Bawah

25 25 25 25 20 25 25

25 23 20 22 15 105 15 20

H

25

I J ΣL ΣU+ΣL Mean

120

22 20 19 15 19 95

15 10 10 8 7 50

15 10

4 5

22

7

7

25 20 120

23 21 60

18 10 70

4 0 20

240 24

165 16.5

165 16.5

70 7

Berdasarkan data pada tabel di atas akan dicari indeks diskriminasi (daya beda) butir soal dapat dihitung menggunakan rumus pertama di atas. Setelah melakukan perihitungan untuk soal nomor 4, diperoleh daya pembeda sebesar 0,4 yang menunjukkan bahwa soal nomor 4 sudah memiliki daya pembeda yang baik. Dengan menggunakan rumus kedua juga diperoleh hasilnya 0,4

13

Dengan menggunakan rumus yang kedua diperoleh pula besarnya nilai daya pembeda adalah 0,4 yang menunjukkan bahwa soal tersebut telah memiliki daya pembeda yang baik.

2.2.3 Daya Pembeda Butir Soal Pilihan Ganda Untuk mengetahui besar kecilnya indeks diskriminasi butir soal uraian dapat digunakan dua macam rumus berikut ini. a. Rumus Pertama Dalam menentukan daya pembeda suatu butir soal pilihan ganda dapat dihitung dengan menggunakan persaman:

DP

BA

BB

P

P A

J

B

(Arikunto, 2005: 213).

J A

B

Dengan DP

: merupakan indeks daya pembeda

BA

: banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB

: banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar,

JA

: banyaknya peserta tes kelompok atas

JB

: banyaknya peserta tes kelompok bawah.

PA

: proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

PB

: proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.

Berikut ini merupakan contoh penggunaan rumus pertama untuk menentukan daya pembeda butir soal pilihan ganda .

14

Contoh 4. Menentukan indeks diskriminasi suatu butir soal dengan menggunakan

Diketahui 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang matematika yang tertuang dalam bentuk pilihan ganda. Dalam tes tersebut dikeluarkan 10 butir soal dengan catatan bahwa untuk setiap butir item yang dijawab betul diberi bobot 1 sedangkan untuk setiap butir item yang dijawab salah diberi bobot 0. Setelah tes hasil belajar tersebut berakhir dan dilakukan pengoreksian serta diberi skor, maka dari tes tersebut diperoleh data mengenai skor jawaban item sebagaimana tertera pada Tabel 6. Tabel 3. Hasil Tes Matematika Tipe Objektif Nomor Soal Total No. Subjek 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1.

A

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

10

2.

B

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1

9

3.

C

1

1

1

1

1

0

1

1

0

0

7

4.

D

1

1

1

0

1

0

1

1

0

1

7

15

5.

E

1

1

1

1

0 1

0

0

1

1

7

6.

F

1

0

1

1

0 1

1

0

0

0

5

7.

G

1

1

1

1

0

1

0

0

1

0

6

8.

H

1

1

0

1

0

0

0

0

0

1

4

9.

I

1

1

0

0

0

1

0

0

0

1

4

10.

J

1

1

0

0

0

1

0

0

0

0

3

10

9

7

7

4

7

4

4

4

6

62

10

9

7

7

4

7

4

4

4

6

430

Jumlah Jumlah Kuadrat

Pada tabel tersebut skor total untuk setiap siswa telah diurutkan dari skor tertinggi ke skor terendah. Langkah pertama : karena terdiri dari 10 subjek, maka data ini termasuk ke dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, masing-masing 50% dari populasi yaitu 5 subjek untuk kelompok atas dan 5 subjek untuk kelompok bawah, maka keadaannya adalah sebagai berikut: Tabel 4. Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Kelompok Atas Subjek A

Skor 10

16

Kelompok Bawah Subjek

Skor

F

5

B

9

G

6

C

7

H

4

D

7

I

4

E

7

J

3

JA = 5

JB = 5

Langkah kedua, dilakukan pemberian kode-kode terhadap hasil pengelompokan testee atas dua kategori tersebut di atas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Skor 1 yang berada pada tanda kurung merupakan skor jawaban betul yang dimiliki oleh kelompok kelas atas, sedangkan skor 1 yang tidak dibubuhi oleh tanda kurung merupakan jawaban betul dari kelompok bawah. Tabel 5. Pengkodean hasil pengelompokkan testee Nomor Soal

Ket. Total

Subjek 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

A

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

10

Atas

B

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1

9

Atas

C

1

1

1

1

1

0

1

1

0

0

7

Atas

D

1

1

1

0

1

0

1

1

0

1

7

Atas

E

1

1

1

1

0 1

0

0

1

1

7

Atas

17

F

1

0

1

1

0 1

1

0

0

0

5

Bawah

G

1

1

1

1

0

1

0

0

1

0

6

Bawah

H

1

1

0

1

0

0

0

0

0

1

4

Bawah

I

1

1

0

0

0

1

0

0

0

1

4

Bawah

J

1 1

0

0

0

1

0

0

0

0

3

Jumlah

10 9

7

7

4

7

5

4

4

6

62

10 9

7

7

7

7

5

4

4

6

430

Bawah

Jumlah Kuadrat

Langkah ketiga, mencari atau menghitung BA, BB, PA, PB dan DP untuk 12 butir soal di atas. Untuk mencari DP digunakan rumus

Untuk hal ini, perhatikanlah dengan cermat skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh kelompok atas dan skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh kelompok bawah. Setelah memperoleh nilai DP kita dapat mengetahui bagaiman daya pembeda suatu butir soal dengan cara mengintrepretasikan besar kecilnya nilai indeks diskriminan, sesuai dengan Tabel 6. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9.

18

Tabel 6. Intrepretasi daya pembeda butir soal pilihan ganda Nomor Butir Soal

BA

BB

JA

JB

BA/JA BB/JB

DP

Intrepretasi

1

5

5

5

5

1,00

1,00

0,00

Poor

2

5

4

5

5

1,00

0,80

0,20

Satisfactory

3

5

2

5

5

1,00

0,40

0,60

Good

4

4

3

5

5

0,80

0,60

0,20

Satisfactory

5

5

0

5

5

1,00

0,00

1,00

Excellent

6

2

4

5

5

0,40

0,80

0,40

Good

7

4

1

5

5

0,80

0,20

0,60

Good

8

4

0

5

5

0,80

0,00

0,80

Excellent

9

3

1

5

5

0,60

0,20

0,40

Good

10

4

2

5

5

0,80

0,40

0,40

Good

Bertitik tolak dari hasil di atas sebanyak 9 butir soal dari 10 butir soal yang ada telah memiliki daya pembeda yang memadai, sedangkan 1 soal belum memiliki daya pembeda seperti yang diharapkan.

19

b. Rumus Kedua (Korelasi Phi) Dengan rumus kedua ini maka angka indeks diskriminasi item diperoleh menggunakan teknik korelasi Phi (ø) dengan rumus sebagai berikut:

PH

PL 2 pq

(Sudijono, 1996: 390-391) dimana : ø:

angka indeks korelasi Phi, yang pada hal ini dianggap sebagai angka indeks diskriminasi item.

PH :

proportion of the higher group

PL :

proportion of the lower group

2 :

bilangan konstanta

p :

proporsi seluruh testee yang jawabannya betul

q :

proporsi seluruh testee yang jawabannya salah, dimana q = (1-p). Berikut ini merupakan contoh bagaimana cara mencari angka indeks

diskriminasi item dengan menggunakan kedua rumus di atas.

Contoh 3. Menentukan nilai DP dengan rumus teknik korelasi Phi. Masih dengan menggunakan data yang sama seperti pada contoh 2, kita akan menentukan nilai DP dengan menggunakan rumus korelasi Phi yakni

P P H

L

. Dalam menentukan nilai phi kita harus memperhatikan bahwa

2 pq

20

nilai PH = PA = BA/JA , sedangkan nilai PL = PB = BB/JB, kemudian kita juga harus menentukan nilai p dan q. Analisis untuk menentukan indeks diskriminasi dengan menggunakan korelasi phi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Daya Pembeda berdasarkan korelasi Phi Nomor 1 2

3

4

A

(1) (1)

(1)

B

(1) (1)

C

5

6

7

(1) (1)

(1)

(1)

(1) (1)

8

9

10

(1) (1)

(1)

(1)

10

Atas

0

(1) (1)

(1)

(1)

9

Atas Atas

1

1

1

1

1

0

1

1

0

0

7

1

1

1

0

1

0

1

1

0

1

7

1

1

1

1

0

1

0

0

1

1

7

F

1

0

1

1

0

1

1

0

0

0

5

Bawah

G

1

1

1

1

0

1

0

0

1

0

6

Bawah

H

1

1

0

1

0

0

0

0

0

1

4

Bawah

I

1

1

0

0

0

1

0

0

0

1

4

Bawah

1 0

1

0

0

1

0

0

0

0

3

10 9

7

7

4

7

5

4

4

6

62

D E

J Jumlah BA

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

BB

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

JA

21

Atas Atas

Bawah

JB

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

PH

1,0 1,0

1,0

0,8 1,0 0,4

0,8 0,8 0,6

0,8

PL

1,0 0,8

0,4

0,6 0,0 0,8

0,2 0,0 0,2

0,4

p

1,0 0,9

0,7

0,7 0,4 0,7

0,5 0,4 0,4

0,6

q

0,0 0,1

0,3

0,3 0,6 0,3

0,5 0,6 0,6

0,4

Adapun besarnya nilai phi ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi daya pembeda soal berdasarkan korelasi phi Nomor PH

PL

P

Q

1

1,00

1,00

1,00

0,00

-

Poor

2

1,00

0,80

0,90

0,10

0,34

Satisfactory

3

1,00

0,40

0,70

0,30

0,65

Good

4

0,80

0,60

0,70

0,30

0,21

Satisfactory

5

1,00

0,00

0,40

0,60

1,0

Excellent

6

0,40

0,80

0,70

0,30

0,43

Good

7

0,80

0,20

0,50

0,50

0,6

Good

8

0,80

0,00

0,40

0,60

0,81

Excellent

9

0,60

0,20

0,40

0,60

0,40

Good

10

0,80

0,40

0,60

0,40

0,40

Good

22

Phi

Klasifikasi

Dengan menggunakan teknik korelasi phi, ternyata angka indeks diskriminasi

itemnya

sedikit

berbeda

dengan

angka

indeks

diskriminasi item yang dihitung dengan menggunakan rumus pertama. Hal ini memang dapat dipahami sebab menurut para ahli di bidang evaluasi pendidikan angka indeks diskriminasi item yang diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phi itu sifatnya lebih teliti. c. Rumus Ketiga ( Korelasi Point Biserial ) Dalam menentukan indeks diskriminasi ada kalanya kita akandipertemukan pada suatu keadaan dimana jumlah testee yang menjawab butir soal yang diberikan cukup besar (100 orang atau lebih). Daya pembeda butir soal tersebut cukup dihitung berdasarkan 27% testee kelompok atas dan 27% dari kelompok bawah. Sementara testee yang terletak diantara kedua ujung ekstrem itu tidak perlu diikutsertakan dalam perhitungan analisis. Secara ringkas ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

Gambar 5. Pembagian Testee menjadi Kelompok Atas dan Kelompok Bawah

23

Jika kita bekerja secara cermat, perhitungan daya pembeda dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai sampel, mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah karena cara ini tidak melibatkan kelompok tengah (middle group) sebanyak 46%. Tidak dilibatkannya kelompok tengah setidaknya akan mencemari hasil analisis (bias). Untuk mengatasi kelemahan itu, beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan

teknik

korelasi

biserial

titik

(point

biserial

correlation). Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir soal tes pilihan ganda dengan teknik tersebut adalah:

2.2.4 Tindak Lanjut Terhadap Butir Soal Setelah Analisis Daya Beda Akhirnya sebagai tindak lanjut hasil penganalisaan mengenai daya pembeda item tes hasil belajar adalah: a.

Butir-butir item yang sudah memiliki daya pembeda item yang baik (satisfactory, good, excellent) hendaknya dimasukkan dalam buku bank soal tes hasil belajar. Butir-butir item tersebut pada tes hasil belajar yang akan datang dapat dikeluarkan lagi, karena kualitasnya sudah cukup memadai.

b.

Butir-butir item yang daya pembedanya masih rendah (poor), ada dua kemungkinan tindak lanjut, yaitu:

24

1. Ditelusuri untuk selanjutnya diperbaiki, dan setelah diperbaiki dapat diajukan lagi dalam tes hasil belajar yang akan datang; kelak item tersebut dianalisis lagi apakah daya pembedanya meningkat ataukah tidak. 2. Dibuang (didrop) dan untuk tes hasil belajar yang akan datang butir item tersebut tidak akan dikeluarkan lagi. Khusus butir-butir item yang angka indek diskriminasi itemnya bertanda negatif, sebaiknya pada tes hasil belajar yang akan datang tidak usah dikeluarkan lagi., sebab butir item yang demikian itu kualitasnya sangat jelek.

2.3.Efektivitas Pengecoh 2.3.1 Pengecoh (Distraktor) Pengecoh (distraktor) merupakan suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinankemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir item. Distraktor dapat dinyatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila distraktor tersebut sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5% dari seluruh peserta tes atau 34 apabila mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan (kelompok bawah). Untuk menentukan angka pedoman efektivitas distraktor dapat dilakukan dengan cara mengalikan antara 5% X Jumlah siswa. Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan pengecoh, jadi pengecoh disini adalah jawaban dari soal yang bisa mengecoh jawaban yang sebenarnya. Opsi atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butri item itu, salah satu di antaranya adalah merupakan jawaban betul (kunci jawaban); sedangkan sisanya adalah merupakaan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distraktor (pengecoh).

25

Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal. Suatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara: 1. Diterima, karena sudah baik. 2. Ditolak, karena tidak baik. 3. Ditulis kembali, karena kurang baik. Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya (Arikunto, 2010).

2.3.2 Cara Menentukan dan Menghitung Efektivitas Pengecoh Indek pengecoh dihitung dengan rumus :

IP 

P 100% N  B n  1

Keterangan : IP = indeks pengecoh P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh N = jumlah peserta didik yang ikut tes B = jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal n = jumlah alternatif jawaban (opsi) 1 = bilangan tetap Cacatan: Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai kunci jawaban), maka IP = 0 yang berarti soal tersebut jelek. Dengan demikian, pengecoh tidak berfungsi. Contoh : 50 orang peserta didik di tes dengan 10 soal untuk pilihan-ganda. Tiap soal memilki 5 alternatif jawaban (a, b, c, d, dan e). Kunci jawaban (jawaban yang benar) soal nomor 8 adalah c. Setelah nomor 8 diperiksa untuk peserta didik, ternyata dari 50 orang peserta didik. 20 peserta didik menjawab benar dan 30 peserta didik menjawab salah. Idealnya, pengecoh dipilih secara merata, artinya

26

semua pengecoh secara merata ikut menyesatkan peserta didik. Perhatikan contoh soal nomor 8 berikut ini:

Alternatif Jawaban

a

b

c

d

e

Distribusi jawaban peserta didik

7

8

20

7

8

93%

107%

**

93%

107%

++

++

**

++

++

IP Kualitas Pengecoh Keterengan: **

: kunci jawaban

++

: sangat baik

+

: baik

-

: kurang baik

_

: jelek

__

: sangat jelek Pada contoh di atas, IP butir a, b, c, d, dan e adalah 93%, 107%, 93%, dan

107%. Semuanya dekat dengan angka 100%, sehingga digolongkan sangat baik sebab semua pengecoh itu berfungsi. Jika pilihan jawaban peserta didik menumpuk pada suatu alternatif jawaban, misalnya seperti berikut : Alternatif Jawaban

a

b

c

d

e

Distribusi jawaban peserta didik

20

2

20

8

0

267%

27%

**

107%

0%

++

-

**

++

-

IP Kualitas Pengecoh

Dengan demikian, dapat ditafsirkan pengecoh (d) yang terbaik, pengecoh (e) dan (b) tidak berfungsi, pengecoh (a) menyesatkan, maka pengecoh (a) dan (e) perlu diganti karena termasuk jelek, dan pengecoh (b) perlu direvisi karena kurang baik. Adapun kualitas pengecoh berdasar indeks pengecoh adalah : Sangat baik IP = 76% - 125% Baik

IP = 51% - 75% atau 126%-150%

Kurang baik IP = 26% - 50% atau 151% - 175% Jelek

IP = 0% - 25% atau 176% - 200%

Sangat jelek IP = Lebih dari 200%

27

Untuk analisis pengecoh perlu dibuat tabel khusus agar setiap butir soal diketahui berapa banyak peserta didik yang menjawab a, b, c dan seterusnya. Hal ini tentu saja sangat memakan waktu dan tenaga. Jika diolah dengan komputer dan data sudah dimasukkan dalam disket, pengolahan ini hanya memerlukan waktu beberapa detik saja.

28

BAB III PENUTUP 2.4 Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan tersebut di atas, maka dapa disimpulkan bahwa taraf kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Soal yang baik dan bermutu adalah soal yang memiliki taraf kesukaran seimbang antara mudah, sedang, sulit. Untuk menafsirkan taraf kesukaran soal dapat digunakan kriteria yaitu, jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27% termasuk mudah, jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28% sampai dengan 72% termasuk sedang, dan jika jumlah peserta didik yang gagal 73% ke atas termasuk sukar. Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pintar (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Angka yang menunjukkan besarnya daya beda disebut Indeks Diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Akan tetapi pada indeks diskriminasi ini mengenal/ ada tanda negatif (-) yakni -1,0 ------------0,0---------1,0 (semakin ke kanan soal semakin baik, semakin ke kiri maka soal semakin jelek, sebab semakin ke kanan siswa yang pandai semakin sulit/tidak bisa menjawab dan sebaliknya siswa yang kurang pintar (kiri) bisa menjawab dengan asal-asalan). Butir soal tes yang baik juga harus dapat menunjukan daya pembedanya. Manfaat daya pembeda butir soal diantaranya adalah untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya, dan untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa. Distraktor yaitu suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata.

29

Pengecoh dianggap bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal.

1.2

Saran Guru sebaiknya lebih mampu meningkatkan diri dalam menganalisis tes

sehingga tes yang dibuat akan benar-benar mampu mengukur kemampuan siswa serta dapat tepat sasaran.

30

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta. Bumi Aksara. Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Candiasa, I. M. 2010a. Pengujian Instrumen Penelitian Disertai Aplikasi ITEMAN danBIGSTEPS. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. Kusaeri, Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sudjana, Nana.2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

31

Related Documents

Daya Beda Dan Kesukaran
December 2019 42
Daya Beda
December 2019 37
Kesukaran Batere
May 2020 18
Kesukaran Kopling
May 2020 25
Allah Ki Taraf Dawat
November 2019 21

More Documents from ""