TUGAS RESUME BAB II KEWARGANEGARAAN
DISUSUN OLEH : NAMA
: KRISNA ANWAR SUWANDI
NPM
: 1102016099
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI TAHUN AJARAN 2018/2019
Demokrasi dan Warga Negara
Demokrasi dan Kesenjangan Dahl berpendapat bahwa terlepas dari kemajuan dan penyebaran demokrasi, kesetaraan dalam bidang politik masih belum tercapai. Kesetaraan politik ini diperlukan untuk kelangsungan demokrasi, karena dalam beberapa studi membuktikan bahwa ketimpangan dapat merutuhkan demokrasi. Dalam demokrasi seharusnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tetapi jika terjadi ketimpangan ini akan menyebabkan ketidakadilan yang merugikan bagi warga negara. Ketimpangan dari segi pendapatan juga akan menjadi suatu masalah, jika yang dilayani hanya orang-orang yang berpendapatan tinggi saja, maka konsep dari demokrasi itu akan menjadi sebuah keraguan karena kesenjangan. Politik yang hanya melayani orang yang berpendapatan tinggi dan gagal mengatasi kepentingan bersama disebut “korupsi pasif”. Negara harus bisa adil dalam membuat kebijakan, tidak memihak atau mementingkan suatu golongan masyarakat.
Kualitas Demokratis Dari 195 negara di dunia, 88 diantarannya ialah termasuk negara demokrasi. Tetapi masalah kualitas dari demokrasinya sendiri, masih sering terabaikan. Penting bagi kita untuk terlebih dahulu memahami demokrasi dan untuk mengidentifikasi apakah kita lebih tertarik pada aspek prosedural atau hasil, yaitu apa sebenarnya yang diberikan demokrasi kepada warganya. Dalam pidato Abragam Lincoln sering dikutip sebagai cara mengidentifikasi berbagai konsepsi dan tujuan demokrasi. Dalam seruannya untuk memastikan kelangsungan hidup demokrasi, ia menekankan “Government of the people, by the people, and for the people”. Dalam perumusan ini, orang dapat mengidentifikasi konsepsi demokrasi yang berbeda, mulai dari minimalis-elitis (rakyat) ke konseptualisasi menengah-partisipatif (oleh rakyat) ke konsepsi sosial-demokrasi
maksimal (untuk rakyat). Konsepsi demokrasi minimalis atau procedural sering diakrediasi oleh Robert Dahl, yang forumulasinya sendiri banyak berutang pada definisi demokrasi Joseph Schumpeter sebagai “pengaturan kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik dimana individu memperoleh kekuatan untuk memutuskan melalui perjuangan kompetitif untuk suara rakyat”. Konsepsi partisipatif tentang demokrasi memandang partisipasi warga negara dan keterlibatan politik sebagai hal yang krusial bagi demokrasi, karena kegiatan semacam itu membutuhkan sikap dan kebiasaan demokratis. Berbeda dengan demokrasi procedural, konsep demokrasi partisipatif membutuhkan warga negara yang aktif dalam kehidupan politik. Konsepsi maksimalis sering diabaikan dalam penelitian demokrasi, karena mendefinisikan hak-hak sosial dan kesetaraan tetap menjadi masalah pertikaian. Dalam demokrasi saat ini, kita dapat mengamati perbedaan nyata dalam kualitas hidup orang. Tren lain yang dapat dengan mudah diamati adalah kehadiran ganda demokrasi dan kapitalisme. Secara teori, kedua sistem mendukung kesetaraan melalui aturan formal mereka. Pada kenyataannya, melalui koeksistensi, mereka telah menghasilkan ketidaksetaraan. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kita juga menyaksikan peningkatan kekuatan ekonomi. Meskipun kekuatan politik tetap tidak berubah, peningkatan kekayaan menghasilkan kekuatan ekonomi yang lebih besar. Namun, sebagian besar kekuatan ekonomi ini terkonsentrasi di tangan beberapa elit. Oleh karena itu, tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan demokrasi dan kapitalisme untuk mempromosikan efisiensi ekonomi tanpa mengorbankan demokrasi ekonomi. Warga Demokrat Penghasilan seseorang tentu saja bukan satu-satunya prediktor untuk keterlibatan politik, ia berfungsi sebagai pengganti, ketidaksetaraan pendapatan dan jenis-jenis partisipasi yang tidak setara yang dapat dihasilkannya, memang merupakan ancaman bagi demokrasi. Walaupun telah diketahui dengan baik bahwa pendapatan dan sumber daya lainnya terkait dengan partisipasi politik dan dukunngan demokratis. Ketidaksetaraan pendapatan dan jenis-jenis partisipasi yang tidak
setara memang merupakan ancaman bagi demokrasi. Bagaimana kebijakan dirancang dan diimplementasikan adalah penting untuk perasaan kemajuan politk orang dan dengan demikian untuk cara-cara di mana individu terlibat dan berpikir tentang negara dan demokrasi. Asal-Usul Kewarganegaraan Demokrasi Kewarganegaraan itu sendiri adalah konsep yang kompleks dengan banyak makna dan cita-cita yang sementara berubah. Sedangkan warga negara adalah warga negara yang secara permanen berbagi dalam administrasi peradilan dan memegang jabatan. warga negara ideal sangat terkait dengan pemahaman normatif dan menetapkan standar yang sangat tinggi. Agar warga negara dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik, orang perlu posisi sosial-ekonomi tertentu. Cita-cita republik terdiri dari dimensi legal dan etis kewarganegaraan. meskipun mereka berbeda dalam hal ruang lingkup kegiatan warga negara yang ideal, orangorang klasik cenderung setuju bahwa “untuk menjadi warga negara polis , agar dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik, orang perlu posisi sosialekonomi tertentu ”(King dan Waldron 1988 ). Aristoteles, misalnya, mengakui bahwa kesenjangan besar antara warga terkaya dan termiskin tidak akan bermanfaat bagi demokrasi, karena ketidakadilan seperti itu akan mengganggu kestabilan. Karakteristik kewarganegaraan demokratis diselidiki dalam penelitian ini juga dapat dibagi menjadi dua dimensi yang saling melengkapi: keterlibatan politik dan etos demokrasi. Dimensi pertama, keterlibatan politik, mencakup atribut-atribut kewarganegaraan demokratis yang berkaitan dengan perilaku politik: pemungutan suara dalam pemilihan dan minat dalam politik. Dimensi kedua, etos demokratis, mengacu pada atribut kewarganegaraan yang mencerminkan "pemahaman dan kepatuhan terhadap norma-norma dan prinsip-prinsip demokrasi" . Atribut etos demokratis yang diselidiki dalam penelitian ini adalah kepercayaan politik dan kepuasan dengan demokrasi. Kesenjangan Pada Warga Negara: Partisipasi dan Peran Sumber Daya
Kewarganegaraan
demokratis
mengacu
pada
seperangkat
karakteristik
kewarganegaraan yang sering dipandang penting untuk system demokrasi modern. Seperti yang dikatakan oleh Galston (2001,217) bahwa pemerintahan yang tertata dengan baik menurut warga negara yaitu dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang sesuai. Sedangkan warga negara yang baik tidak seperti itu, melainkan mereka tercipta dari lingkungannya sendiri. Nie et al. (1996) menguraikan dua dimensi tentang bagaimana kondisi yang diperlukan untuk pemeliharaan demokrasi: •
Keterlibatan politik menandakan kapasitas individu untuk terlibat dalam pemerintahan. Jenis kegiatan ini diperlukan untuk mengidentifikasi, mendefinisikan, dan mengejar minat dan preferensi individu.
•
Pencerahan politik menunjukkan pemahaman dan penerimaan individu terhadap aturan dan norma demokrasi. Institusi dan rezim yang adil dan sah adalah tujuan yang dikejar oleh semua negara demokrasi. Sebagaimana Janowitz (1991, 206) catat, “masyarakat demokratis modern adalah masyarakat dimana semua strata memiliki potensi menjadi warga negara yang demokratis.” Agar masyarakat dapat mencapai potensi tersebut, lembaga juga harus mampu memastikan bahwa semua warga negara benar-benar memliki kesempatan tersebut. Kesimpulan ini telah digarisbawahi oleh sekelompok ilmuwan politik terkemuka yang menyelidiki efek ketidaksetaraan terhadap demokrasi Amerika: “Warga dengan pendapatan rendah atau sedang berbicara dengan bisikan yang hilang di telinga para pejabat pemerintah yang lalai, sementara yang diuntungkan mengaum dengan kejelasan dan konsistensi yang pembuat kebijakan siap dengar dan ikuti secara rutin ”.