Wrap Skenario 2 Blok Endokrin.docx

  • Uploaded by: krisna
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wrap Skenario 2 Blok Endokrin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,463
  • Pages: 41
DAFTAR ISI SKENARIO 2 .................................................................................................................. 2 KATA SULIT.................................................................................................................. 3 PERTANYAAN .............................................................................................................. 4 JAWABAN...................................................................................................................... 4 HIPOTESIS .................................................................................................................... 5 SASARAN BELAJAR..................................................................................................... 6 L.I 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TIROID ................................ 7 L.O 1.1 MAKROSKOPIS ....................................................................................................... 7 L.O 1.2 MIKROSKOPIS ........................................................................................................ 8

L.I 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HORMON TIROID ................................. 9 L.I 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KELENJAR TIROID ............................ 17 L.O 3.1 DEFINISI................................................................................................................. 17 L.O 3.2 EPIDEMILOGI ....................................................................................................... 17 L.O 3.3 KLASIFIKASI ......................................................................................................... 18 L.O 3.4 ETIOLOGI .............................................................................................................. 22 L.O 3.5 PATOFISIOLOGI ................................................................................................... 24 L.O 3.6 MANIFESTASI KLINIS .......................................................................................... 25 L.O 3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING ............................................................ 28 L.O 3.8 TATALAKSANA ..................................................................................................... 33 L.O 3.9 KOMPLIKASI......................................................................................................... 36 L.O 3.10 PROGNOSIS ......................................................................................................... 38 L.O 3.11 PENCEGAHAN ..................................................................................................... 38

L.I 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGATASI KECEMASAN MENURUT PANDANGAN ISLAM ............................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 41

1

SKENARIO 2 GONDOK Ny. S, berusia 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher depan yang semakin membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara ataupun gangguan pernafasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar, banyak berkeringat dan perubahan berat badan. Pada leher depan sebelah kanan teraba nodul berukuran 5x4cm, berbatas tegas, tidak nyeri tekan dan turut bergerak saat menelan. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan pemeriksaan aspirasi jarum halus. Hasil sitologi yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas, sehingga pasien diberikan terapi hormone tiroksin sambal dimonitor fungsi tiroidnya. Pasien juga diingatkan bahwa bila nodulnya makin membesar maka perlu dilakukan operasi tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter, pasien yang merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan dilakukannya tindakan operasi.

2

KATA SULIT 1. Tiroidektomi : Proses pengangkatan kelenjar tiroid 2. Sidik Tiroid : Pemeriksaan yang digunakan untuk menilai fungsi tiroid 3. Pemeriksaan Aspirasi Jarum Halus : Suatu metode pemeriksaan dengan cara menyedot cairan dari suatu tumor atau massa 4. Nodul : Benjolan pada kulit atau di bawah kulit yang ukurannya lebih dari 0,5 cm 5. Sitologi : Ilmu yang mempelajari tentang sel

3

PERTANYAAN 1. Mengapa tidak ditemukan adanya keluhan nyeri menelan, perubahan suara ataupun gangguan pernafasan? 2. Mengapa benjolan ikut bergerak pada saat menelan? 3. Mengapa dilakukan pemeriksaan sidik tiroid? 4. Mengapa diberi terapi tiroksin? 5. Mengapa benjolan terus membesar? 6. Apa yang terjadi jika hormon tiroksin berlebih? 7. Apa indikasi dilakukannya operasi tiroidektomi dan apa efek sampingnya? 8. Bagaimana sikap seorang muslin dalam menghadapi kecemasan? 9. Apa saja kemungkinan penyebab terjadinya benjolan pada leher? 10. Apa saja yang dapat dilihat dari pemeriksaan fungsi tiroid? 11. Apa diagnosis pada scenario diatas? JAWABAN 1. Karena pembesaran belum mengganggu atau menekan saluran pencernaan, saluran nafas, dan pita suara. 2. Karena nodul terfiksasi di cincin trakea dua sampai empat. 3. Untuk melihat kadar iodium. 4. Untuk mengembalikan hormone tiroksin dalam keadaan normal. 5. Karena ada keganasan dan mensintesi yang berlebih. 6. dapat mengakibatkan berdebar-debar, mata melotot, keringat berlebih, dan gelisah. 7. Indikasi dilakukannya operasi tiroidektomi bila semakin membesar dan mengganggu, terjadi keganasan, dan untuk estetika. 8. Istigfar, tawakal, dan membaca Al-qur’an. 9. Ada keganasan, pembesaran KGB, kekurangan iodium, trauma, dan bisul. 10. TSH, T3, dan T4. 11. Kemungkinan diagnosis adalah hipotiroid.

4

HIPOTESIS Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan karena ada keganasan dan mensintesis yang berlebih dengan gejala berdebar-debar, mata melotot, keringat berlebih, dan gelisah. Dilakukan pemeriksaan sidik tiroid untuk melihat kadar iodium dan diberikan terapi tiroksin untuk mengembalikan hormon tiroksin dalam keadaan normal apabila benjolan semakin membesar dan mengganggu dan terjadi keganasan akan dilakukan operasi tiroidektomi. Pasien diharapkan istigfar, tawakal, dan membaca Al-qur’an dalam menghadapi kecemasan.

5

SASARAN BELAJAR L.I 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TIROID L.O 1.1 Makroskopis L.O 1.2 Mikroskopis L.I 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HORMON TIROID L.I 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KELENJAR TIROID L.O 3.1 Definisi L.O 3.2 Epidemiologi L.O 3.3 Klasifikasi L.O 3.4 Etiologi L.O 3.5 Patofisiologi L.O 3.6 Manifestasi Klinis L.O 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding L.O 3.8 Tatalaksana L.O 3.9 Komplikasi L.O 3.10 Prognosis L.O 3.11 Pencegahan L.I 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGATASI KECEMASAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

6

L.I 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TIROID L.O 1.1 MAKROSKOPIS

Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin tanpa ductus dan bersifat bilobular (mempunyai dua lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri). Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm dan berbentuk kerucut. Batas-batas lobus: - Ke anterolateral: musculus sternothyroideus, venter superior musculi omohyoidei, musculus sternohyoideus, dan pinggir anterior musculus sternocleidomastoideus. - Ke posterolateral: Selubung carotis dengan arteria carotis communis vena jugularis interna, dan nervus vagus. - Ke medial: Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Berkaitan dengan strukturstruktur ini adalah musculus cricothyroideus dan persarafannya nervus laryngeus externus. Di sulcus antara oesophagus dan trachea terdapat nervus laryngeus recurrens. Kedua lobus ini dihubungkan oleh sebuah jaringan berbentuk jembatan, yang dinamakan isthmus. Bila dua lobus disambungkan dengan isthmus, makan kelenjar tiroid terlihat seperti dasi kupu-kupu pada pria. Isthmus meluas melintasi garis tengah di depan cincin trachea 2, 3, dan 4. Panjang dan lebarnya kira-kira 1,25cm dan biasanya di anterior dari cartilago trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah. Sering terdapat lobus pyramidalis, yang menonjol ke atas dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita fibrosa atau muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis dengan os hyoideum. Batas-batas isthmus: -

Anterior: M. sternothyroideus, M. sternohyoideus, V. jugularis anterior, fascia, dan kulit

-

Posterior: Cincin trachea 2, 3, dan 4

Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gram, rata-rata 25 gram. Kelenjar thyroid memiliki posisi axis (puncak) pada linea obliqua cartilaginis thyroidea dan memiliki basis 7

(dasar) setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Fungsinya sebagai ayunan atau gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh atau turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar. Vaskularisasi: 

Arteria:

1. Arteri thyroidea superior Cabang dari arteri carotis externa dan memberi darah sebagian besar (15-20%). sebelum mencapai kelenjar thyroid arteri ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior yang akan beranastomosa dengan cabang arteri thyroidea inferior. 2. Arteri thyroidea inferior Lanjutan dari trunkus tyrocervicalis yang berasal dari arteri subclavia, dan memberikan darah paling banyak yaitu 76 – 78 %. Tepat dikutub caudal tyroid, arteri akan bercabang dua yaitu ramus anterior dan posterior yang beranastomosa dengan cabang arteri tyroidea superior. 

Vena

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna) 2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna) 3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri) Persarafan: 1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor atau serak). Aliran Limfe 1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis 2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior. L.O 1.2 MIKROSKOPIS

8

Kelenjar tiroid memiliki 2 lobus, yang dihubungkan oleh isthmus, diliputi suatu kapsula yang terdiri atas ribuan folikel-folikel dengan diameter bervariasi, yang lumennya mengandung substansi gelatinosa disebut Colloid. Bentuk dan ukuran folikel beragam tergantung penggembungan oleh secret (colloid). Bila sel folikel berbentuk epitel pipih maka sel tersebut sedang tidak aktif, bila epitel kuboid rendah maka sel tersebut aktif dan bila kuboid tinggi atau toraks maka sel folikel sedang hiperaktif. Folikel tertanam dalam jaring halus serat reticular yang menyokong sebagai jala rapat yang terdiri dari kapiler bertingkap. Setiap folikel tersusun dari sel-sel epitel yang berdiri di atas membrana basalis. Sel folikel memiliki inti besar, vesikular, yang berada ditengah atau ke arah basal. Sitoplasma sel bergranul halus, basofil, banyak mitokondria dan dengan mikroskop elektron kita dapat melihat mikrovili pada sisi yang menghadap ke lumen. Fungsi mikrovili tersebut adalah untuk memaksimalkan absorbsi di lumen. Colloid merupakan senyawa glikoprotein yang disebut tiroglobulin (Tg). Struktur colloid biasanya segar, homogen, jernih, kental. Warna colloid yang menggambarkan sel folikel sedang aktif dan dalam metabolisme tinggi yaitu bersifat basofil (keunguan) dan terlihat tidak teratur atau kosong, karena sudah dicurahkan ke darah. Sedangkan colloid yang menggambarkan sel folikel tersebut sedang tidak aktif yaitu berwarna asidofil (merah muda) dan terlihat penuh. Di dalam folikel, yodium terdapat dalam bentuk diiodothronin, triiodothyronin, dan tetraiodothyronin (thyroxin) yang terikat pada suatu globulin. Thyroid juga mengandung sejumlah kecil sel parafolikular (sel C, jernih, terang) yang berdampingan dengan folikel di lamina basal, bukan tepi rongga folikular. Sel ini menghasilkan thyrocalcitonin (calcitonin) yang berperan dalam mobilisasi kalsium. Sel ini berukuran lebih besar dari sel folikel, terletak eksentrik, dan sitoplasma mengandung banyak granula padat (terbungkus selaput). L.I 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HORMON TIROID Sintesis dan Sekresi: 

Sintesis

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, dimana keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat essensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang

9

dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormone tiroid melibatkan langkah-langkah berikut : 1. Semua tahap pembentukan hormon tiroid berlangsung dimolekul tiroglobulin didalam koloid. Tiroglobulin itu sendiridiproduksi oleh kompleks golgi/reticulum endoplasma sel folikel kelenjar tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin yang jauh lebih besar sewaktu yang terakhir ini sedang diproduksi. Setelah terbentuk, tiroglobulin yang sudah mengandung tirosin di ekspor dari sel folikel kedalam koloid melalui proses eksositosis 2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui pompa iodium protein-protein pengangkut yang kuat dan memerlukan energy di membran luar sel folikel. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan menlawan gradient konsentrasi untuk disimpan di tiroid untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain ditubuh 3. Didalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan suatu iodium ke tirosin akan menghasilkan monoiodotironin (MIT). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT) 4. Kemudian terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang telah beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dengan DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua ato iodium) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium. Antara dua MIT tidak terjadi penggabungan Semua produk tetap melekat ke tiroglobulin. Hormon tiroid tetap tersimpan dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid yang tersimpan normalnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.  Sekresi Pelepasan hormone tiroid ke dalam sirkulasi sistemik adalah suatu proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum pembebasannya, T3 dan T4 masih terikat di dalam molekul tiroglobulin. Kedua, kedua hormone tersimpan di tempat ekstrasel, lumen folikel, sehingga harus diangkut menembus sel folikel untuk mencapai kapiler yang berjalan di ruang interstitium di antara folikel-folikel. Pada sekresi hormone tiroid, sel folikel “menggigit putus” sepotong koloid, menguraikan molekul tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya, dan “meludahkan” T3 dan T4 yang telah dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang sesuai untuk sekresi hormone tiroid, sel-sel folikel menginternalisasi sebagian kompleks tiroglobulin-hormon dengan memfagosit sepotong koloid. Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya memisahkan hormone-hormon tiroid, yang aktif secara biologis, T3 dan T4, serta iodotirosin yang inaktif, MIT dan DIT. Hormone tiroid karena sangat lipofilik, mudah melewati membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang secara cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT sehingga iodium yang telah bebas ini dapat didaur ulang untuk membentuk lebih banyak hormone. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT, bukan dari T3 atau T4. Setelah dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekil hormone tiroid yang sangat lipofilik (dan karenanya tidak larut

10

air) berikatan dengan beberapa protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine binding globulin (TBG), suatu protein plasma yang secara selektif berikatan hanya dengan hormon tiroid. Selain thyroxine binding globuline (TBG) terdapat protein plasma lain yang dapat mengangkut T3 dan T4, yaitu albumin dan thyroxine binding prealbumin (TBPA). Kurang dari 1 % T3 dan kurang dari 1% T4 tetap berada dalam bentuk bentuk bebas (tak terikat). Hal ini luar biasa mengingat hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormone tiroid, yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek. Sekitar 90% dari produk sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah dalam bentuk T4 namun T3 memiliki aktivitas biologis empat kali lebih kuat. Meskipun demikian, sebagian besar dari T4 yang disekresikan diubah menjadi T3, atau diantifkan, ditanggalakan satu iodiumnya di luar kelenjar tiroid, terutama di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 berasal dari T4 yang telah mengalami proses “penanggalan” di perifer. Karena itu, T3 adalah bentuk hormon tiroid utama yang aktif secara biologis di tingkat sel, meskipun kelenjar tiroid terutama menghasilkan T4. Struktur: Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4.

Faktor yang Mempengaruhi: 1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH  Perangsangan : o Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal o Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian o Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir) o Katekolamin adrenergik-alfa o Vasopresin arginin  Penghambatan : o Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal o Penghambat adrenergik alfa

11

o Tumor hipotalamus 2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH  Perangsangan : o TRH o Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop o Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2 o Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH  Penghambatan: o Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop o Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2 o Somatostatin o Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin o Glukokortikoid o Penyakit-penyakit kronis o Tumor hipofisis 3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid  Perangsangan : o TSH o Antibodi perangsangan TSH-R  Penghambatan : o Antibodi penghambat TSH-R o Kelebihan iodida o Terapi litium Transport: Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid: 1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah. 2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3. 3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4. Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran. Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke 12

jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar. Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel. Efek Fisiologi: Efek Fisiologik Hormon Tiroid Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini. 1. Efek pada Perkembangan Janin Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol). 2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik. 3. Efek Kardiovaskular T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

13

4. Efek Simpatik (simpatomimetik) Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia. 5. Efek Pulmonar Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadang kadang memerlukan ventilasi bantuan. 6. Efek Hematopoetik Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme. 7. Efek Gastrointestinal Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme. 8. Efek Skeletal Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium. 9. Efek Neuromuskular Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok. 10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang

14

berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme. 11. Efek Endokrin Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4. Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid: 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone) Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi. 2. TSH (thyroid stimulating hormone) TSH (tiroid stimulating hormone) Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat. 3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid. (Djokomoeljanto, 2001) Biosintesis: Ada 7 tahap, yaitu: 1. Trapping Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH. 2. Oksidasi Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya

15

makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4. 3. Coupling Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula. 4. Penimbunan (storage) Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH. 5. Deiodinasi Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium. 6. Proteolisis TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT. 7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing) Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat. Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi yang didapat melalui metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Yodida berasal dari bahan makanan dan air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya di dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoioditirosin dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu

16

molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetestetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam selsel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (throid stimulating hormone (TSH)). Rangkuman dari berbagai langkah sintesis dan sekresi hormon tiroid dapat dilihat dalam gambar disamping. Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif (negative feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH yang lebih banyak dan pelepasan TRH dari hipotalamus L.I 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KELENJAR TIROID L.O 3.1 DEFINISI  Hipotiroid: Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.  Hipertiroid: Suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Tirotoksikosis adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh meningkatnya kadar T3 dan T4 bebas, terutama disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid.  Eutiroid: Keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya normal  Struma: Pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak L.O 3.2 EPIDEMILOGI Hipotiroid:  Frekuensi meningkat seiring bertambahnya usia. Hipotiroid prevalensi terbanyak pada populasi manula (2-20%).  Lebih banyak pada wanita (5,9%) disbanding pria (2.4%) diusia 60 tahun.  Risiko terkena 5 kali lebih besar pada orang berusia 80 tahun.  NHANES 1999-2002: prevalensi lebih tinggi pada ras kulit putih dan amerika meksiko daripada afrika amerika, karena memiliki nilai TSH yang rendah. Hipertiroid:  Penyakit Grave merupakan penyebab terbanyak dan 60-80% menjadi thyrotoxicosis.  Goiter toxic nodular frekuensi terjadi lebih sering pada daerah defisiensi yodium.  Penyakit autoimun tiroid terjadi frekuensinya sama pada ras Caucasia, Hispanik, dan Asia tapi rendah pada Afrika Amerika.  Lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. 17



Tinggi pada usia 20-40 tahun

Goiter Nontoxic:  

  

2,9% populasi dunia yang hidup di daerah defisiensi yodium (Asia, Amerika Latin, Afrika Tengah, bagian Eropa) Menurut WHO, UNICEF dan International Council for the Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD), 1. Tidak adanya defisiensi yodium (yodium urin median > 100mg/dL) berhubungan dengan prevalensi goiter < 5% 2. Defisiensi yodium ringan (yodium urin median 50-99 mg/dL) prevalensinya 5-20% 3. Defisiensi yodium sedang (yodium urin median 20-49 mg/dL) prevalensinya 20-30% 4. Defisiensi yodium berat (yodium urin median 20-49 mg/dL) prevalensinya lebih dari 30% Goiter endemic meningkat dari defisiensi yodium berhubungan dengan hipertiroid, hipotiroid dan kretinism. Goiter diffuse dan nodular lebih sering pada wanita dibanding pria (1,2-4,3 kali lebih besar dari pria) Goiter endemic karena defisiensi yodium yang terjadi saat masa anak-anak, besarnya goiter meningkat seiring usia

Toxic Nodular Goiter:      

Pada area endemic defisiensi yodium, TNG terjadi 58% hipertiroidisme, 10% dari nodule toxic soliter. Obat amiodarone dapat memicu hipertiroidisme pada pasien goiter nontoxic multinodular Umunya pada dewasa usia lanjut Lebih sering pada wanita daripada pria. Pada wanita lebih dari 40tahun, prevalensi nodule yang dapat diraba 5-7% Kebanyakan pasien TNG berusia lebih dari 50 tahun

Diffuse Toxic Goiter:   

7-10 kali lebih banyak terjadi pada wanita disbanding pria Terjadi pada semua umur, tapi jarang pada anak dibawah 10 tahun dan biasanya pada manula Insindens meningkat pada wanita postpartum

L.O 3.3 KLASIFIKASI Hipotiroid: 1. Hipotiroidisme Kongenital a. Hipotiroid Kongenital menetap  Primer: disgenesis (aplasia, hipoplasia, ektopik), dishormogenesis, iatrogenik (anak lahir dari ibu yang mendapat terapi iodium radioaktif sehigga terjadi ablasia kelenjar tiroid janin)  Sekunder: kelainan perkembangan midbrain, defisiensi TSH, GH, atau ACTH 18

 Resistensi jaringan terhadap tiroid b. Hipotiroid Kongenital transien  Ibu mendapat terapi obat goitrogenik, iodium antiseptik akan melalui plasenta sehingga terjadi gangguan sintesis hormon tiroid  Adanya antibodi anti tiroid dari ibu melalui plasenta  Defisiensi iodium 2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired) a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid) b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis) c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus) d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid Berdasarkan pada awitan usia hipotiroidisme, penyakit ini di klasifikasikan menjadi:  Hipotiroidisme dewasa atau miksedema  Hipotirioidisme juvenilis (timbulnya setelah usia 1-2 tahun)  Hipotirioidisme kongenital atau kretinisme disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid sebelum atau sesudah lahir. Hipotiroidisme kongenital atau kretinisme dapat disebabkan oleh hipotiroidisme maternal yang tidak diobati atau defek enzim herediter akibat kegagalan sintesis T3 dan T4 normal. Penyakit Hipotiroidisme 1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. 2. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. 3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). 4. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang. 5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat

19

penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. Hipertiroid: Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan. 



Hipertiroid primer: jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri, misalnya penyakit graves, functioning adenoma, toxic multinodular goiter, dan tiroiditis. Hipertiroid sekunder: jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak, pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.

a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease) Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibody menyerang sel dalam tubuh itu sendiri. b. Nodular Thyroid Disease Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia. c. Subacute Thyroiditis Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang. d. Postpartum Thyroiditis Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan. Struma: Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) menurut American society for Study of Goiter membagi : 20

1. 2. 3. 4.

Struma Non Toxic Diffusa Struma Non Toxic Nodusa Stuma Toxic Diffusa Struma Toxic Nodus

a. Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulanbulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. b. Struma Non Toksik Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

21

L.O 3.4 ETIOLOGI Hipotoriod: 1. Waktu kejadian a. Kongenital Agenesis ataudisgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX 8 dan thyroid transcription factor 1 dan 2 b. Akuisital Tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto.Peran autoimun pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Hipotiroid akuisital juga dapatdisebabkan oleh jejas pada kelenjar tiroid sebelumnya oleh karena operasi atau radiasi (misalnya : radioterapi eksternal pada penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak disengaja 2. Disfungsi organ yang terjadi a. Primer Defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid b. Sentral Berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi hormone thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis b.1 Sekunder bila kelainannya terjadi di hipofisis b.2 Tersier bila kelainannya terjadi di hipotalamus 3. Jangka waktu a. Transient Penggunaan obat obatan yang mempengaruhi produksi hormon tiroid (mis : amiodaron, lithium, interferon). Hipotiroid transient juga ditemukan pada dua kondisi peradangan yaitu tiroiditis subakut (deQuervain’s thyroiditis) dan tiroiditis limfositik (tiroiditis post partum) b. Permanent 4. Gejala yang terjadi a. Bergejala/klinis b. Tanpa gejala / subklinis Kondisi di mana kadar serum T4 dan T3 dalam batas normal, tetapi ada kegagalan tiroid ringan yangditandai dengan peningkatan kadar TSH. Kondisi ini sering juga disebut sebagai hipotiroid kompensata, hipotiroid tahap awal, hipotiroid laten, hipotiroid ringan, hipotiroid simptomatik minimal, atau hipotiroid preklinik. Hipertiroid: Dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2, yaitu :

22

1. Hipertiroid Primer: Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri, contohnya: a. Grave’s disease b. Functioning adenoma c. Toxic multinodular goiter d. Tiroiditis 2. Hipertiroid Sekunder: Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid contohnya: a. Tumor hipofisis b. Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar c. Pemasukan iodium berlebihan Struma: 1. Struma non toxic nodusa Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:  Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.  Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun  Goitrogen: - Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium - Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. - Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.  Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid  Riwayat radiasi kepala dan leher: Riwayat radiasi selama masa kanakkanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna . 2. Struma Non Toxic Diffusa  Defisiensi Iodium  Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis  Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.  Stimulasi reseptor TSH dari tumor hipofisis  Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.  Terpapar radiasi  Penyakit deposisi  Resistensi hormon tiroid  Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)  Silent thyroiditis  Agen-agen infeksi  Suppuratif Akut: bacterial 23

 

Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasite Keganasan Tiroid

3. Struma Toxic Nodusa  Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4  Aktivasi reseptor TSH  Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G  Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor 4. Struma Toxic Diffusa Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya. Struma NT Struma NT Struma Nodusa Diffusa Nodusa Gejala Batas nodul

Tidak ada Jelas

Konsistensi Kenyal keras Etiologi

Defisiensi yodium

Penyakit

Neoplasma

T Struma Diffusa

T

Tidak ada Tidak jelas

Hipertiroidisme Hipertiroidisme Jelas Tidak jelas

Kenyal lembek Genetik

Kenyal keras

Kenyal lembek

Hipersekresi tiroid

Autoimun sistemik

Endemic goiter, Gravida

Tirotoksikosis sekunder

Grave, Tirotoksikosis primer

L.O 3.5 PATOFISIOLOGI Hipotiroid Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia. Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh. Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit

24

jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Hipertiroid KLASIFIKASI PENYEBAB Produksi hormone tiroid : Penyakit Grave

MEKANISME PATOGENESIS

Antibodi merangsang TSH-R [TSH_R (stim)Ab] Hiperfungsi otonom Goither multinodular toksik Hiperfungsi otonom Adenoma folikular Produksi lebih TRH Penyakit hipotalamus Tumor sel germinal (Multihidatidosa, Stimulasi HCG Koriokarsinoma) Karsinoma tiroid folikular metastasis Metastasis fungsional Kerusakan sel tiroid : Tiroiditis limfositik Penglepasan hormone simpanan Tiroiditis granulamatosa (subakut) Penglepasan hormone simpanan Tiroiditis hashimoto Penglepasan hormone simpanan selintas Lain-lain : Tirotoksikosis medikamentosa

Makan hormone tiroid eksogen berlebihan

Struma Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa. Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin. L.O 3.6 MANIFESTASI KLINIS Hipertiroidisme

Hipotiroidisme

Denyut jantung yg cepat

Denyut nadi yg lambat

25

Tekanan darah tinggi

Suara serak

Kulit lembat & berkeringat banyak

Berbicara menjadi lambat

Gemetaran

Alis mata rontok

Gelisah

Kelopak mata turun

Nafsu makan bertambah disertai penambahan berat badan

Tidak tahan cuaca dingin

Sulit tidur

Sembelit

Sering buang air besar & diare

Penambahan berat badan

Lemah

Rambut kering, tipis, kasar

Kulit diatas tulang kering menonjol & menebal

Kulit kering, bersisik, tebal, kasar Kulit diatas tulang kering menebal & menonjol

Mata membengkak, memerah & menonjol

Sindroma terowongan karpal

Mata peka terhadap cahaya

Kebingungan

Mata seakan menatap

Depresi

Kebingungan

Demensia

Hipotiroid Secara umum, berciri aktivitas fisik dan mental yang lambat tapi dapat asimptomatik  Lemas, kehilangan energi, lethargi  Naiknya berat badan  Kulit kering  Rambut rontok  Nyeri otot, nyeri sendi, ekstremitas melemah  Depresi  Emosinya labil, gangguan mental  Gangguan ingatan dan konsentrasi  Konstipasi  Penurunan nafsu makan  Intoleransi dingin  Gangguan menstruasi  Penurunan perspirasi  Penglihatan rabun  Pendengaran menurun  Tenggorokan terasa penuh

26



Goiter

Hipertiroid Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah:  Penurunan berat badan Salah satu efek dari hormon tiroid adalah berpengaruh terhadap laju metabolisme. Ini mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar daripada penyimpanan bahan bakar. Terjadi penurunan simpanan lemak dan penciutan otot akibat penguraian protein karena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan yang abnormal sehingga walaupun pasien banyak makan, tapi badan akan tetap kurus. Pasien jugaakan banyak berkeringat walaupun tidak terpapar sinar matahari karena peningkatan metabolisme. Kemungkinan diare karena terjadi peningkatan motilitas usus.  Exophtalmus Kondisi dimana bola mata menonjol keluar. Tanpa ada alasan yang terlalu jelas, Gambar dibelakang mata tertimbun karbohidrat kompleks yang menahan air. Retensi cairan 3.1 dibelakang mata mendorong bola mata kedepan, sehingga mata menonjol keluar dari tulang orbita. Kondisi seperti ini rentan terjadi ulkus kornea yang dapat mengakibatkan kebutaan.  Tremor Frekuensi tremor antara 10-50x/menit hal ini karena efek hormone tiroid pada system simpatis.  Takikardi Kisaran nadi antara 90 dan 100 kali permenit, tekanan darah sistolik (bukan diastolic) meningkat. Salah satu fungsi dari hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yaitu adalah untuk mengatur kerja pada sistem kardiovaskuler. Hormon tiroid ini berfungsi untuk meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung meningkat. Mungkin terjadi fibrilasi atrium dan dekompensasi jantung dalam bentuk gagal jantung kongestif, terutama pada pasien lansia.  Pembesaran tiroid Pada hipertiroid kelenjar tiroid di paksa mengsekresikan hingga diluar batas sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel-sel kelenjar tiroid membesar dan menekan area trakeadan esofagus sehingga terjadi gangguan respirasi, menelan dan sesak nafas juga bisa disebabkan oleh kelemahan otot-otot pernafasan yang dapat menyebabkan dipsneadan edema.  Gelisah (peka rangsang berlebihan dengan emosional), mudah marah, ketakutan, tidak dapat duduk dengan tenang  Toleransi terhadap panas buruk dan banyak berkeringat, kulit kemerahan dan mudah menjadi lunak,hangat dan lembab. Terdapat clubbing finger yang disebut plumer nail.  Gangguan reproduksi dan menstruasi  Pasien lansia mungkin mengeluhkan kulit kering gatal-gatal menyebar Struma  

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.

27

     

Peningkatan simpatis seperti: jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan Rasa tercekik di tenggorokan kadang disertai nyeri karena trachea dan esofagus tertekan jaringan yang membesar. Suara serak karena terdapat timbunan secret dan obstruksi pita suara Kesulitan menelan karena tertekannya saluran esophagus Fotofobia

L.O 3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING DIAGNOSIS 1. Anamnesis Ditanyakan apakah ada manifestasi klinis dari yang tertera diatas, obat atau terapi apa yang sudah pernah dilakukan. Dan apakah pernah terjadi penyakit yang sama pada keluarga Indeks Wayne : No. 1.

Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Nilai Bertambah Berat Sesak saat kerja +1

2.

Berdebar

+2

3.

Kelelahan

+3

4.

Suka udara panas

-5

5.

Suka udara dingin

+5

6.

Keringat berlebihan

+3

7.

Gugup

+2

8.

Nafsu makan naik

+3

9.

Nafsu makan turun

-3

10.

Berat badan naik

-3

11.

Berat badan turun

+3

2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. b. Palpasi Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi.Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 28

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Tanda Tyroid Teraba Bising Tyroid Exoptalmus Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata Hiperkinetik Tremor Jari Tangan Panas Tangan Basah Fibrilasi Atrial Nadi Teratur <80 x/menit 80-90 x/menit >90 x/menit

Ada +3 +2 +2 +1 +4 +1 +2 +1 +4

Tidak -3 -2 -2 -2 -1 -

+3

-3 -

Interpretasi hasil : Hipertiroid : ≥ 20 Eutiroid: 11 - 18 Hipotiroid: <11 3. Pemeriksaan Laboratorium Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi hormone tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid: a. Kadar Tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan radioligand assay. Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas.Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11 mg/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar dari 80 sampai 160 mg/ dl. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. b. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 mU/ml. Kadar TSH plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada pasien dengan hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada di bawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada pasien yang menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya assay radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. c. Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik terhadap kadar hormon tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini tidak digunakan secara rutin dalam menilai fungsi tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme basal (BMR) yang mengukur jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat; kadar kolesterol serum; dan tanda respons refleks tendon Achilles. Pada pasien dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar kolesterol serumnya tinggi.Refleks tendon Achilles memperlihatkan relaksasi yang lambat. Keadaan sebaliknya ditemukan pada pasien dengan hipertiroid. 29

d. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam. Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga,35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya tinggi dan akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan. 4. Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas). b. Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. c. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. Hasil Pemeriksaan Hipotiroid 1. Pemeriksaan Fisik  Peningkatan berat badan  Berbicara dan bergerak lambat  Kulit kering  Jaundice  Pallor (pucat)  Ekspresi wajah kurang  Bengkak di periorbital  Goiter (simple atau nodular)  Penurunan TD sistolik dan pengingkatan TD diastolic  Bradikardi  Edema pitting pada ekstremitas bawah 2. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan TSH dan T4 total dan bebas

30



Pasien hipotiroid primer didapatkan kadar TSH meningkat dan kadar hormone tiroid bebas menurun. Pasien dengan kadar TSH meningkat (biasanya 4,5-10,0 mIU/L) tetapi kadar hormon bebasnya normal atau mendekati normal hanya memiliki hipotiroidisme ringan atau subklinis. Kemudian kadar T4 yang diubah menjadi T3 meningkat untuk menjaga kadar T3.  Pada awal hipotiroidisme, kadar TSH meningkat, kadar T4 normal atau rendah, dan kadar T3 normal.  Pada pasien dengan penyakit nontiroid, sekresi TSH dapat normal atau menurun, kadar T4 total normal atau menurun, dan kadar T3 menurun. Abnormalitasnya terdapat pada penurunan produksi perifer T3 dari T4  Pada pasien dusfungsi hipotalamus atau disfungsi, kadar TSH tidak meningkat, tetapi kadar T4 rendah. b. Pemeriksaan TBG  Penurunan kadar TBG dan abnormalitas pada axis hipotalamushipofisis.  Selama penyembuhan, beberapa pasien. c. Hitung darah lengkap dan profil metabolisme  Didapatkan anemia, hyponatremia delusional, hyperlipidemia dan kadar serum kreatinin meningkat yang reversible. d. Anti- TPO (anti0thyroid peroxidase) dan anti-Tg (antithyroglobulin) antibody  Berguna untuk mengetahui etiologi hipotiroidisme atau memprediksi hipotiroid dimasa yang akan dating  Jika hasil positif, pemeriksaan jangan diulangi lagi. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Fine-needle aspiration biopsy (FNA-biopsy) Nodul tiroid dapat ditemukan pada pasien hipotiroid, eutiroid, atau hipertiroid pada saat pemeriksaan fisik atau rediografi thorax, CT, atau MRI. FNA biopsy merupana prosedur pilihan untuk mengevaluasi nodul yang dicurigai, biasanya dengan bantuin ultrasound. Faktor risiko nodul tiroid adalah usia lebih dari 60tahum, riwayat radiasi kepala atua leher dan riwayat keluarga terkana kanker tiroid. b. Penemuan histologi Tiroiditis autoimun menyebabkan menurunnya penyimpanan yodium intratiroid, meningkatnya metabolisme yodium dan defektivitas organifikasi. Inflamasi kronis kelenjar menyebabkan destruksi progresif pada fungsi jaringan dengan adanya infiltrasi yang menyebar oleh limfosit dan sel plasma dengan abnormalitas sel. Hipertiroid 1. Pemeriksaan Fisik Tanda umum tirotoksikosis adalah:  Takikardi atau atrial aritmia  Hipertensi sistolik  Kulit hangat, lembab, halus  Lid lag  Stare

31

     

Tremor tangan Otot melemah Penurunan berat badan tetapi nafsu makan naik Oligomenorrhea Goiter 50% pasien dengan tirotoksicosis grave menderta ophthalmopathy ringan, biasanya hanya edema periorbital, tetapi dapat juga chemosis (edema konjungtiva), injeksi, diplopia (disfungsi otot extraocular, dan proptosis

2. Pemeriksaan Laboratorium a. Kadar TSH Kadar TSH biasanya menurun (<0,05 µ IU/mL) pada thyrotoxicosis. Derajat keparahan thyrotoxicosis diketahui dari pengukuran kadar hormone thyroid. b. Kadar FT4 dan T3 total Direkomendasikan pada psien suspek thyrotoxicosis dan ketika TSH rendah. Pasien dengan thyrotoxicosis yang lebihi ringan hanya mengalami peningkatan kadar T3. c. Antibody anti-TPO dengan ELISA Pada kebanyakan kasus hipertiroidisme, kadarnya meningkat (Graves thyrotoxicosis) dan biasanya rendah/tidak ada pada goiter toxic multinodular dan adenoma toxic. d. Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) Meningkat pada Graves disease e. Anti thyroglobulin (anti-TG) antibody Terdapat juga pada graves disease, tetapi dapat muncul juga pada orang normal tanpa disfungsi tiroid f. Elektrokardiografi Direkomendasikan jika terdapat irregular atau peningkatan denyut jantung atau tanda gagal jantung (biasanya pada pasien manula terdapat aritmia atrial atau gagal jantung) 3. Pemeriksaan Penunjang a. Scintigraphy Etiologi thyrotoxicosis tidak hanya dapat diketahui melalui PF dan pemeriksaan lab lain. Iodine-123 (123I) atau technetium-99m (99mTc) dapat digunakan untuk scanning tiroid. Normalnya, isotope tersebut akan terdistribusi secara homogeny ke kedua lobus kelenjar tiroid. Pada pasien hipertiroidisme, pola ambilannya (diffuse vs nodular) bervariasi dengan kelainan mendasar. Kadar ambilan radioaktiv iodine (RAIU) juga bervariasi dengan kondisi yang berbeda. RAIU normal sekitar 5-20% tetapi dimodifikasi dengan bahan iodine pada diet pasien. DIAGNOSIS BANDING Hipotiroid Mongolisme, dimana terdapat epikantus, makroglosi, retardasi motorik dan mental, ”Kariotyping”, trisomi 21, dan tanpa miksedema Hipertiroid 

Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran pencernaan, tuberculosis, myasthenia, kelainan muscular, sindroma menopause, pheocromositoma, primary ophthalmophaty sangatlah sulit dibadakan dengan

32



  

penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat merasakan nyeri pada saat tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine tidaklah diperlukan. Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan hipertiroid. Pada ansietas biasanya fatique tidak hilang pada istirahat, telapak tangan berkeringat, denyut jantung pada waktu tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid normal. Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak tangan hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid abnormal. Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan hipertiroidism, harus dibedakan secara garis besar dari kejadian-kejadian yang spesifik pada system organ yang terlibat, dan juga dengan tes fungsi tiroid. Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus diperiksa oleh ophthalmologic, USG, CT scan, MRI scan, dan pemeriksaan neurologis.

Struma Tumor lain di mediastinum anterior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid dan keganasan paru. L.O 3.8 TATALAKSANA 1. Terapi supresi dengan I-tiroksin Terapi supresi dengan hormone thyroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermamfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% nodul yang reponsif. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi supresi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 0,1-0,3 mlu/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan, pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti mamfaat terapi supresi jangka panjang tersebut. Yang perlu di waspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat menimbulkan keadaan hiperthyroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopeni atau gangguan pada jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopeni pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif namun dapat memicu terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-monopause walaupun ternyata tidak selalu disertai peningkatan kejadian fraktur. 2. Suntikan etanol perkutan Penyuntikan etanol pada jaringan thyroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein, dan nekrosis pada jaringan thyroid dan infark hemoragik akibat trombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi

33

granulomatosa dengan multinucleated giant cell, dan kemudian secara bertahap jaringan thyroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa. Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikkan larutan etanol (alcohol) tidak banyak senter yang melakukan hal ini secar rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi, dalam 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Di samping itudapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, renbesan (leakage) alcohol kejaringan ekstrathyroid, juga ada resiko tirotoksikosis dan poralisi pita suara. 3. Terapi iodium radioaktif Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodulthyroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik dalam keadaan eutiroid maupun hyperthyroid. Tetapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non-toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia di operasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume modul thyroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya thyroiditis radiasi (jarang) dan disfungsi thyroid pasca-radiasi seperti hiperthyroidisme selintas dan hipothyroidisme. 4. Pembedahan Melauli tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul disamping dapat diperoleh specimen untuk pemeriksaan patologi. Hemithyroidektomi dapat dilakukan pada nodul jinak, sedanmgkan berapa luas thyroidektomi yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat resiko prognostic. Hal yang perlu diperhatiakn adalah pengulit seperti perdarahan pasca-pembedahan, obstruksi trachea pasca-pembedahan, gangguan pada nervus rekurens laringeus, hipoparathyroiidi, hypothyroid atau nodul kambuh.untuk menekan kejadian penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalamn dalam bidangnya.

34

Untuk menghapus kelenjar tiroid, sayatan dibuat di bagian depan leher (A). Otot dan jaringan penghubung, atau fasia, dibagi (B). Pembuluh darah dan arteri atas dan di bawah tiroid adalah putus (C), dan kelenjar akan dihapus dalam dua bagian (D). Jaringan dan otot diperbaiki sebelum irisan kulit ditutup (E). Indikasi: 1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid. 2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar 3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif 4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik 5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul 6. Multinodular Komplikasi tiroidektomi: a. Perdarahan. b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan. e. Sepsis yang meluas ke mediastinum. f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid. g. Trakeumalasia (melunaknya trakea). Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi kerangka bagian trakea. 5. Terapi laser interstisial denagn tuntunan ultrasonografi. Nodul thyroid dengan laser masih dalam tahap eksperimantal. Dengan menggunakan “low power laser energy”, energi termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakna pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak (benign solitary solid-cold nodule) mendapatkan hasil sebagai berikut: pengecilan volumenodul sebesar 44% (median) yang berkorelasi denganpenurunan gejala penekanandan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berati. Tidak ada korelasi antara deposit energi termal dengan penguirangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi thyroid. 6. Obat Anti Tiroid Obat antitiroid Indikasi :  Merupakan lini pertama terapi hipertiroid  Memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan hipertiroid.  Mengontrol tirotoksikosis sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.  Persiapan tiroidektomi 35

 

Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia Pasien dengan krisis tiroid : hipermetabolik berlebihan, flushing, gg. GIT, gagal jantung, panas, takikardia

Obat antitiroid yang sering digunakan: Obat Dosis awal(mg/hari)

Pemeliharaan(mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20 Metimazol 30-60 5-20 Propiltiourasil 30-60 5-20 a. Propiltiourasil (PTU) Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4 serta menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Masa kerja pendek sehingga diminum tiap 8 jam b. Metimazol Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4 sehingga diharapkan kadar hormon tiroid dalam plasma akan turun. Masa kerja panjang karena itu diminum 1-2x sehari. Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan pada 80% pasien-pasien yang diterapi dengan karakteristik:  kelenjar tiroid kembali normal ukurannya  pasien dapat dikontrol dengan obat antitiroid dosis kecil  TSH R Ab tidak terdeteksi dalam serum  jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi liotironin Monitoring T3 dilakukan selama terapi. Sering ditemui kondisi Relaps yaitu pasien yang sudah berhenti minum antitiroid kemudian dalam 1 tahun kembali hipertiroid lagi. Biasanya pasien ini akan diterapi antitiroid lagi atau iodium radioaktif dengan antitiroid. Efek samping: rash (beri antihistamin), agranulositosis, ikterus kolestastik, edema angioneurotik, hepatotoksik dan artralgia akut (hentikan terapi, ganti terapi lain seperti terapi radioaktif atau bedah) L.O 3.9 KOMPLIKASI Hipotiroid 1. Koma miksedema: merupakan stadium akhir hipotiroidism yang tidak terobati. Gejala: kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglikemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Komplikasi ini dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidism permanen. Mortalitas sangat tinggi pada pasien-pasien tua dengan penyakit paru dan pembuluh darah. Pemeriksaan menunjukkan bradikardi, hipotermia berat dengan suhu tubuh mencapai 24° C (75° F). Pasien biasanya wanita, tua, gemuk, kulit kekuningan, suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata bengkak, ileus dan refleks-refleks melambat. Mungkin ada tanda penyakit lain seperti pneumonia, infark miokard, trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal.

36

2. Miksedema dan Penyakit Jantung: dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark miokard. Namun karena sudah ada angioplasti koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat ditolerir. 3. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik: hipotiroidism sering disertai depresi yang cukup parah. Pasien seringkali kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan FT4 dan TSH sangat efisien untuk mendiagnosis pasien, dimana pasien berespons terhadap terapi tunggal levotiroksin atau dikombinasi dengan obat-obat psikofarmakologik. Hipertiroid 1. Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") Merupakan eksaserbasi akut semua gejala tirotoksikosis dan dapat menyebabkan kematian. Terkadang krisis tiroid dapat ringan dan nampak sebagai reaksi febris pasca tiroidektomi, namun kebanyakan kasus terjadi dalam bentuk yang lebih berat. Terjadi pasca operasi, terapi iodin radioaktif atau partus pada pasien tirotoksikosis tidak terkontrol, diabetes tak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang berat, atau infark miokard. Gejala: hipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik berlebihan. Febris dari 38 sampai 41°C (10-106°F), flushing dan keringat berlebihan. Takikardi berat hingga fibrilasi atrium, tekanan nadi tinggi dan terkadang gagal jantung.Gejala SSP seperti agitasi berat, gelisah, delirium, dan koma.Gejala GIT seperti nausea, muntah, diare dan ikterus. Akibat yang fatal berhubungan dengan gagal jantung dan syok. Gejala yang paling menonjol adalah hiperpireksia yang jauh lebih berat dari tanda-tanda lain serta hasil lab berupa peningkatan T4, FT4 dan T3 serum, serta kadar TSH yang tersupresi. 2. Aritmia akibat kontraksi otot jantung tidak teratur dan serangan jantung. 3. Pada kehamilan meliputi morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan bayi baru lahir. Pada ibu dapat diinduksi hipertensi pada kehamilan, pre-eklamsia, gagal jantung, danpersalinan preterm. Pada janin dan neonatus dapat terjadi kelahiran mati, goiter, hipertiroiditis dan hipotiroiditis Struma 1. Gangguan menelan atau bernafas 2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif (jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh) 3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadirapuh, keropos dan mudah patah. 4. Pembengkakan pada leher depan secara bertahap membesar dan membentuk benjolan, biasanya tidak sakit, penekanan pada esophagus dan trakea.

37

L.O 3.10 PROGNOSIS Hipotiroid Perjalanan miksedema yang tidak diobati menyebabkan penurunan keadaan secara lambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian. Namun, denganterapi sesuai, prognosis jangka panjang sangat menggembirakan. Karena waktu paruh tiroksin yang panjang (7 hari), diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk memantau FT4 atau FT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normal tercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus ditingkatkan kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih lambat, dan dosis akan diturunkan sesuai dengan umur. Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira80%. Prognosis telah sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasi yang dibantu secara mekanis dan penggunaan levotiroksin intravena. Pada saat ini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola. Hipertiroid Secara umum, perjalanan penyakit Graves ditandai oleh remisi dan eksaserbasi jangka lama kecuali bila kelenjar dirusak melalui pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa pasien bisa tetap eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak yang akhirnya menjadi hipotiroidisme. Jadi, follow-up seumur hidup merupakan indikasi untuk semua pasien dengan penyakit Graves. Struma Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na131 I menghasilkan hipertiroid yang kontinyu dan membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid. L.O 3.11 PENCEGAHAN 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah: a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil.Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan

38

menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang.Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc. 2. Pencegahan Sekunder: adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit 3. Pencegahan tersier: bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan L.I 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGATASI KECEMASAN MENURUT PANDANGAN ISLAM 1. Tawakal Kepada Allah Terlepas ada yang bisa dilakukan atau tidak, tawakal akan mengurangi kecemasan. Kita yakin, bahwa apa yang akan terjadi adalah ketentuan Allah dan Allah pasti memberikan yang terbaik bagi kita. Untuk itu, serahkan semuanya kepada Allah, mintalah bantuan, pertolongam, dan bimbingan Allah agar kita menemukan solusi, mampu menghadapi yang kita cemaskan, dan lebih baik lagi jika terhindar dari apa yang kita cemaskan. 2. Tadabbur Quran 3. Berdzikir 4. Selalu berpikir bahwa apa yang terjadi, adalah yang terbaik bagi kita Satu ayat yang langsung menghilangkan kehawatiran adalah:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216) Bisa jadi, kita memang tidak suka dengan rasanya, padahal itu yang terbaik bagi kita. Sebagai contoh kehilangan uang memang pahit, apalagi dalam jumlah yang besar. Kita tidak suka, padahal bisa jadi Allah sudah punya rencana yang lebih baik dibalik kehilangan uang tersebut. Kita hanya tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Kadang, kesadaran akan manfaatnya kita ketahui belakangan. Masalahnya banyak orang yang menolak ini. Mereka lebih memilih mendapatkan keinginan dia (hawa nafsu) ketimbang pilihan Allah yang pastinya jauh lebih baik. Ini

39

tentang keimanan, apakah anda yakin Allah memberikan yang terbaik atau tidak. Jika yakin, maka insya Allah, kecemasan itu akan hilang. 5. Cari Pilihan Ikhtiar Yang Optimal Saat merasa panik karena kecemasan berlebihan, sering kali pikiran menjadi buntu. Kita tidak bisa memikirkan apa yang harus kita lakukan. Paling gawat saat kita memilih solusi jalan pintas yang akan disesali bahkan tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan dua sikap diatas, yaitu yakin bahwa Allah akan memberikan terbaik dan kita menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, insya Allah kita akan lebih tenang dan bisa berpikir lebih jernih.

40

DAFTAR PUSTAKA

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan Terapeutik FKUI Price SA, Wilson ML. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol (2). Alih Bahasa. Brahm, Huriawati Hartono, Pita Wulansari, Dewi Asih. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta : EGC Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel, Edisi 6. Jakarta: EGC. Harrison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta: EGC

41

Related Documents


More Documents from "BIntangsinaga"