Tanggung Jawab Korporasi

  • Uploaded by: Herman Adriansyah AL Tjakraningrat
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tanggung Jawab Korporasi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,267
  • Pages: 53
Alvi Syahrin Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fak. Hukum USU Medan Ketua Program Doktor (S3) dan Magister (S2) Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana USU Medan Sekretaris Majelis Wali Amanat USU

Dalam interaksinya di masyarakat: eksistensi dan kualitas hidup manusia ditentukan berdasarkan pada referensi: nilai dan moral Problem utama tiap masyarakat modern: bukan menginginkan perusahaan yang besar, melainkan apa yang dapat diharapkan terhadap perusahaan besar tersebut guna melayani kepentingan masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita masyarakat sejahtera

Korporasi: sebagai subyek hukum tidak hanya menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip ekonomi (mencari keuntungan yang sebesar-besarnya) tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan hukum di bidang ekonomi yang digunakan pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

Peranan yang diharapkan terhadap korporasi: di dalam proses: modernisasi atau pembangunan, diantaranya: = memperhatikan dan = membina kelestarian kemampuan sumber alam dan LH

Terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan: kebanyakan dilakukan dalam konteks: = menjalankan suatu usaha ekonomi dan = sering juga merupakan sikap penguasa maupun pengusaha yang - tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam PLH

Untuk adanya pertanggungjawaban pidana:

-- harus jelas lebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya harus dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana tertentu.  menyangkut masalah subyek tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan oleh pembuat UU untuk pidana ybs. Setelah pelaku ditentukan: selanjutnya bagaimana mengenai pertanggungjawaban pidananya.

Sifat pertanggungjawaban korporasi (badan hukum)  dalam hukum pidana terdapat beberapa cara atau sistem perumusan yang ditempuh oleh pembuat UU, yaitu: a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnyalah yang bertanggungjawab b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab

Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan penguruslah bertanggungjawab:  kpd pengurus dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu Kewajiban yang dibebankan tersebut: sebenarnya merupakan kewajiban dari korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini : terdapat suatu alasan yang menghapuskan pidana. Dasar pemikirannya: korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang melakukan tindak pidana itu, dan karenanya penguruslah yang diancam pidana dan dipidana.

Dalam hal korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan pengurus yang bertanggungjawab:  dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu apa yg dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan AD Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi:  tindak pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut.  Sifat dari perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggungjawab pidana, terlepas dari : apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu.

Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab: motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang dapat dipidana ternyata tidak cukup karena badan hukum menerima keuntungan dan masyarakat sangat menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut.

Pasal 46 UUPLH: pertanggungjawaban pidana badan hukum dapat dimintakan kepada: -- badan hukum, -- pengurus badan hukum, -- badan hukum bersama-sama dengan pengurus.

(1)

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

(2)

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh dan atau atasnama badan hukum, perseoroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.

(3)

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau ditempat pengurus melakukan pekerjaan tetap

(4)

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutandiwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan

Pasal 46 UUPLH dapat dijelaskan sbb: 

Ketentuan Pasal tersebut menetapkan bahwa disamping orang secara pribadi, tindak pidana lingkungan dapat dilakukan oleh badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain.



Penyebutan perseroan, perserikatan atau organisasi lain setelah badan hukum menunjukkan bahwa subyek hukum pidana lingkungan adalah badan hukum dan bentuk organisasi lain yang bukan badan hukum.



Prinsip dalam pertanggungjawaban pidana badan hukum dan organisasi lain bukan berbentuk badan hukum yang diakui sebagai subyek hukum



Sanksi atau tindakan tertentu dikenakan kepada: -- Badan hukum dan organisasi lain yang bukan badan hukum; -- Mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana; -- Yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana. -- Gabungan baik pemberi perintah maupun pimpinan dalam melakukan tindak pidana.



Pertanggungjawaban pidana badan hukum dan organisasi lain tersebut, diperluas termasuk juga apabila tindak pidana lingkungan tersebut dialkukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdsar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum. --- tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pimpinan tanpa mengingat hubungan antar keduanya.

Pengertian mereka yang bertindak sebagai pimpinan:  tidak terbatas hanya pimpinan dalam melakukan tindak pidana lingkungan, tetapi juga diartikan pimpinan ikut bertanggungjawab terhdap akibat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan. misalnya: ada orang yang bekerja pada badan hukum atau organisasi lain melakukan suatu perbuatan seperti membuang limbah di suatu tempat yang bukan peruntukannya atau tanpa izin sehingga menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, maka yang bertanggungjawab tidak hanya pekerja tersebut, tetapi pimpinannya juga ikut bertanggungjawab atas perbuatan pekerja tersebut, meskipun pimpinan tersebut tindak memerintah dan memimpin pelanggaran tersebut.

Pasal 46 (1) UUPLH

Tindak pidana dilakukan: ☼ oleh atau atas nama: ► badan hukum ► perseroan ► perserikatan ► yayasan, atau ► organisasi lain,

☼ tuntutan pidana ☼ sanksi pidana serta ☼ tindakan tata tertib dijatuhkan terhadap: ☺ badan hukum perseroan ☺ perserikatan ☺ yayasan atau ☺ organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang:

☺ memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tsb, atau ☺ bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau ☺ terhadap kedua-duanya.

Pasal 46 (2) UUPLH

tindak pidana: dilakukan oleh dan atau atas nama: - badan hukum - perseoroan - perserikatan - yayasan atau - organisasi lain

dilakukan oleh orang-orang:

- berdasar hubungan kerja maupun - berdasar hubungan lain,

yang bertindak dalam lingkung ☺badan hukum, ☺ perseroan, ☺ perikatan, ☺ yayasan atau ☺ organisasi lain,

ijatuhkan terhadap mereka yang: ☼ tuntutan pidana dilakukan dan memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin ☼ sanksi pidana tanpa mengingat apakah orang-orang tsb: - baik berdasar hubungan kerja maupun melakukan TP secara: - berdasar hubungan lain, -

-

sendiri atau bersama-sama

Tuntutan dilakukan terhadap:

Pasal 46 (3)(4) UUPLH

☻badan hukum ☻ perseroan

untuk menghadap dan ☻ perserikatanpanggilan atau

penyerahan surat-surat panggilan

☻ organisasi lain

ditujukan kepada: pengurus - di tempat tinggal mereka, atau - di tempat pengurus melakukan pekerjaan te t

at penuntutan diwakili oleh bukan pengurus: hakim dapat memerintahkan: supaya pengurus menghadap sendiri di pengad

☻Perampasan keuntungan yg diperoleh dari tindak pidana; dan atau ☻ Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau ☻ Perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau ☻ Mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau ☻ Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau ☻ Menempatkan perusahaan di bawah pengampunan paling lama 3 (tiga) tahun

Menetapkan badan hukum sebagai pelaku tindak pidana: dapat dengan berpatokan pada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuantujuan badan hukum tersebut. Badan hukum diperlakukan sebagai pelaku: jika terbukti tindak bersangkutan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan badan hukum, juga termasuk dalam hal orang (karyawan perusahaan) yang secara faktual melakukan tindak bersangkutan yang melakukannya atas inisiatif sendiri serta bertentangan dengan instruksi yang diberikan. (Namun dalam hal yang terakhir ini tidak menutup kemungkinan badan hukum mengajukan keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam dirinya)

Menetapkan badan kukum sebagai pelaku tindak pidana: dapat dilihat dari kewenangan yg ada pd badan hukum tersebut. Badan hukum secara faktual mempunyai wewenang mengatur/ menguasai dan/atau memerintah pihak yang dalam kenyataan melakukan tindak terlarang. Badan hukum yang dalam kenyataannya kurang/tidak melakukan dan/atau mengupayakan kebijakan atau tindak pengamanan dalam rangka mencegah dilakukannya tindak terlarang dapat diartikan bahwa badan hukum itu menerima terjadinya tindakan terlarang tersebut, sehingga badan hukum dinyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Badan hukum dalam upaya PLH mempunyai kewajiban untuk membuat kebijakan/langkah-langkah yang harus diambilnya, yaitu: 1. merumuskan kebijakan di bidang lingkungan; 2. merumuskan rangkaian/struktur organisasi yang layak (pantas) serta menetapkan siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan lingkungan tersebut; 3. merumuskan instruksi/aturan-aturan internal bagi pelaksanaan aktifitas-aktifitas yang mengganggu lingkungan dimana juga harus diperhatikan bahwa pegawai-pegawai perusahaan mengetahui dan memahami instruksi-instruksi yang diberlakukan perusahaan ybs 4. penyediaan sarana-sarana finansial atau menganggarkan biaya pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan LH

Kewajiban:

suatu peranan yang harus dilaksanakan oleh pemegangnya. Setiap orang dapat dipaksa untuk melaksanakan kewajibannya.

Sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban tersebut: Hukum Pidana baru berlaku atau diterapkan jika orang tersebut: 1. Sama sekali tidak melakukan kewajibannya, 2. Tidak melaksanakan kewajibannya itu dengan baik sebagaimana mestinya, yang dapat berarti a. kurang melaksanakan kewajibannya; b. tertambat melaksanakan kewajibannya, atau c. salah dalam melaksanakan kewajibannya, baik secara di sengaja maupun ridak disengaja 3. Menyalahgunakan pelaksanaan kewajiban itu.

Jika terhadap kewajiban-kewajiban:  badan hukum tidak atau kurang memfungsikan dengan baik, hal ini dapat merupakan alasan: untuk mengasumsikan bahwa badan hukum kurang berupaya atau kurang kerja keras dalam mencegah (kemungkinan) dilakukan tindak terlarang.

Menetapkan badan hukum:  sebagai pelaku tindak pidana lingkungan: ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Apakah kasus tersebut berkenan dengan tindak pidana dimana gangguan terhadap kepentingan yang dilindungi dinyatakan sebagai tindak pidana; 2. Norma-norma ketelitian/kecermatan yang terkait pada perilaku yang mengganggu lingkungan; 3. Sifat, struktur dan bidang kerja dari badan hukum tersebut.

(Muladi) Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hendaknya memperhatikan hal-hal: 1. Korporasi mencakup baik badan hukum (legal entity) maupun non badan hukum seperti organisasi dan sebagainya; 2. Korporasi dapat bersifat privat (private juridical entity) dan dapat pula bersifat publik (public entity);

3. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam bentuk organisasional, maka orang alamiah (managers, agents, employess) dan korporasi dapat dipidana baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama (bi­ punishmentprovision); 4. Terdapat kesalahan manajemen korporasi dan terjadi apa yang dinamakan breach of- a statutory or regulatory provision;

6. Pertanggungjawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggungjawab di dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasikan, dituntut dan dipidana; 7. Segala sanksi pidana dan tindakan pada dasarnya dapat dikenakan pada korporasi, kecuali pidana mati dan pidana penjara. (Dalam hal ini perlu dicatat bahwa Amerika Serikat mulai dikenal apa yang dinamakan corporate death penalty dan corporate imprisonment yang mengandung pengartian larangan suatu korporasi untuk berusaha di bidangbidang usaha tertentu dan pembatasan-pembatasan lain terhadap langkah­-langkah korporasi dalam berusaha)

7. Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi tidak menghapuskan kesalahan perorangan; 8. Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memperhatikan kedudukan korporasi untuk mengendalikan perusalaaan, melalui kebijakan pengurus atau para pengurus (corporate executive officers) yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan (power of decision) dan keputusan tersebut telah diterima (accepred) oleh korporasi tersebut.

Guna menentukan:  siapa-siapa yang bertanggung­jawab: di antara pengurus suatu badan hukum yang harus memikul beban pertanggungjawaban pidana tsb: harus ditelusuri segi dokumen: - AMDAL, - Izin (lisensi) dan - pembagian tugas pekerjaan dalam jabatan jabatan yang terdapat pada badan hukum (korporasi) yang bersangkutan.

Penelusuran dokumen-dokumen tersebut akan menghasilkan:  - data, - informasi dan - fakta dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha ybs dan sejauhmana pemantauan dan pengendalian yang telah dilakukan terhadap dampak tersebut.  dapat diketahui pula, bagaimana hak dan kewajiban pengurus-pengurus perusahaan tersebut, untuk memantau, mencegah dan mengendalikan dampak negatif kegiatan perusahaan. dari penelusuran itu, akan nyata pula apakah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan tersebut terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian.

Korporasi dapat mengurangi resiko tanggung jawab lingkungan dari operasi/kegiatannya sehari-hari, dengan cara: l. Memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan badan (instansi) yang melakukan pengawasan lingkungan. Pejabat (instansi) yang melakukan pengawasan lingkungan biasanya memberikan kesempatan bagi korporasi untuk memperbaiki pelanggaran yang telah dilakukannya. Perbaikan terhadap pelanggaran yang telah dilakukan menjadikan diterapkannya asas subsidaritas dalam penegakan hukum pidana. 2. Melakukan perbaikan yang sesegera mungkin terhadap pemberitahuan pelanggaran yang dilakukan dan perbaikan tersebut didokumen­tasikan dengan baik.

3.Mencari nasehat hukum sebelum merespon pemeriksaan oleh pejabat (instansi) yang melakukan pengawasan lingkungan, agar dapat merespon secara tepat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pejabat (instasi) tersebut. 4. Memelihara catatan-catatan secara rinci mengenai pembelian dan pembuangan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang digunakan dalam kegiatan operasional korporasi, sehingga a. catatan pembuangan limbah secara tepat dapat diketahui guna pembelaan terhadap aksi penegakan hukum, dan b. jumlah dan jenis bahan kimia yang digunakan korporasi dapat ditetapkan.

5. Membuang limbah B3 hanya melalui perusahaan pembuangan limbah B3 yang handal dan kredibel, jika mungkin korporasi melakukan daur ulang. - Kontrak dengan pihak yang menangani limbah harus diperiksa dan diteliti oleh korporasi dan konsultan hukumnya guna menjamin bahwa proses penanganan limbah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 6. Menerapkan suatu program pemenuhan dan pengurangan B3 yang komprehensif, antara lain mencurahkan perhatian dan dana untuk evaluasi atas penggunaan B3 dengan melakukan pembuatan serta penerapan rencana yang komprehensif untuk pengurangan dan pencegahan dari penggunaan B3. Perusahaan memenej, mengukur, meningkatkan dan mengkomunikasikan aspek-aspek lingkungan dari operasi kegiatannya dengan cara yang sistematis.

Direktur perusahaan tidak dapat melepaskan dirinya dari pertanggungjawaban pidana dalam hal perusahaan yang dipimpinnya mencemari dan atau merusak lingkungan, oleh karena didasarkan kepada Pasal 82 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) jo. Pasal 2 UUPT dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPLH serta prinsip hukum yang terbit dari adanya duty of care Pasal 82 UUPT  Pasal 97 UU No. 40/2007 UUPT Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasa12 UUPT  Pasal 2, Pasal 4 UU No. 40/2007 UUPT Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

1. Perseroan Terbatas,  Perseroan, badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2. Organ Perseroan: Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. 5. Direksi: Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Pasal 2 UU No. 40/2007 Perseroan: harus: - mempunyai maksud dan tujuan serta - kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Pasal 4 UU No. 40/2007 Terhadap Perseroan: berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Direksi Pasal 92 UU No. 40/2007 (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU ini dan/atau anggaran dasar. (3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. (4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. (5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. (6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

Pasal 97 (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. (5) ........ (6) ........ (7) ........

"Duty of care " direksi”, antara lain: 1. Direktur mempunyai kewajiban untuk pengelolaan perusahaan dengan iktikad baik (good faith) dimana direkur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam pengelolaan perusahaan sesuai dengan kehati-hatian (care) sebagaimana orang biasa yang harus berhati-hati, 2. Kewajiban atas standard kehati-hatian ditentukan oleh kewajiban seorang direktur sesuai dengan penyelidikan yang rasional. Kegagalan untuk melaksanakan "duty of care " tersebut dengan sendirinya merupakan pelanggaran terhadap fiduciary duty tanpa memperhatikan apakah perbutan tersebut sebenarnya menimbulkan kerugian pada pemberi fiducia, oleh karena pemegang kepercayaan diharuskan untuk menerapkan standard perilaku yang lebih tinggi dan dapat diminta pertanggungjawabannya berdasarkan doktrin "constructive fraud " untuk pelanggaran fiduciary duty.

Direktur: tidak dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana dalam hal terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, hal ini disebabkan direksi memiliki "kemampuan" dan "kewajiban" untuk mengawasi kegiatan korporasi termasuk kewajiban untuk melakukan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Untuk menilai : apakah direksi melakukan pengawasan yang cukup thdp kegiatan-kegiatan (operasional) korporasi, dapat dilihat dari: a. Partisipasi direksi di dalam penciptaan dan persetujuan atas rencana bisnis korporasi yang ada kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup, b. Partisipasi aktif di bidang manajemen, khususnya menyangkut kegiatan yang berkaitan dengan B3; c. Melakukan pengawasan terhadap fasilitas­fasilitas korporasi secara berulang-ulang;

d.

Mengambil tindakan terhadap karyawan/bawahan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pengelolaan lingkungan hidup;

e.

Menunjuk/mengangkat individu yang memiliki kualitas dan kemampuan untuk bertanggung­jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup korporasi;

f.

Menunjuk/mengangkat konsultan yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan secara berkala;

g. Permintaan untuk mendapatkan perangkat/ instrumen guna membantu manajemen maupun operasional korporasi dalam mentaati hukum lingkungan; h. Meminta laporan secara berkala kepada penanggungjawab pengelolaan lingkungan korporasi yang menyangkut pencegahan dan perbaikan. i. kepada manajemen korporasi untuk menerapkan program yang dapat meminimalisir kesalahan karyawan dan melaksanakan program penyuluhan.

j. Menyediakan cadangan ganti kerugian yang memadai dalam tanggung jawab korporasi terhadap kemungkinan kerugian lingkungan. k. Direksi

korporasi yang peka terhadap masalah lingkungan harus menguji ganti rugi yang memadai, mencakup tanggung jawab lingkungan secara khusus

l.

Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap kebijakan tanggung jawab direksi dan pejabat sehingga dari aspek komersil perusahaan asuransi dapat memberi dana yang memadai

Langkah-langkah yang diambil oleh direksi tersebut di atas dapat mengurangi tanggungjawab lingkungan direksi, setidak-tidaknya tindakan direksi hanya dapat dikategorikan sebagai kealpaan (negligence) bukan kesengajaan

Sifat pertanggungjawaban korporasi (badan hukum): dalam hukum pidana terdapat beberapa cara atau sistem perumusan yg ditempuh oleh pembuat undang-undang, yaitu a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnyalah yang bertanggungjawab. b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab. c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab



Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan penguruslah bertanggungjawab, kepada pengurus dibebankan kewajiban- kewajiban tertentu. Kewajiban yang dibebankan tersebut sebenarnya merupakan kewajiban dari korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini terdapat suatu alasan yang menghapuskan pidana. Dasar pemikirannya yaitu korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang melakukan tindak pidana itu, dan karenanya penguruslah yang diancam pidana dan dipidana.



Dalam hal korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan pengurus yang bertanggungjawab:

dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu: apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi: tindak pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut. Sifat dari perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggungjawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu

Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang dapat dipidana ternyata tidak cukup karena badan hukum menerima keuntungan dan masyarakat sangat menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut. -

Related Documents

Tanggung Jawab Bersama
November 2019 30
Tanggung Jawab Bersama
December 2019 32

More Documents from "imansyah"