Tak Pk Kel 7.doc

  • Uploaded by: yoga adie
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tak Pk Kel 7.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,845
  • Pages: 33
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERILAKU KEKERASAN Proposal ini disusun untuk memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa Dosen Pembimbing : Endang Caturini S, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh : 1. Ana Safitri D

(P27220016052)

2. Aprilia Eka P

(P27220016055)

3. Ayu Dwi Setiani

(P27220016060)

4. Deila Tiara

(P27220016064)

5. Fitri Irma R

(P27220016072)

6. Yeni Kusmiyanti

(P27220016095)

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA D-III KEPERAWATAN 2018

TERAPI AKTIVITAS BERFOKUS PADA PERILAKU KEKERASAN

A. Latar Belakang Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki riwayat melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki kriteria perilaku kekerasan Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain.

B. Landasan Teori 1. Definisi Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).

2. Faktor Predisposisi Ada

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

terjadinya

perilaku

kekerasan yaitu : a. Faktor psikologis Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas. Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut: 1)

Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.

2)

Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.

3)

Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor soosial budaya Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif. c. Faktor biologis Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus

elektris ringan pada

hipotalamus

bidatang ternyata

menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal. Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang mendukung: 1) Masa kanak-kanak yang mendukung 2) Sering mengalami kegagalan 3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif 4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

d. Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009): 1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. 2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. 3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 4) Ketidaksiapan

seorang

ibu

dalam

merawat

anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. 5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap e. Tanda dan Gejala Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1) Fisik a)

Muka merah dan tegang

b)

Mata melotot/ pandangan tajam

c)

Tangan mengepal

d)

Rahang mengatup

e)

Postur tubuh kaku

f)

Jalan mondar-mandir

2) Verbal a)

Bicara kasar

b)

Suara tinggi, membentak atau berteriak

3)

c)

Mengancam secara verbal atau fisik

d)

Mengumpat dengan kata-kata kotor

e)

Suara keras

f)

Ketus

Perilaku a) Melempar atau memukul benda/orang lain b) Menyerang orang lain c) Melukai diri sendiri/orang lain d) Merusak lingkungan e) Amuk/agresif

4) Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. 5) Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. 6) Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar. 7) Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. 8) Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

f. Rentang Respon Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif

Asertif

Respon Maladaptif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Asertif

: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang

lain

dan

memberikan

ketenangan. b. Frustasi

: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.

c. Pasif

: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif

: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan

: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin

menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti

atau

diremehkan.”

Rentang

respon

kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).

g. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah: 1) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain. 2) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik. 3) Represif,

yaitu mencegah keinginan

yang berbahaya bila

diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan. 4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan. 5) Displecement,

yaitu

melepaskan

perasaan

tertekan

dengan

bermusuhan pada objek yang berbahaya. 6) Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayangbayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak

pada keselamatan

dirinya dan orang lain

(resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga

tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

C. Terapi Aktivitas Kelompok 1. Pengertian Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

2. Tujuan Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya. Kelompok berfungsi

sebagai tempat berbagai pengalaman dan

saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain. Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri

peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya. Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

3. Kriteria Pasien Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok iniadalah: a.

Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.

b.

Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk, dalam keadaan tenang.

c.

Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)

4. Pengorganisasian a. Leader (Yeni), bertugas: 1)

Mengkoordinasi seluruh kegiatan.

2)

Memimpin jalannya terapi kelompok

3)

Memimpin diskusi.

b. Co-Leader (Tiara), bertugas : 1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan. 2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang. 3) Membantu memimpin jalannya kegiatan. 4) Menggantikan leader jika terhalang tugas. c. Fasilitator (Ana, Irma, April), bertugas: 1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok. 2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan. 3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.

4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan. 5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.

d. Observer (Ayu), bertugas : 1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir. 2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok. 3) Mengobservasi perilaku pasien 5. Setting tempat

Keterangan : : Leader : Co-leader : Fasilitator : Klien : Observer

6. Peserta a. Nn. A Data fokus: Pasien suka marah-marah dan berbicara kasar.. b. Nn. B Data fokus

:

Pasien dibawa ke Rumah Sakit karena melempar batu kepada ibunya, berkelahi dengan ibunya.

c. Nn. C Data fokus Pasien

:

suka

melempar

barang-barang

ke

orang

yang

mengganggunya saat dia merasa terganggu.

d. Nn. D Data fokus

:

Pasien di bawa ke RSG karena memukul ibunya dan mengamuk di masjid. e. Nn. E Data fokus

:

Pasien suka ngedumel sendiri dan berbicara kasar. f. Nn. F Data fokus : Pasien mengamuk.

TERAPI STIMULASI PERSEPSI TERBAGI DALAM 5 SESI: Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan A. Tujuan : 1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya. 2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala marah). 3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan). 4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

B. Setting : 1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran 2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat : 1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard 2. Kapur/ spidol 3. Buku catatan dan pulpen 4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian : 1. Leader 2. Co-leader 3. Observer 4. Fasilitator

E. Metode : 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran/ simulasi

F. Langkah kegiatan : 1. Persiapan a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif b. Membuat kontak dengan klien c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis kepada klien 2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama). 3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama) b. Evaluasi 1) Menanyakan perasaan klien saat ini 2) Menanyakan masalah yang dirasakan c. Kontak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 2) Menjelaskan aturan main berikut 

Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.



Lama kegiatan 45 menit



Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja a. Mendiskusikan penyebab marah. 1) Tanyakan pengalaman tiap klien 2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi. 1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala) 2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal, merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri sendiri) 1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah. 2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard. d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering dilakukan untuk diperagakan e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku kekerasan). f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi. g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan 1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan. 2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard. h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien. i.

Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.

j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibat perilaku kekerasan. k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat menghadapi kemarahan. 4. Tahap terminasi a. Evaluasi 1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif. b. Tindak lanjut 1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta akibat perilaku kekerasan. 2) Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.

c. Kontrak yang akan datang 1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan. 2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya. 5. Evaluasi Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formlir evaluasi sebagai berikut. Sesi 1: TAK Simulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan psikologis No

Nama Klien

Penyebab PK

Memberi tanggapan tentang Tanda& Gejala Perilaku PK Kekerasan

Akibat PK

Petunjuk: 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien 2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilakuk kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”), perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika semua dirasakan selama dirumah sakit.

Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik

A. Tujuan: 1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien 2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan. 3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan

B. Setting: 1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan. 2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat: 1. Kasur / kantong tinju/ gendang 2. Papan tulis/ flipchart/ witheboard 3. Buku catatan dan pulpen 4. Jadwal kegiatan klien D. Pengorganisasian : 1. Leader 2. Co-leader

3. Observer 4. Fasilitator

E. Metode: 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran/ stimulasi

F. Langkah kegiatan: 1. Persiapan a.

Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.

b.

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi a.

b.

Salam terapeutik 1.

Salam dari terapis pada pasien

2.

Klien dan terapis pakai papan nama.

Evaluasi /validasi 1.

Menanyakan perasaan klien saat ini

2.

Menyanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.

c. Kontrak 1.

Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

2.

Menjelaskan aturan main berikut : a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis. b. Lama kegiatan 45 menit c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.\

3. Tahap Kerja a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien

1)

Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakukan klien

2)

Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan kemarahan secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang. c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan. d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih 1) Terapis mempraktikan 2) klien melakukan redemonstrasi e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran kemarahan f. Upayakan semua klien berperan aktif

4. Tahap Terminasi a. Evaluasi 1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK 2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan b. Tindak lanjut 1.Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus penyebab perilaku kekerasan 2. Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari 3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien c. Kontrak yang akan datang 1. Meyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang asertif 2. Meyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2 kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 2 Stimulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik

No

Nama Klien

Mempraktikan cara fisik yang pertama

Mempraktikan cara fisik yang kedua

1 2

Petunjuk : 1.Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien. 2.Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan dua cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda jika klien mampu dan tanda jika klien tidak mampu. Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2 TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien mampu mempraktikkan tarik napas dalam, tetapi belum mampu mempraktikkan pukul kasus dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).

Sesi 3: Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial

A. Tujuan 1. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa. 2. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan. B. Setting 1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangan nyaman dan tenang. C. Alat 1. Papan tulis / flipchart/whiteboard dan alat tulis 2. Buku catatan dan pulpen 3. Jadwal kegiatan klien D. Pengorganisasian : 1. Leader 2. Co-leader 3. Observer 4. Fasilitator E. Metode 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran / simulasi F. Langkah kegiatan 1. Persiapan a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 2. b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis kepada klien. 2) Klien dan terapis pakai papan nama. b. Evaluasi / validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini. 2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah serta perilaku kekerasan. 3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan. c. Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan. 2) Menjelaskan aturan main berikut. a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. b) Lama kegiatan 45 menit. c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. Tahap kerja a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang lain. b. Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien. c. Terapis mendemonstrasikan cara meninta sesuatu tanpa paksaan, yaitu “Saya perlu / ingin/ minta ..., yang akan saya gunakan untuk...”. d. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin c. e. Ulangi d. sampai semua klien mencoba. f. Memberikan pujian pada peran serta klien. g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati pada orang lain, yaitu “Saya tidak dapat melakukan ...” atau “Saya tidak menerima dikatakan ...” atau “Saya kesal dikatakan seperti ...”.\ h. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin d. i. Ulangi h sampai semua klien mencoba. j. Memberikan pujian pada peran serta klien.

4. Tahap terminasi a. Evaluasi 1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari. 3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar. b. Tindak lanjut 1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosil yang asertif , jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi. 2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dn interaksi sosial yang asertif secara teratur. 3. Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian klien. c. Kontrak yang akan datang 1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan ibadah. 2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 3, kemampuan klien yang diharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan secara sosial. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 3: TAK Stimulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial

No.

Nama klien

Memperagakan cara meminta tanpa paksa

Memperagakan cara menolak yang baik

Memperagakan cara mengungkapkan kekerasan yang baik

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Petunjuk: 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien. 2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikan pencegahan perilaku kekerasan secara social : meminta tanpa paksa, menolak dengan baik , mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda

centang jika klien

mampu dan tanda silang jika klien tidak mampu. Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3, TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan cara meminta tanpa paksa, menolak dengan baik

dan mengungkapkan kekerasan. Anjurkan klien

mempraktikan di ruang rawat ( buat jadwal).

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual A. Tujuan Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.

B. Setting 1. Terapis dan k lien duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangannyaman dan tenang. C. Alat 1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis 2. Buku catatan dan pulpen 3. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian : 1. Leader

: AprilikaTyantaka

2. Co-leader

: AfrinaReriWindiastari

3. Observer

: Mega Anistya

4. Fasilitator

: - Ade Nurhalimah - AgusHardiNata

E. Metode 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan Tanya jawab 3. Bermain peran /simulasi

F. Langkah Kegiatan 1. Persiapan a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi b. Menyiapkan alat dan tempat 2. Orientasi a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis kepada klien 2) Klien dan terapis pakai papan nama

b. Evaluas/validasi 1) Menanyakan perasaan klien saat ini 2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta perilaku kekerasan 3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi social yang asertif untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan. c. Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku kekerasan. 2) Menjelaskan aturan main berikut. a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. b. Lama kegiatan 45 menit c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. Tahap kerja a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing masing klien. b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing masing klien. c. Menuliskan kegiatan ibadah masing masing klien. d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah. e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih. f. Memberikan pujian pada penampilan klien. 4. Tahap terminasi a. Evaluasi 1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari. 3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar. b. Tindak lanjut 1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.

2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi social yang asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur. 3) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien. c. Kontrak yang akan dating 1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum obat teratur. 2) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.

Evaluasi Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan klien yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut:

Sesi 4 : TAK Stimulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual No

Nama Klien

Mempraktikkan Kegiatan ibadah pertama

Mempraktikkan Kegiatan ibadah kedua

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Petunjuk: 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua kegiatan ibadah pada saat TAK. Beri tanda centang jika klien mampu dan tanda silang klien tidak mampu. Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang dimilki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien.Contoh : klien mengikuti sesi 4 , TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan klien melakukannya secara teratur di ruangan( buat jadwal). Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat A. Tujuan : 1.

Umum : Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat.

2.

Khusus : a) Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat. b) Klien dapat menyebutkan akibat/kerugian tidak patuh minum obat. c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

B. Setting : 1. Terapis dan Klien duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangan nyaman dan tenang.

C. Alat : 1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis 2. Buku catatan dan pulpen 3. Jadwal kegiatan klien 4. Beberapa contoh obat

D. Pengorganisasian : 1. Leader

: AgusHardiNata

2. Co-leader

: Ade Nurhalimah

3. Fasilitator

: Ade Nurhalimah

4. Observer

: - AprilikaTyantaka - AfrinaReriWindiastari - Mega Anistya

E. Metode : 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab

F.

Langkah kegiatan : 1. Persiapan a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 4 b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis kepada klien 2) Klien dan terapis pakai papan nama b. Evaluasi/validasi 1) Menanyakan perasaan klien saat ini 2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta perilaku kekerasan. 3) Tanyakan apakah kegiatan fisik, interaksi social yang asertif dan kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan. c. Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan. 2) Menjelaskan aturan main berikut : a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis b) Lama kegiatan 45 menit.

c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. Tahap kerja a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien : nama dan warna (upayakan tiap klien menyampaikan) b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien. c. Tuliskan di whiteboard hasil a dan b. d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat. e. Menjelaskan tentang prinsip 5 benar dan meminta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran. f. Berikan pujian pada klien yang benar. g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard) h. Mendiskusikan peranan klien jika teratur minum obat (catat di whiteboard). i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah perilaku kekerasan/kambuh. j. Menjelaskan akibat/kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian perilaku kekerasan/kambuh. k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat. l. Member pujian setiap kali klien benar. 4. Tahap terminasi a. Evaluasi 1) Terapis menyanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari. 3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar. b. Tindak lanjut

1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social asertif, kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan. 2) Memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan harian klien. c. Kontrak yang akan datang Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika klien perlu TAK yang lain. Evaluasi Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap keraj. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk

TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang

diharapkan adalah mengetahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi sebagai berikut :

No

Sesi 5 : TAK Stimulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat Menyebutkan Menyebutkan Nama Menyebutkan akibat lima benar keuntungan Klien tidak patuh minum obat minum obat minum obat

Petunjuk : 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien. 2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda v jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu. Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada cartatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 5, TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat, belum dapat menyebutkan keuntungan minum obat dan akibat tidak minum obat. Anjurkan klien mempraktikan lima benar cara minum obat, bantu klien merasakan keuntungan minum obat, dan akibat tidak minum obat.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.Jakarta:EGC Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC

Related Documents

Tak Pk Kel 7.doc
July 2020 9
Tak Kel 11 Isos.docx
November 2019 23
Pk Soal Kel 10.docx
May 2020 2
Pk
June 2020 34
Pk
June 2020 34
Pk
May 2020 30

More Documents from "Mikaela Mennen"