Sunah Kedududukannnya Dlm Hk Islam By Nan

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sunah Kedududukannnya Dlm Hk Islam By Nan as PDF for free.

More details

  • Words: 5,249
  • Pages: 19
SUNNAH DAN KEDUDUKANNYA DALAM HUKUM ISLAM Disusun oleh : Nani Kusumawati Sebagai Tugas MK Agama Islam STIE PUTRA BANGSA KEBUMEN NOVEMBER 2009 ( yang berminat menggunakan referensi dipersilahkan,dan terima kasih yang telah memberi referensi utk menyusun tugas kuliah saya)

I. Pendahuluan Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari'at yang dikandung agamanya. Melaksanakan syari'at agama yang berupa hukum-hukum menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya. Ada beberapa sumber hukum yang bisa dijadikan acuan bagi pemeluknya dalam islam II. Permasalahan Dalam tulisan ini permasalahan dibatasi pada: 1. Apa yang dimaksud Hukum Islam 2. Apa yang dimaksud Sunnah / Assunnah

3. Bagaimana kedudukan As Sunnah dalam Hukum Islam III. Pokok Materi Pembahasan materi dibatatasi pada permasalahan diatas.Ada beberapa kata yang harus diberikan penjelasan dari judul di atas, yaitu: sunnah, hukum Islam dan kedudukan Assunah dalam hukum islam A. HUKUM ISLAM Kata hukum yang dikenal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Sementara dalam A Dictionary of Law dijelaskan tentang pengertian hukum sebagai berikut

"Law is "the enforceable body of rules that govern any society or one of the rules making up the body of law, such as Act of Parliament." "Hukum adalah suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur/memerintah masyarakat atau aturan apa pun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti tindakan dari Parlemen." Menurut syara’ hukum ialah firman Pembuat Syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa yang mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain. Sedangkan menurut fiqih, hukum ialah akibat dari kandungan firman Pembuat hukum. Dan menurut ushul fiqih, hukum ialah firman dari Pembuat Syara’ itu sendiri, baik firman Tuhan atau sabda nabi. Dengan demikian, tidak boleh diartikan bahwa hukum syara’ hanya berupa firman yang sematamata datang dari Pembuat Syara’, tanpa memasukkan dalil-dalil syara’ lain seperti, ijma, qiyas, dan lain-lain. Bagi kalangan muslim, jelas yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Hukum Islam, yaitu keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada AIquran, dan untuk kurun zaman tertentu lebih dikonkretkan oleh Nabi Muhammad dalam tingkah laku Beliau, yang lazim disebut Sunnah Rasul. Sebagai sebuah agama penyempurna, Islam datang dengan membawa aturan dan hukum untuk umat manusia. Hukum yang ada di dalam Islam adalah berdasarkan ketetapan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Oleh karena itu, terdapat berbagai perbedaan antara hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia Hukum Islam memiliki keistimewaan dan karakteristik khusus, antara lain sebagai berikut: 1. Hukum Islam didasarkan pada wahyu Ilahi Keistimewaan hukum Islam dibanding undang-undang buatan manusia adalah bahwa hukum Islam bersumber pada wahyu Allah yang tersurat dalam Al Qur'an dan sunnah Nabi. Maka setiap mujtahid dalam melakukan istimbath (penggalian) hukum-hukum syara' selalu merujuk pada dua sumber tersebut, baik secara langsung maupun melalui yang tersirat darinya, yaitu dengan memahami ruh syari'at, tujuan-tujuannya secara umum, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum.

Jadi pada dasarnya, setiap hukum Islam pasti didasarkan pada Al Qur'an dan As Sunnah meskipun hanya dengan mengambil yang tersirat dari keduanya. Sebagai contoh, digunakannya urf, mashlahah mursalah, istihsan, dan lain lain dalam pengambilan hukum syara' oleh seorang mujtahid, bukan berarti bahwa mujtahid tersebut meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah, namun hal itu dilakukan setelah terlebih dahulu memahami ruh syari'at yang tersirat pada nash Al Qur'an dan As Sunnah, berupa tujuan, kaidah dan prinsip-prinsip umumnya. Tujuan Syari' dalam pembentukan hukumnya yaitu merealisir kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya (dloruriyah) dan memenuhi kebutuhan sekunder (hajiyah) serta melengkapi kebutuhan pelengkap (tahsiniyah) mereka. Jadi setiap hukum syara' tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga unsur tersebut, dimana dari tiga unsur tersebut dapat terbukti kemaslahatan manusia. 2. Hukum Islam bersifat komprehensif Hukum Islam bersifat komprehensif, yakni mencakup seluruh tuntutan kehidupan manusia. Disini akan sangat tampak kelebihan hukum Islam dibanding dengan undang-undang yang lain, karena hukum Islam mencakup tiga aspek hubungan, yaitu manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, hukum Islam yang terkait dengan perbuatan seorang mukallaf selalu mencakup dua aspek, yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mu'amalah. Hukum ibadah meliputi segala hal yang terkait dengan hukum-hukum yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan hukum-hukum mu'amalah meliputi segala hal yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan sesama manusia, baik bersifat pribadi maupun kelompok. 3. Hukum Islam terkait dengan masalah akhlak/moral Hukum Islam berbeda dengan undang-undang pada umumnya, karena ia terpengaruh dengan tatanan moral, bahkan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammmad, bahwa Islam datang untuk menyempurnakan akhlak/moral manusia. Hal ini sangat berbeda dengan hukum positif buatan manusia yang hanya mengacu pada aspek manfaat, yaitu menjaga sistem dan stabilitas masyarakat meskipun kadang menghancurkan sebagian prinsip moral. Adapun hukum Islam bertujuan menjaga keutamaan, idealitas dan tegaknya moralitas. Diharamkannya riba misalnya, dimaksudkan untuk menyebarkan semangat tolong-menolong (ruh ta'awun) kasih sayang di antara manusia dan melindungi orang-orang miskin dari keserakahan para pemilik harta. Demikian pula diharamkannya minuman keras yang dimaksudkan untuk menjaga akal yang salah satu fungsinya adalah sebagai tolak ukur baik dan buruk

4. Adanya orientasi kolektivitas dalam hukum Islam Artinya, dalam hukum Islam itu selalu menjaga kemaslahatan individu dan sosial secara bersama-sama, tanpa harus melanggar hak orang lain. Ooleh karena itu, kemaslahatan yang bersifat umum atau sosial harus didahulukan dibanding dengan kemaslahatan yang bersifat individual terutama ketika terjadi peretentangan antara keduanya. 5. Hukum Islam berbicara tentang halal-haram Dalam hukum Islam selalu ada pemikiran mengenai halal-haram terhadap setiap tindakan, tidak hanya pada persoalan-persoalan yang bersifat duniawi, tapi juga yang bersifat ukhrawi. Hukum duniawi titik tekannya adalah pada hal-hal yang tampak atau eksoteris dan tidak mempersoalkan hal-hal yang bersifat esoteris. Dan itulah yang disebut keputusan hukum (al hukmu al qada'i) dari seorang hakim. Oleh karena itu seorang hakim hanya memutuskan hukum berdasarkan bukti-bukti formal saja.oleh karena itu, sebenarnya keputusan hakim tidak dapat merubah yang halal menjadi haram atau sebaliknya. Sedangkan hukum akhirat itu didasarkan pada kebenaran material yang hakiki, meskipun bagi seseorang (misalnya hakim) hal itu sangat samar dan tidak tampak. Sebab yang memutuskan dalam hal ini adalah Allah dan diberlakukan langsung kepada hamba-hamba-Nya. 6. Hukuman bagi pelanggar hukum di dunia dan akhirat Ciri khusus lain yang membedakan hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia adalah bahwa hukum Islam memberikan sangsi hukuman bagi yang melanggar pada dua hal, yaitu hukuman dunia, baik berupa hukuman hudud yang sudah ditentukan maupun ta'zir yang yang tidak ditentukan, dan hukuman akhirat.

B. SUNNAH 1. PENGERTIAN/DEFINISI Sunnah secara etimologis dimaksudkan sebagai metode dan jalan, baik terpuji atau tercela. Jamaknya adalah Sunan Menurut Fuqaha (Ahli/Pakar/Ulama Fiqih) 1. Suatu perintah yang berasal dari Nabi saw namun tidak bersifat wajib. Dia adalah salah

satu dari hukum taklifi yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

2. Kebalikan dari bid'ah.Contoh: Mereka mengatakan, "Talak yang sesuai dengan sunnah

adalah demikian, dan talak yang bid'ah adalah demikian." Talak sunnah berarti yang terjadi sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh syariat, talak bid'ah berarti kebalikannya yaitu tidak sesuai syari'at. 3. Sesuatu yang dapat ditunjukkan oleh dalil syar'i, meskipun hal itu termasuk perbuatan sahabat dan ijtihad mereka. Menurut Ulama Ushul Fikih: Apa yang bersumber dari Nabi saw selain Al-Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan Menurut Ulama Hadits : Apa yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat atau sirah beliau. Adanya beberapa definisi karena perbedaan mendefinisikan As-Sunnah menurut istilah ini bersumber dari perbedaan mereka pada tinjauan utama dari masing-masing disiplin ilmu. 1. Ulama hadits melihat dari sudut pandang Rasulullah sebagai seorang imam yang memberi petunjuk, yang diberitakan oleh Allah, bahwa beliau adalah teladan dan panutan bagi kita. Maka mereka meriwayatkan segala yang berkaitan dengan perilaku, akhlak, tabiat, beritaberita, perkataan, dan perbuatan beliau, baik yang telah ditetapkan sebagai hukum syar'i maupun tidak. 2. Ulama ushul fikih membahas tentang Rasulullah saw sebagai seorang yang menyampaikan syariat yang meletakkan kaidah-kaidah bagi para mujtahid (orang yang berijtihad-peny) sesudahnya, dan menjelaskan kepada manusia undang-undang kehidupan. Maka mereka memperhatikan perkataan dan perbuatan serta ketetapan Rasulullah saw yang dapat menetapkan hukum dan memutuskannya. 3. Ulama fikih membahas tentang perbuatan Rasulullah yang tidak keluar dari petunjuk terhadap hukum syara'. Tinjauan mereka adalah tentang hukum syar'i terhadap perbuatan hamba Allah dari segi wajib, atau sunnah, atau haram, atau makruh, atau mubah.

2. KEDUDUKAN SUNNAH

A. KEDUDUKAN SUNNAH SEBAGAI HUJJAH (DALIL) DALAM SYARI'AT ISLAM Sunnah nabawiyah (hadits nabawiyah) adalah sumber hukum yang kedua dari sumbersumber hukum agama, dan kedudukannya berada setelah Al-Qur'an, dan wajib diikuti sebagaimana wajibnya mengikuti Al-Qur'an. Berikut alasan-alasan (dalil) yang menunjukkan bahwa As-Sunnah adalah sumber hukum dalam agama,yang dilihat berdasar Alqur’an, dalil Rasulullah SAW dan dalil ijma’ : A. Dalil-dalil dari Alqur’an Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti berikut : - Setiap mu’min harus taat kepada Rasul-nya, selain taat kepada Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatilah rasul-Nya“ ( Annisa, 4:59) juga ada di surat al-Anfal :20, Muhammad :33, an-Nisa :59, Ali-Imran : 32, al-Mujadalah : 13, an-Nur : 54, al-Maidah : 92 . - Hukum taat kepada rasul sama dengan taat kepada Allah SWT: “Barangsiapa mentaati rasul itu, sesungguhnya ia telat mentaati Allah“ (Annisa 4 :80) dan juga bisa di Ali-Imran :31. - Barangsiapa yang melakukan ketaatan, maka ia akan memetik buahnya berupa petunjuk: “Dan jika kamu taat kepadanya, maka niscaya kamu mendapatkan petunjuk..“ (annur 24 : 54). Dan juga ada dalam surah al a’rof : 158. - Bila mengikutinya, kita akan dicintai Allah dan mendapat ampunan-Nya.

“Katakanlah (wahai Muhammad) :“jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. (Ali Imron : 31). - Allah memerintahkan kepada manusia agar mentaati perintah nabi dan menjauhi larangannya: “…Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..“ (alhasr : 7)

- Ajakan rasul membawa kehidupan (kehidupan yang benar) dan harus menjadi teladan hidup. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan rasul apabila rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu..” (al-anfal:24) Dan firman Allah s.w.t.: “Sesungguhnya telah ada pada (diri Rasulullah) itu ada contoh teladan yang yang baik .” (Al Ahzab:21) - Allah mengingatkan kepada kita bila kita menentang perintahnya “…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul takut akan ditimpa cobaan atau diazab dengan azab yang pedih.” (annur, 24 : 63) dan juga ada di surat AlMujadalah :5, an-Nisa :115. - Kita wajib kembali padanya bila berselisih pendapat: “…kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian..” (Annisa 4 : 59) - Allah tidak memberikan pilihan yang lain kepada orang mukmin dalam menerima hukum yg diputuskan oleh Rasulullah SAW: “ Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin apabila Allah dan rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.” ( Al ahzab : 36) - Alquran bersumpah menafikan keimanan orang-orang yang berpaling dari ketetapan hukumnya : „maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu penentu dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.“ (Annisa 4 : 65) dan juga bisa dilihat dalam surat lainnya di an-Nur : 52; al-Hasyr : 4; al-Mujadalah : 20; an-Nisa’: 64 dan 69; al-Ahzab: 36 dan 71; al-Hujurat :1; al-Hasyr : 7. Assyahid Sayyid Qutb berkata, “Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar

dan ketentuan zakat, cara haji, dan lain sebagainya. Apalagi membahas hal yang lebih besar, seperti kemasyarakatan, politik, hukum, ekonomi dan perbagai aspek kehidupan global lainnya. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah.“ B. Dalil-dalil dari Rasulullah SAW - Diriwayatkan oleh Abu Hurairoh r.a. yg berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Semua ummatku masuk surga kecuali orang-orang yang tidak mau. Kemudian ada salah seorang sahabat bertanya, „siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah“. Beliau SAW menjawab „Barangsiap yang mentaatiku, maka dia akan masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka dia telah enggan (tidak mau masuk surga). HR Bukhori. - Hadits lainnya yang diriwayatkan oleh al-ardabdh bin sariyah r.a. yang berkata : “rasullullah menasehati kami dengan nasehat yang menggentarkan hati dan membuat air mata menetes, Maka kami berkata, „Wahai rasulullah, sepertinya nasehatnya nasihat yang terakhir. Maka berikanlah wasiat kepada kami“. Rasullullah bersabda : „aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan mentaati sekalipun kalian dipimpin oleh seorang budak. Sesungguhnya barangsiapa diantara kamu yang diberi umur panjang, maka dia akan melihat berbagai macam perselisihan, oleh sebab itu, pegang eratlah sunnahku dan sunnah para khulafa’ur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah erat ia dengan gigi gerahammu. Jauhilah masalah-masalah bid’ah karena sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat“. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Hibban dalam shahihnya. Tirmidzi mengatakan „ini merupakan hadits hasan shohih“. - Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. dalam hadits yang dishohihkan oleh Al hakim dan disepakati oleh adz dzahabi, Rasulullah berwasiat kepada para sahabat pada saat melakukan haji wada’, beliau bersabda :

„Telah kutinggalkan diantara kamu sesuatu yang apabila kamu memegangnya erat-erat, maka kamu tidak akan tersesat selamanya. Yaitu kitabullah dan sunnah nabi-Nya.“ (HR Ahmad, Abu Daud dalam hadits no. 4597 dan juga dikeluarkan oleh Abu Hurairoh r.a., diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Al-iman dengan nomer hadits 2642, Ibnu Majjah dalam Al-fitan dengan nomer 3991 dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Amr) - „Ketahuliah, bahwa sesungguhnya aku telah diberi kitab suci dan sesuatu yang sepertinya bersamanya. Ketahulilah, bahwa sesungguhnya aku telah diberi kitab suci dan sesuatu yang sepertinya bersamanya. (2 kali rasul mengulangn). (HR Ahmad bin Hambal di dalam al musnad, 4:130-131. Abu Daud dalam Assunan dengan nomer hadits 4606 dari hadits al miqdad bin ma’ad yakrib, dan tirmidzi dalam haditsnya nomer 2666) - „Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar suatu hadits dari kami, kemudian dia menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain. Boleh jadi, ada orang yang membawa suatu kefahaman kepada orang lain yang lebih faham daripada dirinya dan juga boleh jadi orang yang membawa pemahaman itu bukan orang faqih.“ (HR Abu Daud dengan no. 4605, dan Tirmidzi no. 2658 dari hadist Zaid bin Tsabit r.a., dan diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al musnad). - “Semoga Allah mencerahkan seseorang yang mendengarkan sesuatu dari kami kemudian dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengar. Boleh jadi orang yang menerima (penyampaian) itu lebih faham dari orang yang mendengarkannya.” (HR Tirmidzi dari hadits Abdullah ibn Mas’du r.a. dengan no. 2659). - Pada saat haji Wada’, Nabi bersabda : “ Hendaknya orang yang hadir disini menyampaikannya kepada orang lain yang tidak hadir. Karena sesungguhnya bisa jadi orang yang hadir tersebut kepada orang yang lebih mengeriti daripada dirinya.“ (diriwayatkan oleh Bukhori dal haidts Abu Bakrah 1 : 24) - Ketika Rasulullah saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bertanya kepada Mu’adz: ” Dengan pedoman apa anda memutuskan suatu urusan ?”. Jawab Mu’adz : Dengan Kitabullah.

Tanya Rasul : Kalau tidak ada dalam al Qur’an ? Jawab Mu’adz : DenganSunnah Rasulullah. Tanya Rasul : Kalau dalam Sunnah juga tidak ada? Jawab Mu’adz :Saya berijtihad dengan fikiran saya. Tanya Rasul : Maha Suci Allah yg telah memberikan bimbingan kepada utusan RasulNYA, dengan satu sikap yg disetujui Rasul-NYA ( HR. Abu Dawud dan Tarmudzi). Dan masih banyak hadits2 lainnya. C. Ijma’ Sahabat dan Salafush Sholeh Setelah Mereka Addamiri dan Al baihaqi meriwayatkan dari Maemun bin Mahram, ia berkata :“Dahulu apablia terjadi perselisihan pada zaman Abu Bakar, ia mencarinya dalam kitabullah. Jika menemukannya, maka dia akan memutuskan sesuai dengannya diantara mereka. Jika tidak menemukannya dalam kitabullah, maka dia akan melihat apakah ada sunnah dari Nabi SAW tentang masalah tersebut. Jika dia menemukannya, maka dia akan memutuskan masalah itu sesuai dengannya. Jika ia tidak menemukannya, maka dia akan keluar kemudian dia bertanya, „ada seseorang yang datang kepadaku begini.-.. dan begitu…. Kemudian aku melihat di dalam kitabullah dan sunnah rasululllah saw, tetapi aku tidak menemukansesuatu apapun didalamnya. Apakah kamu sekalian mengetahui bahwa Nabi saw menetapkan sesuatu ketetapan hukum mengenai masalah itu?“ seringkali dengan pertanyaan seperti itu ada masyarakat yang menyampaikan sesuatu berita kepadanya. Mereka berkata: Ya, Nabi Saw telah memutuskan masalah ini begini dan begitu..“ Kemdian Abu Bakar r.a memberikan keputusan hukum sesuai dengan ketetapan Rasulullah saw. Setelah itu, Abu Bakar r.a. bekata „Segala puji bagi Allah yang telah menempatkan orang yang masih menghafal sesuatu dari nabi kita di tengah-tengah kita.“ Abdu bin Humaid, Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi meriwayatkan bahwa Khalid ibnu Usaid berkata kepada Abdullah Ibnu Umar r.a : “Sesungguhnya kami menemukan sholatul Hadr bagi orang yang tidak bepergian dan Sholat khauf didalam Al Qur’an, tetapi kami tidak menemukan sholatus safar. Ibnu Umar r.a berkata :“ Wahai anak saudaraku, sesungguhnya Allah mengutus Muhammad saw kepada kita saat kita tidak

mengetahui sesuatu. Dan sesungguhnya kita melihat amalan sebagaimana kita melihat Rasulullah melakukannya dan men qashr sholat didalam perjalanan sebagai suatu sunnah yang ditetapkan oleh Rasululllah saw.“ (disebutkan oleh asy syuyuti dalam ad Durr al Mantsur). Pada zaman Abu Bakar, ada nenek tua dating kepadanya –setelah kematian cucunya- meminta bagian warisan dari cucunya. Maka Abu Bakar berkata :” Aku tidak menemukan sedikitpun untukmu didalam kitabullah. Dan Aku juga tidak pernah mendengarkan Rasulullah SAW menyebutkan suatu bagian untukmu.” Kemudian Abu Bakar bertanya kepada orang-orang yang hadir pada saat itu. Maka berdirilah Al Mughiroh bin Syu’bah dan berkata : “Aku mendengar Rasulullah saw memberinya bagian sebanyak seperenam.” Abu Bakar bertanya kepadanya “apakah ada seorang saksi bersama dirimu?”. Kemudian Muhammad bin Maslamah bersaksi untuk masalah itu, lalu Abu Bakar r.a melaksanankannya. Sedang dizaman Sahabat Umar r.a beliau menetapka dewan penasehat yang terdiri dari ulama-ulama sahabat yang mereka tidak diperkenankan untuk keluar dari kota madinah, guna menjadi tempat bertanya umar jika ada masalah-masalah yang berkaitan dengan pertanyaan ummat. Disebutkan oleh Ibnul Qoyyim didalam I’lam al Muwaqqi’in, dan dikutip ole As Suyuthi didalam Miftah Al Jannah al Ihtijaj Bis sunnah, bahwa Umar r.a pernah menulis surat kepada Syuraih r.a. ketika mengangkatnya menjadi qodhi kota Kuffah. Beliau berkata dalam surat itu:” Lihatlah penjelasan yang terdapat didalam Al Qur’an. Janganlah bertanya kepada siapapun mengenai masalah itu. Jika tidak ada penjelasan engkau dapatkan di dalam Al Qur’an, maka carilah masalah itu di dalam sunnah Rasulullah saw. Jika engkau tidak menemukannya di dalam assunnah maka berijtihadlah dengan pendapatmu dan mintlah pendapat kepada orang yang berilmu lagi sholih”. Baihaqi meriwayatkan, bahwa Utsman bin umar berkata, „ada seorang laki-laki menemui imam Malik kemudian bertanya tentang suatu masalah. Lalu dia menjawab :”Rasulullah saw bersabda begini dan begitu”. Kemudian orang itu berkata :”apakah kamu melihatnya

sendiri?” maka Malik menjawab, “… Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih” (Annur 24 : 63) Diriwayatkan oleh ar Rabi’ yang berkata bahwa pada suatu hari Assyafi’i meriwayatkan suatu hadits kemudian ada orang yang berkata kepadanya “apakah engkau mengambil hadits ini“. Dia menjawab:”Kapankah aku meriwayatkan suatu hadits yang shohih dari rasulullah dan tidak aku ambil sebagai dalil. Persaksikanlah oleh kamu sekalian bahwa bila hal itu aku langgar, maka aku adalah orang gila. Jika ada hadits shohih, maka itu adalah madzhabku”. (assyututhi Miftah al jannah, 49-50. seperti yang dikutip sayyid sabiq dalam pendahuluan fiqh sunnah) Diriwayat yang lain, Ar Rabi’ berkata : Aku mendengar Assyafi’i berkata : “Apabila kamu menemukan suatu pendapat dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw, maka pilihlah pendapat Rasulullah saw dan tinggalkan apa yang ku

katakan. Al Qordowi dalam buku Al-Qur’an dan Assunah, referensi tertinggi ummat islam,

berkata : „Dengan pasti, kami tegaskan bahwa semua sahabat dan para ulama fuqoha kaum muslimin, dari berbagai madzhab rojih dan kawasan, baik yang mempunyai mazhab yang masih bertahan maupun yang mazhab yang hanya tinggal namanya saja, yang memiliki pengikut maupun yang tidak, mereka memandang penting mengambil dari sunnah, menetapkan hukum dengannya, serta merujuk kepadanya, apabila ada bagian dari agama Allah yang sudah jelas bagi mereka dan tidak dapat dipertentangkan lagi. (hal. 75) 3.

KEDUDUKAN AS-SUNNAH DILIHAT DARI FUNGSI AS-SUNNAH TERHADAP AL-QUR'AN

a. Untuk menguatkan apa yang ada pada Al-Qur'an. b. Sebagai penjelasan dan perinci. Mencakup tiga hal: merinci, mengkhususkan, dan membatasi. Contoh Nabi saw menjelaskan perihal shalat secara rinci terkait gerakan dan bacaan dalam shalat, yang hal ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa setiap kerabat memilki hak waris, As-Sunnah kemudian mengkhususkan bahwa tidak semua anak/istri/orang tua dapat waris, ada yang tidak misal: anak yang membunuh orangtua atau

istri bunuh suami tidak mendapat warisan dari orangtua atau suami yang dibunuh itu. Ketika orang meninggal Al-Qur'an mengharuskan meninggalkan wasiat yang baik, ini masih mutlak tidak terbatas, kemudian Rasulullah saw membatasi bahwa berwasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta milik. Bahwa Assunah merupakan penjelas bisa dilihat dalam firman Allah.dimana Allah ta’ala telah

memilih

Muhammad

memuliakannya

dengan

Shallallahu

risalah,

'Alaihi

menurunkan

Wa

Sallam

kepadanya

dengan Nubuwah, Al

Qur’an,

dan

memerintahkannya untuk menerangkannya kepada manusia, Allah berfirman : “Dan Kami turunkan kepadamu Adz Dzikru (Al Qur’an) agar engkau jelaskan kepada manusia apa yang turun kepada mereka.” (QS. AnNahl : 44) Al Bayan (penjelasan) yang disebutkan dalam ayat ini mencakup dua macam penjelasan : 1. Penjelasan lafadh dan susunannya, yaitu penyampaian Al Qur’an secara keseluruhan, tidak menyembunyikannya sedikitpun sebagaimana Allah turunkan kepadanya. Inilah yang dimaksud oleh firman Allah ta’ala : “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dariRabbmu … .” (QS. Al Maidah : 67) Sayyidah `Aisyah berkata : “Barangsiapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad menyembunyikan perkara yang diperintahkan untuk disampaikan, sesungguhnya orang tersebut telah mengatakan kedustaan yang besar kepada Allah.” Kemudian beliau membaca ayat di atas. (HR. Bukhari Muslim) Dalam riwayat Muslim : “Kalau Rasulullah menyembunyikan perkara yang harus disampaikan, sungguh dia akan menyembunyikan firman Allah ta’ala : “Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) memberi nikmat kepadanya : ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.’ Sedangkan kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia sedangkan Allah-lah yang lebih berhak ditakuti.” (QS. Al Ahzab : 37)

2. Penerangan lafadh, kalimat, atau ayat yang membutuhkan penjelasan yang demikian ini dikarenakan banyak terdapat ayatayat mujmal (masih global), amah (umum), atau mutlak. Maka Sunnah menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum, dan membatasi yang mutlak. Yang demikian ini (penjelasan tersebut) terjadi dengan perkataan beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagaimana terjadi pula dengan perbuatan dan taqrir (persetujuan) beliau terhadap perbuatan shahabatnya. c. Membawa hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Contoh dalam masalah pernikahan Al-Qur'an mengharamkan menikahi dua bersaudara dalam pernikahan dalam satu waktu. Rasulullah saw menambahkan bahwa dilarang menikahi keponakan dan bibi dalam pernikahan dalam satu waktu. 4.

KEDUDUKAN AS-SUNNAH DILIHAT POSISINYA

DALAM DALIL-DALIL

SYARI'AT Kedudukan As-Sunnah dalam dalil-dalil syariat berada di bawah kedudukan Al-Qur'an. Alasannya adalah sebagai berikut: a. Al-Qur'an adalah qath'i (tegas,pasti) karena mutawatir (diriwayatkan dan dihafalkan oleh

orang dengan jumlah sangat banyak yang dengan jumlah itu tidak mungkin akan terjadi kebohongan dan keraguan atasnya disamping itu adanya jaminan penjagaan dari Allah, juga penjagaan yang ketat mulai dari zaman Nabi saw hingga saat ini, sehingga keberadaannya dan kebenarannya harus diterima dan diakui-peny) sedangkan As-Sunnah adalah zhanni (belum pasti) karena tidak semua hadits memilki kualitas dan standar yang sama di mata para ahli hadits, misal ada yang shahih ada yang dha'if (palsu, lemah), adanya perawi yang tidak dipercaya dst. b. Sebagaimana telah disinggung di bagian sebelumnya, As-Sunnah adalah penjelas terhadap Al-Qur'an atau sebagai penambah baginya. Jika sebagai penjelas, maka keberadaannya adalah setelah Al-Qur'an. Jika bukan sebagai penjelasan terhadap Al-Qur'an, maka ia tidak bisa dijadikan landasan kecuali setelah hukum tersebut tidak ditemukan dalam Al-Qur'an. Dan ini menjadi dalil didahulukannya Al-Qur'an atas As-Sunnah. c. Adanya perbuatan dan perkataan sabahat yang menunjukkan hal itu. Seperti hadits Mu'adz ketika Rasulullah saw bersabda,

Dengan apa kamu berhukum?" Mu'adz menjawab, "Dengan kitabullah." Nabi bertanya kepadanya, "Jika kamu tidak menemukan (dalam Al-Qur'an)" Dia menjawab, "Dengan sunnah Rasulullah saw." Beliau bersabda, "Jika kamu tidak menemukannya?" Dia menjawab, "Aku berijtihad dengan pendapatku." III.

KESIMPULAN 1. Bagi kalangan muslim, yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Hukum Islam, 2. Hukum Islam berdasarkan ketetapan Allah (Al Quran ) yang disampaikan melalui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. 3.

Dalam pemahaman Al Quran tidak bisa lepas dari

sunnah (Al Hadits). Tidak

mungkin memahami Al Qur’an dengan pemahaman yang benar kecuali dengan bimbingan Sunnah Rasulullah. 4.

Sunnah nabawiyah (hadits nabawiyah) adalah sumber hukum yang kedua dari sumber-sumber hukum agama, dan kedudukannya berada setelah Al-Qur'an, dan wajib diikuti sebagaimana wajibnya mengikuti Al-Qur'an.

5.

Terhadap Al Quran sunnah bisa untuk memperkuat,memperjelas,memperinci atau bahkan memunculkan hukum baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam Al Quran

IV.

PENUTUP Demikian tulisan penjelasan kedudukan sunnah dalam hukum Islam. Dalam meyusun

tulisan ini diambilkan dari berbagai sumber dan penyusunannya masih jauh dari sempurna baik secara materi maupun susunan.Tetapi harapan penulis semoga secara substansial sebagian materi bisa memberi manfaat dalam menetapi agama Islam dan memberi wacana bagi pembaca untuk memberikan masukan yang berguna dan lebih kearah penyempurnaan. VI.

Daftar Pustaka

1.

As-sunnah dan kedudukannya dalam syari'at islam, Amin ilyas blogspot.com

2.

Karakteristik Hukum Islam, M. Wahyudi Heru

dan P Uswatun Hasanah ,

Tulisan MK Ushul Fiqh

3.

Makalah Sumber Hukum Islam,Titin Suhartini,STAIS DR KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA

4.

Kedudukan As-Sunnah dalam Islam, Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albani, http://www.raudhatulmuhibbin.org

5.

Kedudukan As Sunnah Dalam Islam Dan Penjelasan Sesatnya Ingkarus Sunnah, Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al AlbaniSyaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Fauzan. http://assunnah.cjb.net.

6.

Kontribusi Hukum Islam terhadap Perkembangan Hukum Nasional, Prof. Dr. H. Muchsin, SH, http://www.pdfcoke.com

AS-SUNNAH DAN KEDUDUKANNYA DALAM SYARI'AT ISLAM Amin ilyas blogspot.com A. DEFINISI AS-SUNNAH Etimologis Metode dan jalan, baik terpuji atau tercela. Jamaknya adalah Sunan Menurut Fuqaha (Ahli/Pakar/Ulama Fiqih-peny) 4. Suatu perintah yang berasal dari Nabi saw namun tidak bersifat wajib. Dia adalah salah satu dari hukum taklifi yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. 5. Kebalikan dari bid'ah.Contoh: Mereka mengatakan, "Talak yang sesuai dengan sunnah adalah demkian, dan talak yang bid'ah adalah demikian." Talak sunnah berarti yang terjadi sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh syariat, talak bid'ah berarti kebalikannya yaitu tidak sesuai syari'at. 6. Sesuatu yang dapat ditunjukkan oleh dalil syar'i, meskipun hal itu termasuk perbuatan sahabat dan ijtihad mereka.

Menurut Ulama Ushul Fikih Apa yang bersumber dari Nabi saw selain Al-Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan beliau. Menurut Ulama Hadits Apa yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat atau sirah beliau. Dengan makna ini maka ia menjadi sama dengan hadits nabawi, menurut mayoritas ahli hadits. B. MENGAPA ADA BANYAK DEFINISI? Jawaban pertanyaan ini adalah sebagai berikut: Perbedaan mendefinisikan As-Sunnah menurut istilah ini bersumber dari perbedaan mereka pada tinjauan utama dari masing-masing disiplin ilmu. 4. Ulama hadits melihat dari sudut pandang Rasulullah sebagai seorang imam yang memberi petunjuk, yang diberitakan oleh Allah, bahwa beliau adalah teladan dan panutan bagi kita. Maka mereka meriwayatkan segala yang berkaitan dengan perilaku, akhlak, tabiat, berita-berita, perkataan, dan perbuatan beliau, baik yang telah ditetapkan sebagai hukum syar'i maupun tidak.

5. Ulama ushul fikih membahas tentang Rasulullah saw sebagai seorang yang menyampaikan syariat yang meletakkan kaidah-kaidah bagi para mujtahid (orang yang berijtihad-peny) sesudahnya, dan menjelaskan kepada manusia undang-undang kehidupan. Maka mereka memperhatikan perkataan dan perbuatan serta ketetapan Rasulullah saw yang dapat menetapkan hukum dan memutuskannya.

6. Ulama fikih membahas tentang perbuatan Rasulullah yang tidak keluar dari petunjuk terhadap hukum syara'. Tinjauan mereka adalah tentang hukum syar'i terhadap perbuatan hamba Allah dari segi wajib, atau sunnah, atau haram, atau makruh, atau mubah.

C. KEDUDUKAN AS-SUNNAH SEBAGAI HUJJAH (DALIL-PENY) DALAM SYARI'AT ISLAM Sunnah nabawiyah (hadits nabawiyah-peny) adalah sumber hukum yang kedua dari sumber-sumber hukum agama, dan kedudukannya berada setelah Al-Qur'an, dan wajib diikuti sebagaimana wajibnya mengikuti Al-Qur'an. Mengapa demikian? Berikut alasan-alasan (dalil) yang menunjukkan bahwa As-Sunnah adalah sumber hukum dalam agama: 1. Al-Qur'an memuat banyak ayat yang menunjukkan adanya perintah Allah untuk mengikuti dan mentaati Rasul-nya. Misal firman Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 7: "Dan apa yang telah Rasul berikan kepada kalian maka ambillah dan apa yang telah Rasul larang bagi kalian maka tinggalkanlah.". Dalam ayat lain: "Wahai orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul." (An-Nisa':59)

2. Allah telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi perkatan beliau saw. (QS AnNur:63)

3. Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan salah satu dari dasr-dasar keimanan.(QS. AnNisa':65)

4. Taat kepada Rasul merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah. Allah berfirman:"Barangsiapa yang taat kepada Rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah."(QS. An-Nisa:80)

5. Perbuatan para sahabat ra menunjukkan bahwa mereka mentaati semua perintah Rasulullah saw dan mereka tidak membeda-bedakan antara hukum yang diwahyukan dalam Al-Qur'an dan hukum yang bersumber dari Rasulullah saw. D. FUNGSI AS-SUNNAH TERHADAP AL-QUR'AN d. Untuk menguatkan apa yang ada pada Al-Qur'an.

e. Sebagai penjelasan dan perinci. Mencakup tiga hal: merinci, mengkhususkan, dan membatasi. Contoh Nabi saw menjelaskan perihal shalat secara rinci terkait gerakan dan bacaan dalam shalat, yang hal ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa setiap kerabat memilki hak waris, As-Sunnah kemudian mengkhususkan bahwa tidak semua anak/istri/orang tua dapat waris, ada yang tidak misal: anak yang membunuh orangtua atau istri bunuh suami tidak mendapat warisan dari orangtua atau suami yang dibunuh itu. Ketika orang meninggal Al-Qur'an mengharuskan meninggalkan wasiat yang baik, ini masih mutlak tidak terbatas, kemudian Rasulullah saw membatasi bahwa berwasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta milik.

f.

Membawa hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Contoh dalam masalah pernikahan Al-Qur'an mengharamkan menikahi dua bersaudara dalam pernikahan dalam satu waktu. Rasulullah saw menambahkan bahwa dilarang menikahi keponakan dan bibi dalam pernikahan dalam satu waktu.

E. POSISI AS-SUNNAH DALAM DALIL-DALIL SYARI'AT Kedudukan As-Sunnah dalam dalil-dalil syariat berada di bawah kedudukan Al-Qur'an. Alasannya adalah sebagai berikut:

d. Al-Qur'an adalah qath'i (tegas,pasti-peny) karena mutawatir (diriwayatkan dan dihafalkan oleh orang dengan jumlah sangat banyak yang dengan jumlah itu tidak mungkin akan terjadi kebohongan dan keraguan atasnya disamping itu adanya jaminan penjagaan dari Allah, juga penjagaan yang ketat mulai dari zaman Nabi saw hingga saat ini, sehingga keberadaannya dan kebenarannya harus diterima dan diakui-peny) sedangkan AsSunnah adalah zhanni (belum pasti) karena tidak semua hadits memilki kualitas dan standar yang sama di mata para ahli hadits, misal ada yang shahih ada yang dha'if (palsu, lemah), adanya perawi yang tidak dipercaya dst.

e. Sebagaimana telah disinggung di bagian sebelumnya, As-Sunnah adalah penjelas terhadap Al-Qur'an atau sebagai penambah baginya. Jika sebagai penjelas, maka

keberadaannya adalah setelah Al-Qur'an. Jika bukan sebagai penjelasan terhadap AlQur'an, maka ia tidak bisa dijadikan landasan kecuali setelah hukum tersebut tidak ditemukan dalam Al-Qur'an. Dan ini menjadi dalil didahulukannya Al-Qur'an atas AsSunnah.

f.

Adanya perbuatan dan perkataan sabahat yang menunjukkan hal itu. Seperti hadits Mu'adz ketika Rasulullah saw bersabda, g. Dengan apa kamu berhukum?" Mu'adz menjawab, "Dengan kitabullah." Nabi bertanya kepadanya, "Jika kamu tidak menemukan (dalam Al-Qur'an)" Dia menjawab, "Dengan sunnah Rasulullah saw." Beliau bersabda, "Jika kamu tidak menemukannya?" Dia menjawab, "Aku berijtihad dengan pendapatku." ========================================== KESIMPULAN DAN

PENUTUP

As-Sunah (hadits) menempati kedudukan kedua dalam dalil-dalil syari'at. Penerimaan AsSunnah sebagai dalil dalam hukum syar'i ditegaskan baik oleh Al-Qur'an, hadits itu sendiri maupun contoh perbuatan para sahabat. Penolakan terhadap keyakinan ini akan berdampak pada dualisme. Di satu sisi ia mengakui bahwa Al-Qur'an benar adanya tetapi di sisi lain ia tidak mau beriman kepada seluruh isi Al-Qur'an. Bagaimana mungkin orang yang tidak mau menanati Rasul dikatakan beriman pada seluruh Al-Qur'an; padahal hal yang demikian justru diperintahkan oleh Al-Qur'an?? Oleh karena itu mari kita simak peringatan Allah kepada bangsa Yahudi yang pilih kasih terhadap ayat-ayat Taurat, "Apakah kamu beriman kepada sebagian kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian yang lainnya? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang berat." (QS. Al-Baqarah: 85) ========================================== Referensi: 1. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an oelh Syaikh Manna' Al-Qaththan 2. Pengantar Studi Ilmu Hadits oleh Syaikh Manna Al-Qaththan 3. Sejarah dan Pengantar ilmu Hadits oleh Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy 4. Catatan Kuliah Tarbiyah Islamiyah (Amin Ilyas)

Related Documents

Peranan Hk Dlm Eko
April 2020 11
Sunah Dalam Tamadun Islam
October 2019 32
Ibadah Dlm Islam
November 2019 18
Psikoterapi Dlm Islam
June 2020 13
Nan
October 2019 56