Sujud syukur Sujud syukur sunnah dilakukan ketika memperoleh nikmat yang besar, terhindar dari musibah, melihat orang yang tertimpa musibah atau orang sakit, atau menyaksikan orang yang bermaksiat. Sujud syukur sunnah dilakukan terang-terangan di hadapan orang yang bermaksiat, tidak di hadapan orang yang terkena musibah. Lakukanlah sujud tersebut sebagai rasa syukur kepada Allah secara tersembunyi kecuali di hadapan orang yang fasik atau kafir, untuk menggeretak, bila tidak membahayakan diri sendiri. Termasuk sujud syukur ialah bersujud saat membaca surah Shad. Ia seperti sujud tilawah yang dilakukan di luar waktu shalat. Sujud ini jika dilakukan di dalam shalat, maka akan membatalkan shalat. Apabila seseorang yang bersujud sebagai bentuk merendahkan diri dan ketundukan hati kepada Allah tanpa ada sebab, sujud seperti ini haram. Contohnya seperti sujud yang dilakukan sebagian orang setelah melaksanakan shalat. Perbuatan ini bid'ah. Setiap bid'ah itu sesat selain beberapa hal yang dikecualikan. Diharamkan juga bersujud dihadapan guru. Munurut ashah, boleh melakukan sujud syukur dan sujud tilawah di atas kendaraan bagi musfair. Jika seseorang melakukan sujud tilawah dalam shalat yang dikerjakan di atas kendaraan. Jelas dia boleh melakukannya dengan isyarat. Hukum sujud syukur sama seperti sujud tilawah dan shalat sunnah, seperti persyaratan harus menghadap kiblat, suci dari hadats dan najis, dan menutupi aurat. Dalam al-majmu dijelaskan, di samping melakukan sujud sujud syukur, kita juga di sunnahkan bersedekah dan shalat sebagai bentuk syukur. Selain itu, ketika membaca ayat-ayat rahmah (ayat-ayat yang berisi kasih sayang Allah) kita disunnahkan memohon rahmat-Nya. Demikian halnya dianjurkan memohon perlindungan kepada Allah ketika membaca ayat-ayat adzab (ayat-ayat yang berisi tentang siksa). (Wahbah Zuhaili. Fiqih imam syafi'i. 2012. Jakarta: almahira. 313-314)
Sujud sahwi. 1. Hukum Sujud Sahwi Sunnah melakukan sujud sahwi, yiatu sujud dua kali yang dilakukan dalam shalat sebelum salam, baik shalat sunnah maupun shalat fardhu, untuk menambal kekurangan yang terjadi di dalam shalat. Mengenai sujud sahwi, imam yang tujuh meriwayatkan dari Abdullah bin Buhainah, "Nabi melaksanakan shalat jamaah dzuhur bersama para sahabat. Beliau langsung berdiri pada
dua rakaat pertama, tidak melakukan tasyahud awal . para jamaah pun mengikuti beliau. Ketika shalat hampir usai, para sahabat menunggu Nabi salam, beliau justru bertakbir dalam posisi duduk dan bersujud dua kali sebelum salam, kemudia mengucapkan salam. "Hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan tasyahud awal karena lupa dapat diganti dengan sujud sahwi. Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'ad Al-Khudri, dia berkata bahwa Nabi bersabda: "apabila seorang dari kalian ragu mengenai jumlah rakaat, apakah tiga atau empat rakaat. Buanglah keraguan itu dan yakinlah dengan menetapkan rakaat yang telah kamu kerjakan , kemudian lakukan sujud sahwi. Jika dia telah melakukan lima rakaat, maka genapkanlah bilangan rakaatnya menjadi enam rakaat. Kalaupun shalatnya telah sempurna maka sujud sahwi yang dilkukan untuk menghinakan syaitan. " Ini menerangkan bahwa orang yang ragu dalam rakaat, harus melakukan rakaat yang diyakini dan melakukan sujud sahwi. (Wahbah Zuhaili. Fiqih imam syafi'i. 2012. Jakarta: almahira. 304)