Spektrometri Emisi Molekular.ppt

  • Uploaded by: Linda Laksmiani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Spektrometri Emisi Molekular.ppt as PDF for free.

More details

  • Words: 1,775
  • Pages: 43
RI EMISI MOLEKULAR (FLUOROSEN SI &FOSFORESE NSI) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS UDAYANA

NI PUTU LINDA LAKSMIANI, S.Farm., M.sc., Apt

PENDAHULUAN Penyerapan energi oleh molekul memungkinkan terjadinya : ( Eksitasi, Fluorescensi, dan Fosforescensi)

Ada dua peristiwa fotoluminensi : (Fluorosensi dan Fosforesensi)

Luminescen

Diagram Fotoluminisensi

Emisi dan Transmisi • Emisi dan Transmisi sama-sama cahaya yang keluar dari suatu benda (panjang gelombangnya sama)λ yang diemisikan sama dengan λ yang ditransmisikan • Beda nya adalah Emisi (dipancarkan): Energinya diserap dulu lalu dipancarkan/diemisikan kembali untuk menjadi stabil • Sedangkan Transmisi (diteruskan): Energi yang tidak diserap hanya dilewatkan saja

Deaktivasi molekul tereksitasi  Merupakan suatu proses kembalinya molekul yang tereksitasi ke keadaan asas (dari S1 atau T ke S0) :         

Pengendoran vibrasi (Vibrational velaxation = VR) Konversi didalam (Internal Conversion = IC) Pradisosiasi Disosiasi Konversi keluar Lintasan antar system (Inter system Crossing = IX) Pemadaman sendiri (selfquenching = SQ) Fluoresensi (F) Fosforisensi (P)

Pengendoran vibrasi (Vibrational velaxation = VR)  Perpindahan energi vibrasi dari molekul yang tereksitasi  Molekul yang tereksitasi kehilangan energi eksitasi vibrasionalnya (lewat tumbukan) menjadi keadaan vibrasional S2  Terjadi sangat cepat (10-3) detik  Dapat terjadi pada tingkat energi elektronik tereksitasi atau azas

Konversi didalam (Internal Conversion = IC) • Perpindahan energi dalam 1 molekul • Elektron pindah dari tingkat energi elektronik yang lebih tinggi ke tingkat energi elektron yang lebih rendah tanpa memancarkan sinar (S2  S1 atau T2  T1) • Dapat terjadi jika kedua tingkat energi elektronik tersebut berdekatan, sehingga terjadi tumpang tindih diantara tingkat energi vibrasi

Pradisosiasi  Kelanjutan IC  Perpindahan electron dari suatu tingkat energi elektronik tereksitasi (mis S2) ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dari tingkat energi elektronik tereksitasi yang lebih rendah

Disosiasi  Putusnya suatu ikatan dalam molekul karena menyerap energi sinar tanpa didahului peristiwa konversi kedalam  Elektron ikatan terlepas

Konversi keluar  Perpindahan energi elektronik akibat antaraksi molekul yang tereksitasi dengan molekul lain  Tidak ada pemancaran sinar  Energi yang dipindahkan adalah energi elektronik

Lintasan antar system (Inter system Crossing = IX) • Pembalikan arah spin elektron yang tereksitasi dari tereksitasi SINGLET (S) menjadi TRIPLET (T) • dapat mudah terjadi jika tingkat energi vibrasi dari S overlapping dengan tingkat energi vibrasi dari T • Terjadi pada molekul dengan berat molekul tinggi

Pemadaman sendiri (selfquenching = SQ) • Intensitas fluoresensi berkurang • Terjadi akibat tabrakan-tabrakan antar molekul sendiri • Adanya pemadam akan menginduksi deeksitasi dari suatu molekul analit yang tereksitasi sehingga tidak ada sinar yang diemisikan • Contoh : Oksigen bagi senyawa poliaromatis hidrokarbon

Fluoresensi (F)  Pemancaran sinar dari S1  S0  Waktunya amat singkat (10-8) detik  Jika eksitasi dihentikan,fluoresensi terhenti  Emisi foton sama nilainya dengan energi ang diserap oleh suatu molekul.

Fosforesensi (P)  Peroses sutu molekul melangsungkan suatu transisi (emisi) dari tingkat triplet ke tingkat dasar.  Pemancaran sinar dari T1  S0  Waktunya lebih lama (10-4 detik)  Jika eksitasi dihentikan,fosforisensi masih dapat berlangsung  Biasanya didahului oleh L.A.S.

Efesiensi Fluoresensi Bilangan yang menyatakan perbandingan mol yang berfluoresensi dan jumlah total mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1) Jumlah mol yang berfluores ensi EF  Jumlah total mol yang tereksitas i

EF 

K F  K IC

KF  K EC  K IX  K PD  K D

Catatan Indeks : K = Tetapan Laju F = Fluoresensi IC = Konversi didalam EC = Konversi keluar IX = Lintasan antar system PD = Pradisosiasi D = Dissosiasi Faktor Lingkungan Faktor Struktur Kimia

= KIC, KEC dan KIX = KF, KPD dan KD

EF dan Jenis Transisi Elektron  EF lebih mungkin terjadi pada transisi  *   dari pada *  n karena:  Absorptivitas molar transisi  *   jauh lebih besar dari absorptivitas molar transisi *  n  Umur eksitasi   * lebih lama dari pada umur eksitasi n   * sehingga Kn  * lebih besar dari pada K  *  Kix pada   * lebih kecil dari pada KIX pada n  * , karena energi yang diperlukan untuk pembalikan arah spin pada   * jauh lebih besar dari pada n  *

EF dan Jenis Transisi Elektron • Nilai absortivitas molar merupakan kebolehjadian terjadinya transisi, makin besar  makin mudah terjadi transisi  makin mudah terjadi fluoresensi. • LAS lebih sulit pada   *, maka •   * Fluoresenensi • n  *  Fosforisensi

Hubungan Intensitas Fluoresensi (PF) dengan kadar • PF adalah proporsional dengan jumlah molekul yang tereksitasi :

PF  Q f  Po  P ............1 dimana : PF = Intensitas fluoresensi Qf = Effisiensi fluoresensi P0 = Intensitas yang dikenakan pada sample P = Intensitas setelah mengenai sample

Menurut Hukum Lambert-Beer P   bc  10 ......( 2 ) P0   bc

P  P010 Pf  Q f  P0  P0 10   bc 

Jika persamaan 3 dikembangkan dalam suatu seri maka

Pf  Q f P0  bc

 Q f 1  10   bc .......( 3 ) n   bc   bc  2   bc  3    bc     ........   ( 4 ) 1   n  1! 2! 3! 4!  

Jika  bc kecil maka

Pf  Q f P0  bc........( 5 ) Qf = Effisiensi fluoresensi (nilainya tetap) Po = Intensitas awal (nilainya tetap) Σ = Absorptivitas molar (nilainya juga tetap) b = Tebal kuvet (nilainya juga tetap) Sehingga persamaan menjadi :

Pf

= (Nilai tetap QF, Po, Σ dan b) c = Kc

Jadi intensitas fluoresensi yang terbaca berbanding langsung dengan kadar

Faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi 1. Temperatur (Suhu) a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC 2. Pelarut a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah, karena dalam pelarut polar b. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan  mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang

3. pH pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic

OH

λ eks = 285 λ em = 365 Int = 18 Phenol

λ eks = 310 λ em = 410 Int = 10 Phenolat

4. Oksigen terlarut Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab : a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa b. Oksigen mempermudah LAS

5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang tinggi

Fluoren

Bifenil EF = 0,20

Adanya -CH2- pada fluoren menyebabkan strukturnya lebih kaku

Hubungan Struktur Molekul dan Fluoresensi Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap mempunyai sifat fluoresensi karena strukturnya kaku dan planar EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem  dapatmenaikkan intensitas fluoresensi EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan menghilangkan sifat fluoresensi Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan fluoresensi

Pengaturan pH dapat merubah intensitas fluoresensi, Contoh : Phenol menjadi phenolat  menaikkan fluoresensi Amina aromatik menjadi ammonium aromatik  menurunkan fluoresensi Heterosiklis dengan atom N, S dan O mempunyai sifat fluoresensi Heterosiklis dengan gugus NH, jika medianya asam akan menaikkan intensitas fluoresensi

Komponen fluorometer Sampel cell Excitation filter Light source

Excitation (prymary) filter

Transmitted Light Fluorecent (emitted) light Fluorecence (secondary) filter

Phototube Photomultiplier tube

Panjang gelombang (λ) dari fosforensis > dari λ fluorosensi > dari λ absorbansi

Karena pada saat elektron valensi nya tereksitasi ke S2 mengalami relaksasi dulu sampai S1 baru nanti elektron tsb dipancarkan energinya (emisikan) sehingga perbedaan energinya ke keadaan grounstate menjadi lebih rendah dan panjang gelombang menjadi lebih panjang

Perbedaannya dengan spektrofotometri UV-Vis No Dasar perbedaan

UV-Vis

Fluorosensi/fosfo resensi

1

Kuvet

2 sisi transparan

4 sisi transparan

2

Posisi Detektor

Lurus (dari sinar datang, monokromator, sampel dan detektor) membentuk garis lurus

Tegak lurus dengan posisi sampel

3

Jumlah 1 monokromator monokroma tor

2 monokromator

Keuntungan dari analisis fluoresensi  Kepekaan yang baik karena : 1. Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang tepat 2. Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka 3. Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi 4. Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M

kelompok analisis obat secara fluoresensi (1)  Obat yang mempunyai sifat fluoresensi alamiah dalam hal ini tidak diperlukan tambahan pereaksi  Contoh : Quinine  Larutan obat ini mengabsorbsi sinar UV dan mengemisi sinar Vis

kelompok analisis obat secara fluoresensi (2)  . Turunan obat yang dibentuk dengan pengikatan dengan senyawa berfluoresensi  Contoh : Asam amino diikat oleh syclorida [ 5 – (dimethylamino) naphtalene-1-sulfonyl-hloride]  dansyl asam aminoyang intensitas fluoresensinya tinggi SO23CL

SO3-NH-CHR-COOH

O R=CH-C NH2

+

- HCL

OH N(CH3)2

N(CH3)2

kelompok analisis obat secara fluoresensi (3) • Membentuk molekul berfluoresensi (a. fluorophore) H3C

N

+ NH

S

CH2

N

CH2-CH2OH.2CL -

3

N +

CH3

-Fe(CN) OH

6

Vitamin B1 H3C

N

N

N

S

N

CH2-CH2OH CH3

Thiochrome Berfluorensi  eks = 365 nm  em eks = 440 nm

Spektra Eksitasi dan Emisi dari kinin-SO4 1 ppm 1. Secara teoritis spektra eksitasi identik dengan spektra absorsi u.v. Spektra ini dapat digunakan untuk menentukan  spesifik yang menyebabkan timbulnya emisifluoresensi/ fosforisensi dan  yang menimbulkan emisi yang maksimal disebut  eksitasi 1. Spektra emisi adalah duplikat dari spektra eksitasi. Hanya timbul pada  yang lebih panjang.  emisi dipilih suatu  yang menimbulkan intensitas maksimal

Cara memperoleh  Dibuat cuplikan dalam pelarut air, etanol, maupun sikloheksan  Lar. cuplikan masukkan kedalam kuvet spektrofotometer 

Atur monokromator eksitasi pada suatu  didaerah u.v. (misal A). Kemudian monokromator emisi diputar sampai diperoleh intensitas yang maksimal misal B nm (B :  emisi)

 Atur monokromator, emisi pada B nm dan sekarang monokromator eksitasi yang diubah sampai diperoleh intensitas yang maksimum misal A’ nm (A’ nm =  eksitasi)  Monokromator eksitasi diatur pada A’ nm dan buat spektra emisi dengan merecord intensitas sebagai fungsi dari panjang gelombang () akan diperoleh harga  yang mempunyai intensitas maksimal misal : B’ nm • •

Maka

 eksitasi : A’ nm  emisi

: B’ nm

Beberapa obat yang bersifat fosforisensi Senyawa

 eks

 fos

Waktu

Kondisi

Aspirin

240

380

2,1

EPA

Bennocaine

310

430

3,4

Epharm

Cocaine

240

400

2,7

Ethanol

Diazepam

290,325 400,470,510 0,07

EW

Iproniazid

300,370 440

-

EW

Papaverine

260

480

1,5

Ethanol

Phenacetin

410

499

-

EPA

Strychnin PO4

290

440

1,2

Ethanol

EW 335 500 0,07 Thioridazine EW : Ethanol – water = 1 : 1 EPA : campuran Diethyleter-isopentane-ethanol (5:5:2)

Related Documents


More Documents from "Rifqi Fauzan Games"

Bahasa Jepang.docx
November 2019 3
Sifat Fisika Kimia Obat.ppt
November 2019 18
Kata Pengantar.docx
April 2020 21
Laporan Pkl 4.docx
May 2020 28
Reef Site Jsmith
November 2019 32