dentika Dental Journal Vol 9, No. 2, 2004: 78-83
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN SKOR DMF-T PADA IBU-IBU RUMAH TANGGA BERUSIA 20-45 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN Sondang Pintauli*, Tetti Melur** Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara **Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155
Abstract Previous studies have shown the association between level of education and oral health status. A crosssectional study was performed to evaluate the relationship between educational level and DMF-T score on 20-45 yr old mothers in District of Medan Tuntungan. Randomized samples of 150 respondents selected were classified according to the educational level, high (HE), middle (ME) and low (LE). DMF-T score was measured using DMF-T index of WHO. A one way ANOVA was performed on decayed, missing and filled tooth to evaluate the relation between DMF and educational level. All statistical procedures were performed in the SPSS (ver 10.0) statistical packages. It was found that DMF-T score was statistically higher in LE groups (p<0,001). It means that DMF-T score was higher as educational level lower. The HE groups had significantly a larger number of filling, while the LE groups had significantly a larger number of decayed and missing tooth (p<0,001). In conclusion, educational level was shown to influence the DMF score, therefore it should be considered in health planning appropriate preventive measures. Key words: dental caries, education, DMF-T score.
PENDAHULUAN Masalah karies gigi masih perlu mendapat perhatian karena hingga dewasa ini penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi dan mulut.1 Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995) menunjukkan prevalensi karies gigi 89,38% untuk usia 15 tahun; 83,50% untuk usia 18 tahun; 94,56% untuk usia 35-44 tahun dan 98,57% untuk usia 65 tahun ke atas.2 Peningkatan prevalensi karies yang cepat ini tidak terlepas dari faktorfaktor penyebab karies, yang terdiri atas
faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu tuan rumah, agen, lingkungan dan waktu, sedangkan faktor tidak langsung yang disebut sebagai faktor resiko luar terjadinya karies antara lain: usia, jenis kelamin, keturunan, ras, hormonal, makanan, dan faktor sosial ekonomi.4-6 Menurut Tirthankar (2002), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan.6 Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat.2 Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang
78
dentika Dental Journal Vol 9, No. 2, 2004: 78-83
kesehatan yang akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.7-8 Perbedaan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kecenderungan orang menggunakan pelayanan kesehatan sehubungan dengan variasi mereka dalam pengetahuan mengenai kesehatan gigi. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan ketidaktahuan akan bahaya penyakit gigi karena rendahnya tingkat pendidikan akan menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi yang ada. Rendahnya tingkat pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan gigi ini akan memberikan kontribusi terhadap buruknya status kesehatan gigi masyarakat.9 Dalam bukunya The Behavioral Model of Families Use of Health Services, Anderson menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan tergantung pada kondisi-kondisi yang dikelompokkan dalam tiga kelompok determinan perilaku yaitu predisposing, enabling dan need. Komponen predisposing adalah variabel-variabel yang menjelaskan faktor-faktor dalam individu yang secara tidak langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pendidikan termasuk di dalam komponen predisposing selain faktor umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Komponen enabling yaitu faktor yang memungkinkan individu mencari pengobatan seperti pendapatan, asuransi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan komponen need merupakan variabel yang menjadi stimulus atau alasan utama penggunaan fasiltas pelayanan kesehatan.10 Paulander, Axelsson dan Lindhe (2003) menemukan jumlah gigi yang tinggal di rongga mulut pada usia 35 tahun untuk pendidikan tinggi sebesar
79
26,6% sedangkan pendidikan rendah 25,8%.11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) pengalaman karies gigi (DMF-T) rata-rata pada ibu-ibu rumah tangga; 2) mengetahui D (decay) ratarata, M (missing) rata-rata, dan F (filling) rata-rata dan 3) mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan skor DMF-T pada ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan. Pada penelitian ini, sampel dipilih adalah ibu-ibu rumah tangga oleh karena keadaan kesehatan gigi dan mulut dalam sebuah keluarga masih sangat ditentukan oleh pendidikan, kesadaran, sikap dan perilaku ibu rumah tangga.10 Ibu-ibu rumah tangga merupakan tokoh kunci dalam keluarga karena berperan penting dalam pendidikan dan perilaku kesehatan keluarga yang sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dirinya dan seluruh keluarga. BAHAN DAN CARA KERJA Rancangan penelitian adalah cross-sectional. Populasi adalah ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan yang berjumlah 2803 orang. Sampel adalah ibu-ibu rumah tangga yang berusia 20 sampai 45 tahun. Besar sampel dihitung berdasarkan jumlah populasi ibu-ibu rumah tangga dengan p = 0,89 (prevalens karies gigi pada ibuibu rumah tangga di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)10 dan degree of reliability (d) 5%, serta tingkat kepercayaan (Cl) 95%. Berdasarkan perhitungan diperoleh sampel minimum 148 orang dan pada penelitian ini diambil sampel sejumlah 150 orang ibu-ibu rumah tangga.
Hubungan tingkat pendidikan dan skor DMF-T pada ibu-ibu rumah tangga berusia 20-45 tahun (Sondang Pintauli, Tetti Melur)
Pengambilan sampel dilakukan dengan subjektif sampling dengan memilih 3 dari 17 lingkungan yang ada. Pemilihan lingkungan ini didasarkan atas informasi yang diperoleh dari kepala lingkungan dan juga kartu keluarga. Ketiga lingkungan tersebut dianggap dapat mewakili sampel dengan variasi tingkat pendidikan rendah, menengah dan tinggi untuk setiap lingkungan sehingga diambil sampel 50 orang dari tiap lingkungan. Indeks pengukuran yang digunakan adalah Indeks DMF-T dari WHO. Untuk memudahkan pada waktu mencatat hasil pemeriksaan, dilakukan pengubahan kode angka menjadi huruf. Pengambilan data dilakukan dengan mengunjungi responden ke rumahnya masing-masing, pagi hari bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan sore hari untuk ibu-ibu rumah tangga yang bekerja. Data umur dan tingkat pendidikan diperoleh dengan melakukan wawancara langsung pada responden
menggunakan kuesioner. Data DMFT diperoleh dengan melakukan pemeriksaan langsung di dalam mulut menggunakan kaca mulut datar dan sonde tajam setengah lingkaran dibantu penerangan sinar matahari. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang tersedia. Data yang diperoleh diproses dan diolah dengan bantuan komputer dengan menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 10.0 (1999). HASIL PENELITIAN Dari 150 orang responden persentase terbesar pada kelompok usia 3039 tahun yaitu 39,33%, diikuti kelompok usia 40-45 tahun sebesar 34%, dan kelompok usia 20-29 tahun sebesar 26,67%. Persentase ibu-ibu rumah tangga dengan pendidikan rendah, menengah dan tinggi masing-masing sebesar 33,33% (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi ibu-ibu responden di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan berdasarkan tingkat pendidikan.
RENDAH MENENGAH TINGGI
TINGKAT PENDIDIKAN Tidak sekolah/tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA, D1, D2 Tamat PT/Akademik TOTAL
Pengalaman karies Decay (D) rata-rata terlihat menurun sejalan dengan tingginya tingkat pendidikan. Decay rata-rata lebih tinggi pada ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 6,60 ±
Jumlah 7 43 50 50 150
Persentase 4,67 28,67 33,33 33,33 100
4,64 sebaliknya D rata-rata lebih rendah pada ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu 3,20 ± 3,02; secara statistik diperoleh perbedaan bermakna (p<0,001). Total decay ratarata sebesar 5,29 ± 4,10 (Tabel 2).
Tabel 2. Decay rata-rata dan hasil analisis statistik pada ibu-ibu responden di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.
80
dentika Dental Journal Vol 9, No. 2, 2004: 78-83
TINGKAT PENDIDIKAN Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi TOTAL
DECAY (D) Rata-rata Standar Deviasi (X ) 6,60 4,64 6,06 3,71 3,20 3,02 5,29 4,10
Ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan rendah memiliki mising rata-rata 3,14 ± 3,76 sedangkan rata-rata mising pada tingkat pendidikan tinggi 1,14 ± 1,50 dan secara statistik
Hasil Analisis Statistik Jumlah Sampel 50 50 50 150
F
df
p
11,273
149
<0,001
terlihat ada perbedaan bermakna. (p<0,001). Total mising rata-rata sebesar 1,92 ± 2,78 (Tabel 3).
Tabel 3. Mising rata-rata dan hasil analisis statistik pada ibu-ibu responden di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.
TINGKAT PENDIDIKAN Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi TOTAL
MISING (M) Rata-rata Standar Deviasi (X ) 3,14 3,76 1,48 2,19 1,14 1,50 1,92 2,78
Ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki filing rata-rata 0,92 ± 1,94; tingkat pendidikan menengah 0,16 ± 0,51 dan pendidikan
Hasil Analisis Statistik Jumlah Sampel 50 50 50 150
F
df
p
8,121
149
<0,001
rendah sebesar 0,18 ± 0,66; secara statistik ada perbedaan bermakna (p<0,05). Total filing rata-rata sebesar 0,42 ± 1,26 (Tabel 4).
Tabel 4. Filing rata-rata dan hasil analisis statistik pada ibu-ibu responden di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.
TINGKAT PENDIDIKAN Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi TOTAL
FILING (F) Rata-rata Standar Deviasi (X ) 0,18 0,66 0,16 0,51 0,92 1,94 0,42 1,26
DMF-T rata-rata pada ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi adalah 5,26 ± 3,49; tingkat pendidikan menengah dan rendah berturut-turut 7,70 ± 4,12 dan 9,92 ± 5,44.
Hasil Analisis Statistik Jumlah Sampel 50 50 50 150
F
df
p
6,331
149
P<0,05
Total DMF-T rata-rata sebesar 0,42 ± 1,26 dan berdasarkan perhitungan statistik ada perbedaan bermakna (p<0,001) (Tabel 5).
Tabel 5. DMF-T rata-rata dan hasil analisis statistik pada responden di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.
81
Hubungan tingkat pendidikan dan skor DMF-T pada ibu-ibu rumah tangga berusia 20-45 tahun (Sondang Pintauli, Tetti Melur)
TINGKAT PENDIDIKAN Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi TOTAL
DMF-T Rata-rata Standar Deviasi (X ) 9,92 5,44 7,70 4,12 5,26 3,49 7,63 4,80
PEMBAHASAN Pada penelitian ini dijumpai DMF-T rata-rata sebesar 7,63. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Situmorang (1994) yang dilakukan pada ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yaitu 7,7.10 DMF-T rata-rata lebih rendah pada ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan menengah dan tingkat pendidikan rendah dan secara statistik terlihat perbedaan bermakna. Hasil yang sama dijumpai oleh Kaiser dkk. yang menjumpai adanya hubungan antara nilai-nilai DMF-T dengan tingkat pendidikan pada subjek yang mereka teliti. Subjek dengan tingkat pendidikan rendah memiliki ratarata DMF-T yang lebih tinggi dibandingkan subjek dengan tingkat pendidikan tinggi.12 Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku hidup sehat. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan sehingga mempengaruhi perilakunya untuk merawat dan memelihara giginya. Keadaan ini menyebabkan nilai DMFT rata-rata lebih rendah pada ibuibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah. Mising rata-rata lebih tinggi pada ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan rendah daripada ibu-ibu
Hasil Analisis Statistik Jumlah Sampel 50 50 50 150
F
df
p
13,86 6
149
<0,001
rumah tangga dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi dan secara statistik ada perbedaan yang bermakna (p<0,001). Truein dan Koel (1977) juga memperoleh hasil yang sama yaitu adanya hubungan antara banyaknya pencabutan gigi akibat karies dengan tingkat pendidikan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendidikan rendah mempunyai rata-rata 6,3 pencabutan/ orang, pendidikan menengah rata-rata 4,5 pencabutan/orang sedangkan pendidikan tinggi rata-rata 2,5 pencabutan/ orang. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan maka pencabutan gigi semakin sedikit.11 Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai kecenderungan untuk mengikuti instruksi kebersihan mulut, sehingga jumlah gigi yang hilang lebih sedikit. Dengan tingkat pendidikannya yang tinggi, maka pengetahuan seseorang akan lebih baik sehingga lebih tahu cara merawat, memelihara dan membersihkan giginya. Peningkatan decay rata-rata sejalan dengan menurunnya tingkat pendidikan, yaitu 3,20 untuk ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi, 6,06 untuk ibu-ibu dengan tingkat pendidikan menengah, dan 6,60 untuk ibu-ibu tingkat pendidikan rendah. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan gigi dan tidak tahu akan bahaya penyakit gigi yang akan menyebabkan seseorang tidak meman-
82
dentika Dental Journal Vol 9, No. 2, 2004: 78-83
faatkan pelayanan kesehatan gigi yang ada. Hal ini akan memberikan kontribusi nilai karies yang lebih tinggi. Perbedaan filing rata-rata antara ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan dengan ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan menengah sangat signifikan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi kemungkinan akan memiliki status ekonomi yang lebih baik. Status ekonomi yang baik akan memungkinkan seseorang mempunyai dana lebih dan kesempatan untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan memberikan kejelasan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan skor karies gigi sehingga harus dipertimbangkan dalam merencanakan upaya pencegahan yang tepat. Daftar Pustaka 1. Masrif E. Epidemiologi karies gigi dan jaringan penyangga. Jakarta: Forum Ilmiah Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 1984: 531-2. 2. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan gigi dan mulut di Indonesia pada Pelita VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2000: 7, 16-7, 22-3. 3. Kristanti Ch. Needs and demands for dental care in Indonesia. http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. (Agustus 2004).
83
4. Tarigan R. Kesehatan gigi dan mulut. Jakarta: EGC, 1989: 20-3. 5. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Ed. ke-1. Medan: USU Press, 1997: 3-6, 22. 6. Brathall D. Caries risk assesment. http://www.db.od.mah.se/car/data/basic.htm (Juli 2003). 7. Debnath T. Public health and preventive dentistry. 2nded. New Delhi: AITBS Publisher, 2002: 4,5. 8. Gondhoyuwono T, Sunoto RI, Heriadi YY, Badri N, Tubelaka D. Dasar-dasar peru-bahan prilaku dalam kaitan dengan penyuluhan kesehatan gigi. In: Asean meeting on Dental Public Health ed. Proceeding of Lustrum VII-FKG UNPAD, 1994: 79-80. 9. Situmorang N. Determinan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi. In: Asean meeting on Dental Public Health ed. Proceeding of Lustrum VII-FKG UNPAD, 1994 : 64-6. 10. Situmorang N. Persepsi ibu-ibu rumah tangga mengenai penyakit karies gigi dan hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan profesional di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara Tahun 1994. Tesis. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI, 1994: 1, 11-2, 28. 11. Kaiser T, Ganss C, Asmann T, Klimek J. Caries prevalence in German recruits in 1992, 1996, and 1999. http://www.accademiaitalianadiconservativa .it/conseuro/ 12. Paulander J, Axelsson P, Lindhe J. Association between level of education and oral health status in 35-, 50-, 65-, and 75year olds. J Clinical Peridontology 2003, 30(8): 697 (Abstract).