Skripsi Fix Banget-converted.pdf

  • Uploaded by: allisyia novita
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Fix Banget-converted.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 17,024
  • Pages: 77
PENGGUNAAN MAGNETITE TERLAPIS SILIKA MODIFIKASI AMMONIUM KUARTERNER SEBAGAI ADSORBEN UNTUK RECOVERY ION LOGAM MERKURI (II) LAHAN BEKAS PENAMBANGAN EMAS

SKRIPSI

SITI MAS ULA F1C114072

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2018

PENGGUNAAN MAGNETITE TERLAPIS SILIKA MODIFIKASI AMMONIUM KUARTERNER SEBAGAI ADSORBEN UNTUK RECOVERY ION LOGAM MERKURI (II) LAHAN BEKAS PENAMBANGAN EMAS

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Kimia

SITI MAS ULA F1C114072

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2018

RINGKASAN Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang biasa dilakukan oleh penambangan emas tradisional dapat memberi kontribusi negatif berupa pencemaran lingkungan karena penggunaan bahan kimia yang bersifat toksik bagi manusia salah satu bahan kimia yang digunakan adalah merkuri. Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan konsetrasi bahan pencemar dalam limbah cair salah satunya adalah adsorpsi. Dalam prosesnya, komponen yang paling berperan adalah adsorben. Pada penelitian ini telah disintesis adsorben berbaris nanopartikel yaitu adsorben Fe3O4-SMAK telah disintesis sebagai adsorben ion logam Hg2+. Pembuatan SMAK dilakukan dengan proses destruksi abu sekam padi menggunakan NaOH. Lalu, mereaksikan larutan natrium silikat dengan senyawa 3-APTMS dan reaksi metilasi menggunakan metil iodida untuk menghasilkan SMAK dan Fe3O4 disintesis melalui metode kopresipitasi. Setelah itu dilakukan pelapisan Fe3O4 oleh SMAK. Adsorben SMAK-Fe3O4 tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk mengadsorpsi logam berat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil karakterisasi adsorben Fe3O4-SMAK melalui instrument XRD, FTIR, SEMEDX, dan SAA. Selain itu, juga untuk mengetahui pengaruh pH dan waktu kontak adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi ion logam Hg 2+ serta mengetahui kemampuan adsorben untuk menyerap kadar merkuri dari sampel batu yang berasal dari hasil kegiatan PETI di desa Sungai Jering, Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu adsorben Fe 3O4-SMAK berhasil disintesis. Pada hasil karakterisasi XRD diperoleh adanya puncak khas SiO 2 dan Fe3O4 yaitu masing-masing pada sudut 2θ 20-22˚ dan 35,63˚. Hasil karakterisasi FTIR muncul gugus fungsi siloksan, silanol, metil, metilen, Fe, dan Hg2+. Kemudian hasil karakterisasi SEM-EDX menunjukkan morfologi permukaan dan komposisi unsur utama yang diperoleh yaitu C, O, Si, dan Fe. Pada hasil BET dan BJH diperoleh luas permukaan 45,716 m²/g diameter ratarata 25,34 nm dan diameter pori yaitu 11,60nm. Hasil pH optimum untuk mengadsorpsi ion logam Hg2+ diperoleh pH 4 dan waktu kontak adsorben dengan Hg2+ selama 30 menit. Adsorben Fe3O4-SMAK dapat mengadsorpsi kandungan merkuri yang ada pada sampel batu lahan bekas PETI dengan efisiensi adsorpsi sebesar 36,93%.

SUMMARY Unlicensed gold mining (UGM) activities that are conducted by traditional gold miners could contaminate environment by toxic chemicals that harmful for human. One of the chemicals that has used is mercury. A method that can be used to reduce this pollutant concentration in liquid waste is adsorption. In the process, the most important component is adsorbent. In this research, adsorbent based on nanoparticle was synthesized successfully i.e. Fe 3O4-Silica modified with quaternary ammonium (Fe3O4-SMQA). It has been synthesized for Hg2+ ions adsorbent. SMQA was made by destructive process of rice husk ash using NaOH. Then, sodium silicate that formed was reacted with 3-APTMS and was methylated by using methyl iodide to produced SMQA. Fe 3O4 was synthesized by coprecipitation method. After that, Fe3O4 was coated by SMQA. This coating process could increased the ability of the adsorbent to adsorb heavy metal such as mercury. The purpose of this research were to characterized Fe3O4-SMQA by using XRD, FTIR, SEM-EDX, and Mercury Analyzer. In addition, the effect of pH and contact time of adsorbent toward Hg2+ ions adsorption were also determined as well as its ability to adsorb mercury from rock sample that was taken at UGM activities area in Sungai Jering village, Pangkalan Jambu district, Merangin regency, Jambi. The results obtained in this research were Fe3O4-SMQA was successfully synthesized and some characters that obtained by the instruments analysis. Characterization by XRD gave typical peaks of SiO2 and Fe3O4 2θ angles, in order 20-220 and 35.630. Characterization by FT-IR showed that there are functioal groups and elements i.e. siloxane, silanol, methyl, methylene, Fe and Hg2+. Characterization by BET and BJH showed its surface area is 45.716 m2/g wide, average diameter is 25.34 nm long and pore diameter is 11.60 nm long. The optimum conditions for the adsorbtion process is 30 minutes at pH 4. The Fe3O4-SMQA is able to adsorb mercury content in rock sample from UGM exarea by efficiency 36.93%.

RIWAYAT HIDUP Siti Masula dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 25 April 1996 dari Ayah yang bernama Khayi dan Ibu Bukhairiah sebagai putri terakhir dari tiga bersaudara (Abdul Ro’uf dan Alm.Hadat Rohani SE). Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yaitu SDN 182/VIII Kabupaten TEBO dan lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kota Bungo dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Kota Bungo dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri yaitu di Universitas Jambi, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program studi Strata-1 Kimia hingga sekarang, sampai dengan penulisan skripsi ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswi Program studi Strata-1 Kimia. Selama masa studi di perguruan tinggi, penulis aktif di organisasi IMKI (Ikatan Mahasiswa Kimia) pada tahun 2015-2016. Dalam bidang akademik penulis pernah lulus Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dibawah naungan DIKTI pada tahun 2017. Penulis pernah menjabat sebagai Asisten Laboratorium Kimia Organik prodi Teknik Kimia pada tahun 2017 dan Asisten Laboratorium Bahan dan Teknologi Korosi program studi DIII Kimia Industri pada tahun 2017. Penulis melaksanakan magang di Laboratorium Pabrik Sawit PTPN6 Rimbo Bujang Kab.Tebo Prov.Jambi. Kemudian penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGGUNAAN MAGNETITE TERLAPIS SILIKA MODIFIKASI

AMMONIUM

KUARTERNER

SEBAGAI

ADSORBEN

UNTUK

RECOVERY ION LOGAM MERKURI (II) LAHAN BEKAS PENAMBANGAN EMAS” dibawah bimbingan Dr.Drs.Ngatijo, M.Si dan Drs. Faizar Farid, M.Si.

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang

berjudul

“Penggunaan

Magnetite

Terlapis

Silika

Modifikasi

Ammonium Kuarterner Sebagai Adsorben Untuk Recovery Ion Logam Merkuri (II) Lahan Bekas Penambangan Emas”. Skripsi ini penulis buat sebagai syarat dalam menyelesaikan studi di Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan halangan yang penulis hadapi baik dari luar maupun dari penulis sendiri, namun dengan adanya semangat dan dorongan serta dukungan dari berbagai pihak penulis dapat melewati masa tersebut dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.

Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi.

2.

Drs. H. Faizar Farid, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi dan sekaligus selaku dosen pembimbing pendamping dalam penulisan skripsi ini yang telah membimbing penulis untuk memberikan arahan dan nasihat.

3.

Dr. Madyawati Latief, S.P, M.Si. selaku Ketua Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi.

4.

Dr. Drs Ngatijo, M.Si. selaku pembimbing utama yang telah meluangkan banyak waktu maupun tenaga serta memberikan arahan, nasihat, saran, bantuan dan kerelaan hati dalam membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5.

Tim Penguji skripsi Drs. Nelson, S.Si., M.Si., Dr. Intan Lestari, S.Si., M.Si. dan Andita Utami, S.Si., M.Si. yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis untuk kemajuan dan perbaikan penulis sendiri.

6.

Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.

7.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Khayi dan Ibunda Bukhairiah yang tidak pernah lelah dalam memberikan cinta yang tulus dan ikhlas, selalu mendoakan, memberikan motivasi dan semangat serta pengorbanannya dalam mencukupi segala kebutuhan penulis selama studi.

8.

Abangku Abdul Rouf yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

i

9.

Abangku Alm.Hadat Rohani S.E yang dulunya selalu memberi motivasi dari pertama kuliah hingga semester 6.

10. Semua pihak keluarga besar yang selalu mendoakan dan memberi motivasi. 11. Defia indah yaitu sahabat sekaligus rekan penelitian yang selalu membantu dan saling menguatkan selama proses penelitian. 12. Rani oktavia, Nevira Tria Yesicha, Uti Khairini, Nurhidayah, dan Susi Hardiyani sebagai sahabat seperjuangan yang selalu memberi semangat selama perkuliahan dan penelitian. 13. Teman-teman seperjuangan Kimia 2014, khususnya kelas B (Yunia, Intan, Ria, Fitri, rivi, Azmi, Juni, Via, Nadya, Sil, Wanda, Azza, Nurma, Liza, Fida, Nunung, Chintya, Putri, Riska, Henty, Windi, Dini, Tiwi, devi, Luciana, Patricia, Kristyanti, Ineke, dan Aji) yang telah bersama-sama dalam melewati suka dan duka selama proses perkuliahan. 14. Albert yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan motivasi selama perkuliahan, proses penelitian dan penulisan skripsi. 15. Dini Elsi Aminy yang senantiasa membantu dalam penulisan skripsi. 16. Teman-teman green kost yang senantiasa selalu memberi semangat dalam proses penulisan skripsi. 17. Keluarga IMKI yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis. 18. Serta semua pihak yang membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, ilmu serta

doa

kepada

penulis

mendapatkan

pahala

serta

ridho-Nya

dan

mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin. Penulis

menyadari

bahwa

skripsi

ini

masih

sangat

jauh

dari

kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Jambi, Juli 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman PRAKATA .................................................................................................. i DAFTAR ISI ...............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

vi

I. PENDAHULUAN ....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................

1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ..............................................

4

1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................

5

1.4 Manfaat Penilitian ..........................................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

6

2.1 Logam Berat Merkuri .....................................................................

6

2.2 Jenis dan Bahaya Merkuri Bagi Kesehatan .....................................

8

2.3 Limbah Merkuri (II) pada Penambangan Emas ................................

9

2.4 Sekam Padi ....................................................................................

11

2.5 Silika .............................................................................................

12

2.6 Silika Gel .......................................................................................

13

2.7 Silika Modifikasi Ammonium Kuarterner (SMAK) ............................

14

2.8 Magnetite .......................................................................................

15

2.9 Teori Hard and Soft and Acid and Base (HSAB) ...............................

16

2.10 Adsorpsi ........................................................................................

17

2.11 Refluks ..........................................................................................

21

2.12 Karakterisasi..................................................................................

22

III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................

27

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................

27

3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................

27

3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................

27

3.4 Analisis Data .................................................................................

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

31

4.1 Pembuatan Adsorben Fe3O4-Silika Modifikasi Ammonium Kuarterner .....................................................................................

31

4.2 Karakterisasi..................................................................................

37

4.3 Adsorpsi ion Hg2+ ...........................................................................

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

48

5.1 Kesimpuan ......................................................................................

48

5.2 Saran ..............................................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

49

iii

DAFTAR TABEL Tabel

Halaman

1. Kandungan silika dalam produk samping padi ......................................

11

2. Komposisi Sekam Padi ..........................................................................

12

3. Klasifikasi asam dan basa .....................................................................

17

4. Daftar spektrum FTIR dari STA, SMAK, Fe3O4-SMAK, dan Fe3O4-SMAK setelah adsorpsi. ...................................................................................

41

5. Komponen-komponen SMAK, Fe3O4, Fe3O4-SMAK ..................................

42

6. Data hasil BET dan BJH Fe3O4-SMAK ...................................................

43

7. Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ .....................................

44

8. Pengaruh waktu kontak terhadap %adsorpsi .........................................

45

9. Hasil adsorpsi merkuri sampel batu ......................................................

47

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar

Halaman

1. Merkuri (Hg) ..........................................................................................

6

2. Akibat terpapar merkuri ........................................................................

9

3. Proses Penambangan Emas dan Mineral Merkuri ...................................

10

4 . Lahan Bekas Penambangan Emas ........................................................

11

5 . Sekam Padi ..........................................................................................

11

6. Struktur STA ........................................................................................

14

7. Struktur SMAK .....................................................................................

15

8. Struktur Fe3O4 ......................................................................................

15

9. Pelapisan Fe3O4 dengan Merkapto .........................................................

16

10. Proses adsorpsi ...................................................................................

18

11. Serangkaian Alat refluks .....................................................................

22

12. Instrumen Mercury Analyzer ...............................................................

23

13. Scanning Electron Microscopy ...............................................................

24

14. Skema FTIR ........................................................................................

26

15. Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat ..................................

32

16. Mekanisme reaksi sol-gel .....................................................................

33

17. Reaksi pembentukan SMAK ................................................................

35

18. Mekanisme reaksi pelapisan silika oleh Fe3O4 .....................................

36

19. Model permukaan Fe3O4 terlapis SMAK ...............................................

37

20. Difaktogram (a) Fe3O4 (b) SMAK (c) SMAK-Fe3O4...................................

37

21. Spektra FTIR (a) STA (b) SMAK (c) Fe3O4 (d) SMAK-Fe3O4 (e) Adsorben-Hg ...................................................................................

39

22. Karakterisasi SEM (a) HASK (b)Fe3O4 (c)SMAK-Fe3O4 ...........................

42

23. Hasil karakterisasi EDX a. SMAK, b. Fe3O4, c. SMAK-Fe3O4 .................

42

24. Grafik pengaruh pH terhadap adsorpsi ion logam Hg 2+ .........................

45

25. Grafik waktu kontak dengan persentasi adsorpsi ................................

46

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Diagram alir prosedur kerja ...................................................................

54

2. Perhitungan ..........................................................................................

59

3. Hasil karakterisasi ................................................................................

62

4. Dokumentasi penelitian ........................................................................

63

vi

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pertambangan

emas

merupakan

suatu

rangkaian

proses

untuk

mengelola sumberdaya alam tidak terbaharui yang tersimpan di dalam bumi. Proses pengambilan mineral berawal dari penggalian tanah bagian atas (top soil) dan penggalian batuan tak bernilai agar mempermudah mencapai konsentrasi mineral. Selanjutnya batuan yang bernilai atau yang mengandung mineral seperti emas diangkut dengan melewati proses pemisahan biji menggunakan bahan-bahan kimia seperti sianida dan merkuri (Antam, 2002). Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang biasa dilakukan oleh penambangan emas tradisional

dapat

memberi

kontribusi

negatif

berupa pencemaran

lingkungan karena penggunaan bahan kimia yang bersifat toksik bagi manusia salah satu bahan kimia yang digunakan adalah merkuri. PETI ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, salah satunya di desa Sungai Jering, Kecamatan Pangkal Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya dan berada di lingkungan dalam berbagai bentuk. Sumber pencemaran merkuri dapat berasal dari proses geologi dan biologi, tapi tidak sebanding dengan pencemaran merkuri yang disebabkan oleh aktifitas proses penambangan (Kitong,

2012).

Lingkungan

yang

terkontaminasi

oleh

merkuri

dapat

membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi berubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga methil-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia (Setiabudi, 2005). Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan ini disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus-gugus yang mengandung belerang (sulfur S) yang terdapat dalam enzim atau dinding sel (Heryando, 1994). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan konsetrasi bahan pencemar dalam limbah cair diantaranya adalah pengendapan, penukar ion dengan menggunakan resin, filtrasi, dan adsorpsi. Salah satu metode yang paling efisien adalah dengan menggunakan proses adsorpsi (Said et al., 2008). Adsorpsi merupakan metode yang paling umum digunakan karena tidak memberikan efek samping terhadap kesehatan, memiliki konsep sederhana dan

1

2

juga ekonomis. Dalam prosesnya, komponen yang paling berperan adalah adsorben. Adsorben yang lebih selektif digunakan ialah adsorben dengan teknologi nanopartikel. Salah satu bahan yang dapat dikembangkan menjadi adsorben adalah silika gel. Indonesia merupakan negara agraris yang subur dengan tingkat produksi padi sekitar 50 juta ton per tahun. Dari proses penggilingan padi diperoleh sekitar 72% beras, 5-8% dedak dan 20-22% sekam (Prasad,dkk., 2001). Sekam padi merupakan residu pertanian dengan jumlah melimpah diindonesia. Jika sekam dibakar akan menghasilkan abu sekam padi sekitar 20-22% (Yalcin dan sevinc, 2001). Hasil pembakaran abu sekam padi menghasilkan

silika (SiO2) yang mencapai 90-99% dan sejumlah kecil alkali

dan logam pengotor.

Apabila kandungan silikanya mendekati atau dibawah

90% kemungkinan disebabkan oleh adanya sampel sekam padi yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Prasad,2001). Abu

sekam

padi

(ASP)

dijadikan

sebagai

sumber

silika

karena

lebih

menguntungkan daripada menggunakan pasir kuarsa. Disamping kandungan silika yang tinggi, ASP bersifat amorf dan tidak sekeras pasir kuarsa sehingga untuk proses peleburan tidak memerlukan waktu yang lama dan temperatur yang tinggi. Salah satu alternatif sistem pengolahan menggunakan bahan murah untuk memisahkan logam berat adalah metode sol gel dengan prekursor natrium silikat dari abu sekam padi. Metode sol gel memiliki keunggulan yang diantaranya memiliki daya tahan yang baik terhadap perubahan-perubahan pelarut kimia, bersifat inert, sifat adsorbsi dan pertukaran ion yang baik, dapat digunakan untuk pemisahan analit karena proses pengikatan analit pada permukaan silika yang bersifat reversible, dapat digunakan kembali, dapat disimpan dalam waktu lama dan pembuatannya mudah. Menurut (Ngatijo et al., 2011) ASP dapat dijadikan sebagai sumber silika pada pembuatan silika gel dengan menggunakan metode sol-gel pada destruksi ASP. Kalapathy et al. (2002) telah mengembangkan metode untuk memperoleh silika dan membuat silika gel dari abu sekam padi (ASP) dengan diperoleh kadar silika sebesar 8991%. Silika gel sekam padi merupakan padatan anorganik yang mempunyai banyak situs aktif berupa silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) yang sangat responsip terhadap proses adsorpsi. Sedangkan sifat fisik dari silika gel antara lain kestabilan mekanik, porositas, dan luas permukaan yang besar, maka dari itu sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai adsorben.

3

Kelemahan penggunaan silika gel sebagai adsorben adalah rendahnya efektifitas adsorbsi silika terhadap ion logam, disebabkan oleh rendahnya kemampuan oksigen (silanol dan siloksan) sebagai donor pasangan elektron, yang berakibat lemahnya ikatan ion logam pada permukaan silika. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk memodifikasi permukaan silika gel sehingga menjadi efektif untuk menyerap ion logam. Modifikasi permukaan silika gel dapat dilakukan dengan penambahan gugus fungsional organik yang mampu sebagai pengompleks

logam-logam berat

baik secara langsung

maupun

menggunakan perantara suatu senyawa organosilan. Gugus fungsi ini harus memiliki atom donor elektron sehingga dapat menjadi pengompleks ketika berinteraksi dengan ion logam, misalnya N pada gugus fungsi seperti amina, amida dan nitril atau atom S pada gugus fungsi merkapto dan tiokarbamat (Buhani dkk., 2009). Modifikasi silika telah dilakukan oleh (Narsito, 2004; Fiho,2006; Alcantara, 2009) untuk adsorbsi dan perkonsentrasi ion logam kelumit,

dengan

modifikasi

tersebut

diperoleh

peningkatan

kemampuan

adsorbsi dari adsorben setelah dilakukan modifikasi.Modifikasi dilakukan dengan

penambahan

gugus

fungsional

yang

bersifat

basa

lunak

pada

permukaan silika seperti gugus merkapto (-SH) (Huheey et al., 1993). Modifikasi permukaan

silika

mesopori

menggunakan

gugus

merkapto

(-SH)

telah

dilakukan oleh Zheng et al (2009) untuk adsorpsi selektif logam-logam mulia. Material Silika Modifikasi Ammonium Kuarterner (SMAK) memiliki gugus silanol, siloksan dan kuaterner yang bermuatan positif, cenderung bersifat stabil dan selektif sehingga dapat dijadikan pendonor elektron dan lebih efektif berinteraksi dengan ion logam berat. Untuk meningkatkan daya adsorpsi ion logam dari material adsorben SMAK, telah dikembangkan adsorben magnetite (Fe3O4) yang dilapisi oleh SMAK. Nanopartikel Fe3O4 sangat tepat dijadikan sebagai absorben logam karena ukuran partikel yang berada pada skala nanometer dan memiliki luas permukaan partikel yang besar, hal ini menjadi salah satu keunggulan nanopartikel Fe3O4 sehingga memiliki kapasitas besar untuk mengadsorpsi ion logam berat (Zahra et al.,2014) dan juga adsorbat akan mudah dipisahkan oleh adsorben dengan bantuan magnet luar. Menurut (Simamora dan Krisna, 2015) material magnetik seperti Fe3O4 adalah material dengan sifat magnet yang paling banyak dipelajari dan digunakan dalam berbagai aplikasi pada bidang lingkungan dan biologi. Nuryono dkk. telah

melakukan

(2012)

coating Fe3O4 dengan silika yang termodifikasi merkapto.

Adsorben ini lebih efektif berinteraksi dengan ion logam berat, memiliki stabilitas

kimia

yang tinggi

dan dapat memisahkan logam

berat

dalam

lingkungan perairan. Menurut Griffith (1981) bahwa coating merupakan

4

pelapisan atau proteksi suatu material yang berfungsi untuk menjadikan material

menjadi lebih

atraktif,

lebih

mudah

aplikasinya

dan dapat

digunakan dalam waktu lama. Deliyanni (2013) telah melakukan penelitian pengambilan

merkuri(II)

dengan adsorben

Fe3O4

termodifikasi

citosan.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh pH dan waktu

kontak

yang

signifikan

terhadap

proses

adsorbsi.

Berdasarkan

pernyataan tersebut maka dalam penelitian ini mencoba untuk mengkaji pengaruh pH dan waktu kontak adsorben yang digunakan terhadap adsorbs ion Hg2+. Dari latar belakang diatas maka akan dilakukan

penelitian tentang

Adsorpsi ion logam Hg2+ menggunakan adsorben Fe3O4 terlapis SMAK dari abu sekam padi. Dalam penilitian ini akan didestruksi abu sekam padi dengan NaOH, metilasi dengan metil iodide untuk pembuatan material SMAK dan pelapisan adsorben Fe3O4 dengan SMAK sehingga terbentuk material adsorben Fe3O4-SMAK untuk mengadsorpsi ion logam Hg2+. Karakterisasi adsorpsi ion logam Hg2+ dengan XRD,SEM-EDX, FTIR, serta dilakukan variasi pH dan waktu kontak terhadap ion logam Hg2+ yang terserap. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Sumber pencemaran merkuri dapat berasal dari proses geologi dan biologi, tapi tidak sebanding dengan pencemaran merkuri yang disebabkan oleh aktifitas proses penambangan (Kitong, 2012). Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolism

(Bambang

Tjahjono

Setiabudi,

2005).

Oleh

karena

itu

dikembangkan suatu metode pemisahan merkuri dari perairan yang tercemar pada proses penambangan, terutama penambangan emas. Salah satu metode yang digunakan untuk pemisahan merkuri(II) pada perairan sisa pertambangan emas ialah metode adsorbsi. Silika gel sekam padi merupakan padatan anorganik yang mempunyai banyak situs aktif berupa silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) yang sangat responsip terhadap proses adsorpsi, namun, kelemahan penggunaan silika gel sebagai adsorben adalah rendahnya efektifitas adsorbsi silika terhadap ion logam, disebabkan oleh rendahnya kemampuan oksigen (silanol dan siloksan) sebagai donor pasangan elektron, yang berakibat lemahnya ikatan ion logam pada permukaan silika. Oleh karena itu, Silika gel dimodifikasi menjadi SMAK dan melapisi Fe3O4. Bersadarkan uraian diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana

memodifikasi

dimetilformamida ?

SMAK

dari

silika

menggunakan

pelarut

5

2. Bagaimana mensintesis Fe3O4 yang terlapisi SMAK? 3. Bagaimana

pengaruh

pH

terhadap

adsorpsi

ion

logam

Hg2+

menggunakan adsorben Fe3O4-SMAK? 4. Bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ menggunakan adsorben Fe3O4-SMAK? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mempelajari cara memodifikasi SMAK dari silika menggunakan pelarut dimetilformamida. 2. Mempelajari cara mensintesis Fe3O4 yang terlapisi SMAK. 3. Mempelajari pengaruh pH terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ menggunakan adsorben Fe3O4-SMAK. 4. Mempelajari pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ menggunakan adsorben Fe3O4-SMAK. 1.4 Manfaat Penilitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa limbah sekam padi dapat di manfaatkan sebagai bahan dasar sintesis adsorben Fe3O4-SMAK. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa adsorben Fe3O4-SMAK dapat digunakan untuk mengadsorbsi ion logam Hg2+. 3. Memberikan solusi pengolahan lahan bekas tambang menjadi lahan yang lebih produktif.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Merkuri Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah yang sedikit berlebihan, biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen, sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruhpengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup adalah unsur logam berat beracun seperti hidragyrum (Hg) atau disebut juga air raksa/merkuri, maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan. Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium. Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih keperakan dengan titik beku – 38,870C dan titik didih 356,900C serta berat jenis 13.55 gr/cm3 dan berat atom 200,6 (Sudarmaji,dkk., 2006). Merkuri merupakan elemen alami, sering mencemari lingkungan.

Gambar 1. Merkuri (Hg) Kebanyakan merkuri yang terdapat di alam terdapat dalam bentuk elemen terpisah. Komponen merkuri banyak tersebar di karang-karang, tanah,

6

7

udara, airdan organisme hidup melalui proses fisika, kimia dan biologi yang kompleks. Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyakdigunakan untuk keperluan kimia dan industri. Beberapa sifat tersebut diantaranya adalah: 1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu kamar (250C) dan mempunyai titik beku terendah dibanding logam lain, yaitu -390C. 2. Kisaran suhu di mana merkuri terdapat dalam bentuk cair sangat lebar, yaitu 3960C, dan pada kisaran suhu ini merkuri mengembang secara merata. 3. Mempuyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam. 4. Ketahanan listrik sangat rendah sehingga merupkan konduktor terbaik dibanding semua logam lain. 5. Banyak logam yang dapat larut di dalam mrkuri membentuk komponen yang disebut dengan amalgam. 6. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup. Merkuri (Hg) adalah satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu ruang. Merkuri, baik logam maupun metal merkuri (CH3Hg+) biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan dan pernafasan. Namun bila dalambentuk logam, biasanya sebagian besar bisa diekskreksikan. Sisanya akan menumpuk diginjal dan system saraf, yang suatu saat akan menganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam bentuk logam tidak begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu terpapar ke alam, dalam kondisi tertentu merkuri bisa bereaksi dengan metana yang berasal dari dekomposisi senyawa organik membentuk metal merkuri yang bersifat toksis. Dalam bentuk metal merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktusingkat bisa menyebabkan berbagai gangguan (Palar Heryanto, 2008). Logam merkuri dihasilkan dari bijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1%-4%. Merkuri hampir semua diproduksi dengan cara pembakaran merkuri sulfida diudara melelui reksi berikut : HgS + O2 Merkuri

Hg + SO yang

telah

dilepaskan

kemudian

dikondensasi

sehingga

diperoleh logam cair murni. Logam cair inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk bermacam-macam keperluan termasuk bagi penambang emas tradisional.

8

2.2 Jenis dan Bahaya Merkuri Bagi Kesehatan Merkuri dibagi dalam tiga bentuk, yaitu (Junita, 2013): 1. Merkuri elemental atau metalik Merkuri elemental (Hg) merupakan logam perak putih, berkilau, dan berbentuk cairan pada suhu kamar.merkuri elemental biasa digunakan dalam termometer, lampu neon, beberapa saklar listrik (EPA, 2013). Merkuri elemental merupakan bentuk merkuri yang paling mudah menguap (WHO, 2003). Menurut EPA, paparan merkuri elemental dapat menguap pada suhu kamar dan memiliki sifat tidak terlihat, tidak berbau serta beracun. Uap merkuri yang terhirup paling sering menyebabkan keracunan, sedangkan unsur merkuri yang tertelan ternyata tidak menyebabkan

efek

toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal. Merkuri yang masuk kedalam tubuh melalui Intravena dapat menyebabkan emboli paru. Karena bersifat larut dalam lemak, merkuri elemental

ini mudah melalui

sawar otak

dan

plasenta. Di otak ia akan

berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg2+) ion merkuri ini akan berikatan dengan sulfhidrildari protein enzim enzim dan transport sel.

danprotein seluler sehingga menggangu fungsi

Pemanasan logam merkurimembentuk uap merkuri

oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan. 2. Merkuri anorganik Senyawa merkuri anorganik (dengan simbol kimia Hg(II) atau Hg2+) berbentuk garam merkuri dan bubuk yang umumnya berwarna putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida yang berwarna merah. Senyawa merkuri anorganik biasa digunakan pada fungisida, antiseptik, atau desinfektan.Selain itu, biasa digunakan pada beberapa krim pencerah kulit serta beberapa obatobatan tradisional (EPA, 2013). Merkuri anorganik mempunyai tendensi untuk terakumulasi di dalam jaringan dan ginjal. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan tersebut, akan tetapi pembuangan keluar tubuh juga lebih cepat melalui sistem urine (Kristanto, 2002). Sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan dalam jangka pendek dengan kadar yang tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan jangka panjang sindroma imunologis.

dengan dosis yang rendah dapat menyebabkan proteinuri,

nefrotik

dan

nefropati

yang

berhubungan

dengan

gangguan

9

3. Merkuri organik Senyawa merkuri organik yang paling umum ditemukan di lingkungan adalah metil merkuri (MeHg) yang berbentuk pada saat merkuri bergabung dengan karbon. Organisme renik mengkonversi merkui inorganik menjadi metil merkuri. Metil merkuri dapat terakumulasi dalam rantai makanan, seperti pada ikan (EPA, 2013). Metil merkuri merupakankomponen yang paling beracun, dapat mencemari lingkungan melalui berbagai cara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja. Pencemaran merkuri secara langsung dan sengaja misalnya penggunaan metil merkuri pada benih atau biji-bijian.Pencemaran secara langsung dan tidak sengaja misalnya metil merkuri yang digunakan dalam industri atau yang berbentuk sebagai bahan buangan dalam proses industri dibuang ke badan air dan sekitarnya. Pencemaran secara tidak langsung terjadi jika komponen merkuri lainnya ditransformasi oleh organisme tertentu. Biasanya merkuri organik dalam bentuk komponen tidak tinggal di dalam tubuh untuk waktu yang cukup lama sehingga tidak terakumulasi dalam jumlah yang

membahayakan(Kristanto,

2002). Bentuk

rantai

pendek

alkil

(metil

merkuri)

dapat

menimbulkan

degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum sehinggga mengakibatkan parestesia, distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Dapat dilihat pada gambar 2 akibat tepapar oleh merrkuri. Metil merkuri mudah

pula

melalui

plasenta

dan

berakumulasi

dalam

fetus

yang

mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy.

Gambar 2. Akibat terpapar merkuri (Hasibuan,2015) 2.3 Limbah Merkuri (II) pada Penambangan Emas Logam berat Merkuri(II) dapat terdistribusi ke dalam perairan. Merkuri yang terdistribusi dan membentuk senyawa metil merkuri dan di metil merkuri

10

memiliki toksisitas yang lebih besar dari pada logam merkuri (Amaria, 2006). Logam

merkuri(II) dapat terdistribusi dari efek penambangan maupun dari

mineral yang mengandung merkuri (Bauer,2007). Proses penambangan dan bentuk-bentuk mineral yang mengadung merkuri dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Proses Penambangan Emas dan Mineral Merkuri Proses penambangan emas diolah dengan metode tradisional. Salah satunya adalah metode amalgamasi, metode ini merupakan proses pengikatan logam emas dari bijihnya dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai gelundung (amalgamator). Amalgamator selain berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran bijih emas dari yang berukuran kasar (<1 cm) hingga menjadi berbutir halus (80- 200 mesh) dengan media gerus berupa batangan besi. Amalgamator tersebut dapat diputar dengan tenaga penggerak air sungai melalui kincir atau tenaga listrik (dinamo).

Selanjutnya

dilakukan

pencucian

dan

pendulangan

untuk

memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing). Sehingga menurut (Widodo dan Aminuddin, 2011) dari metode ini menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yaitu banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas (tailing) yang tercermin dari tingkat perolehan (recovery) logam emas yang rendah (<60 %) walaupun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang melebihi 85 %, serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih emas kadar rendah ditimbun di sekitar lubang tambang. Berikut kondisi lahan bekas penambangan emas di Desa Sungai Jering, Kecamatan Pangkal Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi yang ditunjukan pada gambar 4.

11

Gambar 4 . Lahan Bekas Penambangan Emas 2.4 Sekam Padi Indonesia

yang

masih

dikenal

sebagai

negara

agraris

mampu

memproduksi padi sekitar 50 juta ton per tahun.Padi sejumlah itu dapat menghasilkan abu sekam sekitar 1-3 ton, yang sejauh ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan yang dapat dilihat pada gambar 5. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Nuryono et al.,2003).

Gambar 5 . Sekam Padi Sekam padi (rice husk/rice hull) atau kulit gabah adalah bagian terluar dari bulir padi dan memiliki kandungan silika terbanyak dibandingkan dengan hasil samping pengolahan padi lainnya seperti dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kandungan silika dalam produk samping padi Komponen

Silika

Sekam

18,0-22,3 %

Dedak

0,2-0,3 %

Bekatul

0,6-1,1 %

Jerami

4,0-7,0 %

12

Sekam yang dibakar mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi. Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Unsur lain yang terkandung di dalamnya terdiri atas K2O, CaO, MgO, SO4, Al2O3, Fe2O4 dan Na2O dengan konsentrasi yang semakin rendah. Berikut komposisi sekam padi ditunjukan pada tabel 2. Table 2. Komposisi Sekam Padi (Herlina, 2005) No 1 2

Komponen SiO2 Al2O3

Persentase komposisi (%) 94,5 1,05

3 4 5 6 7 8

Fe2O3 CaO MgO SO4 Na2O K2O

1,05 0,25 0,23 1,13 0,7 1

2.5 Silika Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanis, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni (Harsono, 2002). Silika merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan oleh tanaman, terutama tanaman padi. Unsur Si (Silikon) dapat mendukung pertumbuhan padi yang sehat dan menghindarkan tanaman dari serangan penyakit, radiasi matahari, serta keracunan unsur hara. Silika merupakan unsur kedua terbesar di kerak bumi setelah oksigen dan sebagian besar Si terdapat di dalam tanah. Dengan

demikian,

semua

jaringan

perakaran

tanaman

dalam

tanah

mengandung Si. Tanaman akumulator Si membutuhkan unsur Si dalam jumlah banyak untuk pertumbuhannya. Tanaman akumulator Si terutama berasal dari famili Gramineae seperti padi, bambu, dan tebuserta tanaman tingkat rendah dari famili

Chlorophyta

seperti alga. Selain berfungsi untuk meningkatkan

resistensi tanaman terhadap serangan hama dan

penyakit,

silika juga

bermanfaat meningkatkan fotosintesis, meningkatkan daya tahan terhadap kekeringan, salinitas, alkalinitas, dan cuaca ekstrim (Husnain, 2010).

13

Pembuatan Silika Amorf Silika amorf dalam berbagai kondisi dianggap lebih reaktif dibanding silika kristalin. Tingkat kereaktifan dari silika amorf disebabkan karena adanya gugus hidroksil (silanol) yang didapat setelah pemanasan mencapai temperatur 4000C. Gugus silanol (-SiOH) ini dapat ditemukan di atas permukaan dari sampel silika yang menyebabkan terbentuknya daerah yang reaktif. Silika amorf dapat dibuat menjadi berbagai macam produk komersil. Berdasarkan cara memproduksinya dan cara partikelnya membentuk agregat, silika amorf dapat dibuat menjadi silika sol, silika gel, silika endapan, dan silika pirogenik (KirkOthmer, 1984). Salah satu penelitian pembuatan silika amorf dari sekam padi oleh Harsono (2002). Pembakaran sekam padi dilakukan dalam tungku.Untuk mendapatkan silika yang reaktif suhu harus terkontrol. Pembuatan silika amorf ini dilakukan dengan terlebih dahulu melalui proses pengeringan yang bertujuan

untuk

mengeleminasi

kandungan

air

dalam

bahan

dengan

menguapkan air dalam dari permukaan bahan. Adanya sisa kandungan air dalam abu sekam padi dapat menghalangi proses difusi komponen-komponen kimia

yang

terkandung

dalam

sekam

padi

saat

dipanaskan,

sehingga

berpengaruh pada kemurnian sekam. Sekam padi yang telah kering mengalami proses pengarangan di tungku pada suhu 300oC dengan penahanan suhu selama 30 menit. Adapun tujuan perlakuan ini adalah supaya sekam yang dibakar menjadi karbon. Pembakaran sekam padi dalam tungku hingga menjadi karbon terjadi pada suhu 200 oC400oC.Semakin besar temperatur untuk melakukan pengarbonan sekam, maka kecendrungan karbon semakin sedikit. Karbon dapat dihilangkan dengan cara memanaskan sampel pada temperatur 500oC–700oC selama 1 jam. Penahanan suhu bertujuan untuk menghasilkan silika yang optimal (Harsono, 2002). 2.6 Silika Gel Silika gel telah banyak digunakan sebagai adsorben pada proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus aktif silanol (≡Si-OH) dan siloksan (≡Si-O-Si≡). Silika gel dapat disintesis melalui proses sol-gel dengan melakukan

kondensasi

larutan

natrium

silikat

dalam

suasana

asam

(Cestari,2000). Silika gel telah banyak digunakan sebagai adsorben, umumnya digunakan sebagai adsorben untuk senyawa-senyawa polar. Silika gel dapat juga dapat juga digunakan untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran ion, namun kemampuannya untuk menyerap logam terbatas. Atom O sebagai situs aktif permukaan silika gel, dalam hal ini sebagai donor pasangan elektron, merupakan spesies yang mempunyai ukuran relatif kecil

14

dan mempunyai polarisabilitas rendah atau bersifat basa keras (Hard), sehingga kecenderungannya untuk berinteraksi dengan logam berat yang pada umumnya memiliki ukuran yang besar dan mempunyai polarisabilitas tinggi atau asam lunak (Soft) secara teoritis relatif tidak begitu kuat (Atkins, 1990). Salah satu bahan yang telah berhasil dibuat dengan bahan dasar abu sekam padi adalah silika gel. Kegunaan silika gel didasarkan pada keberadaan situs aktif berupa gugus silanol (Si–OH) dan siloksan (Si–O–Si) di permukaan dan sifat fisiknya seperti kestabilan mekanik, dan luas permukaan.Gugus silanol (Si–OH) inilah yang memberikan sifat polar pada silika gel dan merupakan sisi aktif dari silika gel. Permukaan yang kompleks dari silika gel yakni terdiri atas lebih dari satu macam tipe gugus hidroksil –OH yang terikat pada permukaan silika gel (Narsito,2005). 2.7 Silika Modifikasi Ammonium Kuarterner (SMAK) Silika melalui Silika-gel

termodifikasi amin (STA) bersalan dari modifikasi

teknik grafting dengan 3-amino propil diperoleh

(Kalapathy,

2000

dari

teknik

dan Ngatijo,

trimetoksisilan

sol- gel pada destruksi

abu

silika – gel (3-APTMS). sekam padi

2011). Adsorben STA diubah menjadi silika

metil amonium kuaterner melalui reaksi metilasi, sehingga memiliki gugus kuaterner bermuatan positif (Campos, 2001). Struktur adsorben STA dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur STA (Campos,2001) Beberapa

penelitian

mengenai

pembuatan

silika

gel

termodifikasi

ammonium kuaterner telah dilakukan oleh Campos et al (2001) dan Cerneaux et al (2007). Campos et al (2001) menggunakan silika gel teraktivasi dan 3 amino propil tri etoksisilan sebagai prekursor dalam sintesis STA dengan metode grafting yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi metilasi menggunakan pelarut DMF dan NaHCO3 sebagai basanya untuk menghasilkan silika modifikasi ammonium kuaterner (SMAK). Modifikasi permukaan silika gel khususnya dengan gugus fungsi yang mengandung atom N, umumnya dilakukan dengan menggunakan gugus NH2 menghasilkan STA. Material STA

15

kemudian digunakan untuk mengadsorpsi ion-ion logam seperti Ag(I), Ni(II), Cu(II),

Pb(II)

(Limatahu,

2007)

dan

Cd(II)

(Buhani,

2009).

Silika

yang

difungsionalisasi dengan gugus ammonium kuarterner menjadi silika modifikasi ammonium kuarterner (SMAK) dengan gugus kuarterner [(-N+(CH3)3)] memiliki keunggulan tidak akan terjadi potonasi dan dapat mengadsorpsi ion Au3+ dan Cu2+ dalam bentuk anion (Ngatijo et al, 2014). Adapun gambar dari struktur SMAK dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Struktur SMAK (Ngatijo et al, 2014) Karena sifat gugus amina yang akan terprotonasi menjadi ion amonium pada suasana asam maka HAS juga banyak digunakan untuk mengadsorpsi ion-ion logam yang dominan berada dalam bentuk anion seperti Au(III) (Sakti, 2010; Manuhutu, 2011) dan Cr(VI) (Septhiani, 2012). Semua hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kapasitas adsorpsi ion logam oleh SMAK dibandingkan pada silika gel tanpa modifikasi. 2.8 Magnetite Magnetite (Fe3O4) nanopartikel merupakan material yang sangat tidak stabil pada kondisi ambient, karena mudah mengalami mudah mengalami

penggumpalan

reaksi oksidasi

dan

dalam sistem air, karena gaya Van der

Waals (Maity dan Agrawal, 2007). Fe3O4 mengadopsi bangun spinel terbalik, yaitu setengah jumlah ion Fe3+ menempati rongga tetrahedron dan setengah yang lain menempati rongga oktahedron dan semua ion Fe 2+ menempat rongga oktahedron dari suatu tatanan kubus rapat muka Face Center Cubic (FCC) ion O2 dapat dilihat pada gamabar 8 (Sugiyarto, 2003).

Gambar 8. Struktur Fe3O4 (Sugiyarto, 2003)

16

Nuryono et al (2013) melakukan pelapisan

Fe3O4 dengan

termodifikasi merkapto sebagai adsorben gas. Adsorben

silika

ini memiliki medan

magnitisasi yang besar, sehingga memiliki stabilitas yang tinggi. Pelapisan Fe3O4 dengan merkapto disajikan pada Gambar 8.

Gambar 9. Pelapisan Fe3O4 dengan Merkapto (Nuryono et al,2013) 2.9 Teori Hard and Soft and Acid and Base (HSAB) Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut Lewis , maka interaksi antara ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, yang mana ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan and Kleinfelter,1984). Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip Hard Soft Acid Base (HSAB) yang dikembangkan Pearson dalam Huheey et al. (1993). Prinsip ini didasarkan pada polarisabilitas unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur (asam atau basa) untuk berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar,

elektron

terluarnya

tidak

mudah

terdistorsi

dan

memberikan

polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam lunak. Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa keras, sedangkan ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah. Menurut prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lunak dengan basa lunak. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan

17

interaksi asam lunak dengan basa lunak merupakan interaksi kovalen (Sukarta, 2008). Ion Ca2+ merupakan asam yang bersifat keras sehingga akan berinteraksi dengan basa keras. Ion Cu2+ termasuk golongan asam menengah dan dapat berinteraksi dengan basa yang bersifat menengah. Ion Cd2+merupakan asam lunak yang akan berinteraksi dengan basa lunak. Contoh lain antara Cr3+ dan OH-. Cr3+ merupakan asam kuat dan OH- merupakan basa kuat, sehinnga kedua asam basa ini akan berinteraksi secara kuat melalui pembentukan ikatan koordinasi karena pasangan elektron bebas unsur O pada OH - akan menempati orbital kosong yang ada di Cr3+. Pada kenyataannya asam keras yang berikatan dengan dengan basa keras akan memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan asam keras yang berikatan dengan basa lunak. Asam keras (misalnya : Fe3+) yang berikatan dengan halogen, kestabilannya akan menurun berdasarkan urutan : F- > Cl- > Br- > I-. Sedangkan asam lunak (misalnya : Hg2+) yang berikatan dengan golongan halogen, kestabilannya akan meningkat berdasarkan urutan : F - < Cl< Br- < I-. Hal ini disebabkan karena F- dan Cl- merupakan basa keras, sehingga akan lebih stabil jika berikatan dengan asam keras, sebaliknya I - yang merupakan basa lunak, akan lebih stabil jika berikatan dengan asam lunak. Tabel 3. Klasifikasi asam dan basa Keras Menengah Asam H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Mg2+, Ca2+, Cr2+, Cr3+, Zn2+, Pb2+, SO2, BBr3 Al3+, SO3, BF3 Basa F-, OH-, H2O, NH3,CO32- NO2-, SO32-, Br-, N3 , N2, , NO3-, O2-, SO42-, PO43-, C6H5N, SCNClO4(Shriver and Atkins, 2010). 2.10

Lunak Cu+, Au+, Ag+, Ti+, Hg22+, Pd2+, Cd2+, Pt2+, Hg2+, BH3

H-, R-, CN-, CO, I-, SCN-, R3P, C6H5, R2S

Adsorpsi Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu substansi

pada

permukaan zat padat. Pada fenomena adsorpsi, terjadi gaya tarik-menarik antara substansi terserap dan penyerapnya. Dalam sistem adsorpsi, fasa teradsorpsi

dalam solid disebut adsorbat sedangkan solid tersebut adalah

adsorben. Pada proses adsorpsi, molekul adsorbat bergerak melalui bulk fasa gas menuju permukaan padatan dan berdifusi pada permukaan pori padatan adsorben. Proses adsorpsi hanya terjadi pada permukaan, tidak masuk dalam fasa bulk/ruah. Proses adsorpsi terutama terjadi pada mikropori (pori-pori kecil), sedangkan tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke permukaan mikropori ialah makropori (Manocha, 2003). Adsorpsi (penjerapan) adalah

18

proses akumulasi zat atau bahan pada permukaan padatan (Scheidegger & Spark 1996). Pada proses adsorpsi, terjadi tarik-menarik antara molekul adsorbat (zat teradsorpsi) dan tapak-tapak aktif pada permukaan adsorben. Jika gaya tarik ini lebih kuat daripada gaya tarik antarmolekul adsorbat, maka terjadi perpindahan massa adsorbat dari fase gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben (Setyaningsih 1995). Menurut Cheremisinoff & Morresi (1978), adsorpsi adalah peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh afinitas spesifik atau reaksi kimia antara bahan penjerap (adsorben) dan zat yang dijerap (adsorbat). Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses molekulmeninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibatikatan fisika dan kimia (Sawyer et al., 1994 dalam Masduqi dan Slamet,2000).

Gambar 10. Proses adsorpsi (slamet,2000) Mekanisme adsorpsi ialah sebagai berikut: molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-poriadsorben (difusi internal). Bila permukaansudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi 2 hal. Pertama,terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilapisan. Kedua, adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Wijayanti 2009). Jenis-jenis Adsorpsi Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.

19

1. Adsorpsi Fisika Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika, gaya tarik-menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan (intermolekular) lebih kecil dari pada gaya tarik-menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik-menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah. Pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Keseimbangan antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversible. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori (Murti, 2008). 2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen atau ion. Ikatan yang terbentuk sangat kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat ditemukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk, maka adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia ini diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat ke permukaan adsoben melalui gaya Van der Waals atau ikatan hidrogen kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia. Pada adsorpsi kimia, adsorbat melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen (Prabowo,

2009).

Menurut

Langmuir,

molekul

adsorbat

ditahan

pada

permukaan adsorben oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben, maka akan terbentuk suatu lapisan dimana lapisan tersebut akan menghambat proses adsorpsi selanjutnya oleh adsorben sehingga efektifitas berkurang. Adsorpsi kimia biasanya digunakan untuk penentuan daerah pusat aktif dan kinetika reaksi permukaan (Murti, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi Daya adsorpsi pada adsorben bergantung pada suhu, tekanan, jenis adsorbat, dan karakteristik adsorben. 1. Suhu Pada saat molekul- molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben, terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksotermis. Bila suhu menurun maka kemampuan adsorpsi meningkat

20

sehingga jumlah molekul adsorbat bertambah. 2. pH pH larutan sangat berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi karena distribusi muatan permukaan adsorben dapat berubah dengan demikian kapasitas adsorpsi bergantung pada gugus fungsi dari adsorbat. 3. Jenis Adsorbat Ukuran molekul adsorbat dan kepolaran zat merupakan parameter adsorbat yang berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi adsorben. Agar proses adsorpsi dapat terjadi, molekul-molekul adsorbat harus memiliki diameter yang lebih kecil dari pada diameter pori adsorben. Untuk kepolaran zat, bila adsorben bersifat non-polar, seperti karbon aktif, maka molekulmolekul non- polar lebih kuat diadsorpsi oleh karbon aktif dari pada molekulmolekul yang polar. Sebaliknya, bila adsorben bersifat polar, maka molekulmolekul polar akan lebih kuat diadsorpsi dari pada yangnon-polar. 4. Karakteristik Adsorben Ukuran pori adsorben dan luas permukaan merupakan karakteristik penting

adsorben.

Ukuran

pori

adsorben

berhubungan

dengan

luas

permukaan. Semakin kecil ukuran pori-pori adsorben, luas permukaan semakin tinggi sehingga jumlah molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu, ukuran pori adsorben dengan ukuran adsorbat harus sesuai karena diameter dari pori adsorben harus sedikit lebih besar dari pada diameter adsorbat agar adsorbat dapat menempati pori adsorben. Kesetimbangan Adsorpsi Kesetimbangan adsorpsi adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik dalam fasa cair (Ce) maupun di adsorben (qe) atau kecepatan adsorpsi dengan desorpsinya telah sama. Jumlah qe dari ion logam yang diadsorpsi per unit massa adsorben dan derajat adsorpsi (%) dihitung dari persamaan (Bhattacharraya dan Gupta, 2008) : 𝑞𝑒 = % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

𝐶0−𝐶𝑒 𝑚

𝑉

𝐶0−𝐶𝑒 𝐶0

𝑥 100%

(1) (2)

Dengan notasi: qe : Jumlah adsorbat terserap per massa padatan pada kesetimbangan (mg/g) Co : Konsentrasi awal larutan (mg/L) Ce : Konsentrasi larutan pada kesetimbangan (mg/L) m : Massa adsorben (g) V : Volume larutan (L)

21

2.11

Refluks Refluks

titikdidihnya, konstandengan

merupakan selama

ekstraksi

waktu tertentu

adanya

pendinginan

dengan dan balik.

pelarut

jumlah

pada

pelarut

Ekstraksi

temperatur

yang

refluks

relative

digunakan

untukmengekstraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan (Sudjadi, 1986).Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan padatitik didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentudengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tigasampai lima kali pengulangan proses pada rafinat pertama (Irawan B, 2010). Pemanasan suhu tinggi tanpa ada zat yang dilepaskan. Tabung kondensor dihubungkan dengan selang berisi air dingin. Selang air masuk ada di bagian bawah dan selang air keluar di bagian atas. Prinsip kerja pada rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu : 1. Heating, terjadi pada saat feed dipanaskan di labu didih, evaporating (penguapan) terjadi ketika feed mencapai titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor dalam Evaporating (Penguapan). 2. Kondensasi (Pengembunan), proses ini terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid kembali dan 3. Cooling, terjadi di dalam ember, di dalam ember kita masukkan batu es dan air, sehingga ketika kita menghidupkan pompa, air dingin akan mengalir dari bawah menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah kondensor bukan dari atas agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air terisi penuh. Dengan alat refluks reaksi dapat berjalan sempurna dan dalam waktu yang singkat. Pada cara ini terjadi dua perubahan fisika, yaitu penguapan dan pengembunan. Penguapan terjadi karena adanya pemanasan dari alat pemanas (biasanya heating mantle) lalu uap yang dihasilkan akan masuk ke dalam kondensor. Dengan demikian, uap akan terkondensasi kembali ke dalam labu bulat. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga tidak ada uap yang keluar dari sistem, maka produk akan terbentuk sempurna (Ali, 2008). Berikut ini adalah gambar dari rangkaian alat refluks yang dapat dilihat pada gambar 11:

22

Gambar 11. Serangkaian Alat refluks (Ali,2008) 2.12

Karakterisasi

X-Ray Diffraction (XRD) X-Ray Diffraction (XRD) adalah instrumen yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin dengan metode difraksi sinarX serbuk (X raypowder diffraction). Agar suatu sinar-X yang didifraksikan oleh bidang kisi tertentu dalam sampel kristalin dapat dideteksi, orientasi sumber sinar-X, kristal, dan detektornya harus benar. Serbuk atau bahan polikristalin sebagian besar terdiri atas kristalit berukuran kecil, berdimensi antara 10-7 – 10-4 m, dan memiliki orientasi yang acak sehingga beragam kemungkinan orientasi dapat terjadi. Oleh karena itu jika seberkas sinar-X menumbuk sampel kristalin, sinar itu akan didifraksikan kesegalah arah yang mungkin, sesuai dengan persamaan Bragg. Menurut Bragg, hubungan antara jarak antarbidang pada kristal dengan sudut difraksi didalam kristal adalah : nλ = 2 d sin θ

(3)

dengan λ = panjang gelombang sinar X, θ = sudut difraksi, d = jarak antarbidang. Dengan menggunakan persamaan diatas pada kasus yang sederhana, dapat ditentukan parameter sel yang akurat dan tipe struktur kristal (Ismunandar,2006). Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital.Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbux setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinarX terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu.Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan

23

distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinarX yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969). Mercury Analyzer Mercury analyzer merupakan alat untuk menganalisa merkuri yang cepat, mempunyai sensitivitas yang tinggi, dapat menentukan jumlah merkuri pada sampel yang padat, cair, gas dengan operasi yang mudah. Merupakan metode otomatis dimana sampel disuntikkan ke dalam aliran kontinu cairan pembawa yang mencampur dengan larutan lain yang terus mengalir sebelum mencapai detector. Flow injection analysis salah satunya adalah FIMS (Flow Injection Mercury Spectrometer) (Yusnizam, 2008). Prinsip dari mercury analyzer ini adalah sampel dipanaskan untuk mengubah senyawa merkuri dalam bentuk atomnya atau dinamakan proses atomisasi, kemudian atom tersebut akan ditangkap oleh amalgam sehingga yang tinggal hanya uap merkuri. Analisa pada instrument dilakukan pada panjang gelombang 253.7 nm. Gas merkuri yang dihasilkan akan dilewatkan pada cell tube yang ditembakkan sinar/cahaya dari lampu merkuri. Besarnya konsentrasi yang dihasilkan yang terkandung dalam sampel dan sebanding dengan nilai absorban yang dihasilkan. Merkuri yang dianalisis berupa bentuk tereduksinya. Reduksi dapat dilakukan dengan natrium borohidrid (NaBH4) atau timah (II) klorida (SnCl2) (Jeffery dkk., 1989). Sampel dilewatkan melalui tabung absorpsi. Sinar dari sumber sinar mengenai sampel dan besarnya absorpsi sebanding dengan jumlah atom dalam sampel (Farrey dan Nelson, 1982). Instrumentasi Mercury Analyzer terdapat pada gambar 12.

Gambar 12. Instrumen Mercury Analyzer (Lajunen dan Peramaki, 2004)

24

Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun. Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi Gambar. (Kroschwitz, 1990). Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar (Gabriel, 1993).

Gambar 13. Scanning Electron Microscopy (Gabriel,1993) Brunauer, Emmet, dan Teller (BET) Karakterisasi luas permukaan dapat dilakukan dengan metode BET untuk mengukur luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan dari batu bara dan tempurung kelapa. Metode BET dikembangakan oleh Brunauer–EmmetTeller pada tahun 1938 dengan dua jenis pengukuran yaitu single point dan multi point. Pengukuran single point dilakukan bila profil isotherm telah diketahui dan dilaksanakan pada suatu nilai tekanan parsial adsorbat di mana profil isotermnya linier. Sedangkan pengukuran multi point dilakukan jika profil isotermnya belum diketahui dilakukan dengan memvariasikan nilai tekanan parsial adsorbat pada rentang 0.05 < (P/Po) < 0.35. Bila adsorbat yang

25

digunakan adalah gas nitrogen, maka nitrogen cair digunakan sebagai media pendinginnya. Selain itu, melalui karakterisasi BET kita juga dapat mengetahui volume pori-pori total dan diameter pori rata-rata. Panas adsorbsi untuk semua lapisan kecuali lapisan pertama dianggap sama dengan panas kondensasi gas yang diadsorp (Slamet et al, 2007). Menurut (Fajaroh et al., 2010) untuk menghitung diameter partikel ratarata dari hasil analisis BET dihitung dengan asumsi partikel berbentuk bulat (sphere) dengan rumus yang diberikan pada persamaan 4 berikut. Diameter partikel rata-rata (nm) =

6000

(4)

ρ x Luas permukaan

Dari persamaan 4, ρ (gr/cm3) merupakan massa jenis dari zat padat yang dianalisis, dan luas permukaan dalam satuan (m2/gr), diameter partikel ratarata dinyatakan dalam satuan nanometer (nm) dan merupakan ukuran dari partikel. Fourier Transform Infra Red (FTIR) FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infra Red.Dimana FTIR ini adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas.Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui

jenis-jenis

vibrasi

antar

atom.FTIR

juga

digunakan

untuk

menganalisa senyawa organik dan anorganik serta analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Hindrayawati, 2010; Mujiyanti et al., 2010). FTIR merupakan salah satu instrumen yang menggunakan prinsip spektroskopi. Spektroskopi adalah spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya (Anam,

2007). Spektroskopi inframerah berguna untuk identifikasi senyawa

organik karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak

(Chusnul,

2011).

Selain

itu,

masing-masing

kelompok

fungsional menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis gugus fungsi yang dapat mengindikasikan komposisi umum dari obat dan limbah balur (Diena. 2009). Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah kesampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos

26

ke detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim kekomputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 dibawah ini (Thermo, 2001).

Gambar 14. Skema FTIR (Thermo, 2001)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Bulan Januari 2018. Bertempat di Laboratorium Instumen dan Tugas Akhir Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi. lakukan dilakukan

dilaboratorium di

LPTIK

laboratorium

UGM.

teknik

Analisa

kimia

ITS.

Analisis merkuri di

FTIR,XRD

dan

SEM-EDX

Analisa

BET

dilakukan

dilaboratorium kimia ITB. 3.2 Alat dan Bahan Alat yg digunakan pada penelitian ini yaitu erlenmeyer, gelas kimia, corong kaca, oven, furnace, neraca analitik, pH meter, seperangkat alat refluks, batang pengaduk, sudip, cawan porselin, magnetik stirer, shaker, X-Ray Diffraction (XRD), merury analyzer, Fourier Transform Infrared (FTIR),Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray (SEM-EDX) dan Brunauer, Emmet, dan Teller (BET) Bahan yang digunakan sekam padi yang diambil dari Kabupaten Muaro Jambi, limbah merkuri yang diambil dari Desa Rantau Jering, Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Asam klorida (HCl), natrium

hidroksida

(NaOH),

3-aminopropiltrimetosisilan

(3-APTMS),

dimetilformamida (DMF), metil iodida, NaHCO3, FeCl3.6H2O, FeSO4.7H2O, NH4OH, kertas saring, tissu, larutan merkuri (II) atau merkuri (II) nitrat (HgNO3)2 dan aquades. 3.3 Prosedur Penelitian Destruksi Asam Silikat dari Abu Sekam Padi Sekam padi dibakar terlebih dahulu hingga menjadi arang, kemudian difurnace pada suhu 700˚C selama 3 jam, setelah menjadi abu, abu sekam padi digerus lalu diayak pada 270 mesh. Sebanyak 60 gr ASP ditambahkan 80 gram kristal NaOH dan 500 mL akuades, kemudian dipanaskan dan distirer selama 3 jam. Setelah distirer larutan tersebut didinginkan dan disaring. Filtrat dari hasil penyaringan berwarna merah, diambil 200 mL dan ditambahkan 20 mL 3APTMS, ditambahkan larutan HCl 4M tetes demi tetes hingga pH 9 dan terbentuk sol. Kemudian didiamkan selama 3 x 24 jam hingga terbentuk gel silika termodifikasi amin (STA). STA dicuci hingga pH netral disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70˚C (Kalapathy, 2000). Kemudian STA yang diperoleh dianalisis menggunakan FTIR.

27

28

Reaksi Metilasi Sebanyak 12 gram STA dan 50 mL DMF dimasukkan ke dalam labu leher tiga volume 250 mL, kemudian ditambahkan dengan 1 mL metil iodide dan etanol 9ml. Setelah itu direfluks selama 6 jam pada suhu 70˚C sambil ditambahkan lagi tetes demi tetes metil iodida dalam ruang gelap. Larutan yang telah direfluks didinginkan, disaring, kemudian residu dicuci dengan NaHCO 3 2% dan akuades lalu dikeringkan dalam oven sehingga diperoleh material SMAK (Campos et al., 2001). Karakterisasi SMAK dengan FTIR, XRD, dan SEM-EDX. Sintesis Fe3O4 nanopartikel Sebanyak 16 gr FeCl3.6H2O dan 10 gr FeSO4.7H2O dilarutkan masingmasing dalam 25 ml akuades, kemudian dicampur kedua larutan. Setelah itu ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NH4OH 25% ke dalam campuran hingga pH 11 sehingga terbentuk serbuk berwarna hitam. Larutan dipanaskan dan distirer dengan hot plate pada suhu 60˚C selama 90 menit sejak pemberian tetesan pertama NH4OH. Selanjutnya, larutan disaring menggunakan corong Buchner sehingga memperoleh endapan hitam. Endapan dibilas hingga pH netral sampai bau amoniak hilang dan dikeringkan pada oven selama 2 jam dengan suhu 80˚C (Sari, 2017). Fe3O4 dilakukan karakterisasi dengan FTIR, XRD, dan SEM-EDX. Material Fe3O4 Terlapis SMAK Sebanyak 10 gr SMAK ditambah 10ml etanol dan 10 ml akuades untuk larutan A. Sebanyak 1 gr Fe3O4 ditmbahkan 2 ml HCl untuk larutan B. Kemudian larutan A dan B dicampur dan ditambahkan amoniak 10% tetes demi tetes hingga pH 7 kemudian di stirer selama 45 menit dengan suhu 800C. Kemudian disaring dan endapan dibilas hingga pH netral, lalu dikeringkan pada oven selama 2 jam dengan suhu 60˚C sehingga diperoleh Fe3O4 yang terlapis SMAK. Adsorben dikarakterisasi dan analisis gugus fungsional dengan alat FTIR baik sebelum mengadsorpsi maupun sesudah, struktur fisik dan unsur dengan XRD, analisis morfologi permukaan dan komposisi unsur SEM-EDX, dan BET. Karaterisasi Dilakukan

analisis

gugus

fungsional

menggunakan

instrumen

FTIR.Dilakukan analisis struktur kristal senyawa pada padatan kristalnya dengan menggunkan instrumen XRD. Dilakukan analisis struktur morfologi dalam komposisi unsur dalam partikel sebelum dan sesudah adsorpsi dianalisis dengan instrumen SEM-EDX. Analisis luas permukaan dilakukan dengan BET.

29

Adsorpsi Ion Hg2+ Dalam uji laboratorium dengan metode batch, sampel larutan Hg2+ dengan konsentrasi 1000 ppm sebagai larutan stock dibuat dengan cara melarutkan 0,81gr merkuri terlebih dahulu kedalam 1ml akuades ditambah 3 tetes HNO3 6M sampai merkuri larut, lalu ditambahkan akuades batas tera. Kemudian diencerkan menjadi 100 ppm dan diencerkan lagi hingga 10 ppm. Variabel yang dikaji pengaruh pH dan waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam merkuri. Pengaruh pH. Sebanyak lima erlenmeyer 100 mL, masing-masing ditambahkan 20 mL larutan ion Hg2+ dengan variasi pH 3,4,5,6 dan 8 ditambah 0,1

gram

material

adsorben

Fe3O4-SMAK.

Setelah

dishaker

campuran

dipisahkan dengan magnet eksternal, campuran disaring dengan kertas saring. Filtrat dianalisis kandugan ion Hg2+ dengan Analisis merkuri. Pengaruh waktu kontak. Sebanyak lima erlenmeyer 100 mL, masingmasing ditambahkan 20 mL larutan ion Hg2+ diatur pada pH optimum dengan penambahan HCl atau NaOH diatur waktu shaker pada 10, 30, 60, 90 dan 120 menit ditambah 0,1 gram material adsorben Fe3O4-SMAK. Setelah dishaker campuran dipisahkan dengan magnet eksternal, campuran disaring dengan kertas saring. Filtrat dianalisis kandugan ion logam Hg2+ dengan analisis merkuri. Adsorpsi Ion Hg2+ lahan bekas pertambangan emas Limbah merkuri diambil dari Desa Rantau Jering, Kecamatan Pangkal Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Limbah yang diambil berupa batuan yang ada pada lahan bekas pertambangan emas ilegal. Sebelum dilakukan analisa sampel dipreparasi terlebih dahulu. Preparasi sampel batuan. Batuan terlebih dahulu dihaluskan lalu diambil 1gr dilarutkan dalam aqua regia dengan perbandingan HNO3 : HCl (1:3) yaitu 2ml HNO3 ditambah 6ml HCl pekat dan ditambahkan 72 ml akuades untuk pengenceran 10x. Kemudian direndam selama 3 hari lalu disaring dan diambil filtratnya, sebagian filtrat dianalisis menggunakan analisis merkuri dan yang sebagiannya diambil untuk dilakukan adsorbsi. Larutan sampel batuan. 40 ml larutan sampel dengan pH 4 kemudian diadsorbsi dengan 0,1 gr adsorben, lalu di shaker selama 30 menit kemudian disaring dan filtrat bening dianalisis menggunakan analisis merkuri.

30

3.4 Analisis Data Pada penelitian ini adsorpsi ion Hg2+ menggunakan Fe3O4 terlapis SMAK dianalisis dengan instrumen mercury analyzer. Hasil analisis merkuri dapat digunakan untuk menghitung persen adsorpsi digunakan persamaan berikut: % adsorpsi =

Keterangan: C0 : konsentrasi awal (ppm) Ce : konsentrasi Akhir (ppm)

𝐶𝑜−𝐶𝑒 𝐶𝑜

x 100%

(5)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Adsorben Fe3O4-Silika Modifikasi Ammonium Kuarterner Destruksi Asam Silikat dari Abu Sekam Padi Pada penelitian ini, pembuatan adsorben Fe3O4–SMAK diawali dengan destruksi asam silikat dari abu sekam padi. Sekam padi yang digunakan pada penelitian ini ialah sekam padi yang diambil dari kabupaten muara jambi. Untuk mendapatkan abu sekam padi, sekam padi terlebih dahulu dikeringkan dibawah terik matahari dan dibersihkan dari pengotornya seperti sampahsampah yang ada pada sekam padi, kemudian dilakukan pembakaran sekam padi sampai menjadi arang. Menurut literatur pembakaran sekam menjadi arang dimaksudkan untuk menurunkan temperatur pengabuan. Jika sekam padi langsung diabukan tanpa melalui proses pembakaran menjadi arang terlebih dahulu maka panas yang diperlukan untuk menghasilkan abu akan sangat tinggi. Pengarangan sekam ini bertujuan untuk mendekomposisi senyawa organik dalam sekam. Warna hitam pada sekam padi mengindikasikan bahwa

senyawa-senyawa organik belum teroksidasi sempurna (wogo et al.,

2011). Setelah pembakaran sekam padi selanjutnya difurnace pada suhu 700 oC selama 3 jam. Menurut literatur pembakaran pada suhu yang tinggi berfungsi untuk menghilangkan fraksi organik dari sekam padi, sehingga yang tertinggal hanya fraksi anorganiknya saja (Handayani, 2015), dan sekam padi yang dibakar pada suhu antara 500-700ºC akan menghasilkan struktur abu sekam padi yang amorf (Ngatijo et al, 2011). Dipilihnya temperatur 700oC untuk pengabuan karena berdasarkan penelitian Nuryono (2004), pengabuan sekam pada temperatur 700oC akan menghasilkan abu dengan silika berstruktur amorf daripada pengabuan pada temperatur 800 dan 900oC yang menghasilkan abu dengan silika berstruktur kristal. Abu dengan struktur amorf lebih mudah dilebur dan mengoptimalkan silika yang dihasilkan. Setelah proses pengabuan sekam padi, selanjutnya abu sekam padi di gerus dan diayak pada 270 mesh untuk mendapatkan ukuran abu sekam padi yang seragam. Reaksi pengabuan yang terjadi menurut Nuryono, dkk., (2004) adalah sebagai berikut: Senyawa C, H, dan Si + O2 → CO2(g) + H2O(l) + SiO2(s) Selanjutnya

proses

pembuatan

natrium

silikat

yang

merupakan

prekursor utama pada proses pembuatan silika gel mengacu pada (Kalapathy, 2000) yang merekasikan ASP dengan kristal NaOH yang dilarutkan dalam akuades lalu dipanaskan dan distirer selama 3 jam hingga homogen kemudian didinginkan

dan

disaring

kemudian

didapatkan

filtrat

berwarna

merah

kecoklatan. Penambahan NaOH bertujuan untuk mengekstraksi silika dengan

31

32

pemanasan

dan

pencmpuran

(Sriyanti,2005).

Menurut

mujiyanti

(2015)

pelarutan yang diikuti dengan pemansan ini bertujuan agar proses perubahan abu sekam padi menjadi natrium silikat menjadi sempurna dimana pada saat proses pemanasan, NaOH terdisosiasi sempurna membentuk ion Na + dan OH-. Pada SiO2, elektronegativitas atom O yang tinggi menyebabkan Si lebih elektropositif dan terbentuk intermediet [SiO2OH]- yang tidak stabil. Di sini akan terjadi dehidrogenasi dan ion hidroksil yang kedua akan berikatan dengan hidrogen membentuk molekul air. Dua ion Na + akan menyeimbangkan muatan negatif yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO 32- sehingga terbentuk natrium silikat (Na2SiO3). Adapun reaksi yang terjadi saat proses pembentukan natrium silikat dapat dilihat sebagai berikut : SiO2(s) + 2NaOH(s)

Na2SiO3(l)+ H2O(l)

Mekanisme reaksi dari pembentukan natrium silikat dapat dilihat pada gambar 15 berikut ini :

Gambar 15. Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat (Alex,2005) Setelah didapatkan larutan natrium silikat maka dilakukan modifikasi pada silika dengan merekasikan larutan Na2SiO3 dengan 3-Amino-Propil-TriMetoksisilan (3 APTMS) dan ditambahkan HCl terus menerus hingga pH 7 dan terbentuk sol, kemudian didiamkan selama 3x24 jam sehingga terbentuk gel STA. Penambahan asam dimaksudkan agar pada proses sol gel berjalan optimal dikarenakan pada pH basa silika akan larut. Menurut sriyanti, dkk (2004) pengasaman natriumsilikat dengan HCl menyebabkan pembentukan gel yang sangat cepat dengan rentang pH 9-7. Pada saat penambahan asam terjadi proses pembentukan gel yang diduga dengan protonasi atom O pada gugus metoksi (OCH3) pada senyawa organik 3-APTMS. Selanjutnya spesies anion

33

silikat yang berperan sebagai nukleofil akan menyerang atom Si pada APTMS dimana atom O pada gugus metoksi telah terprotonasi, spesies anion silikat yang masuk akan menggantikan gugus metoksi -OCH3 dengan atom O yang telah terprotonasi sehingga terbentuk ikatan siloksan. Gugus metoksi dengan atom O yang telah terprotonasi akan dilepaskan dalam bentuk metanol. Adapun mekanisme rekasi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 16 berikut ini:

Gambar 16. Mekanisme reaksi sol-gel (Nuryono et al, 2014) Pada

proses

sol

gel,

penambahan

asam

yang

terus

berlanjut

mengakibatkan reaksi dapat terus berlanjut sampai semua gugus metoksi dalam senyawa organik APTMS mengalami reaksi kondensasi dengan spesies anion silikat dengan melepas metanol. Adapun reaksinya dapat dilihat pada gambar 17 sebagai berikut :

A

Gambar 17. Mekanisme reaksi penambahan asam (Nuryono et al, 2014)

34

Pada reaksi kondensasi ini tidak selalu berlanjut menghasilkan produk gambar 17(C) tetapi dapat berhenti menghasilkan gambar 17(A) atau gambar 17(B) sehingga terbentuk beberapa variasi permukaan STA seperti pada mekanisme reaksi yang dapat dilihat pada gmabr 18 berikut ini :

Gambar 18. Variasi permukaan STA (Nuryono et al, 2014) Pada mekanisme reaksi gambar 18 terlihat bahwa gambar 18(A1) dan gambar 18(B1) masih dapat mengalami reaksi hidrolisis menghasilkan masingmasing gambar 18(A2) dan gambar 18(B2). Pada gambar 18 (A2), transisi sol-gel yang terjadi melibatkan kondensasi satu gugus ≡Si-O- dan gugus metoksi menghasilkan dua gugus silanol dan satu gugus amina (-NH2) sehingga menambah jenis dan jumlah situs aktif pada STA relatif terhadap silika gel. Gambar 18(B2) menunjukkan bahwa transisi sol-gel tidak mempengaruhi jumlah situs aktif yang ada, tetapi hanya menvariasi jenis dari situs aktif tersebut sedangkan pada gambar 18(C) transisi sol-gel justru akan mengurangi jumlah situs aktif yang ada, di mana terjadi pertukaran 3 gugus silanol (Si-OH) menjadi 1 gugus amina (-NH2). Setelah pembentukan STA dilanjutkan dengan pembentukan SMAK. SMAK dibuat melalui proses refluks. Pada pembuatan SMAK, STA direfluks dengan metil iodida dan etanol dalam pelarut dimetilformamida selama 6 jam dalam keadaan gelap. Proses refluks dilakukan dalam keadaan gelap agar metil iodida dan senyawa organik lainnya tidak terdegradasi. Adapun mekanisme rekasi yang terjadi saat proses metilasi dapat dilihat pada gambar 19:

35

Gambar 19. Reaksi pembentukan SMAK (Ngatijo et al, 2013) Pada reaksi pembentukan SMAK gugus ammonium pada STA akan mengikat gugus metil yang berasal dari metil iodida, setelah proses refluks SMAK disaring kemudian dicuci menggunakan asam bikarbonat dengan mengikat gugus hidrogen pada SMAK sehingga hidrogen terlepas, maka gugus N akan stabil. Setelah proses pembuatan SMAK selanjutnya dilakukan coating dengan nanopartikel Fe3O4. Fe3O4 dibuat dengan dengan metode kopresipitasi menggunakan prekursor FeCl3.6H2O dan FeSO4.7H2O dengan agen pengendap NH4OH 25%. Metode yang paling konvensional untuk sintesis Fe3O4 adalah metode kopresipitasi, metode ini terdiri dari pencampuran garam fero/feri dengan rasio molar 1:2 dengan larutan yang sangat basa pada temperatur ruang, tidak memerlukan solven dengan titik didih tinggi. Prekursor yang digunakan juga relatif ekonomis dan tidak toksik. Menurut Solihah (2010)

36

metode kopresipitasi paling sederhana karena prosedurnya lebih mudah dilakukan dan memerlukan suhu reaksi yang rendah (<1000C). Penggunaan agen pengendap NH4OH disini agar pada proses pembersihan endapan magnetit, NH4OH nantinya dapat dihilangkan dengan jalan memanaskan endapan pada suhu yang tinggi (Arisandi,2007). Endapan oksida besi yang dihasilkan berwarna hitam pekat, yang mengindikasikan terbentuknya nanopartikel oksida besi Fe3O4 (Kazeminezhad,2014). Reaksi pembentukan Fe3O4 (Vogel, 1979): FeSO4·7H2O

FeSO4 + 7H2O

FeSO4

Fe2+ + SO42-

2 Fe2+ + 2 NH4OH

2 Fe(OH)2- + 2 NH3

Fe(OH)2

FeO + H2O

FeCl3·6H2O

FeCl3 + 6H2O

FeCl3

Fe3+ + 3 Cl-

2 Fe3+ + 3 NH4OH

2 Fe(OH)3- + 3 NH3

2 Fe(OH)3

Fe2O3 + 3H2O

FeO + Fe2O3

Fe3O4 .

Setalah proses pembuatan Fe3O4, selanjutnya dilakukan pelapisan dengan SMAK atau coating hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya adsorbsi dan mempermudah proses aplikasi dari adsorben tersebut. Adapun mekanisme reaksi pelapisan dapat dilihat pada gambar 20:

Gambar 20. Mekanisme reaksi pelapisan silika oleh Fe3O4 (Nuryono, et al 2014) Pelapisan dilakukan dengan pencampuran SMAK dan Fe3O4 lalu distirer dan disaring kemudian dikeringkan dan didapatkan bubuk Fe3O4-SMAK. Dapat dilihat pada gambar 21 model permukaan magnetit teralpis SMAK. Pelapisan ini terlihat dengan material SMAK yang mengelilingi Fe3O4 dengan terjadinya ikatan antara oksigen dari SiO2 dengan oksigen dari Fe3O4. Ikatan yang terbentuk

37

berupa ikatan kovalen dimana masing-masing atom menyumbangkan satu elektron untuk dipakai secara bersama-sama.

Gambar 21. Model permukaan Fe3O4 terlapis SMAK 4.2 Karakterisasi Spektroskopi X-Ray Diffraction (XRD) Untuk mengetahui struktur padatan dari ASP dapat dianalisis dengan menggunakan XRD. Hasil XRD yang didapat ditunjukan pada gambar 22 berikut :

25 pts SG smo H 20 pts SG smo 20 pts SG smo

1000

(a)

Intensitas (a.u.)

800

(b)

600

400

200

(c) 0 0

10

20

30

40

50

60

2-theta (deg)

Gambar 22. Difaktogram (a) Fe3O4 (b) SMAK (c) Fe3O4-SMAK

38

Pola difraksi pada gambar 22(b) menunjukan pola yang melebar disekitar 2θ = 20-220. Menurut Kalaphaty (2000) silika dengan puncak melebar disekitar 2θ = 20-220 menunjukkan struktur amorf. Dengan demikian hasil karakterisasi XRD menunjukan bahwa silika tersebut berstruktur amorf bukan kristal. Difraktrogram XRD ASP tersebut menunjukkan bahwa kadar SiO2 tinggi, sehingga akan efektif terekstraksi ke dalam larutan Natrium Silikat (Na2SiO3). Sifat kekristalan yang rendah akan mudah didestruksi, sehingga jumlah silika yang terdestruksi akan lebih besar. Selain itu silika berstruktur amorf dengan kemurnian yang tinggi, ukuran partikel yang kecil serta permukaan yang luas akan cocok digunakan sebagai adsorben (Chandrasekar dkk., 2003). Pada dasarnya struktur amorf pada silika tersebut tergantung pada temperatur pengabuan, apabila skam padi dibakar pada temperatur 500-7000C akan dihasilkan struktur kristal ASP yang amorf. Pola difraksi dari Fe3O4 terlihat pada gambar 22(a) dimana terlihat adanya puncak-puncak tertinggi yaitu pada 2θ = 21.17570; 30.12520; 33.25120; 35.63780; 43.27890; 53.42960; 57.34680 dengan intensitas 32.94; 30.97; 20.23; 100.00; 16.13; 15.77; 32.69. Puncak maksimum terdapat pada sudut 2θ =35.63780 dengan intensitas 100.00 dan jarak spasi 2,51932 Å. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryono et al, (2014) bahwa didapatkan pola XRD puncak tertinggi Fe3O4 terdapat pada sudut 2θ =35.620 dengan intensitas 274. Penentuan fase yang terbentuk pada Fe3O4 menggunakan perangkat lunak Match 96-900-2027. Selanjutnya pola difraksi dari Fe3O4-SMAK dapat dilihat pada gambar 22(c) munculnya puncak baru pada 2θ= 35.46900 dan jarak spasi 2.52883 Å dengan intensitas 89.69. Menurut Nuryono et al, (2014) bahwa puncak XRD coating silika termodifikasi- Fe3O4 terdapat puncak baru pada 2θ= 35.430 . Dari hasil difraksi sinar-X yang didapatkan, proses pembuatan adsorben Fe3O4-SMAK telah berhasil dilakukan. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Dilakukannya karaterisasi menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa dan jenis-jenis vibrasi antar atomnya dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Hindrayawati, 2010). Hasil rekam FTIR pada daerah 400-4000 terhadap STA, SMAK, Fe3O4, dan coating Fe3O4-SMAK. Serta dianalisis juga adsorben Fe3O4-SMAK sebelum mengadsorpsi Hg2+ dengan sesudah mengadsorpsi Hg2+. yang didapatkan dilihat pada gambar 23 sebagai berikut :

Adapun hasil FTIR

39

(e)

1636.62

300

3451.45

(d) 200

628.20

3130.41

(c)

2937.69

Intensitas (a.u.)

424,35

1981.55

400

(b)

4000 3600 3200 2800 2400 2000 1600 1200

800

440.40

0

767.91

1027.64

1636.40

2076.74

3400.47

100

(a)

400

Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 23. Spektra FTIR (a) STA (b) SMAK (c) Fe3O4 (d) Fe3O4-SMAK (e) Adsorben-Hg Dari spektrum FTIR yang diperoleh, serapan karakterisasi untuk gambar 23(a) muncul pada bilangan gelombang 3400,47 cm-1 dengan serapan yang lebar mengindikasikan adanya vibrasi –OH dari Si-OH. Menurut Silvertstein et al, (2005) vibrasi ulur gugus –OH dari Si-OH terdapat pada serapan bilangan gelombang 3700-3200 cm-1 , selanjutnya pita serapan pada bilangan gelombang 2076,74 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi ulur pada C-H dari gugus CH2. Pita serapan pada bilangan gelombang 1636,40 cm-1 menunjukan adanya vibrasi tekuk pada N-H dari gugus NH2, menurut Machado dkk (2004) terbentuk serapan lebar di sekitar 1640-1560 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus amina (N-H primer). Hal tersebut menandakan bahwa silika telah termodifikasi oleh gugus NH2. Pita serapan lebar dan tajam pada bilangan gelombang 1027,64 cm-1 mengindikasikan vibrasi ulur asimetri Si-O dari gugus Si-O-Si, menurut Ngatijo et al (2011) vibrasi ulur asimetri Si-O dari gugus Si-OSi terdapat pada serapan bilangan gelombang 1087,85-1000 cm-1. Pada bilangan gelombang 767,91 cm-1 mengindikasikan vibrasi ulur simetri Si-O dari

40

gugus Si-OH. Menurut Ngatijo et al (2011) vibrasi ulur simetri Si-O dari gugus Si-OH

terdapat

pada

serapan

bilangan

gelombang

797,67-767,91

cm-1.

Selanjutnya pada bilangan gelombang 422,48 cm-1 mengindikasikan vibrasi tekuk Si-O dari Si-O-Si. Menurut Trivana et al (2015) vibrasi tekuk Si-O dari SiO-Si terdapat pada serapan bilangan gelombang 528-416 cm-1. Dari

spektrum

FTIR

SMAK

yang

diperoleh

pada

gambar

23(b),

menunjukan terdapatnya serapan baru pada bilangan gelombang 2937,69 cm-1 yang mengindikasikan adanya vibrasi ulur pada C-H dari gugus metil yang berekasi dengan STA. Menurut Ngatijo et al (2013) vibrasi ulur C-H dari gugus metil terdapat pada serapan bilangan gelombang 2937,69-2924,06 cm-1. Hal ini menandakan bahwa STA telah menjadi SMAK. Hasil spektrum FTIR pada gambar 23(c) dari Fe3O4 menunjukan adanya serapan puncak yang melebar pada bilangan gelombang 3130,41 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi –OH dari Fe-OH. Menurut Sari (2017) vibrasi –OH dari Fe-OH terdapat serapan pada bilangan gelombang 3098,56 cm-1 dan pada bilangan gelombang 628,20 cm-1 mengindiaksikan adanyan vibrasi ikatan Fe-O dari Fe3O4. Bilangan gelombang kurang dari 700 cm-1 menunjukan vibrasi ikatan Fe-O dari Fe3O4 (Zhang et al, 2013). Selanjutnya hasil spektrum FTIR yang ditunjukan pada gambar 23(d) menunjukan terdapatnya serapan baru yang melebar pada bilangan gelombang 3451,45 cm-1 yang mengindikasikan adanya vibrasi –OH yang tumpang tindih dari Fe-OH dan Si-OH. Menurut Nuryono ddk, (2014) bilangan gelombang 3487– 3441 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi ulur kelompok -OH dari Fe-OH dan Si-OH, dan bilangan gelombang 1636,62 cm-1 mengindikasikan Fe3O4 yang terlapis (Nuryono et al, 2014). Hal ini menandakan bahwa Fe3O4 berhasil terlapis oleh SMAK. Hasil spektrum FTIR dari Fe3O4-SMAK yang sudah mengadsopsi ion Hg2+ yang ditunjukan pada gambar 23(e) tidak terlalu tampak perbedaanya secara signifikan, hanya saja muncul serapan baru pada bilangan gelombang 424,35 cm-1 yang mengindikasikan adanya logam Hg2+. Menurut Nakamoto (1986) vibrasi ikatan Hg-N muncul pada bilangan gelombang (M-N: 400-560 cm-1), dan muncul serapan pada bilangan gelombang 1981,55 cm-1 menunjukan bahwa telah terjadi proses sorpsi Hg2+ oleh gugus NH2. Pergeseran bilangan gelombang dari 1651,66 cm-1

menjadi 1874,81 cm-1 menunjukan

bahwa telah terjadi proses sorpsi ion logam oleh gugus NH 2

(Ngatijo, 2013).

Daftar spektra FTIR dari STA, SMAK, Fe3O4-SMAK dan Fe3O4-SMAK setelah adsorpsi dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

41

Tabel 4. Daftar spektrum FTIR dari STA, SMAK, Fe3O4-SMAK, dan Fe3O4-SMAK setelah adsorpsi. Bilangan Fe3O4Gugus fungsi gelombang Fe3O4SMAK (cm-1) dari STA SMAK SMAK Setelah literature (cm-1) (cm-1) (cm-1) adsorpsi (cm-1) [1] Vibrasi ulur 3700-3200 3400,47 3400,47 3451,45 3451,45 O-H dari SiOH Vibrasi ulur C-H dari 2937,692076,74 2937,69 2937,69 2937,69 gugus metil 2924,06[2] dan metilen Vibrasi tekuk 1640-1560[3] 1636,40 1981,55 N-H dari NH2 1874,81[2] Vibrasi ulur asimetri Si-O 1087,851027,64 1034,84 1037,81 1037,81 dari Si-O-Si 1000 [4] Vibrasi ulur simetri Si-O 797,67767,91 776,95 780,69 782,58 dari Si-OH 767,91 [4] Vibrasi tekuk Si-O dari Si416-528[5] 422,48 436,53 433,30 433,09 O-Si Vibrasi Logam 400-560[6] 424,35 dengan N Sumber : [1]Silverstein et al, (2005); [2]Ngatijo et al, (2013); [4]Ngatijo et al, (2011); [5]Trivana, et al (2015); [6]Nakamoto (1963)

[3]Machado

dkk, (2004);

Scanning Electron Microscopy (SEM)-EDX Untuk mengetahui morfologi permukaan, kehomogenan permukaan, dan distribusi partikel dapat diketahui menggunakan SEM dan untuk melihat komponen-komponen

dalam

suatu

materialnya

dapat

diketahui

dengan

menggunakan EDX. Gambar 24(a) menunjukan hasil SEM dengan perbesaran 2000x yang memperlihatkan sebaran partikel silika pada SMAK lebih seragam (homogen), morfologi permukaan sampel silika lebih dominan berbentuk bulat. Sebagian partikel bulat kecil tersebut cenderung berikatan membentuk ikatan atau gumpalan-gumpalan partikel bulat besar yang disebut juga aglomerasi (Susilo dkk, 2016). Pada gambar 24(b) hasil SEM dengan perbesaran 2500x memperlihatkan morfologi partikel Fe3O4 yang sferik dan masih teraglomerasi. Pada gambar 24(c) hasil SEM dengan perbesaran 5000x memperlihatkan ketidak seragaman (heterogen) untuk sebaran partikelnya, terlihat adanya bentuk penggabungan dari SMAK dan Fe3O4. Hal tersebut dikarenakan adanya tumpang tindih dari material SMAK dan Fe3O4 karena adanya proses coating.

42

(a)

(b)

(c)

Gambar 24. Karakterisasi SEM (a) SMAK (b) Fe3O4 (c) Fe3O4-SMAK Selanjutnya dilakukan analisa EDS untuk mengetahui komponenkomponennya yang dapat dilihat pada gambar 25 dan tabel 5 hasil EDX berikut: a

b

c

Gambar 25. Hasil karakterisasi EDX a. SMAK, b. Fe3O4, c. Fe3O4-SMAK Tabel 5. Komponen-komponen SMAK, Fe3O4, Fe3O4-SMAK SMAK Fe3O4 Fe3O4-SMAK Komponen % massa Komponen % massa Komponen % massa C 13.26 C 05.80 C 08.69 O 38.75 O 24.14 O 38.18 Na 00.42 Al 01.62 Si 48.10 Si 46.57 Fe 68.44 Cl 01.75 S 00.47 Fe 03.28 Cl 00.53 Dari hasil EDX yang didapatkan terlihat komponen-komponen dari SMAK yang memperlihatkan % paling tinggi yaitu pada unsur Si 46,57% yang merupakan silika tersebut, dan unsur O 38,75% yang berasal dari senyawa SiO-Si dan Si-OH, serta adanya unsur C 13,26% yang berasal dari senyawa metil pada SMAK. Komponen-komponen dari Fe3O4 dengan % paling tinggi yaitu pada unsure Fe 68,44% yang berasal dari senyawa Fe3O4, dan unsure O 24,14 yang

43

juga berasal dari senyawa Fe3O4. Sedangkan untuk hasil

Fe3O4-SMAK

komponen-komponen yang didapat memperlihatkan hasil % paling tinggi yaitu pada unsur silika 48,10 % yang berasal dari SMAK, unsur O 38,18% yang berasal dari senyawa Si-O-Si, Si-OH, dan Fe3O4, unsur C 08,69% yang berasal dari senyawa metil pada SMAK dan unsure Fe 03,28% yang berasal dari senyawa Fe3O4. Dari data EDX Fe3O4-SMAK tersebut dapat dinyatakan bahwa pelapisan Fe3O4 telah berhasil dilakukan. Brunauer, Emmet, dan Teller (BET) dan Barrett-Joyner-Halenda (BJH) Untuk menetukan luas permukaan efektif suatu material padat dan diameter rata-rata partikelnya serta menentukan diameter pori dari material tersebut digunkan metode BET dan BJH. Luas permukaan spesifik ini penting karena reaksi permukaan seperti adsorpsi tergantung antara lain dari luas permukaan spesifik. Semakin kecil diameter partikelnya, maka akan semakin luas permukaan spesifiknya (Notodarmojo,2005). Data hasil BET dan BJH yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Data hasil BET dan BJH Fe3O4-SMAK Sampel material adsorben

Luas permukaan (m²/g)

Diameter rata-rata (nm)

Diameter pori (nm)

Fe3O4-SMAK

45,716

25,34

11,60

Dari tabel hasil BET dan BJH yang diperoleh bahwa luas permukaan dari adsorben Fe3O4-SMAK adalah 45,716 m²/g dengan diameter rata-ratanya 25,34 nm. Hal ini sesuai dengn penelitian Notodarmojo (2005) bahwa semakin kecil diameter partikel maka semakin luas permukaan suatu adsorben. Diameter pori adsorben yang diperoleh yaitu 11,60 nm yang menandakan bahwa suatu material tersebut berukuran mesopori. Menurut Storck et al, (1998) material berpori yang berukuran mesopori memiliki diameter 2-50 nm dan mikropori dengan diameter <2 nm. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa Fe3O4-SMAK adalah suatu material berpori dan adsorben yang berbasis nanopartikel. 4.3 Adsorpsi ion Hg2+ Pengaruh pH Salah satu yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu pH medium, pH medium mempengaruhi gugus-gugus fungsional adsorben yang berperan aktif dalam proses penyerapan logam berat merkuri, selain berpengaruh terhadap situs aktif adsorben, pH medium juga berpengaruh terhadap spesiasi Hg(II) dalam larutan. Menurut Arias (2004) Hg(II) pada pH rendah ada sebagai Hg2+, seiring dengan kenaikan pH akan terbentuk HgOH+ dan Hg(OH)2 hingga pada

44

pH>4 sebagian besar Hg(II) ada dalam bentuk HgOH+ dan Hg(OH)2. Kondisi pH lingkungan sangat berpengaruh pada ionisasi gugus-gugus fungsi dari adsorben Fe3O4 terlapis SMAK yang akan menyediakan tempat untuk berikatan dengan logam berat. Pengaruh pH pada proses adsorpsi ion Hg 2+ menggunakan adsorben Fe3O4 -SMAKdilakukan dengan variasi pH 3,4,5,6, dan 8. Dilakukan variasi tersebut untuk mengetahui kapasitas adsorben dalam mengadsorpsi ion logam Hg2+, jika pH terlalu asam makan akan terjadi persaingan antara logam dengan ion H+ pada situs aktif adsorben (Imelda,2012). Namun jika pH terlalu basah maka berpengaruh terhadap kelarutan logam dtersebut (Cay,2001). Pada penelitian ini larutan Hg2+ yang digunakan yaitu 10 ppm dengan adsorben Fe3O4-SMAK sebanyak 0,1 gr. Hasil dari penelitian pengaruh pH medium dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ pH

Konsentrasi (C) Cawal (ppm) Cakhir (ppm)

% Adsorpsi

3

10

0,9244

90,75%

4 5

10 10

0,0077 0,0186

99,92% 99,81%

6 8

10 10

0,0252 0,0607

99,74% 99,39%

Dilihat dari tabel 7 diatas bahwa pH sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi, dimana pada pH 3 menujukan % adsorpsi minimum 90,75% hal ini dikarenakan pada kondisi terlalu asam ion H + dalam larutan akan berkompetisi dengan ion logam Hg2+ yang akan berikatan dengan gugus aktif pada Fe3O4-SMAK (Sutardi,2014). Namun pH optimum terdapat pada pH 4 dengan persentasi adsorpsinya sebesar 99,92% hal ini dikarenakan pada pH 4 ion H+ mulai berkurang dan berkurangnya juga kompetisi antara ion H+ dengan Hg2+ dalam berikatan dengan gugus aktif adsorben. Seiring dengan kenaikan pH Hg(II) akan terbentuk HgOH+ dan Hg(OH)2 (Sutardi,2014). Dengan penambahan NaOH berlebih untuk menaikkan pH menjadi 8 menyebabkan terjadinya reaksi antara OH- dengan Hg menjadi Hg(OH)2 sehingga sebelum diserap oleh adsorben, logam tembaga sudah bereaksi terlebih dahulu dengan gugus –OH dan juga pH lebih tinggi logam Hg2+ mengendap menjadi HgO, hal tersebut menyebabkan menurunnya efektifitas adsorben dalam proses adsorpsi. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Youngcai (2001) bahwa penambahan OH- pada larutan Hg2+ menghasilkan endapan HgO dengan reaksi sebagai berikut : Hg2+ (l) + 2OH- (l)

HgO(s) + H2O(l)

45

Adapun grafik hubungan antara pengaruh pH terhadap persentasi

% adsorpsi

adsorpsi ion logam Hg2+ dapat dilihat pada gambar 26 : 102.00% 100.00% 98.00% 96.00% 94.00% 92.00% 90.00% 88.00% 86.00% 3

4

5

6

8

pH Gambar 26. Grafik pengaruh pH terhadap adsorpsi ion logam Hg2+ Pengaruh waktu kontak Salah satu faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah waktu interaksi adsorben dengan adsorbat. Penentuan pengaruh waktu kontak bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh adsorben untuk menyerap ion Hg2+ secara maksimum sampai tercapai keadaan setimbang. Kajian pengaruh lama waktu kontak pada penelitian ini dilakukan dengan metode batch pada variasi waktu kontak 10, 30, 60, 90 dan 120 menit dengan berat adsorben 0,1 gr dan menggunakan pH optimum yaitu 4. Hasil penelitian pengaruh waktu kontak ini dapat dilihat pada tabel 8: Table 8. Pengaruh waktu kontak terhadap %adsorpsi Waktu Kontak 10 30 60 90 120

Konsentrasi (C) Cawal (ppm) Cakhir (ppm) 10 10 10 10 10

0,04644 0,00726 0,00981 0,01738 0,04452

% Adsorpsi 99,54% 99,93% 99,90% 99,83% 99,55%

Dari hasil penelitian yang tertera pada tabel 8 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi pada waktu kontak 10 menit lebih rendah dibandingkan dengan 30 menit. Hal ini dimungkinkan karena waktu kontak yang belum cukup bagi gugus aktif dari adsorben berinteraksi dengan logam dalam larutan, artinya belum banyak gugus aktif yang berperan mengadsorpsi ion logam Hg2+ . Kemudian pada waktu 30 menit terjadi peningkatan persen adsorpsi yang cukup besar yaitu 99,93%, hal ini karena semakin lama waktu kontak mengakibatkan interaksi antara adsorben dengan ion logam Hg2+ semakin besar

46

sehingga semakin banyak ion logam Hg2+ yang teradsorpsi oleh adsorben. Penurunan persentasi ion logam Hg2+ yang teradsorpsi terjadi pada menit 60, 90, dan 120 menit, hal ini diduga karena gugus aktif dari adsorben sudah mencapai kejenuhan untuk berinteraksi dengan Hg2+. Semakin lama waktu kontak antara ion logam Hg2+ dan adsorben memungkinkan terjadinya peningkatan penyerapan ion logam, namun jika terlalu lama dapat menurunkan tingkat penyerapan. Hal ini disebabkan semakin lama waktu kontak dapat mengakibatkan desorpsi, yaitu lepasnya ion logam Hg2+ yang sudah terikat pada gugus aktif dan permukaan adsorben (Imelda,2012). Adapun grafik hubungan waktu kontak dengan persentasi adsorpsi dapat dilihat pada gambar 27 berikut : 100.00%

% Adsorpsi

99.90% 99.80% 99.70% 99.60% 99.50% 99.40% 99.30% 10

30

60

90

120

Waktu kontak Gambar 27. Grafik waktu kontak dengan persentasi adsorpsi Adsorpsi logam Hg(II) lahan bekas pertambangan emas Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang biasa dilakukan oleh penambangan emas tradisional dapat memberi kontribusi negatif berupa pencemaran lingkungan karena penggunaan bahan kimia yang bersifat toksik bagi manusia salah satu bahan kimia yang digunakan adalah merkuri. Dalam penelitian ini, limbah merkuri diambil dari Desa Rantau Jering, Kecamatan Pangkal Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Limbah yang diambil berupa batuan yang ada pada lahan bekas pertambangan emas ilegal lalu dianalisis kandungan merkurinya, dipilihnya limbah batuan karena pada saat proses pendulangan emas, merkuri yang digunakan akan termineralisasi kedalam batuan. Sebelum dianalisis sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan cara dihaluskan dan dilarutkan dalam aquaregia, hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses pelarutan logam pada sampel batu. Setelah dilakukan preparasi, larutan disaring untuk memisahkan residunya. Kemudian diperoleh larutan bening yang akan dianalisa kandungan logam merkurinya dan juga

47

dilakukan adsorpsi logam merkuri pada larutan tersebut. Larutan dengan kandungan logam merkuri yang akan diadsorpsi diatur pH hingga 4 dan digunakan 0,1gr adsorben Fe3O4-SMAK kemudain di shaker selama 30 menit agar proses adsorpsi berjalan optimum. Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini: Table 9. Hasil adsorpsi merkuri sampel batu Sampel Batu

Konsentrasi

% Adsorpsi

Cawal (ppm)

Cakhir (ppm)

0,3141

0,1981

36,93%

Dari tabel hasil yang diperoleh bahwa konsentrasi awal merkuri pada sampel batuan adalah 0,03141 ppm yang menandakan adanya kandungan merkuri didalam batuan lahan bekas pertambangan emas di desa rantau jering, kecamatan pangkal jambu, kabupaten merangin, provinsi jambi. Setelah diadsorpsi konsentrasi merkuri pada sampel batu menurun menjadi 0,01981 ppm yang menandakan bahwa merkuri telah teradsorpsi oleh adsorben SMAKFe3O4 dengan persentasi adsorpsinya sebesar 36,93%. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben yang disintesis dapat diaplikasikan sebagai adsorben untuk recovery logam merkuri pada lahan bekas penambangan emas.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasi penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Modifikasi silika dilakukan dengan mengekstraksi ASP menggunakan NaOH, natrium silikat direaksikan dengan senyawa 3-APTMS hingga terbentuk

STA

melalui

metode

sol-gel,

STA

direfluks

dengan

mereaksikan metil iodida sehingga terbentuk SMAK. 2. Pelapisan Fe3O4-SMAK dibuat dengan cara mereaksikan SMAK dengan Fe3O4 dengan perbandingan 10:1 dan didapatkan Fe3O4-SMAK. 3. Pengaruh pH medium pada proses adsorpsi ialah pH medium yang terlampau

rendah

atau

terlampau

tinggi

mengakibatkan

tidak

efesiensinya suatu proses adsorpsi dan didapatkan bahwa pH optimum yaitu pH 4 dengan persentasi adsorpsi sebesar 99,923%. 4. Pengaruh waktu kontak pada proses adsorpsi ialah waktu kontak adsorben dengan adsorbat yang terlalu cepat maupun terlalu lama dalam proses adsorpsi mengakibatkan proses adsorpsi tidak berjalan sempurna dan didapatkan waktu optimum yaitu 30 menit dengan persentasi adsorpsi sebesar 99,93%. 5.2 Saran Saran penulis untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Dilakukan variasi sumber silika pada proses pembuatan SMAK. 2. Dilakukan modifikasi dengan gugus lain pada silika untuk menyerap ion logam Hg2+. 3. Dilakukan karakterisasi VSM untuk mngetahui sifat kemagnetan dari Fe3O4 sesudah maupun sebelum terlapis SMAK.

48

DAFTAR PUSTAKA Ali,

R. 2008. Sintesis Ester Arabinovanilat Dengan Menggunakan Pelarut Aseton.Skripsi.FMIPA UI.

Metode

Fischer

Antam. 2002. Sekilas informasi untuk bisnis pertambangan emas Pongkor. Bogor:PT. Aneka Tambang Tbk. Arisandi, D.M.2007. Pengaruh Pemanasan dan Jenis Surfaktan Pada Sifat Megnetik Ferofluida Berbahan Dasar Pasir Besi. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya. Arias, M., Barral, M. T., Silva, D.J., Mejuto, J.C., and Rubinon, D.2004. Interaction of Hg(II) with kaolin-humic acid complexes, J. Clay Minerals : 35–45. Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.Volume 1. Kartohadiprojo II, penerjemah; Rohadyan T, Hadiyana K, editor. Basset, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran. Bauer, J., 2007, Der Kosmo-Mineralien fϋrer, Frackh^sche Verlagshandung Keller & Co Stuttgart. Buhani, Narsito, Nuryono, and E.S. Kunarti. 2009. Amino and mercapto-silica hybrid for Cd(II) adsorption in aqueous aolution.Indonesian Journal of Chemistry. 9 (2): 170-176. Campos,E.A, Silva, A.A., Ferrari, R.T., and Costa, C.M.M. 2001. Quarternary Ammonium Salt Immobilized on silica gel :Exchange properties and Application as potentiometric sensor for perchlorate ions ,j. of colloid and interface Science, 240,97-104. Candrasekhar, S., Satyanarayana, K. G., Pramada, P. N., dan Raghavan, P. 2003. Review Processing, Properties and Applications of Reactive Silica from Rice Husk An Overview, Journal of Materials Science 38: 31593168. Cay. Y. 2001. Mercury Contaminated Material Determination methods : investigation and assessment, U. S. Departement of energy : Miami. Cestari, A.R., Vieira, E.F.S., Simoni, J.A., dan Airoldi, C. 2000. Thermochemical Investigation on the Adsorption of Some Divalent Cations on Modified Silicas obtained from Sol-Gel Process, Thermochimica Acta, 348, 25-31. Cheremisinoff NP, Moressi AC. 1978. Carbon Adsorption Handbook. Ann Arbour: Ann Arbour Science. Filho, N.L.D.; do Carmo, D.R.; Caetano, L and Rosa, A.H. 2005.Preconcentration and Determination of Mercury(II) at a Chemically Modified Electrode Containing 3-(2-Thiomidazolyl)propyl Silica Gel,Analytical Sciences, Vol. 21 : 1359-1363. Farrey, B.J. & Nelson, L.A., 1982, Water and Effluents, dalam Cantle, J.E., (Ed.) Atomic Absorption Spectrometry, 81-84, Elsevier Scientific Publishing, Amsterdam. Herlina F.Silvia. 2005. Kajian Pemanfaatan Abu Sekam Padi Untuk Stabilisasi Tanah dalam Sistem Pondasi di Tanah Ekspansi. Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dariLimbah Abu Sekam Padi. Jurnal ILMU DASAR. 3(2): 98 -103.

49

50

Hasibuan, A.2015. Merkuri Sipembunuh Masa Depan Anak Bangsa. Marttaben News. Handayani, P.A et al.2015. Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Silika Gel. Jurnal bahan alam terbarukan. JBAT 4 (2) 55-59. Husnain.2010.Mengenal Silika sebagai Unsur Hara. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hindrayawati, N dan Alimuddin. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari Abu Sekam Padi Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH). Jurnal Kimia Mulawarman. Vol. 7, No. 2. Hlm. 75-77. Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Huheey, J.E, Keiter, E.A, and Alexander, J. 1993,Inorganic Chemistry : Principles of Structure And Reactivity, 4th edition, Harper & Row Publisher,New York. Irawan, B. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi pada Berbagai Komposisi Pelarut.Tesis.Semarang : Universitas Diponegoro. Imelda H. Silalahi, Titin Anita Zahara dan Henry Martua Tampubolon. Kapasitas adsorpsi merkuri menggunakan adsorben sargassum crassifolium teraktivasi. Biopropal industry. vol. 3 No. 1 Juni 2012 Ismunandar.2006. Padatan Oksida Logam. Bandung : ITB. Junita, Nita Ratna. 2013. Risiko Keracunan Merkuri (Hg) Pada Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jeffery, G.H, dkk. 1989. Vogel’s Texbook of Quantitative Chemical Analysis Fifth Edition. United Stated: Longman scientific & Technical. Kalapathy, U. Proctor, A. Shultz, J.2000.A simple method for production of pure silica from rice hull ash .Journal of Bioresource Technology. Vol 23, 257262. Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2002. An Improved Method for Production of Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 85, pp. 285-289. Kazeminezhad and S. Mosivand.2014.Phase Transition of Electrooxidized Fe3O4 to Maghemite and Hematite Nanoparticles Using Sintering Treatment, Acta Phys. Pol. A, 125, 5, 1210–1214,. Kitong T.M., Abidjulu J. & Koleangan J.S.H. (2012). Analisis Merkuri (Hg) dan Arsen (As) di Sedimen Sungai Ranoyapo Kecamatan Amurang Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online, 1 (1): 16-19. Keenan, C.W. and W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga : Jakarta. Kristanto Philip.2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta. Yogyakarta. Kirk, R.E., and Othmer.1984.Encyclopedia of Chemical Technology. Fouth Edition, Vol. 21, John Wiley and Sons, Inc., New York. Kroschwitz, J.1990. Polymer Characterization and Analysis. John Wiley and Sons, Inc., Canada.

51

Lajunen, L.H.J. & Perämäki, P., 2004, Spectrochemical Analysis by Atomic Absorption and Emission, 2nd Ed., 63-65, 90-93, 101-104, Royal Society of Chemistry, Cambridge. Manocha, S.M. 2003. Porous Carbons. Sadhana 28 : 335-348. Machado, R.S.A., da Fonseca, M.G., Arakaki, L.N.H., Espinola, J.G.P., and Oliveira, S.F.2004.Talanta, 63, 317-322. Mujiyanti, D.R., Nuryono dan Kunarti, E.S. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari Abu Sekam Padi yang Diimobilsasi dengan 3(Trimetoksisilil)-1-Propantiol. Sains dan Terapan Kimia. Vol. 4. No. 2: 150- 167. Murti, S. 2008.Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi Molekul Amonia dan Ion Krom.Skripsi.Depok : Universitas Indonesia. Nusa, I. S.,2010. Metoda Penghilangan Logam Merkuri Di Dalam Air Limbah Industri. JAI .Vol 6. No. 1. 2 Nuryono, Narsito dan Astuti, E.2003.Pengaruh Temperatur Pengabuan SekamPadi Terhadap Karakter Abu dan Silika Gel Sintetik, Chem. Rev., 2(7),67-80. Nuryono, Narsito., dan Sutarno. 2004. Penggunaan NaOH dan Na 2CO3 pada Pembuatan Silika Gel dari Abu Sekam Padi. Seminar Nasional MIPA. Yogyakarta : Fakultas MIPA UNY. Nuryono, Rosiati, N.M., Sakti, S.C.W., and Tanaka, S. 2013.Coating of Fe3O4 with Mercapto Modified Silica in a One-pot Process, Hokaido, Japan, 1-9. Nuryono, Nur M.R., Bambang R., Satya C.W.S., dan Shunitz T., 2014. Coating of Fe3O4 With Mercapto Modified Rice Hull Ash Silica in a One-Pot Process. Springer Open Journal. 3:515. Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: Penerbit ITB. Narsito, Nuryono dan Suyanta.2005.Kinetika Adsorpsi Zn(II) dan Cd (II) padaSilika Gel Termodifikasi Hasil Pengolahan Abu Sekam Padi, LaporanPenelitian Dasar, Lembaga Penelitian UGM. Nakamoto, K,. 1986.Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds.Fourth edition, John Wiley and Son, New York. Ngatijo, Nuryono, Narsito and Rusdiarso, B.2013. Synthesis Modified with Quaternary Ammonium and its Application Phase Extraction of Au(III) ion, IPCBEE vol. 58,105-109.

of Silica for Solid

Ngatijo, Nuryono,Narsito and Rusdiarto.B. 2015. Quaternary ammonium Modified on silics for Gold(III) ion sorption, J. of advance Research, vol 42, 95-100. Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksilogi Loham Berat. Jakarta : Rineka Cipta. Prasad C.S., Maiti K,N., Venugopal R.2001. effect of rice husk in whiteware composition, Ceramic International, 27, 629-635. Prabowo, A. L. 2009. Skripsi : Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung serta Aplikasinya untuk Adsorpsi Cu, Pb, dan Amonia. Depok :Universitas Indonesia. R. Hong, J. Li, J. Wang, H. Li. 2007. Comparison of schemes for preparing magnetic Fe3O4 nanoparticles. China Particuology 5: p. 186-191.

52

Rohman, A., 2012. Kimia Farmasi Analitik. Celaban Timur : Pustaka Pelajar. Sawyer, C.N., Mccarty L. Perry G.F. Parkin. 1994. Chemistry for Enviromental Engineering, 4th edition, McGraw-Hill.inc. New York. Sari, F. I. P. 2017. Karakterisasi Nanopartikel Magnetite, Mg/Al NO3-Hidrotalsit dan Komposit Magneti-Hidrotalsit. Jurnal Kimia Valensi Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia. 3(1): 44-49. Said, N. 2010. Metoda Penghilangan Logam Berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, N, Zn) di Dalam Air Limbah Industri. Jakarta Sutardi, Santosa.S.J., dan Suyanta.2014. Adsorpsi Hg(II) dengan adsorben zeolit MCM-41 termodifikasi. J. Kaunia Vol. X No. 1 Susilo, Putra A., dan Astuti. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Sintesis Nanosilika dari Sinter Silika Mata Air Panas Sentral, Solok Selatan, Sumatera Barat dengan Metode Kopresipitasi. Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4. Solihah, L.K. 2010. Sintesis dan karakteristik partikel nano fe3o4 yang berasal dari pasir besi dan Fe3O4 bahan komersial (aldrich). Jurnal Fisika ITS. Storck S, Bretinger H & Maier WF. 1998. Characterization of Micro- and Mesoporous Solids by Physisorption Methods and Pore-size Analysis. Applied Catalysis A: Genera.174:137- 146. Sriyanti, taslimah, nuryono, dan narsito.2005. Sintesis bahan hibrida aminosilika dari abu sekam padi melalui proses sol-gel.Artikel:JKSA 8.1 Scheidegger AM, Sparks DL. 1996. A critical assesment of sorption-desorption mechanisms at the soil mineral/water interface. Soil Sci 161:813-831. Simamora P. dan Krisna. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Magnetik Nanokomposit Fe3O4-Montmorilonit Berdasarkan Variasi Suhu. Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF. 4:75-80. Silverstein, R. M., F. X. Webster and D. J. Kiemie. 2005. Spectrometric Identification of Organic Compounds. New York: John Wiley and Sons, Inc. Setiabudi, B. T., 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas Di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta Setyaningsih H. 1995. Pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan adsorpsi karbon aktif .Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Slamet. Bismo, S. dan Rita, A. 2007. 'Modifikasi Zeolit Alam dan KarbonAktif dengan TiO2 serta Aplikasinya sebagai Bahan Adsorben dan Fotokatalis untuk Degradasi Polutan Organik. Depok : Laporan Penelitian Hibah Bersaing.Universitas Indonesia. Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga. Sugiyarto, K.H. 2003. Common Textbook Kimia Anorganik II. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Sudjadi.1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta. Sukarta, I.N. 2008. Adsorpsi ion Cr3+ oleh sebuk gergaji kayu albizia (Albizia falcata): studi pengembangan bahan alternatif penyerap limbah logam berat. (Tesis). IPB. Bogor. Shriver and Atkins. 2010. Inorganic Chemistry. Great Britain. New York.

53

Sriyanti, Taslimah, Nuryono dan Narsito.2004. Selektivitas Silika Gel Termodifikasi Gugus Tiol untuk Adsorpsi Kadmium (II) dan Tembaga (II). Proceeding Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004.FMIPA undip. Semarang. Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi mikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Warren, 8.E.1969 . X-Ray Diffraction.Addittionwesley pub: Massachussets. Wijayanti R. 2009. Arang aktif dari ampas tebu sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Wogo, H.E., Segu, J.O. dan Ola, P.D. 2011. Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon melalui Proses Sol-Gel. Sains dan Terapan Kimia. Vol. 5. No. 1: 84-95 Yalcin, N., Secinc, V.2001. Studies on Silica Obtained from Rice Husk. Ceramic Internatoinal, 27, 219-224. Yusnizam, Moh. 2008. Effects Of Ph In Mercury Nitrate Treatment Using Membrane System With Biological Pretreatment. Faculty of Chemical & Natural Resource Engineering. University Malaysia Pahang. Zhang CL, Li S, Wang LJ, Wu TH, Peng SY. 2013. Studies on the decomposing carbon dioxide into carbon with oxygen-deficient Fe3O4 II. The effects of properties of Fe3O4 on activity of decomposition CO2 and mechanism of the reaction. J Chem Phys. 62:52-61. Zahra,M.K, Fatemeh, Z. And Monir, A.M.2014. Magnetic solid Phase extraction of Au(III) using Fe3O4 Nanoparticles Prior to Its Flame Atomic Adsorption Spectrometric Determination. J. of Advances in Chemistry. Vol.6 No. 2, 991-998.

LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir prosedur kerja Destruksi asam silikat dari abu sekam padi Sekam padi → bakar → furnace pada suhu 700 0C selama 3 jam → tambahkan 80 gram kristal NaOH, 500 ml akuades, dipanaskan dan distirer selama 3 jam → dinginkan dan disaring → ambil 200 ml filtrat berwarna merah. → tambahkan 20 ml 3-APTMS → tambahkan larutan HCl 4 M tetes demi tetes hingga pH nya 9 dan berbentuk sol → diamkan selama 3x24 jam hingga terbentuk gel (STA). → cuci STA hingga pH netral → saring, dikeringkan dalam oven suhu 70 0C dan digerus. STA (Silika termodifikasi Amin)

Reaksi Metilasi 12 gr STA → masukkan kedalam labu leher 3 volume 250 ml → tambahkan 50 mL DMF → ditambahkan 10 mL metil iodida → refluks selama 6 jam pada temperatur 70 0C sambil ditambahkan lagi tetes demi tetes metil iodida dalam ruang gelap → didinginkan dan disaring. → Karakterisasi SMAK menggunakan FTIR dan XRD Silika Modifikasi Amonium Kuaterner (SMAK)

54

55

Sintesis Magnetit (Fe3O4) 10 gr FeSO4.7H2O dan 16 gr FeCl3.6H2O → larutkan masing-masing dalam 2mL aquades dan diaduk hingga homogen → ditambahkan NH4OH 25% → aduk selama 90 menit dengan suhu 60 0C sejak pemberian tetesan pertama NH4OH → disaring dengan corong buchner Endapan hitam → dicuci dengan aquades → dikeringan pada suhu 80 0C Magnetit (Fe3O4)

Pelapisan Fe3O4 dengan SMAK 10 ml larutan SMAK dalam etanol → tambahkan 10 ml air deionisasi → tambahkan larutan HCI 1 M atau NH4OH 1 M tetes demi tetes hingga pH 7 → tambahkan sebanyak 1 gram Fe3O4 → tambahkan 2 ml larutan HCI → pisahkan endapan dengan eksternal magnet → cuci dengan akuabides dan keringkan pada suhu 80 0C selama 2 jam → karakterisasi dengan XRD, SEM-EDX dan FTIR Fe3O4 terlapis SMAK

56

Adsorpsi Ion Logam Persiapan konsentrasi larutan awal Larutan Hg2+ konsentrasi 1000 ppm → Diencerkan menjadi 100 ppm Larutan Hg2+ konsentrasi 100 ppm → Diencerkan menjadi 10 ppm → Dikaji pengaruh variasi pH larutan dan berat adsorben terhadap adsorpsi Larutan Hg2+ konsentrasi 10 ppm

Pengaruh Variasi pH larutan 20mL larutan Hg2+ konsentrasi 10 ppm →masukkan masing-masing ke dalam lima erlenmeyer 100 ml → atur pH 3, 4, 5, 6, dan 8 dengan menambahkan HCl atau NaOH → tambahkan 0,1 gr material adsorben HAKS-Fe3O4 → shaker selama 30 menit → pisahkan campuran dengan magnet eksternal → saring dan ambil filtratnya → analisis filtrat menggunakan analisis merkuri Hasil Analisa

57

Pengaruh Variasi waktu kontak 20mL larutan Hg2+ konsentrasi 10 ppm →masukkan masing-masing ke dalam lima erlenmeyer 100 ml → atur pH optimum dengan penambahan HCl atau NaOH → tambahkan 0,1 gr material adsorben HAKS-Fe3O4 → shaker pada 10, 30, 60, 90 dan 120 menit → pisahkan campuran dengan magnet eksternal → saring dan ambil filtratnya → analisis filtrat menggunakan analisis merkuri Hasil Analisa

Adsorpsi Ion Hg2+ lahan bekas pertambangan emas Preparasi sampel batuan Sampel batu → haluskan lalu diambil 1gr → larutkan dalam aqua regia dengan perbandingan HNO3 : HCl (1:3) yaitu 2ml HNO3 ditambah 6ml HCl pekat dan ditambahkan 72 ml akuades untuk pengenceran 10x → rendam selama 3 hari , saring dan ambil filtratnya → filtrat dianalisis menggunakan analisis merkuri dan dilakukan adsorpsi Hg2+ . Hasil analisis

58

Analisis larutan sampel batuan 40mL larutan sampel batuan dengan pH 6 → diadsorbsi dengan 0,1 gr adsorben → shaker selama 30 menit kemudian saring → filtrat bening dianalisis menggunakan analisis merkuri Hasil Analisa

59

Lampiran 2. Perhitungan a. Perhitungan % adsorpsi Hg2+ dengan pengaruh pH 1. pH 3 % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

Co − Ce 𝑥 100% Co

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

10 ppm − 0,025 ppm 𝑥 100% 10 ppm

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,75 % 2. pH 5 Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,219 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 97,81 % 3. pH 6 Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 100 % 4. pH 7 Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,196 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 98,04 % 5. pH 8 Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 2,395 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 76,05 %

60

b. Perhitungan % adsorpsi Hg2+ dengan pengaruh waktu kontak 1. 10 menit % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

Co − Ce 𝑥 100% Co

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

10 ppm − 0,0464 ppm 𝑥 100% 10 ppm

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,53 % 2. 30 menit Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,00726 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,93 % 3. 60 menit Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,00981 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,90 % 4. 90 menit Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,01738 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,82 % 5. 120 menit Co − Ce 𝑥 100% Co 10 ppm − 0,04452 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥 100% 10 ppm % 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

% 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 99,55 %

61

c. Perhitungan pembuatan larutan Hg2+ 1000 ppm dalam 500mL air 1000mg/l = 1000 𝑚𝑔 1000 𝑚𝑙

1

= =

1000 𝑚𝑔 1000 𝑚𝑙

(𝑥) 𝑚𝑔 500 𝑚𝑙 (𝑥) 𝑚𝑔 500 𝑚𝑙

(x) = 500 mg Hg(NO3)2

Hg2+ + NO3-

mol Hg2+ =

𝑔𝑟 𝑀𝑟

=

500 𝑚𝑔 200 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

=

0,5 𝑔 200 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0025 mol

mol Hg(NO3)2 = 0,0025 mol gr Hg(NO3)2

= mol x Mr = 0,0025 mol x 324 g/mol = 0,81 gr

d. Perhitungan pengenceran larutan Hg2+ 100ppm menjadi 10 ppm M1 x V1 = M2 x V2 100 ppm x 100 ml = 10 ppm x V 2 V2 =

10000 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙 10 𝑝𝑝𝑚

= 1000 mL

e. Perhitugan diameter rata-rata partikel Diameter partikel rata-rata (nm) =

6000 ρ x Luas permukaan

Keterangan : ρ = Massa jenis Fe3O4 (g/cm3) Diketahui :

ρ = 3,41 g/cm3

Luas Permukaan = 45,716 m2/g Diameter partikel rata-rata (nm) =

6000 3,41g/cm3 x 45,716 m2/g

Diameter partikel rata-rata (nm) = 25,34 nm

62

Lampiran 3. Hasil karakterisasi Karakterisasi menggunakan XRD Fe3O4 Pos. [°2Th.]

Height [cts]

FWHM Left [°2Th.]

d-spacing [Å]

Rel. Int. [%]

22.6563

85.62

0.0900

3.92154

100.00

35.4690

76.79

0.4080

2.52883

89.69

Pos. [°2Th.]

Height [cts]

FWHM Left [°2Th.]

d-spacing [Å]

Rel. Int. [%]

22.6563

75.56

0.0900

3.92154

100.00

Height [cts] 85.62 76.79

FWHM Left [°2Th.] 0.0900 0.4080

d-spacing [Å] 3.92154 2.52883

Rel. Int. [%] 100.00 89.69

SMAK

SMAK-Fe3O4 Pos. [°2Th.] 22.6563 35.4690

Karakterisasi menggunkan BET BET summary Slope = 75.979 Intercept = 1.976e-01 Correlation coefficient, r = 0.999220 C constant= 385.563 Surface Area = 45.716 m²/g

63

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian

Arang sekam padi

Destruksi abu sekam padi 60 gr ASP + NaOH 4M

Abu sekam padi

Proses penyaringan larutan natrium silikat

Pengayakan 270 mesh

Larutan natrium silikat (Na2SiO3)

Distirer 60 gr ASP + NaOH 4M

Terbentuknya gel STA

Silika Termodifikasi Amin (STA)

Larutan FeSO4.7H2O

Larutan FeCl3.6H2O

Proses pembuatan

Endapan Fe3O4

Fe3O4

64

Fe3O4

Proses pelapisan Fe3O4 -SMAK

Larutan Hg2+ dengan Fe3O4-SMAK

Proses refluks selama 6 jam

Hasil sintesis SMAK

Fe3O4-SMAK

Larutan Induk Hg2+

Proses adsorpsi dishaker selama 30 menit

Hasil penyaringan setelah adsorpsi

Dipisahkan dengan magnet eksternal

Related Documents

Skripsi Final Fix Ninda.pdf
December 2019 10
Skripsi Fix 2.docx
November 2019 11
Skripsi
December 2019 83
Skripsi
May 2020 46
Skripsi
June 2020 43

More Documents from ""

Presentation1.pptx
June 2020 54
English Unit4(1)-1.docx
November 2019 80
Bioprose1.docx
November 2019 86
Tugas Ela.docx
May 2020 65