Skenario.docx

  • Uploaded by: wisnu pratama
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,676
  • Pages: 20
SKENARIO Perempuan 68 tahun dibawa ke Rumah sakit oleh keluarganya dengan keluhan selalu mengompol. Keadaan ini dialami sudah sejak 3 bulan lalu dimana penderita sama sekali tidak dapat menahan bila ingin buang air kcil, sehingga kadang air seninya berceceran di lantai. Tidak ada keluhan sakt saat berkemih. Sejak seminggu lalu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas, serta nafsu makannya berkurang, tetapi tidak demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/70 mmHg, nadi 92x/menit, suhu aksiler 37oC, pernapasan 24x/menit. Pada pau-paru ditemukan adanya ronkhi basah kasar pada bagian medial. Jantung, hati dan limpa kesan dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium GDS 209 mg/dl. Penderita sejak 6 tahun terakhir ini penderita mengidap dan berobat teratur penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi. KALIMAT KUNCI 

Perempuan 68 tahun



Selalu mengompol yang tidak bisa ditahan sejak 3 bulan lalu



Tidak nyeri saat berkemih



Sejak seminggu lalu batuk-batuk dan agak sesak napas, nafsu makan kurang dan tidak demam



Pem.fisis : TD 160/70 mmHg, Nadi 92xmenit, suhu 37 oC, pernapasan 24x/menit



Ditemukan ronkhi basah pada bagian medial paru



Jantung, hati dan limpa normal



GDS 209 mg/dl



Riwayat penyakit dan konsumsi obat diabetes dan hipertensi sejak 6 tahun lalu

DAFTAR PERTANYAAN 

Frekuensi berkemih dan volume urin pasien ?



Apakah keluhan ( mengompol ) pernah dirasakan sebelumnya ?



Apa warna urin pasien saat berkemih ?



Apa jenis dan golongan obat hipertensi dan diabetes melitus yang dikonsumsi pasien ?



Apa pasien merasa puas saat berkemih ?



Apakah pasien merasa puas saat berkemih ?



Apakah terdapat distensi kandung kemih ?



Apakah terdapat gangguan neurologis ?



Apakah saat batuk terdapat sekret atau tidak ?

DAFTAR PERMASALAHAN  Inkontinensia Urin  Diabetes Melitus  Hipertensi  Pneumonia

PENATALAKSANAAN DAN PRIORITAS Penatalaksanaan Inkontinensia pada usia lanjut Pengelolaan inkontinensia urin Pengelolaan inkontinensia akan cukup baik hasilnya bila semua factor yang berpengaruh diperhatikan,dan tipe dari inkontinensia dapat dikenal sera diagnosis penyebabnya diketahui. Macam macam tipe dari inkontinensia dapat terjadi pada satu penderia secara bersamaan,sehingga membawa damak juga pada strategi pengelolaanya Inkontinensia transient atau inkontinensa akut diharapkan dapat diobat

dengan

baik

setelah

penyebabnya

diketahui,sedangkan

inkontinensia yang persisten atau kronik tidak dapat diupayakan menjadi lebih ringan. Metode pengobatan inkontinensia urin ada tiga : 1. Teknik latihan perilaku (behavioral training) ,yang mempelajari dan mempraktekan cara cara untuk mengontrl kandung kemih (blader training) ,cara latihan otot dasar panggul (pelvic floor exercise) lebih dari separuh penderita inkontinensia tertolong dengan cara ini,tanpa resiko terjadi a. Latihan kandunng kemih (bladder training)

Latihan kandung emih mengikuti suatu jadwal yang ketat untuk ke kamar kecil/berkemih.jadwal dimulai dengan ke kamar kecl tiap 2 jam dan waktunya makin di tingkatkan .makin lama yang dicapai untuk berkemih,makin memberikan peningkatan control terhada kandung kemih.latihan kandung kemi terbukti efektif baik untuk inkontinensia tipe strees maupun urgensi.latihan kandun kemih mempunyai beberapa sasaran : 

Memperpanjang waktu untuk kekamar kecil.



Meningkatkan jumlah urin yang ditahan oleh kandung kemih.



Mningkatkan control ada dorongan/rangsangan berkemih menurut jadwal,dan tidak begitu saja saat dorongan berkemih datang.



Mengurangi atau menghilangkan inkontinensia.

Cara melakukan latihan kandung kemih : 

Dimulai dengan cara membuat catatan harian untuk berkemih.catat kunjungan ke kamar kecil dan kebocoran urin selama 1 minggu.sedapatnya ukur urin yang keluar,ini dapat menggambarkan jumlah urin yang dapat ditahan.



Pada minggu 1 menggunakan kamar kecil ketat menurut jadwal. Bila datang dorongan untuk

berkemih,pakai cara teknik menahan rangsangan tersebut dan tunggu sampai jadwal berikutnya untuk berkemih bila dorogan terlalu kuat dan tidak dapat ditahan,silahkan berkemihtetapi peristiwa ini dicatat pada jadwal berkemih 

Tia

minggu,tingkatan

jadwal

berkemih

15-30

menitsesuai yang dapat di toleransi sesuai dengan perbaikan

inkontinensia

,jadwal

terus

ditingkatkan.untuk kebanyakan orang,kunjungan ke

kamar

kecil

tiap

3-6

jam

sangat

diharapkan,biarpun sekitar 3 jam sudah cukup baikcatat

jumlah

jumlahnya,banyak

urin atau

yang beberapa

bocor,berpa tetes.saat

datang dorongan untuk berkemih dapat mengoda seseorang untuk tergesa gesa kekamar kecil guna mencegah inkontinensia,respon ini dapat lebih merugikan,karna

kandung

kemih

dapat

lebi

terangsang dgn gerakan tergesa gesa kekamar kecil tadi. b. Latihan menahan dorongan untuk berkemih Untuk mendapatkan control atas kandung kemih,cara berikut dapat dipakai saat datang dorongan berkemih



Beridiri tenang atau duduk diam,lebih baik jika kaki disilangkan.tindakan

ini

mencegah

rangsangan

berlebihan dari kandung kemih. 

Tarik nafas teratur dan rileks.



Kontraksikan otot otot dasar panggul,beberpa kali.ini akan membantu menutup uretra dan menenangkan kandung kemih.



Alihkan pikirian ke hal lain,untuk menjauhi perhatian dari dorongan berkemih



Bila rangsan berkemih sudah menurun jangan ke toilet sebelum jadwal berkemih

c. Latihan otot dasar panggul Latihan otot pelvis memperkuat otot otot yang lemah sekitar kandung kemih.untuk identifikasi otot yang tepat,bayangkan kita sedang menahan untuk tidak flatus,otot yang dapat dipakai untuk menahan flatus adalah otot yang ingin kita latih 

Lakukan latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari sekitar 10 menit



Praktekan setiap waktu dan tempat paling baik saat berbaring

di

tempat

tidur

setelah

menguasai

metodenya,lakukan juga pada saat duduk atau berdiri. 

Jangan memakai otot otot perut,paha dan betis saat latihan bernafaslah biasa aja

2. Obat Terapi dengan menggunakan obat obatan diberikan apabila masalah

akut

sebagai

pemicu

sebagai

pemicu

timbulnya

inkontinensia urin setelah diatasi dan berbagai upaya bersifat non farmakologis telah dilakukan tetapi tetap tidak berhasil mengatasi masalah inkontinensia tersebut.pemberian obat pada inkontinensia urin disesuaikan dengan inkontnensia urinnya. A. Tipe inkontinensia urgensi atau stress dn instabilitas detrusor atau hiperfleksia diberikan jenis obat antikolinergik dan anti spasmodic yaitu oksibutitinin : 2,5 -5 mg tid,tolterodine : 2 mgbid ,propanthelin 15-30 mg tid ,dicyclomine : 10-20 mg,imipramine 10-50 mg td B. Tipe luapan atau overflow dengan vesica urinaria urinaria atonik diberikan kolinergik agonis yaitu bethanechol : 10-30 mg td 3. Pembedahan Pembedahan

merupakan

pilihan

terakhir

untuk

masalah

inkontinnsia yang tidak berhasil diatasi dengan teknik latihan perilaku,obat obatan atau pun dengan memanfaatkan alat alat bantu untuk meminimalkan problem inkontinensia,dapat juga meruakan pilihan penderita sendiri,walaupun hamper semua penderita

tidak

menyukai

tindakan

pembedahan.

Beberapa

tindakan pembedahan a.l spinciterectomi,operasi prostat atau operasi pada prolaps rahim.

Penatalaksanaan DM pada usia lanjut Pengelolaan diabtes pada usia lanjut Pada dasarnya pengeloan diabetes pada usia lanjut tidak berbeda dengan pengolaan pada usia muda. Perubahan disana sini disebabkan karna penyesuaian karna terjadinya perubahan pada usia lanjut tersebut, dan distrateginya perlu di ‘individualisasikan’. Misalnya apakah sudah ada gangguan virus,adanya neuropati ,nevropati,komplikasi vascular,kita harus mencegah terjadinya drug-induced hipoglkemi. awali dengan pengaturan makan (biasanya dia under nourished), dan secara bertingkat menggunakan obat.mulai monoterapi kemudian monoterapi SU dengan senstizer,

dan

baru

dengan

insulin

kalau

kombinasi

tidak

berhasil.kombinasi insulin sore hari dengan ‘long-acting-sulfonilurea’ seperti glimipiride mampu menurunkan glukosa daarah apabila polifarmasi AOD gagal. Pertama,tentu mengupayakan normoglikemia juga memperbaiki hipertensi kalau ada,baik sistolik maupun diastolic,serta menghentikan rokok. Kedua, pengobatan dengan AOD diberikan kalau ada hiperglikemi symptomatic (3P : poliuri,polifagi,polidipsi) yang memberikan penurunan berat badan lemah tubuh ,infeksi dan sebagainya.

Ketiga, iyalah soal olah raga,terutama bagi yang gizi lebih (20% kasus dibarat kurus dan insulinopenik sehingga butuh insulin

hati hati

dengan olah raga). Modifikasi senam sederhana perlu diberikan pada diabetes

usia

lanjut,misalnya

:

menepuk

kedua

tangan

diatas

kepala,kemudian di paha ,secara bergantian menempatkan tangan di dada dan dibelankang kepala,latihan merengangkan bagian aatas dan bawah,leher serta paha,membuat gerakan lingkaran dengan kedua lengan secara parallel didepan tubuh kita. Pada pasien DM gemuk,resisensi insulin membaik dengan PRT (progressive resistance) dibanding metode aerobic exercise , sebab disamping perbaikan sensitivitas insulin densitas tulang,symptomps

osteoarthritis,gangguan

mobilitas,profil

lipid

juga

membaik Penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut Pedoman dari JNC-VII perlu diperhatikan betul, diantaranya mengenai jenis-jenis obat yang dianjurkan. Seperti diketahui salah satu pesan dari JNC-VII adalah : a. Obat yang pertama diberikan sebaiknya adalah diuretika golongan tiazid b. Apabila tekanan darah >160 mmHg, biasanya diperlukan lebih dari 1 macam anti-hipertensi, dimana obat kombinasi ini sebaiknya termasuk diuretika tiazid.

c. Pertmbangan

jenis

obat

yang

lain

sebaiknya

dengan

memperhatikan “compelling-indication” atau indikasi keadaan lain yang menyertai. Obat obat apa yang tepat untuk indikasi lain ini seperti terdapat pada tabel terlampir.

Obat anti-hipertensi sesuai “compelling indication” Diuretic β-

Co-Existing

inhib. Antag. Blocker CCB

CCB

Dosis Pathology

blocker ACE

AT2

α

Dihidrop Benz.

Rendah Asthma/COPD

++

CI*

+

++

+

+

+

Gagal jantung

+

C*

++

+

+

C

C/CC*

Angina

+

+

+

+

C

++

++

+

++

++

+

C

C

C

+

CI

+

+

+

+

CI

+

CI

+

+

++

++

++

+

+

CI

C

+

CI

+

+

+

CI

C

+

+

+

+

+

C

C

+

+

+

Sindroma Sicksinus Peny.

Vask.

Perifer Stenosis aorta Gagal

ginjal-

RAS Gagal ginjal-non RAS Hipertrofi

prostat Diabetes +

C

++

+

+

+

+

Dislipidemia

+

C

+

+

+

+

+

Impotensia

C

C

+

+

+

+

+

Gout

C

+

+

+

+

+

+

Konstipasi

+

+

+

+

+

+

+

Mellitus

C : Caution

CI : Contra Indicated

* with some notes

Terget tekanan darah : Pada umumnya disepakati bahwa target penurunan tekanan darah pada usia lanjut adalah 140/90 mmHg, dan pada beberapa penelitian (SHEP, STOP, Syst-EUR) menyatakan bahwa tidak ada keuntungan yang terlihat pada penurunan <140/80 mmHg. Terget tekanan darah dari berbagai otoritas dapat dilihat pada tabel berkut ; pedoman

standard

diabetisi

usia lanjut

JNC VII

<140/90

<130/80

<140/90

WHO-ISH

<130/85

atau

dirumah/MTDA

lebih <140/90

rendah BHS

<140/85

<140/80

<130/75-80

Australia

<130/85

atau

lebih

rendah New

<140/80

Zealand

atau

lebih

rendah

Penatalaksanaan pneumonia pada usia lanjut Antibiotik Dikarenakan dokter sulit untuk mengetahui etiologi dari pneumonia sebelum didapatkan hasil kultur, maka digunakan terapi empirik yang dimana

berfungsi

mencakup

seluruh

patogen

yang

mungkin

menyebabkan pneumonia. Pada seluruh kasus, antibiotik harus diberikan secepat mungkin. Untuk mencakup patogen atipikal perlu ditambahkan makrolid atau dengan menggunakan fluoroquinolone yang dimana menunjuka

penurunan

angka

kematian

dibandingkan

apabila

menggunakan β-lactam. Berikut ini adalah terapi empiris yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia.



Pasien yang akan dirawat berdasarkan rawat jalan (sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antimikroba di RSUP) 3 bulan terakhir) - Macrolide (eritromisin 500 mg q 6 jam oral × 10 hari, klaritromisin 500 mg dua kali sehari secara oral × 10 hari atau azitromisin 500 mg per oral sekali sehari kemudian 250 mg sekali sehari per oral × 4 hari) - Doksisiklin 100 mg dua kali sehari secara oral × 10 hari.

* Jika faktor risiko untuk PRSP atau resistan terhadap macrolide S. pneumoniae hadir, pertimbangkan fluoroquinolone dengan aktivitas yang



ditingkatkan

terhadap

S.pneumonia.

Jika penyakit paru obstruktif kronis hadir atau antibiotik telah diberikan dalam

3

terakhir

bulan. Fluoroquinolone

dengan

peningkatan

aktivitas

melawan

S.

pneumoniae; mis., levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin. Levofloxacin 750 mg sekali sehari secara oral atau IV. Jika bersihan kreatinin <50 mL / mnt kurangi dosis levofloxacin hingga 250 mg sekali sehari. Moxifloxacin 400 mg sehari sekali secara oral; Gatifloxacin 400 mg sekali sehari oral atau IV.



Terapi kombinasi dengan antibiotik β-laktam plus makrolida Pasien dirawat di bangsal rumah sakit -

Fluoroquinolone

dengan

peningkatan

aktivitas

melawan

S.

pneumoniae; mis., levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin. Levofloxacin 750 mg sekali sehari IV atau oral, Jika kreatinin bebas <50 mL / menit kurangi dosis levofloxacin hingga 250 mg sekali sehari. Moxifloxacin 400 mg sehari sekali secara oral; Gatifloxacin 400 mg IV sehari sekali atau secara oral

- Ceftriaxone 1 gm IV sekali sehari atau sefotaksim 2 g q 6 jam IV plus azitromisin 500 mg IV sehari sekali.



Pasien yang dirawat di ICU -

Azitromisin 1 gm IV kemudian 500 mg IV sekali sehari plus

ceftriaxone 1 gm q12h. IV atau sefotaksim 2 gm q6h IV (ceftazidime dan aminoglikosida jika infeksi Pseudomonas aeruginosa adalah tersangka; piperacillin / tazobactam; imipenem, meropenem, cefipime dan ciprofloxacin juga ada aktivitas terhadap P. aeruginosa) -

Fluoroquinolone

dengan

peningkatan

aktivitas

terhadap

S.

pneumoniae (tidak direkomendasikan sebagai pilihan pertamai, karena kurangnya data uji klinis dalam pengaturan ICU)Jika infeksi MRSA dicurigai dalam pengaturan di atas, tambahkan Vankomisin 1 gm q12h IV



atau

Linezolid

600

mg

IV

atau

oral

q12h.

Pasien dirawat di panti jompo -

Fluoroquinolone

dengan

peningkatan

aktivitas

terhadap

S.

pneumoniae mis., Levofloxacin 750 mg sekali/ sehari secara oral atau Moxifloxacin 400 mg sekali sehari secara oral atau Gatifloxacin 400 mg sekali sehari secara oral - Ceftriaxone 500–1000 mg IM sekali sehari atau sefotaksim 500 mg IM

q12jt

ditambah

makrolida.



Pneumonitis / pneumonia aspirasi - Pneumonitis: riwayat, atau menyaksikan aspirasi isi lambung dan opasitas pada rontgen dada. Tunggu 24 jam — jika masih terapi antibiotik simptomatik seperti yang diberikan di bawah ini. - Pneumonia: Diduga kebersihan gigi yang buruk dan infeksi anaerob: metronidazole 500 mg q 12 jam per oral (Klindamisin dapat digunakan tetapi karena peningkatan laju Clostridium difficile penggunaan klindamisin metronidazol lebih disukai) ditambah salah satu dari yang berikut: levofloxacin 500 mg sekali sehari oral atau moxifloxacin 400 mg sekali sehari oral atau gatifloxacin 400 mg sekali sehari secara lisan atau

ceftriaxone

atau

cefotaxime.

- Infeksi anaerob tidak dicurigai: seperti di atas tetapi tidak termasuk cakupan

anaerob.

* Faktor risiko untuk: PRSP — penggunaan sebelumnya (dalam 3 bulan) antibiotik β-laktam, alkoholisme, usia <5 tahun atau > 65 tahun, di beberapa daerah tempat tinggal di panti jompo, S. pneumoniae yang resisten

terhadap

makrolida



usia

<5

tahun

atau

perolehan infeksi nosokomial.

Terdapat sebuah kekhawatiran yaitu penggunaan fluoroquinolon secara luas dapat menimbulkan

keadaan

resistensi terhadap patogen

respiratoar. Untuk itu, CDC merekomendasikan penggunaan makrolid

ataupun doksisiklin sebagai terapi lini pertama dalam penanganan pneumonia dan penggunaan fluoroquinolon dibatasi hanya pada pasien berusia dewasa yang mengalami kegagalan dalam pengobatan dengan terapi lini pertama, timbul reaksi alergi terhadap obat lini pertama dan pada mereka yang tercatat mengalami infeksi dengan pneumokokus yang resisten terhadap obat-obatan. CDC merekomendasikan terapi lini pertama untuk pasien dengan pneumonia yang sakit cukup berat dan dirawat di rumah sakit harus dengan antibiotik β-lactam secara parenteral, yaitu : cefuroxime, cefotaxime, ceftriaxone atau dengan kombinasi

dari

ampisilin

dan

sublactam

dan

makrolid

seperti

eritromisin,azithromisin, atau clarithromisin. Apabila etiologi sudah dapat ditegakan maka perlu dilakukan pemberian antibiotik yang sesuai dengan etiologi dari pneumonia tersebut, yaitu :

S. Pneumonia Pada bakteri yang masih sensitif terhadap penisilin, obat pilihan utama adalah penisilin G ataupun amoxicillin. Selain itu dapat juga digunakan ceftriaxone. Apabila pasien tidak mengalami perbaikan dalam waktu 48 jam, perlu dipikirkan kemungkinan bakteri tersebut telah resisten, maka dari itu flouroquinolone untuk saluran nafas (gatofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin) adalah pilihan utama. Pada kasus yang dicurigai disertai dengan adanya meningitis, flouroquinolone tidak direkomendasikan

karena golongan ini tidak dapat menembus Blood brain barrier sehingga pasien ini perlu diberikan vancomycin. Apabila pasien tersebut alergi terhadap penisilin, dapat diberikan flouroquinolone.

Chlamydophilla pneumonia Tidak terdapat pengobatan khusus untuk bakteri ini. Tetrasiklin dapat diberikan

sebagai

pilihan

utama.

Golongan

makrolid

dan

flouroquinolone juga dapat diberikan.

Staphylococcus aureus Obat pilihan utama pada S. aureus yang masih sensitif terhadap methicilin adalah nafcillin atau oxacillin intravena dosisi tinggi. Untuk pneumonia MRSA, untuk menggunakan vancomycin.

Pneumonia Aspirasi Antibiotik yang

efektif

adalah

klindamisin

atau

penisilin

untuk

pneumonia aspirasi karena, kedua obat ini dapat membunuh baik bakteri aerob dan anaerob. Apabila sudah terbentuk abses paru, klindamisin dipilih sebagai obat utama. Pada aspirasi nosokomial, penggunaan antibiotik berspektrum luas seperti cephalosporin generasi ke 3 bersamaan dengan metronidazole sangatlah direkomendasikan. Pilihan alternative lainnya adalah penisilin semisintetik diberikan bersamaan dengan lactamase inhibitor (ticarcillin-clavunalate atau

piperacillin-tazobactam) atau carbapenem (imipenem or meropenem) dapat digunakan. Apabila diduga terdapat aspirasi benda asing, diperlukan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda tersebut.

Perpindahan Penggunaan Obat Intravena Menjadi Obat Oral untuk Pengobatan Pneumonia Hasil studi penelitian menunjukan bahwa perpindahan dari penggunaan antibiotik secara intravena menjadi oral dapat dilakukan apabila Pemeriksaan leukosit mulai kembali normal, suhu tubuh normal dengan dua kali pengukuran dengan jarak 16 jam, dan terdapat perbaikan dari batuk dan sesak nafasnya. Golongan quinolon diserap sangat baik pada traktus gastrointestinal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mertono H. Hadi, Pranarka Kris. 2015. Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit FKUI : Jakarta, hal 549 2. Rahardjo HE. 2012. Panduan tatalaksana inkontinensia urin. Perkina : Jakarta. 3. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME et al. Pneumonia Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology. 6th edition. New York. McGraw-Hill, 2009

Modul 2 INKONTINENSIA URIN

Disusunoleh : WISNU SINAR PRATAMA

16 777 001

EKA ANSI WAHYUNI

16 777 003

RIKAYANA

16 777 005

HAMSYAH IBRAHIM

16 777 007

KHAIROOTUN HISAAN AL-AMRI

16 777 009

SUHARFINA NUR ARIFANI

16 777 011

IRFAN NAHWI RASUL

16 777 013

KHARISMA MONITARIA

16 777 015

FARADIBA TENRI SETIAWATI SALMAN

16 777 018

ELFRIDA RIANI RISKY

16 777 033

Pembimbing : dr. RAFLY SUWANDI, M.Kes PRODI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2019

More Documents from "wisnu pratama"