CONTOH PEMBANGUNAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN AMDAL
Vila merupakan tempat tinggal sekaligus liburan, biasanya terletak di luar daerah yang berhawa sejuk seperti di pinggiran kota, pegunungan, pantai, dsb. Contoh Vila di Indonesia ialah Vila Kota Bunga,
Vila
Green
Apple,
Vila
Bukit
Cipendawa, Vila Gunung Hijau, Vila Puncak Danau dan Vila Puncak Resor di daerah Puncak Bogor. Karena harganya yang relatif mahal, biasanya hanya orang pengusaha dan ekskutif mapan yang membeli vila tersebut untuk rekreasi keluarga bersama saudara-saudara serta banyak dijadikan sebagai rumah kedua disaat ingin beristirahat dari hiruk pikuk. Vila juga banyak yang disewakan bagi yang ingin beristirahat tetapi tak memiliki vila pribadi. Vila yang banyak diminati adalah yang mempunyai sistem keamanan dengan penjagaan gerbang atau sistem cluster sehingga privasi dan keamanan pemilik vila terjamin serta dapat menikmati pemandangan dan hawa yang sejuk dengan nyaman . Musim ramai dimana banyak orang yang mengunjungi vila adalah musim liburan yaitu lebaran, natal, tahun baru, imlek, idul adha dan weekend sabtu serta minggu. Vila-vila banyak yang menyediakan fasilitas hiburan seperti taman bermain anak-anak, danau pemancingan , taman-taman yang indah, fasilitas olahraga dan sarana rekreasi.Pembangunan vila banyak berkembang di daerah puncak dan kawasan pegunungan lainnya dikarenakan iklim nya yang sejuk dan berhawa segar namun dekat oleh perjalanan mobil dari ibukota. Di daerah puncak terkenal dengan hawanya yang sejuk, iklim matahari nya yang hangat, jauh dari kebisingan serta ketenangan alamnya yang indah.
Pembangunan Vila Di Daerah Pegunungan / Perbukitan Sekarang ini jika kita mau pergi ke Bandung dan melewati kawasan Puncak, mungkin kita tidak lagi melihat rindangnya pepohonan. Tidak lagi melihat perkebunan atau persawahan. Yang lebih sering kita lihat adalah perumahan-perumahan atau vila yang dijadikan penginapan. Vila dan perumahan tersebut kebanyakan dibangun di daerah resapan air. Makin banyak pembangunan didaerah resapan air, makin banyak permukaan tanah yang tertutup oleh jalan, dan beton. Laju resapan air pun menurun. Ini berarti, pembangunan tersebut telah menyalahi kesepakatan tata ruang yang ada. Menurut sumber, pembangunan vila dan perumahan di kawasan Puncak sudah melebihi aturan yang ditentukan yaitu 19.500 Ha untuk lahan permukiman perkotaan dan untuk hutan lindung 19.475 Ha
(Keppres No.114 Tahun 1999). Pada kenyataannya kawasan kota dan pemukiman menjadi 20.500 Ha. Pembangunan vila dan perumahan ini biasanya diikuti oleh perubahan penggunaan lahan yang cukup tinggi. Contohnya peningkatan lahan budidaya. Lahan budidaya yang awalnya 3.761 Ha (tahun 1990) menjadi 13.760 Ha (tahun 2000). Adanya peningkatan lahan ini bisa memperbanyak adanya lahan kritis. Sampai tahun 1999 ada tiga kabupaten yang memiliki luas lahan kritis terbesar, yaitu : Kabupaten Bandung seluas 36.698 ha, Cianjur seluas 44.084 ha, dan Garut seluas 33.945 ha. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur di Jawa Barat belum bisa mengikuti secara penuh pedoman yang diberikan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah termasuk transportasi, irigasi, dan konservasi lingkungan. Selain itu pihak Rencana Tata Ruang dan wilayah juga harus bisa mengendalikan perencanaan regional yang selama ini tidak bisa dikendalikan dan menyebabkan kesenjangan antara wilayah Jawa Barat dengan wilayah lain.
Dampak Negatif Pembangunan Vila Terhadap Lingkungan Pembangunan menimbulkan suatu dampak, baik terhadap makhluk hidup maupun terhadap lingkungan. Dampak terhadap lingkungan antara lain : 1)
terjadinya bencana banjir,
2)
kekeringan,
3)
erosi tanah, pencemaran lingkungan,
4)
punah nya beberapa jenis tumbuhan dan hewan. Pembangunan tersebut erat kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan. Apabila terjadi perubahan
penggunaan lahan, misalnya di daerah hulu/atas berupa hutan lindung digunakan untuk permukiman atau perumahan sedangkan daerah hilir digunakan untuk industry dan permukiman, maka akan berdampak besar untuk daerah itu sendiri maupun daerah di bawahnya. Terjadi erosi atau longsor di bagian atas/hulu karena terjadi penggundulan hutan yang dialihfungsikan untuk perumahan. Selain itu karena terjadi perubahan penggunaan lahan, juga terjadi kerusakan suatu ekosistem yang menyebabkan habitat tanaman atau binatang rusak. Hal tersebut sangat berdampak kepada beberapa tumbuhan atau hewan yang punya karakter khusus, yaitu hanya dapat bertahan hidup pada daerah dengan keadaan tertentu. Dibagian hilir dapat terjadi banjir karena di bagian hulu telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan lindung menjadi permukiman, sehingga daerah diatas akan mengirimkan limpasan sedangkan daerah hilir. Karena daerah hilir juga mengalami perubahan penggunaan lahan, dari kebun menjadi industry maupun permukiman untuk kegiatan ekonomi, sehingga
daerah
resapan
air
semakin
sedikit.
Potensi
banjir
juga
semakin
besar.
Kekeringan juga mungkin dapat terjadi akibat pembangunan, dengan penggunaan air tanah yang berlebihan karena pembangunan besar-besaran maka persediaan air tanah semakin sedikit, sementara air hujan yang masuk kedalam tanah lebih lambat dari air yang digunakan/ dipompa.
Dampak Positif Dan Negatif Dampak Negatif :
a. Lahan terbuka berubah menjadi lahan tertutup. b.
Area resapan air menjadi berkurang.
c. Lahan pertanian berkurang. Dampak Positif : a. Daerah tadinya sepi jadi ramai. b. Pajak Bumi dan Bangunan jad itinggi. c. Harga tanah menjadi tinggi. d. Lahan menjadi Areal yang tertata rapi. e. Terbuka lapangan kerja baru bagi penduduk asli. f. Terbentuknya sarana dan prasarana baru. g. Terbentuk Jaringan Transportasi Baru
Dampak Nilai Ekonomi Pembangunan vila di dapat mengurangi daerah resapan air. Karakteristik wilayah berbeda-beda, sehingga
permasalahan yang dihadapinya pun berbeda pula. daerah bagian hulu memiliki karakteristik yang berbukitbukit dengan kelas lereng yang curam dan didukung oleh jenis tanah andosol dan latosol, di mana jenis tanah ini tergolong pada kelas kesuburan sedang sampai tinggi. Di samping itu wilayah ini termasuk pada daerah pegunungan dengan suhu yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi, sehingga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lahannya menjadi areal pertanian Sedangkan pemanfaatan lahan untuk pertanian membutuhkan pengelolaan tanah yang intensif, alhasil lahan di bagian hulu merupakan areal tanaman semusim dengan pengelolaan intensif. Tanah yang diolah secara intensif dan sedikit upaya konservasi tanahnya (bedengan tegak lurus garis kontur) akan mempermudah penghancuran oleh air hujan, apalagi jenis tanah tersebut adalah tergolong peka terhadap erosi, alhasil ketika hujan turun maka hancuran tanah tersebut akan terbawa oleh air hujan menuju daerah yang lebih rendah atau lebih dikenal terjadi peristiwa erosi. Selain mengendap pada daerah cekungan, tanah yang tererosi ini akan terbawa masuk ke dalam aliran sungai atau lebih dikenal dengan istilah sedimentasi. Beban endapan sedimentasi ini terbawa oleh aliran sungai menuju daerah hilir, dan inilah penyebab keruhnya/ air sungai berubah warna menjadi cokelat. Dampak negatif dari peristiwa erosi dan sedimentasi diterima bukan hanya bagian hilir saja, akan tetapi bagian hulu juga. Pada bagian hulu, erosi mengakibatkan hilangnya lapisan tanah bagian atas (topsoil) yang tergolong subur, sehingga berdampak pada menurunnya kualitas tanah. Efek sampingnya adalah petani harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk mengembalikan kesuburan tanah tersebut dan berpotensi menjadi lahan kritis.
Sementara itu, pada daerah hilir, erosi dan sedimentasi mengakibatkan terjadinya pendangkalan sungai (mengurangi kapasitas sungai atau pun waduk, mendorong terbentuknya delta), menurunnya kualitas air
(tingkat kekeruhan, TDS, kadar COD dan BOD, dll) sehingga mengganggu ekosistem sungai/perairan lainnya dan menghambat pemanfaatan air sungai oleh masyarakat. Namun perlu diketahui bahwa penurunan kualitas air tanah juga dikarenakan oleh manusia. Berbagai macam tindakan manusia yang mengakibatkan perubahan kimiawi air tanah dapat berasal dari berbagai sumber kegiatan. Perubahan kimiawi air tanah dapat mengarah kepada penurunan kualitas air tanah, atau pada tingkat yang lebih berat lagi yaitu pencemaran air tanah. Hal ini menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, dan biologi air tanah tersebut. Sumber penurunan kualitas air tanah tidak terbatas jumlah dan macamnya, namun yang diperkirakan merupakan sumber dan penyebab utama dari penurunan ini adalah dampak penggunaan air. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengelolaan adalah aspek social ekonomi dan kelembagaan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting dan fungsi dari sungai, sehingga upaya untuk menjaga kelestarian sungai dan hutan sebagai tempat resapan air tersebut sangat kurang. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang membuang sampah (limbah rumah tangga dan industri) ke saluran sungai, pengerukan pasir dan batu/kerikil dari dalam sungai, pemanfaatan lahan di kanan-kiri sungai untuk upaya pertanian intensif, penebangan pohon untuk di jadikan perumahan atau vila-vila. Padahal menurut PP No. 32 tahun 1992 disebutkan bahwa kawasan penyangga (50-100 m kanan-kiri sungai, 100 m sekeliling mata air, dua kali kedalaman jurang, 200 m kanan-kiri jalan) harus ditanami pohon (bervegetasi pohon). Selain itu, kurangnya kesadaran dan salahnya persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT), yang didukung oleh kelembagaan yang menangani kegiatan RLKT belum sepenuhnya berhasil dan bersungguh-sungguh.
Tidak adanya persamaan persepsi antar pengguna
kepentingan (stakeholder) Tumpang tindihnya tugas dan wewenang serta saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab atas pengelolaan tersebut. Sebagai contoh, peristiwa banjir Jakarta yang sudah menjadi langganan tahunan, satu pihak menyalahkan wilayah hulu (Bogor) yang dianggap telah rusak, telah beralihfungsi tata ruang wilayahnya serta pengelolaannya yang tidak baik. Berubahnya kawasan Puncak pun dipicu dari kontribusi masyarakat di wilayah perkotaan (Jakarta dan sekitarnya).
Dampak Terhadap Kesehatan Dampak pembanguna vila tidak terlalu berarti terhadap kesehatan , karena dampak yang di timbulkan oleh pembangunan vila lebih berpengaruh terhadap alam/ lingkungan yang menimbulkan erosi yang mengakibatkan tanah longsor, tertutupnya daerah resapan air yang mengakibatkan kekeringan dan banjir, dari dampak tersebut juka terjadi longsor maka dampak nya terhadap manusia/warga di sekitar kaki gunung/bukit adalah terimpa tanah longsor tersebut, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Dan jika terjadi banjir maka dampak yang terjadi pada kesehatan adalah banyaknya warga yang terkena banjir tersebut mengalami penyakit kulit seperti gatal-gatal dan diare .
CONTOH PEMBANGUNAN YANG SESUAI DENGAN AMDAL PEMBANGUNAN jalan layang non tol (JLNT) Antasari-Blok M terus berlanjut. Kali ini, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI berhasil menyelesaikan evaluasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) jalan layang. Rencananya, hasil evaluasi tersebut segera diserahkan kepada Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. Kepala Bidang Jembatan Dinas PU DKI Novizal mengaku, hasil laboratorium evaluasi Amdal sudah dapat diserahkan kepada BPLHD pada pekan ini juga. Evaluasi sendiri telah dilakukan sejak awal April lalu. Namun, untuk mengetahui hasilnya membutuhkan proses yang panjang, karena harus diteliti di
laboratorium. “Evaluasi amdal tiap tiga bulan sudah diselesaikan. Saya sudah lihat hasilnya, tinggal kami kirim ke BPLHD,” ujar Novizal, Selasa (17/5). Sayangnya lanjut Novizal, dirinya belum mengetahui hasil pasti evaluasi amdal tersebut. Sebab hasilnya dalam bentuk laporan laboratorium. “Saya belum bisa membaca hasilnya. Ada tiga poin. Sedang dibuat laporannya untuk diserahkan,” katanya. Ia menjelaskan, hasil evaluasi ini melalui proses yang panjang, sehingga hasil evaluasinya pun baru bisa diserahkan pekan ini. “Ternyata itu harus melalui tes di laboratorium. Jadi, agak lama, harus ditunggu,” tuturnya. Namun, Novizal menerangkan, parameter amdal yang diteliti yaitu, kebisingan atau suara, kualitas udara, kualitas air tanah, dan kemacetan lalu lintas. Mengenai kebisingan, Dinas PU DKI Jakarta memberikan batas tingkat kebisingan bagi kontraktor pelaksana karena pembangunan pondasi tiang pancang justru dilakukan pada malam hari. Sehingga dengan demikian, diharapkan tidak mengganggu warga yang tinggal di sekitar proyek pembangunan. Saat ini, ditambahkan Novizal, evaluasi amdal untuk tiga bulan berikutnya sudah mulai dilakukan. Bahkan, dirinya optimistis akan ada perubahan yang lebih baik pada dokumen amdal tiga bulan berikutnya. Evaluasi terhadap amdal ini, sesuai dengan PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Dengan demikian, Dinas PU DKI Jakarta dan kontraktor harus menyerahkan amdal proyek pembangunan setiap tiga bulan pelaksanaan.
TUGAS IPA
NAMA : CAROLLINE DEFINE KELAS : 12 ADMINISTRASI PERKANTORAN