Seminar Kasus Anak Fix.docx

  • Uploaded by: irene
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Seminar Kasus Anak Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,955
  • Pages: 53
PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. R DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RUANG ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Oleh : Riantika Ervina, S.Kep Suci Meilisya, S.Kep Irene Pradita, S.Kep Mergana Satwika Arini, S.Kep Zilla Hanifia, S.Kep Annisa, S. Kep

PRAKTEK PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2019

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan balita hampir diseluruh dunia. Bila penyakit ini tidak segera ditangani, dapat menyebabkan beberapa komplikasi bahkan kematian (WHO, 2008). Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukosa purulen untuk membentuk bercak konsolidasi pada lobus-lobus yang berbeda didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis (Wong, 2008). Menurut WHO (2008), insidens pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah sakit. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total insidens pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari 2 setengahnya terdapat di 6 negara, mencakup 44% populasi anak-balita di dunia. Berdasarkan Kemenkes (2009), jumlah pneumonia pada balita masih tetap tinggi. Pneumonia pada balita bila tidak ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat menghambat upaya mencapai target MDGs menurunkan angka kematian pada bayi dan anak. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita dengan perbaikan gizi dan imunisasi dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia. Penemuan kasus pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 499.259 kasus.

Berdasarkan data diatas penulis tertarik dalam membuat laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi “R” Usia 5 Bulan dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak lantai 3 RSUP Dr.M.Djamil Padang 2019.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yaitu Bagaimana penatalaksaanaan Asuhan Kepererawatan pada bayi “R” usia 5 Bulan dengan bronkopneumonia di ruang anak lantai 3 kronik RSUP.Dr.M.Djamil Padang ?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penatalaksaanaan asuhan kebidanan pada bayi “R” usia 5 Bulan dengan bronkopneumonia di ruang anak lantai 3 RSUP. Dr. M. Djamil Padang. 2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan definisi bronchopneumonia. b. Menjelaskan etiologi bronchopneumonia. c. Mendeskripsikan fisiologi bronchopneumonia. d. Menjelaskan fatofisiologi bronchopneumonia. e. Menjelaskan macam-macam komplikasi bronchopneumonia. f. Menjelaskan manifestasi klinis dari bronchopneumonia. g. Menjelaskan

macam-macam

pemeriksaan

penunjang

bronchopneumonia. h. Menjelaskan cara penatalaksanaan bronchopneumonia. i. Melaksanakan

penatalaksanaan

bronchopneumonia.

asuhan

keperawatan

pada

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.

Anatomi Fisiologi Organ Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran bagian atas, bagian bawah dan paru. 1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari nafas anterior yang memuat kelenjar sebaseus dengan di tutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung.rongga hidung yang di lapisi selaput lendir yang mngandung pembuluh darah.proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung.kemudian dihangatkan sementara di lembabkan (Sandra M. Nettina, 2005). Faring, laring, merupakan pipa yang memiliki otot memanjang dari dasar tengkorak sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring di belakang mulut dan di belakang faring. Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terjadi dari atas bagian dari tulang rawan yang di ikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas 2 lapisan yang bersambung di garis tengah Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring pada saat proses makanan. 2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari Trakea sebagai batang tengkorak,memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketingian vertebrata torakalis kelima. Bronkus merupakan bentuk percabaan/kelanjutan dari trachea yang terdari atas percabangan kanan dan kiri. Bronchiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus. 3. Paru Merupakan organ utama dalam sistem pernafasan.paru terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai tulang diafragma.

B.

Definisi Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009). Bronkopneumonia adalah merupakan peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008). Bronkopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2005) Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2008). Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

C.

Etiologi Secara

umun

individu

yang

terserang

bronchopneumonia

diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2005) antara lain:

1. Bakteri seperti Streptococcus, Staphylococcus,

H. Influenzae,

Klebsiella. 2. Virus seperti Legionella pneumonia 3. Jamur seperti Aspergillus spesies, Candida albicans 4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paruparu 5. Terjadi karena kongesti paru yang lama. Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma (Smeltzer & Suzanne C, 2004 dan Sandra M. Nettina, 2005). D.

Patofiologi Bakteri, virus atau jamur masuk ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan secara percikan (droplet). 1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama) Kapiler melebar dan kongesti, serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan florin, leukosit, neutrofil dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. 3. Stadium hepatisi kelabu (3-8 hari) Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fotositosis pneumococcus. 4. Stadium resolusi (4-11 hari) Eksudat berkurang dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).

E. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut, mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti atelektosis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti meningitis, komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005).

F. Manifestasi Klinis Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula– mula kering dan kemudian menjadi produktif. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak

ditemukan

kelainan

dan

pada

auskultasi mungkin

hanya

terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009). Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009). Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina, 2005).

G.

Pemeriksaan Penunjang Untuk dapat menegakkan diagnosa dapat digunakan cara sebagai berikut.

1. Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan darah Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil) (Sandra M. Nettina, 2005). b) Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. c) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa (Sandra M. Nettina, 2005). d) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia e) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba (Sandra M. Nettina, 2005). 2. Pemeriksaan Radiologi a) Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. b) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2005).

H.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Menurut (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009) adalah sebagai berikut. a) Terapi 1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi

yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik. 2. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukusa 5 % dan Nacl 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus. 3. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri. 4. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas. 5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus. 6. Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai terapi yang melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas yang diinspirasi. Terapi ini terutama mencangkup peningkatan konsentrasi oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi oksigen), peningkatan uap air yang terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi), penambah partikel udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan (ventilasi buatan, tekanan jalan nafas positif) (Wong, 2008). Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratori (IDAI, 2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan obat cair yang mengandung larutan dalam udara (Ringel Edward, 2012).

I.

Asuhan Keperawatan Pengkajian 1. Fokus Pengkajian Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami bronkopneumonia. 2.

Keluhan Utama Sesak nafas

3.

Riwayat Penyakit a) Pneumonia Virus: didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri. b) Pneumonia Stafilokokus (bakteri): didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.

4.

Riwayat Kesehatan Dahulu Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap

panjang

dan

lama

yang

disertai

wheezing

(pada

Bronchopneumonia).

Pengkajian Pola Fungsional Gordon 1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang perlu ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap kesehatan, penggunaan fasilitas kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti penggunaan atau pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan sebagainya. Pasien dengan asma bronchial menganggap penyakit yang dialaminya diakibatkan pola hidup yang tidak sehat. Pasien dengan riwayat asma brobkhial biasanya mencari pertolongan setelah kondisi

penyakitnya

parah

dan

tidak

mampu

lagi

ditolong

dengan

menggunakan inhaler. 2. Pola nutrisi dan metabolik Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet khusus atau suplemen yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah makan atau jumlah minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/ turun, adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat masalah/ penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya, dll. Terkadang pasien dengan asma bronkial pada saat dirawat mengalami perubahan pola makan. Biasanya, selama sakit pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi/metaboliknya karena klien mengalami penurunan nafsu makan diakibatkan produksi sputum, mengalami mual-muntah, sehingga klien mengalami penurunan berat badan. 3. Pola eliminasi Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari, ada/ tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang di alami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi, hematuri, retensi, inkontinensia, apakah menggunakan kateter indwelling atau kateter eksternal, dll. Pasien yang kurang mengkonsumsi makanan berserat biasanya akan mengalami konstipasi dan pasien asma yang mengalami penurunan kesadaran biasanya akan menggunakan kateter untuk membantu proses eliminasi urin. 4. Pola aktivitas dan latihan Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll. Pasien dengan asma biasanya aktivitasnya akan terganggu karena sesak nafas yang dialami dan nyeri yang dialami, biasanya

pasien akan mengeluh sesak nafas setelah melakukan aktifitas fisik yang agak berat. 5. Kognitif dan perseptual Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif. Pasien dengan asma biasanya tidak memiliki masalah dengan pola kognitif kecuali bila pasien mengalami penurunan kesadaran. Untuk pola perseptual, biasanya pasien akan mengalami ansietas yang lebih tinggi disebabkan kondisi tubuhnya yang rentan terhadap kekambuhan asma. 6. Pola istirahat dan tidur Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada malam hari, pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur, masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk saat tidur. Pada pasien dengan asma bronkial biasanya akan memiliki masalah dengan pola tidur, nafas yang sesak, batuk, dan adanya rasa ketidaknyamanan akan mengganggu pola tidur pasien. 7. Persepsi diri dan konsep diri Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri dan identitas tentang dirinya. Pasien dengan asma bronchial biasanya mengalami kecemasan jika tiba-tiba asmanya kambuh dan akan mempengaruhi klien dalam berperan dalam keluarga atau masyarakat. 8. Pola peran dan hubungan Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga serta masyarakat, kegiatan sosial yang dilakukan, dan gangguan

terhadap peran yang dilakukan. Saat asma kambuh biasanya pasien akan mengalami gangguan terhadap peran yang dilakukan, status pekerjaan, dan hubungan dengan masyarakat. 9. Pola seksualitas/ reproduksi Meliputi kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien dengan seksualitas, tahap dan pola reproduksi, serta masalah seksual yang berhubungan dengan penyakiti. Jika pasien perempuan dapat ditanyakan mengenai tanggal menstruasi, masalah yang terjadi pada menstuasi, ada/ tidaknya sadari, dll. Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah biasanya akan mengalami perubahan. 10. Pola koping dan toleransi stress Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif. 12. Pola keyakinan dan nilai Nilai dan keyakinan yang perlu ditanyakan adalah agama apa dan pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan kondisi sakit yang akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

Pemeriksaan fisik 1) Kesadaran/ keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apatis, delirium, somnolent, sopor, dan koma.

2) Tanda-tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernapasan), dan suhu tubuh. 3) Pemeriksaan head to toe a) Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya simetris atau tidak, ada/ tidaknya pembengkakan, warna rambut, distribusi rambut, kebersihan kulit kepala, dan ada/ tidaknya lesi. b) Mata : Dapat dinilai apakah mata kliensimetris/ tidak, palpebrae, alis, bulu mata, konjungtiva, sclera, pupil, reflek terhadap cahaya, dan ada/ tidaknya penggunaan alat bantu penglihatan. c) Hidung : Ada atau tidaknya polip dan nyeri tekan, pernapasan cuping hidung, hidung simetris atau tidak, ada/ tidaknya sumbatan pada hidung, terpasang oksigen atau tidak. d) Telinga : Penilaian meliputi kebersihan liang telinga, ketajaman pendengaran, nyeri tekan, bentuk daun telinga, dan kesimetrisan. e) Mulut : Ada/ tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), ada/ tidaknya stomatitis, mukosa bibir, kebersihan gigi, gusi, ada/ tidaknya tanda peradangan, kebersihan lidah, dan warna bibir. f)

Leher : Ada/ tidaknya kaku kuduk, ada/ tidaknya massa di leher, ada/ tidaknya nyeri saat menelan, ada/ tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.

g) Thorak Pengkajian khusus paru : 1) Inspeksi Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit, perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan

transversal pada bayi 1 : 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada kondisi tertentu :  Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal sempit, anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum menonjol ke depan. Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kiposkoliosis berat.  Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior posterior menyempit, transversal melebar. Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan

jantung

dan

pembuluh

darah

besar,

yang

mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.  Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis. Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.  Kiposkoliosis : terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thoraks. Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:  Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada posisi duduk.  Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi yang lainnya.  Tindakan dilakukan dari atas(apex) sampai ke bawah.  Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kiposis, skoliosis, dan lordosis.

 Catat

jumlah,

irama,

kedalaman

pernapasan,

dan

kesimetrisan pergerakan dada.  Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.  Sifat pernapasan : pernapasan perut atau dada  Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat  Ekspansi paru simetris ataukah tidak  Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam (pernapasan kussmaul)  Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak teratur diselingi periode apnea  Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi periode apnea. 2) Palpasi Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya nyeri tekan, masa, kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan atau jari sehingga dapat merasakan getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan “tujuh-tujuh” secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut : vocal fremetus. Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri, kanan depan,

belakang)

umumnya

pemeriksaan

ini

bersifat

membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar. Adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebih bergetar, adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti pneumonia, keganasan pada pleural effusion atau pneumathorak akan terasa kurang bergetar.

3) Perkusi Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang

ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi dinding thorak bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru, serta suara jantung maupun paru. Suara paru normal yang didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor, seperti dug, dugm dug, redup atau kurang resonan suara perkusi terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadinya konsolidasi paru seperti pneumonia, pekak atau datar terjadi seperti pada kasus adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung. Hiperesonan/ tympani suara perkusi pada daerah berongga

terdapat

banyak

udara

seperti

lambung,

pneumothorax dan coverna paru terdengar dang, dang, dang.  Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6  Batas atas kiri jantung ICS 2-3  Batas atas kanan jantung :ICS 2 linea sternalis kanan  Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5 kiri. Suara perkusi normal:  Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah, dihasilkan pada jaringan paru normal.  Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.  Timphany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara. Suara perkusi abnormal :  Hipperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara .  Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar oleh perkusi daerah paha, dimana area seluruhnya berisi jaringan. 4) Auskultasi Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding thorax menggunakan stetoskope secara sistematik dari atas ke

bawah dan membandingkan kiri maupun kanan suara yang didengar adalah : Suara napas :  Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang normal, bersifat halus, nada rendah. Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi , ekspirasi terdengar seperti tiupan.  Brancho vesikuler: terdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Merupakan gabungan dari suara napas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.  Brochial : terdengar di daerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi. Sering disebut juga dengan “tubular sound” karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut, fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diatara dua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

Suara tambahan : Pada pernapasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika ditemukan suara tambahan indikasi ada kelainan,adapun suara tambahan adalah :  Rales/Krakles : bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket saat saluran halus pernapasan mengembang dan tidak hilang,

minta pasien batuk, sering ditemui pada pasien

dengan peradangan paru seperti TBC maupun pneumonia. Setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.  Ronchi : bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar

baik

inspirasi

maupun

ekspirasi

akibat

terkumpulnya secret dalam trachea atau bronchus sering ditemui pada pasien oedema paru, bronchitis. Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengan perlahan,

nyaring,

suara

mengorok

terus-menerus.

Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.  Wheezing : bunyi terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan pada fase ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada celah yang sempit seperti oedema pada brochus, asma. Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara

nyaring,

musical,

suara

terus

menerus

yang

berhubungan dengan aliran udara dengan melalui jalan napas yang menyempit.  Pleural Friction Rub : suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura yang meradang, bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi, suara seperti gosokan amplas. Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernapas dalam.  Vocal resonansi : pemeriksaan mendengarkan dengan stethoscope secara sistematik disemua lapang paru, membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang.

 Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas sama antara kanan dan kiri.  Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras dibandingkan sisi yang lain umumnya akibat adanya konsolidasi.  Pectorilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas biasanya pada pasien effusion atau atelektasis.  Egopony : suara terdengar bergema seperti hidung tersumbat. Paru-paru : Secara umum ditanyakan bentuk dada, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/ tidaknya vocal fremitus, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusi baik itu hipersonor, sonor, timpani dan sebagainya, adanya suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi ronchi basah/ ronchi kering, wheezing, dan sebagainya. Jantung : Pada pemeriksaan jantung yang diperiksa saat inspeksi adalah apakah ictus cordis tampak/ tidak, saat palpasi diraba apakah ictus teraba/ tidak, saat diperkusi apakah batas jantung jelas/ tidak, suara jantung saat perkusi, dan bunyi/ irama jantung. h) Abdomen : Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk abdomen, dinding abdomen,

ada/

tidaknya

ketegangan

dinding

abdomen, ada/ tidaknya nyeri tekan abdomen, dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, dan organ lainnya apakah ada perbesaran/ tidak, saat perkusi ditentukan batas organ dan bunyi perkusi, bising usus normal/ tidak dan berapa frekuensinya. i)

Genetalia : Apakah terpasang kateter/ tidak dan dilihat kebersihannya.

j) Kulit : Meliputi warna kulit (pigmentasi, sianosis, icterus, pucat,eritema, dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit, dan ada/ tidaknya oedema. k) Ekstremitas : Diperiksa rentang gerak dan kekuatan otot pasien, keseimbangan dan gaya berjalan, apakah terpasang infus/ tidak, dan apakah ada oedema/ tidak, dan apakah ada lesi/ tidak, CRT < 2 detik.

Diagnosa Keperawatan 1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan

inflamasitrakeobronkial, peningkatan produksi sputum. 2.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

3.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari.

No. 1.

Diagnosa

NOC

NIC

Bersihan jalan nafas tidak efektif 1. Respiratory status : Ventilation

Airway suction

berhubungan

1. Auskultasi suara nafas

dengan 2. Respiratory status : Airway patency

inflamasitrakeobronkial, peningkatan 3. Aspiration Control Kriteria Hasil :

produksi sputum. Defenisi : Ketidakmampuan



Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

membersihkan sekret atau obstruksi jalan

2. Berikan O2 sesuai kebutuhan 3. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan 4. Monitor status oksigen pasien

sianosis dan dyspneu (mampu

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten Batasan karakteristik :

mengeluarkan sputum, mampu

Airway Management

bernafas dengan mudah, tidak ada

1. Posisikan pasien untuk

pursed lips).

memaksimalkan ventilasi



Batuk tidak efektif



Tidak mampu batuk

(klien tidak merasa tercekik, irama

pemasangan alat jalan nafas buatan



Sputum berlebih

nafas, frekuensi pernafasan dalam

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu



Mengi, wheezing dan ronkhi

rentang normal, tidak ada suara nafas

4. Keluarkan sekret dengan batuk atau

kering

abnormal)



Dispnea



Sulit bicara



Menunjukkan jalan nafas yang paten

2. Identifikasi pasien perlunya

suction 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

2.



Ortopnea





Gelisah

mencegah factor yang dapat



Sianosis

menghambat jalan nafas



Bunyi napas menurun



Frekuensi nafas berubah



Pola nafas berubah

Mampu mengidentifikasikan dan

6. Berikan bronkodilator bila perlu 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 8. Monitor respirasi dan status O2

Ketidakseimbangan nutrisi kurang

Nutritional Status :

dari kebutuhan tubuh berhubungan

Food and Fluid Intake

1. Kaji adanya alergi makanan

dengan intake inadekuat, peningkatan

Kriteria Hasil :

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

metabolisme



Defenisi : asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan



metabolisme Batasan karakteristik : 

Adanya peningkatan berat badan

menentukan jumlah kalori dan

sesuai dengan tujuan

nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan



Berat badan menurun minimal

Nutrition Management

Mampu mengidentifikasi kebutuhan

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk

nutrisi

meningkatkan protein dan vitamin C

10% dibawah rentang ideal



Tidak ada tanda tanda malnutrisi



Cepat kenyang setelah makan



Tidak terjadi penurunan berat badan



Kram/nyeri abdomen

yang berarti

5. Berikan substansi gula



Nafsu makan menurun



Bising usus hiperaktif

mengandung tinggi serat untuk



Otot pengunyah lemah

mencegah konstipasi



Otot menelan lemah



Membran mukosa pucat

(sudah dikonsultasikan dengan ahli



Sariawan

gizi)



Serum albumin turun



Rambut rontok berlebihan



diare

6. Yakinkan diet yang dimakan

7. Berikan makanan yang terpilih

8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang

biasa dilakukan 4. Monitor lingkungan selama makan 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 6. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 7. Monitor turgor kulit Intoleran aktivitas b/d 1. Energy conservation ketidakseimbangan antara suplai dan 2. Self Care : ADLs kebutuhan oksigen Indikator  Berpartisipasi dalam aktivitas Definisi : Ketidakcukupan energi fisik tanpa disertai psikologis atau fisiologis untuk peningkatan tekanan darah, melanjutkan atau menyelesaikan nadi dan RR  Mampu melakukan aktivitas aktifitas kehidupan sehari-hari yang sehari hari (ADLs) secara harus atau yang ingin dilakukan. mandiri Batasan Karakteristik :

Activity Therapy 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang

       

Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia Ketidaknyamanan setelah beraktivitas Dipsnea setelah beraktivitas Menyatakan merasa letih Menyatakan merasa lemah

diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

Energy Management 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

BAB III LAPORAN KASUS

Nama Kelompok

Tanggal Pengkajian

: 4 Maret 2019

No. Tempat Praktek : Ruang Anak RSUP.

Tanggal Masuk RS

: 1 Maret 2019

Dr. M. Djamil Padang

No. RM

: 01.02.98.82

I.

: I’18

IDENTITAS DATA

Nama Anak

: By. R

Nama Ibu

: Ny. R

BB/TB

: 5.200 gr/ 62 cm

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tanggal Lahir/Usia : 13-10-18/ 5 bulan

Pendidikan

: D2

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan Anak

:-

Alamat

: Pariaman

Anak ke

:3

Diagnosa Medis

: Bronkopneumonia & Post Colostomi

II. KELUHAN UTAMA (ALASAN MASUK RUMAH SAKIT) Klien dibawa oleh orang tua ke poliklinik tanggal 1 Maret 2019 pukul 15.05 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh posisi, aktivitas dan suhu. Sesak disertai batuk dan tidak menciut.

III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN a. Prenatal : Saat awal kehamilan Ibu klien merasakan mual muntah selama 2 bulan kehamilan, Ny. R selalu memeriksakan kesehatan janinnya ke bidan. Ny. R melakukan kunjungan pada saat usia kandungan 3 bulan, 7 bulan dan 9 bulan. Penambahan BB selama hamil ± 10 kg. Saat kehamilan Ny. R tidak ada riwayat jatuh. Nutrisi selama kehamilan cukup, Ibu selalu memakan makanan 4 sehat 5 sempurna.

b. Intranatal :

Ny.R melahirkan di bidan pervaginam dengan BB An. R 3500 gram dan Panjang Badan 52 cm. Usia kehamilan cukup bulan. Air Ketuban jernih. Lama persalinan ± 10 jam. c. Postnatal : Ny. R mengatakan tidak mengalami perdarahan yang banyak setelah melahirkan.Ny. R tidak ingat jumlah darahnya.

IV. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU a. Penyakit yang diderita sebelumnya: By. R telah dikenal menderita atresia ani sejak lahir dan telah dilakukan kolostomi saat usia 2 hari. Anak direncanakan operasi pembuatan lubang usus. By. R juga dikenal menderita Patent Ductus arterious (PDA) sejak usia 11 hari. b. Pernah dirawat di RS: Klien pernah dirawat sebelumnya untuk mendapat tindakan kolostomi. c. Obat-obatan yang pernah digunakan: Tidak ada pengobatan sebelumnya d. Alergi: Keluarga mengatakan klien tidak ada alergi obat,cuaca dll e. Kecelakaan: tidak ada riwayat kecelakaan f. Riwayat Imunisasi: By. R telah mendapatkan 2 jenis imunisasi yaitu BCG dan Polio pada usia 2 bulan.

V. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG Klien masuk IGD RSUP M.Djamil padang pada tanggal 13 Oktober 2018 merupakan rujukan dari RSUD Pariaman dengan keluhan klien baru lahir dengan tidak mempunyai anus atau dikenal dengan atresia ani. Klien telah dilakukan tindakan pemasangan long line tanggal 14 Oktober 2018 dan dilakukan tindakan pembuatan kolostomi. Setelah itu klien juga post thoracotomy, anastomaris esofagus, thoracotomy tube dan dirawat di ruang NICU. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 Maret 2019, klien tampak gelisah dan menangis terus. Ibu klien mengatakan klien demam T: 38˚C. Klien tampak sesak

dengan RR: 45x/i N:120 x/i. Klien batuk berdahak dan terdengar bunyi ronkhi saat auskultasi. Klien tampak pada posisi tidur miring ke kanan, 2 hari sebelumnya klien mendapat suction berkala dan saat ini saction masih standby. Masih terdengar penumpukan lendir dijalan nafas. Tampak kolostomi pada abdomen klien. Klien terpasang NGT, IVFD KaEn B1 410 cc 16 tts/menit dengan tetesan mikro, dan O2 2L/menit.

VI. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Genogram

Keterangan :

= perempuan

= laki-laki = Klien = Klien

X = meninggal

VII. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

= satu rumah

a. Kemandirian dan Bergaul : Klien tampak tersenyum spontan b. Motorik Kasar : Klien bisa mengangkat kepala. c. Motorik Halus : Klien bisa menggembang barang yang ada disekitarnya. Pandangan tidak fokus pada pemeriksa.

d. Kognitif dan Bahasa : Klien sudah bisa berteriak menangis kuat, e. Psikososial : Klien tampak tenang dan dekat dengan ibu nya, pada umur 2 bulan klien mempercayai pengasuh nya yaitu ibunya. f. Lain-lain : -

VIII. RIWAYAT SOSIAL a. Yang mengasuh Klien: Klien diasuh oleh ibu klien setiap harinya, namun kadang-kadang klien diasuh oleh neneknya. b. Hubungan dengan Anggota Keluarga: Sangat dekat dan berhubungan baik, tampak keluarga lainnya datang kerumah sakit untuk menjenguk klien dan ganti berganti menjaga klien. c. Hubungan dengan Teman Sebaya: d. Pembawaan secara Umum: Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien tampak riang, tertawa senang mengoceh, namun saat sakit klien tampak diam tidak rewel e. Lingkungan Rumah : Rumah permanen, perkarangan sedang, air untuk minum dari sumur, toilet ada di dalam rumah, sampah dibakar

IX. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan Umum

: Sedang

b. TB/BB

: 5.200 gr/ 62 cm

c. Kepala -

Lingkar Kepala

: 23 cm normochepal

-

Rambut

Kebersihan

: Bersih

Warna

: hitam kecoklatan

Tekstur

: halus

Distribusi Rambut

: terdistribusi normal

Kuat/Mudah Tercabut

: kuat tidak mudah dicabut

d. Mata

: Simetris

-

Sklera

: tidak ikterik

-

Konjunctiva

: tidak anemis

-

Palpebra

: normal

-

Pupil

Ukuran

: 3 mm/3 mm

Bentuk

: bulat

Reaksi Cahaya

: +/+

e. Telinga

: Simetris ada lanugo

-

Serumen

: Bersih

-

Pendengaran

: normal tidak ada gangguan

f. Hidung

: Simetris

-

Septum

: tidak ada

-

Sekret

: tidak ada

-

Polip

: tidak ada

g. Mulut -

Kebersihan

: bersih

-

Warna Bibir

: pink

-

Kelembapan

: lembab

-

Gigi

: belum tumbuh

h. Leher -

-

Kelenjar Getah

: tidak ada pembesaran

Bening

: tidak ada pembesaran

Kelenjar Tiroid

: teraba

i. Dada -

Inspeksi

: simetris, bentuk dada normal tidak ada retraksi dinding dada

-

Palpasi

: simetris ki/ka

j. Jantung -

Inspeksi

: tidak ada pembesaran jantung

-

Palpasi

: ictus cordis teraba pada LMCS RIC 4

-

Auskultasi

: terdengar normal BJ I dan II

k. Paru-Paru -

Inspeksi

: Simetris ki/ka, retraksi (+) epigastrium. : fremitus vokal teraba

-

Palpasi

pada saat bayi menangis : sonor

-

Perkusi

: vesikuler, terdapat

-

Auskultasi

suara nafas tambahan rongkhi halus nyaring di kuadran lapang paru

l. Perut -

Inspeksi

: datar, terdapat kolostomi

-

Palpasi

: tidak terasa massa, dinding perut rileks

-

Perkusi

: timpani

-

Auskultasi

: suara peristaltik 24

m. Punggung

Bentuk : tidak ada lesi tidak ada kelainan bentuk tulang punggung

n. Ekstremitas -

Kekuatan dan Tonus Otot

-

Reflek-reflek

:222

222

222

222

Atas

: reflek palmar

graft (+), reflek tonic neck (+), reflek rooting (+), Bawah : refleks babinski (+) ki dan ka, reflek plantar graft (+) o. Genitalia

: Tidak ada kelainan

p. Kulit

X.

-

Warna

: Sawo matang

-

Turgor

: elastisitas

PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG a. DDST Menurut tugas perkembangan Denver klien normal, tidak perlambatan dalam tumbuh kembang. Orang tua mengatakan anaknya menoleh saat mendengar suara yang baru, anaknya juga dapat duduk sebentar tanpa bantuan, dan memasukan tangan ke mulutnya. b. Status Nutrisi Menurut Waterlow (1972) a. BB/U BB aktual

x 100 %

BB baku dalam umur =

5,2

x 100 %

14 = 37,1 % (Malnutrisi berat)

XI. PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL (Erick H. al Erickson) Pada tahap psikologis umur 0- 3 bulan yaitu tahap TRUST- MISTRUST, klien tampak tenang ketika berada dalam dekapan ibunya.

XII. PEMERIKSAAN SPIRITUAL Ibu selalu membacakan ayat ayat pendek kepada klien.

XIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Diagnostik Ecocardiografi: Sinus solitus, small PDA, Left arest, Good LV- RV fenetrasi

Data Laboratorium Glukosa Sewaktu : 81 mg/dl (<200)

Terapi Medis

Ureem darah : 11 mg/dl (10,0-50,0)

Ampisilin 4x125 mg IV

Kreatinin darah : 0,4 mg/dl (0,8-1,3)

Gentamisin 2x 12 mg IV

Natrium : 133 Mmol/L (136-145)

Dexsametason 3x 0,5 mg IV

Kalium : 4,7 Mmol/L (3,5-5,1) Korida Serum : 103 Mmol/ L (97-111) Total Protein : 6,0 g/dl (6,6-8,7) Albumin : 3,9 g/dl (3,8-5,0) Globulin : 2,1 g/dl (1,3-2,7) Hb : 10,9 g/dl Leukosit : 10.500 /mm3 Trombosit : 505.000 /mm3 Ht : 34 %

XIV. KEBUTUHAN DASAR SEHARI-HARI No

Jenis Kebutuhan

Di Rumah/sebelum sakit

Di Rumah sakit

1

Makan dan

Minum asi setiap 2 jam

Minum asi setiap 2 jam

Pagi bangun setelah di

Banyak bangun 14 jam

minum

2

Tidur

mandikan tidur kembali, bangun dzuhur lalu bermain dan mengoceh sendiri , ashar tidur lagi sampai magrib = 18 jam 3

Mandi

Mandi pagi jam 9 dan sore

Mandi pagi jam 9

jam 4 4

Eliminasi

Menggunakan diapers ,

3-4 kali ganti dapers

mengganti diapers 5-6 x perhari 6

Bermain

Mengoceh tersenyum

Banyak diam, kadangkadang tersenyum

ANALISA DATA No. 1

Data Ds : 

Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Ibu klien mengatakan klien batuk dan tidak menciut



Ibu klien mengatakan ada lendir dijalan nafas



Ibu klien mengatakan klien sesak nafas tidak dipengaruhi posisi, aktifitas dan suhu.

Do : 

Klien tampak batuk dan ada lendir di jalan nafas



Klien sesak nafas RR 45 x/i



Klien tampak gelisah



Klien diberikan saction berkala



Klien terpasang O2 nasal kanul

Ds : 2



ibu klien mengatakan klien demam



ibu klien mengatakan klien susah tidur sering menangis dan terbangun

Hipertermi

Do : 

kesadara : Composmentis



TTV : RR: 45x/i, N: 120 x/i, T : 38,5˚C tampak kulit kemerahan

3



kulit teraba hangat T : 38,5 ˚C



CRT < 2 detik

Resiko Infeksi

DS: 

Ibu kien mengatakan klien demam

DO: 

Leukosit 11.600 /mm3 (5000-10.000)



Ttv Nadi : 120 x/i, T: 38,5˚C rr : 30 x/i



Klien terpasang infus dan terdapat plebitis pada tangan kanan

XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas, sekresi yang bertambah, adanya eksudat di alveolus. 2. Hipertermi b.d proses penyakit. 3. Resiko Infeksi b.d ketidak adekuatan pertahanan sekunder.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No

NANDA

NOC

NIC

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas, sekresi yang bertambah, adanya eksudat di alveolus

2

Hipertermi b.d proses penyakit



Airway Manajemen Respiratory status : ventilation  Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw  Respiratori status : thrust bila perlu patency  Posisikan pasien untuk  Aspiration control memaksimalkan ventilasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24  identifikasi pasien perlunya jam pasien menunjukkan pemasangan alat jalan nafas ketidak efektifan jalan buatan nafas dibuktikan dengan  lakukan fisioterapi dada kriteria hasil: jika diperlukan  Menunjukkan jalan  keluarkan sekret dengan nafas yang paten batuk atau saction (klien tidak merasa  auskultasi suara nafas, catat tercekik, irama adanya suara nafas nafas, frekuensi tambahan pernafasan dalam  monitor respiratori dan rentang normal, status O2 tidak ada suara Airway Suction nafas abnormal)  Pastikan kebutuhan oral/  Mampu trakeal sactioning mengidentifikasikan  Auskultasi suara nafas dan mencegah sebelum dan sesudah faktor penyebab suctioning  TTV dalam batas  Berikan O2 dengan normal menggunakan nasal untuk  Saturasi O2 dalam memfsilitasi suction batas normal nasotrakeal  Monitor status oksigen pasien Fever treatment  Thermoregulation Setelah dilakukan tindakan  Monitor suhu sesering keperawatan selama 1 x 24 jam mungkin hipertermi dapat diatasi dengan  Monitor IWL kriteria hasil :  Monitor warna dan suhu  Suhu tubuh dalam kulit rentang normal  Monitor tekanan darah,  Nadi dan RR dalam nadi dan RR rentang normal  Monitor penurunan tingkat kesadaran



Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

   

     

Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam Selimuti pasien Lakukan tapid sponge Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation  Monitor suhu minimal  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu  Monitor TD, nadi, dan RR  Monitor warna dan suhu kulit  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan





Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  Catat adanya fluktuasi tekanan darah  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas  Monitor kualitas dari nadi  Monitor frekuensi dan irama pernapasan  Monitor suara paru  Monitor pola pernapasan abnormal  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit  Monitor sianosis perifer  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 3

Resiko Infeksi b.d ketidak adekuatan pertahanan sekunder

 

Kontrol Infeksi Status imun  Bersihkan lingkungan Pengetahuan : kontrol dengan baik setelah infeksi digunakan untuk setiap  Kontrol resiko pasien Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan cuci tangan pada keperawatan selama 1 x 24 jam keluarga

resiko infeksi dapat diatasi dengan kriteria hasil:  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Mendeskripsikan proses penularan penyakit  Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi  Jumlah leukosit dalam batas normal

  

Tingkatkan intake nutrisi yang tepat Dorong intake cairan yang sesuai Berikan terapi antibiotik yang sesuai o Berikan imunisasi yang sesuai

CATATAN PERKEMBANGAN Hari/tanggal Diagnosa Senin/4 Bersihan jalan Maret 2019 nafas tidak efektif b.d peningkatan poduksi sputum

Hipertermi b.d proses penyakit

Implementasi  Mengukur tanda-tanda vital  Mengatur posisi pasien  Berkolaborasi pemberian terapi oksigen sesuai indikasi : 2 lpm  Memonitor aliran oksigen,  Memonitor tanda dan gejala hipoventilasi.

   

Selasa / 5Maret 2019

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan poduksi sputum

  

 

Evaluasi S : Ibu By. R mengatakan By.R masih tampak sesak dan tidak bisa mengeluarkan lendir O: By. R tampak sesak RR : 40x/i S : 38,5oC N : 120x/i Terpasang O2 2 lpm A: Bersihan jalan nafas tidak efektif P : Jalan nafas efektif dengan target : Bunyi suara nafas normal Frekuensi nafas normal

S : Ibu By. R mengatakan badan anaknya masih panas dan anaknya sering menangis O: Akral masih teraba hangat By R tampak gelisah (menangis) N : 120x/i S : 38,5oC RR:40x/i A : Hipertermi P : Termoregulasi membaik dengan target :  Suhu dan warna kulit normal Mengukur tanda-tanda vital S : Ibu By. R mengatakan By.R masih tampak sesak dan tidak bisa Mengatur posisi pasien mengeluarkan lendir Berkolaborasi pemberian O: terapi oksigen sesuai By. R tampak sesak indikasi : 2 lpm RR : 41x/i S : 37,0oC Memonitor aliran oksigen, Memonitor tanda dan gejala N : 130x/i Terpasang O2 2 lpm hipoventilasi. A: Bersihan jalan nafas tidak efektif Memantau tanda –tanda vital Memantau warna dan suhu kulit Menganjurkan kompres hangat pada keluarga Berkolaborasi pemberian terapi : Paracetamol

P : Jalan nafas efektif dengan target : Bunyi suara nafas normal Frekuensi nafas normal Hipertermi b.d proses penyakit

   

Rabu / 6Maret 2019

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan poduksi sputum

  

 

Hipertermi b.d proses penyakit

   

Memantau tanda –tanda vital Memantau warna dan suhu kulit Menganjurkan kompres hangat pada keluarga Berkolaborasi pemberian terapi : Paracetamol

S : Ibu By. R mengatakan badan anaknya sudah tidak panas lagi O: By R tampak mulai tenang RR : 41x/i S : 37,0oC N : 130x/i A : Masalah teratasi P : Intervensi selesai Mengukur tanda-tanda vital S : Ibu By. R mengatakan sesak By. R tampak berkurang Mengatur posisi pasien O: Berkolaborasi pemberian By. R tampak sesak terapi oksigen sesuai RR : 35x/i S : 36,7oC indikasi : 2 lpm N : 128x/i Memonitor aliran oksigen, Memonitor tanda dan gejala Terpasang O2 2 lpm A: Bersihan jalan nafas tidak hipoventilasi. efektif P : Jalan nafas efektif dengan target : Bunyi suara nafas normal Frekuensi nafas normal Memantau tanda –tanda vital Memantau warna dan suhu kulit Menganjurkan kompres hangat pada keluarga Berkolaborasi pemberian terapi : Paracetamol

S : Ibu By. R mengatakan badan anaknya sudah tidak panas lagi O: By R tampak mulai tenang RR : 35x/i S : 36,7oC N : 128x/i A : Masalah teratasi P : Intervensi selesai

BAB IV PEMBAHAHASAN A. Pengkajian Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien baik fisik, psikologis, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkan status kesehatan klien, menemukan masalah aktual ataupun potensial, serta sebagai acuan dalam memberi edukasi pada klien. Data bisa bersifat subjektif dan objektif. Data subjektif adalah data yang didapat langsung melalui wawancara dengan klien, sedangkan data objektif adalah data yang bisa diukur dan diobservasi. Sumber data bisa dari klien, keluarga klien, anggota tim kesehatan lainnya, catatan kesehatan dan hasil pemeriksaan diagnostik (Debora,2012). Pada kasus ini, data objektif diperoleh dari, tenaga medis lain, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboraturium. Sedangkan untuk data subjektif didapatkan dari wawancara dengan orang tua klien Pada kasus ini didapatkan data by R usia 4 bulan 21 hari dengan diagnosa medis bronkopnemonia, PDA, post colostomi. Dari hasil pengkajian didapatkan anak mengalami sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk RS sesak tidak dipengaruhi oleh posisi, aktivitas dan suhu, sesak disertai batuk dan tidak menciut. Sebelumnya klien pernah di rawat di rumah sakit dengan atresia ani dan telah dilakukan kolostomi pada saat klien berusia 2 hari. Klien juga dikenal dengan PDA sejak usia 11 hari. saat dilakukan pengkajian klien terpasang nasal kanul dengan konsentrasi oksigen 3 liter dan klien mendapatkan suction berkala selama 2 hari rawatan di RS dan pada hari rawatan ke tiga klien tidak di suction secara berkala lagi tetapi suction stand by di samping tempat tidur. Bronkopnemonia merupakan peradangan pada parenkim (saluran nafas, alveoli, pembuluh darah) yang sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2011). Bronkopnemonia merupakan peradangan pada parenkim paru atau alveoli yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan benda asing yang mengakibatkan tersumbatnya alveolus dan bronkeolus oleh eksudat. Tanda dan gejalnya sesak nafas, suhu tubuh naik 39-40ºc, gelisah, batuk ,perubahan bunyi nafas, sakit kepala, malaise.

Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien pada tanggal 4 maret 2019 didapatkan suhu : 38,5ºc, nadi 120x/i, respiratory rate 40x/i. Sesuai dengan teori klien sebelum di rawat di rumah sakit sering demam, dan saat dilakukan pengkajian klien masih sesak nafas namapak dari penggunaan otot bantu pernafasan untuk bernafas, suara nafas ronchi dan batuk. B. Diagnosa Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000) Diagnosa yang sesuai berdasarkan dari hasil data pengkajian dan observasi, penulis melakukan analisa data dan kemudian didapatkan masalah keperawatan bedasarkan NANDA 2015-2017 bersihan jalan nafas tidak efektif dan hipertermi. Diagnosa prioritas yang diangkat adalah bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas. Diagnosa ini diangkat dengan data objektif klien tampak sesak dengan frekuensi pernafasan 40x/i, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, tidak mampu batuk efektif, sputum berlebih, dan suara napas ronchi. Diagnosa kedua yang diangkat hipertermi b.d proses penyakit. Diagnosa ini didukung oleh data objektif suhu tubuh 38,5ºc, kulit terasa hangat, nadi 120x/i. Diagnosa ketiga yang diangkat adalah resiko infeksi b.d prosedur invasif. Diagnosa ini didukung dari data objektif terdapat luka terbuka kolostomi, nilai leukosit 10.500/mm3, Hb 10,5 gr/dl, dan ada masalah dengan paru-paru, suhu tubuh 38,5 ºc.

C. Intervensi Intervensi merupakan rencana-rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien. Dalam teori pada pasien dengan karsinoma bronkogenik dapat diberikan intervensi sesuai dengan diagnosa yang didapat dari data pengkajian. Dari teori yang di dapat intervensi yang dilakukan ada untuk diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napasadalah :

1. Manajemen jalan nafas Dalam kasus ini hanya beberapa aktivitas yang dilakukan seperti memposisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi maksimal, suction untuk mengeluarkan sekret, melakukan auskultasi suara nafas klien apakah ada suara nafas tambahan atau tidak, dan memonitor status respirasi dan oksigenasi klien. 2. Oxygen Therapy Dalam kasus ini aktivitas yang dilakukan berupa memberikan terapi oksigen sesuai indikasi, memonitor aliran oksigen klien, mempertahankan posisi klien senyaman mungkin, memonitor tanda dan gejala hipoventilasi. Selanjutnya untuk diagnosa hipertemi intervensi yang dilakukan adalah: 3. Fever treatment Dalam kasus ini aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan hipertermi adalah memonitor temperatur dan tanda-tanda vital, memonitor warna kluit, monitor intake dan output

untuk mengetahui kehilangan cairan, memberikan obat

antipeuretik, mencukupi kebutuhan cairan klien, monitor demam yang berhubungan dengan tanda dan gejala dari kejang, klien bebas ari tanda dan gejala infeki. 4. Manajemen cairan Aktivitas yang diberikan adalah monitor berat badan setiap hari, hitung berat pempers, memonitor status hidrasi, memonitor tanda-tanda vital, monitor status nutrisi klien. Selanjutnya untuk diagnosa resiko infeksi intervensi yang dilakukan adalah : 5. Kontrol infeksi Aktivitas yang dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang bersih untuk klien, mengajarkan orang tua cara cuci tangan yang benar ,memberikan terapi antibiotik, memberikan intake nutrisi yang adekuat, memberikan intake cairan yang adekuat, ajarkan keluarga bagaimana tentang tanda dan gejala infeksi.

D. Implementasi

Pada kasus ini kelompok melakukan implementasi pada pasien By. R dengan bronkopnemonia hari rawatan ke 2 dilakukan selama 3. Implementasi dilakukan selama 3 hari. Implementasi yang dilakukan oleh kelompok antara lain: 1. Memberikan klien posisi kepala miring kesalah satu sisi Posisi klien posisi kepala miring kesalah satu sisi untuk mencegah aspirasi dan sekret yang tertumpuk pada jalan nafas bisa menumpuk kesalah satu sisi sehingga mudah jika dilakukan suction. 2. Melakukan suction Merupakan suatu metode untuk membebaskan jalan nafas klien dari sekret yaitu dengan dilakukan penghisapan sekret dari jalan nafas sehingga memudahkan klien untuk bernafas 3. Memberikan Terapi oksigen Terapi okseigen diberikan untuk mengurangi sesak klien. Pada awal pengkajian RR klien40 x/menit dan klien mendapatkan order terapi oksigen 2 liter/menit. Selanjutnya selama 2 x 24 jam setelah sesak napas dan nyeri berkurang klien tidak diberikan terapi oksigen lagi sesuaikan dengan order. 4. Manajemen demam Memonitor suhu tubuh By R, sebelum dan seseudah pemberian paracetamol, mencukupi kebutuhan cairan lien, dan melakukan kompres hangat kepada klien. 5. Kontrol infeksi Mencegah infeksi pada klien dilakukan dengan pemberian injeksi antibiotik yaitu ampisilin, mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi klien, menjaga kebersihan lingkungan klien. 6. Memberikan terapi farmakologi sesuai order dokter. Memberikan klien terapi farmakalogi antibiotik dan antipiuretik sesuai oreder dokter

E. Evaluasi Implementasi pada diagnosa pola napas tidak efektif yang dievaluasi adalah perasaan klien akan sesak napas, kemudian respirasi rate yang awalnya 40 x permenit dengan pemberian O2 menjadi 36 x / menit dan menjadi 30x / menit dengan pemberian O2 2 liter di tambah dengan posisi kepala miring kesalah satu sisi

Implementasi pada diagnosa hipertermi klien setelah klien diberikan paracetamol dan kompres hangat, suhu klien dari 38,5ºc turun menjadi 37, 5ºc intervensi melakukan kompres hangat pada pasien tetap dilakukan sampai suhu tubuh klien kembali dalam rentang suhu tubuh normal Untuk implementasi diagnosa resiko infeksi klien dilakukan implementasi menjaga lingkungan pasien tetap bersih dan pemamantaun pada luka kolostomi klien, dan pemberian antibiotik jenis ampicilin, diberikan secara IV, dan melakukan hand hygine sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan psien lain.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus, dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Pada pengkajian berdasarkan kasus yang ada tidak semua data yang terdapat pada teori ditemukan dalam kasus kelolaan.

2.

Dalam literatur semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam kasus kelolaan, yaitu tiga diagnosa keperawatan yang muncul.

3.

Antara petugas kesehatan dan pasien atau keluarga sangat diperlukan adanya kerjasama dan komunikasi untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien bronkopneumonia terutama pada anak-balita.

4.

Pada

evaluasi

keperawatan

didapatkan

pada

diagnosa

pertama,kedua dan ketiga sudah memenuhi kriteria hasil. Saat akhir implementasi, klien sudah diperbolehkan pulang dan lanjut kontrol rawat jalan. 5.

Setelah melakukan asuhan keperawatan secara langsung, melalui pendekatan proses keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi, yang kemudian kelompok dokumentasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang ditulis secara langsung oleh penulis.

A. Saran Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An.R di ruang rawat irna kebidanan dan anak RSUP DR.M.DJAMIL PADANG dan kesimpulan yang telah kelompok susun seperti diatas, maka kelompok memberikan saran-saran sebagai berikut. -

Bagi perawat Dalam pemberian asuhan keperawatan perlu adanya keikutsertaan keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat pasien yang tahu akan perkembangan dan kebiasaan pasien yang masih dalam tahap

tumbuh kembang. Dalam memberikan implementasi tidak harus sesuai dengan apa yang terdapat pada teori, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit. Diharapkan perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan dan keterampilan sebagai seorang perawat professional terutama softskill dalam menghadapi anak-balita. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bronkopneumonia pada anak-balita. Hal ini dimaksudkan untuk menambah ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien anak-balita dengan bronkopneumonia di masa yang akan datang. -

Bagi pendidikan Diharapkan dapat memberikan kontribusi pada laporan kasus bagi pengembangan

praktik

keperawatan

dan

pemecahan

masalah

khususnya dalam bidang atau profesi keperawatan -

Bagi mahasiswa Diharapkan dapat menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan bronkopneumonia.

Related Documents


More Documents from "upha popo"