Seminar Hasil Status Kerentanan Larva Aedes Spp. Terhadap Insektisida Organofosfat Di Kecamatan Poleang Timur

  • Uploaded by: naswin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Seminar Hasil Status Kerentanan Larva Aedes Spp. Terhadap Insektisida Organofosfat Di Kecamatan Poleang Timur as PDF for free.

More details

  • Words: 1,643
  • Pages: 44
Seminar Hasil STATUS KERENTANAN LARVA Aedes spp. TERHADAP INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT DI KECAMATAN POLEANG TIMUR

Oleh : NASWIN K1A1 14 071 Pembimbing I Pembimbing II Penguji I Penguji II Penguji III

: dr. Arimaswati, M.Sc : dr. Zida Maulina Aini, M.Ked.Trop : dr. Amiruddin Eso, M.Kes : Yenti Purnamasari, S.Si, M.Kes : La Rangki, S.Kep, Ns, M.Kep 1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cenderung meningkat jumlah pasiennya, serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh dunia terutama daerah perkotaan dan pinggiran kota (WHO, 2015).

3

✘ Diperkirakan 2,5 milyar penduduk sangat berisiko terinfeksi DBD. ✘ 50 juta infeksi dengue diperkirakan terjadi setiap tahun.

✘ Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. 4

WHO, 2015.

Jumlah kasus fluktuatif DBD di Indonesia :

   

2014 : 100.347 kasus (907 meninggal) 2015 : 129.650 kasus (1,071 meninggal) 2016 : 202.314 kasus (1,593 meninggal) 2017 terhitung sejak Januari-Mei 17.877 kasus (115 meninggal)

(Kemenkes, 2017). 5

SULTRA 2016 : 3.433 kasus (33 meninggal) (Dinkes, Prov. Sultra, 2017)

Kabupaten Bombana 2014 : 114 kasus

Puskesmas Poleang Timur 2014 : 13 kasus

2015 : 32 kasus

2015 : 26 kasus

2016 : lebih dari 50 kasus.

2016 : 28 kasus 2017 : 14 kasus

(Dinkes, Prov. Sultra, 2017) 6

2018 hinga bulan juli 24 kasus (Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Poleang Timur, 2018).

✘ Di Indonesia temefos 1% (Abate 1 SG) telah digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 telah dipakai secara massal untuk program pengendalian DBD di Indonesia (Istiana, 2012). 7

8

Laporan penurunan kerentanan larva Aedes aegypti terhadap temefos telah dilaporkan terjadi di beberapa negara seperti Brazil, Bolivia dan Argentina, Venezuela, Kuba, French Polynesia, Karibia dan Thailand ( Istiana 2012). Di belahan Asia Tenggara lainnya juga telah dilaporkan adanya resistensi temefos. Pada tahun 1976, temefos telah dilaporkan resisten di Malaysia dan Pnom Penh Kamboja (saraswati dkk, 2016). Di Indonesia juga telah dilaporkan terdapat beberapa daerah yang mengalami resistensi terhadap temefos seperti Surabaya, Banjarmasin Barat,dan DKI Jakarta.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana status kerentanan larva Aedes spp. terhadap insektisida organofosfat (temefos) di Desa teppo, Kecamatan Poleang Timur, Kabupaten Bombana?

9

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status kerentanan larva Aedes spp. terhadap insektisida organofosfat (temefos).

10

Manfaat Penelitian

Teoritik

Metodologi

Aplikatif

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Aedes spp. Taksonomi Nyamuk Aedes spp. Klasifikasi Aedes spp. adalah sebagai berikut (Selvyani, 2017) : Kingdom Phylum Class Ordo Suborde Family Subfamily Genus Spesies

: Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Nematocera : Culicidae : Culicinae : Aedes : Aedes aegypti L (Linnaeus), Aedes albopictus.

Morfologi Nyamuk Aedes spp. Telur Aedes spp. berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai ± 6 bulan di tempat kering (Andryani, 2017).

Larva Aedes aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetri. larvanya silindris, terdiri dari caput yang berbentuk globuler, thoraks, dan abdomen yang terbagi atas 8 segmen. Pada caput terdapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan sepasang antenna. Pada abdomen segmen ke8 terdapat sifon sebagai alat pernapasan. Ciri khas yang membedakan larva Aedes aegypti dengan larva Aedes yang lain yaitu duri samping pada gigi sisir anal (Pradani, 2009).

Morfologi Nyamuk Aedes spp. Pupa Aedes agypti terdiri atas sefalotoraks, abdomen dan kaki pengayuh. Sefalotoraks yang memiliki semacam corong pernafasan berbentuk segitiga yang berguna untuk pengambilan oksigen. Pada bagian distal abdomen terdapat sepasang kaki pengayuh yang lurus dan runcing. (Service 1996, dalam Fatmawari 2014).

Aedes aegypti dewasa, berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya (Djakaria dan Sungkar, 2015 dalam Syarifuddin 2018).

Pemberantasan dan Pengendalian Vektor DBD

Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan atau fogging) dengan insektisida

Pemberantasan Jentik/Larva

Kimia Biologi Fisik 16

Insektisida Organofosfat

Insektisida organofosfat adalah senyawa ester asam fosfat atau ester asam tiofosfat yang senyawa aslinya sangat toksik bagi mamalia, merupakan senyawa kimia yang diproduksi dengan menggunakan reaksin antara alkohol dengan asam fosfat. Saat ini, organofosfat telah dikembangkan sebagai senyawa yang tidak terlalu toksik bagi mamalia, namun bersifat toksik terhadap organisme target seperti serangga. Organofosfat secara umum diproduksi sebagai insektisida yang bekerja sebagai penghambat kolinesterase, sehingga mempengaruhi transmisi neuromuscular. Malation, dibrom, klorpirifos, temefos, diazinon, dan terbufos merupakan beberapa contoh organofosfat (Delaware Health and Social Service, 2015; Dyro, 2016). 17

Temefos Temefos merupakan salah satu larvasida dari golongan organofosfat yang banyak digunakan oleh Dinas Kesehatan atau swadaya masyarakat untuk mengendalikan populasi larva Aedes aegypti (Faudzy, 2015).

Temefos memiliki kemampuan sebagai racun yang mempengaruhi sistem neurotransmitter pada saraf.

18

Kerangka Teori

19

Kerangka Konsep

Variabel Bebas Insektisida Temefos

20

Variabel Terikat Status kerentanan Larva Aedes spp.

Hipotesis Penelitian H0 : Larva Aedes spp. di Kecamatan Poleang Timur Kabupaten Bombana sudah tidak rentan (resisten) terhadap insektisida organofosfat (temefos). Ha : Larva Aedes spp. di Kecamatan Poleang Timur Kabupaten Bombana masih rentan terhadap insektisida organofosfat (temefos)

21

BAB III METODE PENELITIAN

Metode Penelitian Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi (quasi eksperiment)

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain post-test only with control group design

Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2018 yang bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo untuk pemeliharaan telur hingga menjadi larva serta uji kerentanan dan di Desa Teppo, Kecamatan Poleang Timur, Kabupaten Bombana, untuk pemasangan Ovitrap dalam mengabil telur nyamuk Aedes spp.

Populasi dan Sampel Penelitian Kriteria Inklusi Pupulasi

Populasi penelitian ini adalah telur Aedes spp. yang diperoleh peneliti di Desa Teppo, Kecamatan poleang Timur, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

1.

2.

Telur yang sudah berubah menjadi larva Aedes spp. dan telah mencapai instar III/IV Larva yang bergerak aktif.

Sampel

Kriteria Ekslusi 1.

2.

24

Larva Aedes spp. yang telah menjadi pupa, maupun yang telah menjadi nyamuk dewasa. Larva Aedes spp. yang mati sebelum dilakukan perlakuan.

Besar Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada WHO, yaitu setiap perlakuan menggunakan larva Aedes spp. instar III/IV yang memenuhi kriteria inklusi.

25

Definisi Operasional

Kerentanan larva Aedes spp.

Larva Aedes spp. instar III/IV.

kematian larva Aedes spp. 98100% apabila dilakukan pengujian terhadap insektisida organofosfat (temefos)

larva Aedes spp. yang telah berumur 4-5 hari setelah menetas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar dan mistar dan dihitung secara manual.

26

Temefos

golongan insektisida dalam abate 1 SG dan nama kimia phosphorothioic acid.

Kematian larva

larva yang telah tenggelam dan tidak bergerak terhadap rangsangan.

Instrumen Penelitian No

Nama Alat

Fungsi

1.

Ovitrap

Untuk Perangkap Telur Aedes spp.

2.

Pemeliharaan Larva :

Untuk Pemeliharaan Hewan Uji

Nampan Plastik

3.

27

Uji Kerentanan : a.

Pipet plastik

Mengambil Larutan Dan Larva

b.

Batang Pengaduk

Pengaduk Temofos

c.

Kontainer

Wadah Uji

Instrumen Penelitian No 1.

2.

28

Nama Bahan

Fungsi

Pemeliharaan Larva : Hati Ayam Kering

Makanan Larva

Uji Kerentanan : a. Larva Aedes Spp. b. Temofos 1 SG c. Aquades d. Alkohol 70%

Hewan Uji Sampel Pelarut Dan Kontrol Kontrol

Prosedur Pengumpulan Data Lokasi Pengambilan Sampel

1

• Temefos • Telur nyamuk Aedes spp.

Uji Kerentanan

4

Larva uji yang diperlukan sebanyak 25 larva dengan 4 kali pengulangan dan 1 kontrol. Konsentrasi yang diuji adalah 0,02 ppm.

5

Pengumpulan Data

Persiapan Sampel

2

• Temefos • Telur nyamuk Aedes spp.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati selama 24 jam.

Pemeliharaan Hewan Uji

3

Larva nyamuk ini akan diberi makan berupa hati ayam .

6

Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan uji T melalui program statistik komputer

Alur Penelitian

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

31

Gambaran umum lokasi penelitian.

Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran UHO

Rumah Tempat Pemasangan Ovitrap.

32

Hasil Penelitian 1. Hasil persiapan hewan uji

3-4 hari

±1135.

25/kontainer

33

2. Hasil Uji Kerentanan Presentase kematian larva Aedes spp. selama 24 jam pasca pemaparan temefos dosis 0,02 ppm.

Wilayah

Presentasi kematian (%)

Jumlah larva yang mati

Dusun 1

100

K 0

Dusun 2

100

0

25

25

25

25

100

Dusun 3

100

0

25

25

25

25

100

Dusun 4

100

0

25

25

25

25

100

Dusun 5

100

0

25

25

25

25

100

Keterangan K P

34

Jumlah telur nyamuk uji

insektisida

: Kontrol (Alkohol 70%) : Pengulangan

P1 25

P2 25

P3 25

P4 25

100

Menurut WHO panduan untuk menghitung hasil uji resistensi adalah sebagai berikut:

Kematian larva uji 98-100% menunjukan spesies rentan. Kematian larva uji 80-97% menunjukan spesies toleran. Kematian larva uji <80% menunjukan spesies resisten.

Pembahasan Penelitian Sampel : Temefos 1% 0,02 ppm dan Larva Aedes spp. instar III/IV.

24 jam

Kematian larva uji 100% dan kontrol 0%

Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan fungsi utama temefos yang masih banyak digunakan oleh dinas kesehatan atau swadaya masyarakat untuk mengendalikan populasi larva Aedes spp. dan menghindari terjadinya penyebaran penyakit DBD (Faudzy, 2015).

35

Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui status kerentanan pada satu desa saja pada Kecamatan Poleang Timur.

2. Penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui status kerentanan melalui uji kerentanan secara hayati.

3. Penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui status kerentanan pada satu jenis insektisida.

SLIDE 37

BAB V PENUTUP

Kesimpulan dan Saran Saran 1.

Kesimpulan Simpulan dari penelitian ini yaitu larva Aedes spp. yang diperoleh dari Desa Teppo Kecamatan Poleang Timur Kabupaten Bombana masih rentan terhadap insektisida organofosfat

38

2.

3.

Perlunya dilakukan penentuan uji kerentanan pada wilayah yang lebih luas tidak hanya di Desa Teppo saja. Perlu dilakukan uji kerentanan terhadap insektisida golongan organofosfat lain. Perlu menggiatkan program pemberantasan larva secara Kimia, Biologi dan Fisik.

Lampiran

39

Penangkapan Telur nyamuk dengan menggunakan ovitrap.

Penetasan dan pemeliharaan larva Aedes spp.

Pengujian status kerentanan

Hasil identifikasi telur dan larva Aedes spp.

Related Documents


More Documents from "Mimi afnita sari"