Sejarah Kebumen Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja atau Pangeran Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat berkuasanya Sunan Amangkurat I. Sebelumnya, daerah ini sempat tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu tonggak patriotik dalam penyerbuan prajurit Mataram di zaman Sultan Agung ke benteng pertahanan Belanda di Batavia. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer.Salah seorang cicit Pangeran Senopati yaitu Bagus Bodronolo yang dilahirkan di Desa Karanglo, Panjer, atas permintaan Ki Suwarno, utusan Mataram yang bertugas sebagai petugas pengadaan logistik, berhasil mengumpulkan bahan pangan dari rakyat di daerah ini dengan jalan membeli. Keberhasilan membuat lumbung padi yang besar artinya bagi prajurit Mataram, sebagai penghargaan Sultan Agung, Ki Suwarno kemudian diangkat menjadi Bupati Panjer, sedangkan Bagus Bodronolo ikut dikirim ke Batavia sebagai prajurit pengawal pangan. Adapun selain daripada tokoh di atas, ada seorang tokoh legendaris pula dengan nama Joko Sangrib, ia adalah putra Pangeran Puger/Paku Buwono I dari Mataram, dimana ibu Joko Sangrib masih adik ipar dari Demang Honggoyudo di Kuthawinangun. Setelah dewasa ia memiliki nama Tumenggung Honggowongso, ia bersama Pangeran Wijil dan Tumenggung Yosodipuro I berhasil memindahkan keraton Kartosuro ke kota Surakarta sekarang ini. Pada kesempatan lain ia juga berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di daerah Banyumas, karena jasanya kemudian oleh Keraton Surakarta ia diangkat dengan gelar Tumenggung Arungbinang I, sesuai nama wasiat pemberian ayahandanya. Dalam Babad Kebumen keluaran Patih Yogyakarta, banyak nama di daerah Kebumen adalah berkat usulannya. Di dalam Babad Mataram disebutkan pula Tumenggung Arungbinang I berperan dalam perang Mataram/Perang Pangeran Mangkubumi, saat itu ia bertugas sebagai Panglima Prajurit Dalam di Karaton Surakarta. Di dalam perang tersebut hal yang tidak masuk akal adalah ia tidak menyerah ke Pangeran Mangkubumi,yang seharusnya berpihak ke Pangeran Mangkubumi karena beliau termasuk putra Paku Buwono I/ Pangeran Puger. Ternyata ia bertugas sebagai mata2 penghubung antara pihak Kraton Surakarta dengan Pengeran Mangkubumi, pada tiap2 waktu ia sabagai utusan Kraton Surakarta untuk membawakan biaya perang kepada Pangeran Mangkubumi. Cara membawa biaya perang tersebut yang dalam bentuk emas dan berlian yang dimasukkan di dalam sebuah Kendang besar, tidak ada satupun yang tahu, baik Belanda,para punggawa Kraton Solo maupun para prajurit pihak Pangeran Mangkubumi sendiri. Cara membawanya dengan diselempangkan di belakang badannya sambil naik naik kuda, begitu berhasil menembus posisi yang dekat dengan Pangeran Mangkubumi maka dengan cepatnya Kendang tersebut ditaruh di dekat Pangeran Mangkubumi, kemudian pergi lagi. Demikian pada tiap2 waktu Arungbinang melaksanakan misi rahasia tersebut, sehingga perang Pangeran Mangkubumi mendapatkan biaya, bahkan peperangan ini ada yang menyebutkan sebagai perang Kendang. Tampaknya alasan inilah yang membuat posisi Arungbinang sebagai utusan rahasia. Tugas seperti itu dilakukan berulangkali LEGENDA DESA LOGANDU
Asal mula desa kami berupa Pedukuhan namanya Pesawahan.Yang membuka wilayah adalah seorang prajurit Mataram pengikut dari Pangeran Diponegoro yang menyingkir karena pimpinanya tertangkap oleh Belanda, yang bernama Ki Sarahita. Kemudian disusul oleh Ki Suradiwangsa putra Ki Somadiwangsa dan cucu Mbah Untung Surapati ( Mbah Kepadangan ) karena waktu itu masih berupa hutan belantara. Keberadaan Pedukuhan Pesawahan akhirnya diketahui oleh Bupati Kebumen saat itu yaitu Arum Binang IV. Berdasarkan kesepakatan dengan ndara Siten di Pagebangan mengangkat Ki Ketadikrama sebagai Kepala Desa I di Pedukuhan Pesawahan. pada tahun 1847 yang kemudian dijadi tahun berdirinya desa kami. Wilayahnya diperlebar yakni dari Dukuh .Karanganyar dan Jombor yang asalnya ikut desa Kebakalan sampai Kali Sadang.Karena daerahnya banyak ( dalam istilah jawa LOH ) batunya (dalam bahasa lokal namanya GANDU ) kemudian dijadikan nama desa kami LOGANDU.Ki Ketadikrama memerintah di Logandu dari tahun 1847 – 1867. Pada tahun 1954 (yang dipimpin oleh Ki. Kretawangsa Kepala Desa ke III) mulai berdiri Sekolah Rakyat (SR) sampai kelas III, yang dilanjutkan pada tahun 1970 berganti Sekolah Dasar sampai kelas VI. Pada tahun 1983 didirikan lagi 1 SD dan tahun 1986 bertambah menjadi 3 SD. Pada tahun 1997 ketika dipimpin oleh Bapak Suhono desa kami mulai mengalami perubahan dengan adanya pengaspalan jalan DPU yang menjadikan desa kami tidak terisolasi dengan wilayah lain. Dilanjutkan dengan berbagai pembangunan yang menyebabkan kemajuan di desa kami, termasuk adanya listrik masuk desa. Pada tahun 2003 ketika dipimpin oleh Bapak Yadi desa kami melakukan kerjasama dengan lembaga Plan. Masyarakat sepakat bersatu padu meningkatkan pembangunan didesanya baik fisik maupun non fisik dalam rangka meningkatkan pola kehidupannya bersama lembaga Plan. Beberapa program dan pelaksanaan kegiatan telah dilakukan mulai dari sarana pendidikan untuk anak dan orang dewasa sampai dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kesehatan dan ekonomi warganya. Kerjasama dengan lembaga Plan masih dilakukan sampai sekarang dan masyarakat berharap semoga dengan adanya kerjasama ini bisa membawa dampak positif bagi kemajuan desa Logandu dimasa yang akan datang Nyai Ronggeng Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa yang kini disebut dengan Candiwulan, di desa tersebut tinggallah seorang wanita cantik berparas anggun dan bertubuh molek. Dia pun pandai menari, ketika itu adalah masa kejayaan bagi para penari. Para penari itu biasa dipanggil ronggeng atau nyai ronggeng. Kecantikannya terkenal sampai ke penjuru desa, hampir semua pemuda di desa itu pun jatuh cinta padanya. Ia pun bingung bagaimana untuk memutuskan siapa yang pantas mendapatkannya. Mengingat bahwa ia adalah seorang ronggeng yang cukup popular, ia pun tidak ingin jual murah kepada mereka. Maka untuk memutuskannya, di adakanlah sayembara untuk memutuskan secara adil siapa yang berhak mendapatkan sang ronggeng ini. Lalu diadakanlah sayembara itu, persaingan sangat ketat di
antara mereka. Dari sekian banyak pemuda yang mengikuti sayembara tersebut, hanya menyisakan tiga orang pemuda saja. Lalu sang ronggeng pun bingung bagaimana untuk memilih satu dari ketiga pemuda tersebut. Akhirnya diadakanlah kembali sayembara itu, untuk memutuskan satu diantara ketiga pemuda itu. Setelah beberapa sayembara, tidak ada satupun yang mau kalah, ketiga pemuda tersebut masih tetap kuat mengikuti sayembara. Nyai ronggeng pun akhirnya bimbang karena sudah kehabisan akal. Akhirnya ia memutuskan untuk memilih satu pemuda yang menurutnya paling tepat. Namun, kedua pemuda yang lain tidak rela dan mereka merasa mereka yang paling pantas. Akhirnya terjadilah pertarungan hebat antar pemuda tersebut. Ketika sedang bertarung, sang ronggengpun menjadi panik karena pertarungan tersebut sudah berlangsung 7 hari 7 malam dan tidak ada yang mau menyerah. Sang ronggeng pun berusaha untuk menghentikan pertarungan itu. Akan tetapi, tanpa disengaja keris dari salah satu pemuda itu terlempar dan mengenai sang ronggeng. Sang ronggeng itu pun akhirnya mati karena keris itu ternyata telah diberi racun. Ketiga pemuda itupun kecewa dan sedih. Usaha mereka pun sia-sia untuk mendapatkan wanita yang begitu mereka idamkan. Mereka merasa sangat menyesal, namun akhirnya mereka memutuskan untuk memotong tubuh ronggeng itu menjadi tiga bagian, dan masing-masing pemuda itu mendapat bagiannya, bagian kepala diberikan kepada pemuda pertama, ia menguburkannya di sebelah timur desa, lalu bagian tubuh diberikan kepada pemuda kedua, ia menguburkannya di bagian tengah desa, dan pemuda ketiga mendapat bagian tangan dan kaki, ia menguburkannya di sebelah barat desa. Hingga saat ini, makam tempat Nyai Ronggeng itu masih ada dan masing-masing ada di tiap RW, yaitu RW 01, 02, dan 03. Makamnya pun dianggap keramat oleh warga setempat. Sumber : Ibu Rokhnani, warga desa Candiwulan (2008)
Goa Jatijajar adalah Goa Jatijajar adalah Goa Alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Goa ini terbentuk dari batu kapur dan telah diketemukan pada tahun 1802 oleh seorang petani yang memiliki tanah diatas Goa tersebut yang Bernama "Jayamenawi". Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di langit-langit Goa tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter. Soal asal muasal Goa Jatijajar memang tidak banyak orang yang mengetahui secara persis, ada dua versi mengenai asal usul Goa Jatijajar.
Pertama, setelah Jayamenawi menemukan gua, tak lama kemudian Bupati Ambal, salah satu penguasa Kebumen waktu itu, meninjau lokasi tersebut. Saat mendatangi goa, dia menjumpai dua pohon jati tumbuh berdampingan dan sejajar pada tepi mulut gua. Dari kisah itu lalu ditemukan istilah Jatijajar, dari kata jati yang sejajar. Versi kedua, saat Kamandaka dikejar-kejar, dari dalam gua ia menyebutkan jati dirinya. Ia mengaku sebagai putra mahkota Pajajaran. Dari kisah itu muncul kata sejatine (sebenarnya) dan Pejajaran. Nama Gua Jatijajar lalu terkenal hingga saat ini . Dari sejumlah tempat wisata di Kabupaten Kebumen, Goa Jatijajar masih menjadi primadona. Terletak 21 km sebelah barat daya Kecamatan Gombong setiap tahun ramai dikunjungi pengunjung terutama saat liburan sekolah atau hari raya Lebaran. Pengunjung yang datang tak selalu dari masyarakat di sekitar Kebumen. Mereka ada pula yang datang dari kota-kota besar di Indonesia, yang tujuannya ingin mengetahui pesona alam di dalam perut bumi. Goa Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur yang memanjang dari utara dan ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung. Objek wisata ini sungguh sangat menarik. Sebagaimana umumnya objek wisata lain di Indonesia, yang hampir selalu menyimpan legenda, Goa Jatijajar pun tak terkecuali. Menurut cerita rakyat, Goa Jatijajar ini pada jaman dahulu merupakan tempat bersemedi Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit. Cerita Raden Kamandaka ini kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung. -->Visualisasi dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam goa. Ketika masuk ke dalam ada rasa degdegan. Betapa tidak! Karena merasa seperti masuk ke dalam mulut binatang purba Dinosaurus yang gelap dan lembab. Namun rasa cemas itu segera sirna, sebab ruangan diterangi oleh lampu listrik dari ujung ke ujung. Meski mulut goa cukup lebar, namun ruang perut dinosaurus lebih lebar lagi. Pada langit-langit terdapat sebuah lubang sebagai ventilasi. Di tengah-tengah terdapat kursi melingkar tempat duduk pengunjung sambil menikmati indahnya ornamen stalagtit dan stalagnit serta diorama legenda Lutung Kasarung. Banyak keistimewaan yang ditawarkan dari obyek wisata Gua Jatijajar. Di dalam goa terdapat sungai bawah tanah yang masih aktif. Ada juga dua sendang, yakni Sendang Kantil dan Sendang Mawar. Di dua sendang yang bisa didekati pengunjung itu masih dipercayai, yang mau membasuh muka dengan air sendang bisa awet muda.
Aliran Sungai di Dalam Goa Jatijajar Aliran air dari Sendang Mawar melewati lubang sempit hingga tembus luar goa. Namun pada dasar Sendang Kantil dijumpai lubang sempit memanjang, sehingga menelusuri goa itu harus melalui
penyelaman. Masih ada lagi dua sendang, yakni Sendang Jombor dan Puserbumi. Kedua sendang ini dikeramatkan. Hanya dengan izin pengelola, lorong goa itu boleh dilalui. Orang tertentu yang punya keinginan, dengan menaruh sesaji di sendang itu, konon akan dikabulkan doanya. Melihat potensi yang luar biasa maka pada tahun 1975 Gubernur Jawa Tengah waktu itu yaitu Bapak. Suparjo Rustam, Goa Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata Budaya, sebagai pelaksananya ditunjuk langsung seorang seniman Deorama yang terkenal di Indonesia pada masa itu yang bernama Bapak Saptoto. Pemda Kebumen membebaskan lahan penduduk setempat seluas 5,5 ha, dengan mengganti rugi tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Goa Jatijajar. Setelah selesai proses pembangunan Goa Jatijajar, pengelolaan Objek Wisata tersebut diserahkan kepada Pemda Kebumen. Objek Wisata Goa Jatijajar sangat identik dengan Objek Wisata Budaya, karena Goa Jatijajar ada hubungannya dengan sebuah cerita legenda Raden Kamandaka seorang putera makhkota Kerajaan Pajajaran yang bernama asli Banyak Cokro atau Banyak Cakra, yang lebih terkenal sebuah cerita legenda Lutung Kasarung. Cerita “Lutung Kasarung” Di balik Goa JatiJajar . Lutung Kasarung adalah sebuah legenda masyarakat Jawa Barat yang cukup terkenal. Pada jaman dahulu kala di daerah Jawa Barat terdapat sebuah Kerajaan Hindu yang besar dan cukup kuat, yang berpusat di Kota Bogor sekarang ini. Kerajaan Itu adalah kerajaan Pajajaran, Tetapi cerita Lutung Kasarung sendiri lebih banyak terjadi di daerah Banyumas. Jawa Tengah Pada saat itu Raja yang memerintah di Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi sudah lanjut usia saat Itu dan bermaksud untuk mengangkat Putra Mahkotanya untuk menggantikannya sebagai Prabu di Pajajaran.
Diorama yang menceritakan Kisah Lutung Kasarung Prabu Siliwangi mempunyai tiga Orang Putra dan Satu Orang Putri, ke-3 Putera dan Seorang Puteri ini dia peroleh dari dua Orang Permaisurinya. Dari permaisuri yang pertama Ia mendapatkan dua Orang putra yaitu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil Ibunya telah meninggal. Sepeninggal isteri pertamanya, maka Prabu Siliwangi akhirnya menikah lagi dengan permaisuri yang kedua, yaitu Dewi Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumudangingsih diambil menjadi permaisuri oleh Prabu Siliwangi, Ia mengadakan sebuah perjanjian, bahwa jika kelak Ia mempunyai putra dari Dewi Kumudaningsih, maka putranyalah yang harus menggantikannya menjadi raja di Pajajaran. Dari perkawinannya dengan Dewi Kumudaningsih, Prabu Siliwangi mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas. Suatu hari Prabu Siliwangi memanggil putra mahkotanya Banyak Cotro dan Banyak Blabur untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi
Raja di Pajajaran karena beliau sudah lajut usia. Namun dari kedua putra mahkotanya belum ada satupun yang mau diangkat menjadi Raja di Pajajaran. Sebagai putra sulungnya Banyak Cotro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya adalah: untuk memerintah di Kerajaan Pajajaran Dia belum siap, karena belum cukup ilmu. Untuk memerintah di Kerajaan seorang Raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum menikah. Banyak Cotro mengatakan bahwa Dia baru akan menikah kalau sudah bertemu dengan seorang Putri yang parasnya mirip dengan paras mendiang Ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari Putri yang menjadi idamannya. Kepergian Banyak Cotro dari Kerajaan Pajajaran melalui Gunung Tangkuban Perahu adalah untuk menghadap seorang Pendeta yang menjadi pertapa yang berdiam di sana. Pendeta itu tidak lain adalah Ki Ajar Winarong, seorang pendeta sakti yang tahu bagaimana agar keinginan Banyak Cotro mempersunting putri yang di idam-idamkannya dapat tercapai. Setelah berhasil bertemu dengan Ki Ajar Winarong, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Banyak Cotro. Yaitu dia harus rela melepas dan menanggalkan semua pakaian kebesaran dari kerajaan dan hanya memakai pakaian rakyat biasa. Dan Ia juga harus menyamar dengan nama samaran Arya Kamandaka. Karena keinginannya yang sangat kuat agar mampu mempersunting seorang isteri yang memiliki wajah semirip mendiang Ibunya, maka semua itu Ia jalani dengan senang hati. Arya Kamandaka mulai berjalan selama berhari-hari dari Tangkuban Perahu menyusuri ke arah timur hingga sampailah Arya Kamandaka di wilayah Kadipaten Pasir Luhur. Secara kebetulan ketika Arya Kamandaka sampai di wilayah Kadipaten Pasir Luhur, Arya Kamandaka betemu dengan Patih di Kadipaten Pasir Luhur itu yang bernama Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua ditambah lagi dia tidak mempunyai anak, maka Arya Kamandaka akhirnya dijadikan anak angkat oleh Patih Reksonoto. Patih Reksonoto sangat mencintainya merasa sangat bangga dan senang hatinya mempunyai putra angkat Arya Kamandaka yang gagah dan tampan . Adapun waktu itu yang memerintah di Kadipaten Pasir Luhur adalah Adipati Kanandoho. Adipati Kanandoho mempunyai beberapa orang putri yang kesemuanya sudah bersuami terkecuali puterinya yang bungsu yaitu Dewi Ciptoroso. Ketika Arya Kamandaka melihat Dewi Ciptoroso, putri Adipati Kanandoho yang mempunyai wajah sangat mirip dengan mendiang Ibu dari Arya Kamandaka. Segeralah Arya Kamandaka tersadar bahwa dia telah menemukan apa yang dicarinya selama Ini. Adalah suatu kebiasaan tahunan dari Kadipaten Pasir Luhur, bahwa setiap tahun di Kadipaten Pasir Luhur selalu diadakan upacara menangkap ikan di Sungai Logawa. Dalam upacara ini, semua anggota keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta seluruh pembesar dan pejabat pemerintah di Kadipaten Pasir Luhur turut menangkap ikan di Kali Logawa. Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di Kali Logawa, tanpa diketahui oleh sang patih, Arya Kamandaka secara diam-diam mengikutinya dari belakang. pada kesempatan inilah Arya Kamandaka dapat bertemu langsung dengan Dewi Ciptoroso dan bak gayung bersambut mereka berdua saling jatuh cinta. Dewi Ciptoroso meminta agar Arya Kamandaka pada malam harinya datang
untuk menjumpai Dewi Ciptoroso di taman kaputren kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Pada malam harinya Arya Kamandaka dengan diam-diam tanpa seijin dan sepengetahuan Patih Reksonoto pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah menanti kedatangan Arya Kamandaka. Keberadaan Arya Kamandaka di taman kaputren Kadipaten Pasir Luhur bersama Dewi Ciptoroso, ternyata diketahui oleh para prajurit kadipaten, hal ini kemudian dilaporkan oleh kepala pasukan kepada Adipatih Kandandoho. Adipatih sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap penyusup tersebut. Namun karena kesaktian yang dimiliki oleh Arya Kamandaka, maka Arya Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Sebelum Arya Kamandaka meloloskan diri dari taman kaputren, Ia masih sempat mengatakan identitasnya. Bahwa Ia adalah anak angkat Patih Reksonoto yang bernama Arya Kamandaka. Berita tentang pengakuan ini dilaporkan kepada Adipatih Kandandoho, maka kemudian Patih Reksonoto pun dipanggil dan diminta harus menyerahkan putranya Arya Kamandaka. Perintah ini walaupan dengan hati yang sangat berat akhirnya dilaksanakan juga oleh Patih Reksonoto. namun dengan siasat dari Patih Reksonoto, maka Arya Kamandaka berhasil lari dan selamat dari pengejaran para prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Arya Kamandaka terjun kedalam sungai dan terus menyelam mengikuti arus air sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit kadipaten yang mengejar, dilaporkan kepada Adipati Kanandoho bahwa Arya Kamandaka sudah mati didalam sungai. Mendengar berita ini Adipatih Kanandoho merasa lega dan puas. Dewi Ciptoroso ketika mendengar berita ini sangatlah sedih mengetahui pria yang dicintainya telah tiada. Sepanjang malam pengejaran itu Arya Kamandaka terus menyelam mengikuti arus sungai hingga bertemu dengan seorang yang bernama rekajaya yang sedang memancing di Sungai. Arya Kamandaka dan Rekajaya kemudian menjadi teman baik dan menetap di Desa Panagih. selama di Desa ini Arya Kamandaka kembali diangkat anak oleh Mbok Kertosuro, seorang janda miskin yang hidup di Desa tersebut. Arya Kamandaka menjadi seorang penggemar Adu Ayam. Mbok Kertosuro mempunyai seekor Ayam Jago yang dia beri nama mercu. Dalam setiap penyabungan Ayam yang diikuti oleh Arya Kamandaka, Ia selalu menang. Nama Arya Kamandaka menjadi sangat terkenal dikalangan pebotoh Ayam. Hal ini akhirnya sampai juga ke telinga Adipatih Kanandoho, mengetahui kalau Arya Kamandaka belum mati membuatnya sangat marah dan murka. Adipatih Kanandoho kemudian memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Arya Kamandaka baik hidup atau mati. Pada saat itu datanglah seorang pemuda tampan yang mengaku dirinya bernama Silihwarni, Silihwarni berkeinginan mengabdikan diri kepada Adipati Pasir Luhur. Permohonannya di terima oleh sang sdipati dengan syarat Ia hanya akan diterima apabila berhasil membunuh Arya Kamandaka. Untuk membuktikan kalau Arya Kamandaka telah berhasil dibunuh maka Ia harus membawa darah dan hati Arya Kamandaka. Silihwarni ternyata hanyalah sebuah nama samaran, Silihwarni bukan lain adalah Banyak Ngampar putra Prabu Siliwangi yang adalah adik kandung dari Banyak Cotro atau Arya Kamandaka. Silihwarni oleh
Ayahnya ditugaskan untuk mencari Banyak Cotro saudara kandungnya sudah lama pergi dan belum kembali, Ia dibekali oleh ayahnya dengan pusaka keris Kujang Pamungkas sebagai senjatanya dan dalam menyamar Ia memakai nama Silihwarni dan berpakaian seperti rakyat biasa. Karena Silihwarni mendengar kabar bahwa kakaknya berada di wilayah Kadipaten Pasir Luhur, maka Ia pun pergi kesana. Setelah Silihwarni menerima perintah dari adipatih, pergilah Ia dengan diikuti beberapa orang prajurit Kadipaten dan Anjing pelacak menuju ke Desa Karang Luas, tempat arena penyabungan Ayam. Ditempat inilah kedua kakak beradik ini bertemu, namun keduanya sama - sama sudah tidak saling mengenal lagi, karena Silihwarni yang menyamar menggunakan pakaian rakyat biasa sedangkan Arya Kamandaka memakai pakaian sebagai pebotoh Ayam. Terjadilah pertarungan sengit antara Arya Kamandaka dan Silihwarni, tanpa disadari oleh Raden Kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan Keris Kujang Pamungkasnya. Luka goresan keris itu menyebabkan darah mengalir dengan derasnya. Namun lagi - lagi Arya Kamandaka dapat meloloskan diri dari bahaya, tempat itu pun kemudian diberi nama Desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari bahaya. Ketika luka Arya Kamandaka semakin mengeluarkan darah, Iapun memutuskan untuk beristirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan bancaran. Larinya Arya Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit kadipaten. Sampai suatu tempat Arya Kamandaka berhasil menangkap Anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu di beri nama Desa Karang Anjing. Arya Kamandaka terus berlari kearah timur dan sampailah Arya Kamandaka pada sebuah jalan buntu dan tempat ini Ia beri nama Desa Buntu. Akhirnya Arya Kamandaka sampai disebuah goa. Didalam goa Ini Arya Kamandaka beristirahat dan bersembunyi dari Kejaran Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar akhirnya kehilangan jejak sampai di goa tempat Arya Kamandaka beristirahat, kemudian Silihwarni berseru menantang Arya Kamandaka. Mendengar tantangan Silihwarni, Arya Kamandaka pun menjawab dan Ia mengatakan identitasnya yang sebenarnya, bahwa Ia adalah putra dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cotro. Silihwarnipun mengatakan identitasnya bahwa Ia juga adalah putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama banyak ngampar. demikian kata-kata Ayang pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah putra Pajajaran. Kemudian mereka berdua berpelukan dan saling memaafkan, goa itu akhirnya diberi nama GOA JATIJAJAR. Namun karena Silihwarni harus pulang dan membawa bukti hati dan darah Arya Kamandaka, maka dibunuhnyalah Anjing pelacak kemudian dipotong diambil darah dan hatinya, sebagai bukti bagi Adipati Kanandoho kalau itu adalah hati dan darah Arya Kamandaka yang berhasil dibunuhnya. Arya Kamandaka kemudian bertapa di dalam Goa Jatijajar dan mendapat petunjuk bahwa niatnya untuk mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai kalau Ia sudah mendapat pakaian lutung dan Arya Kamandaka disuruh supaya mendekat ke Kadipaten Pasir Luhur dan menetap di hutan Batur Agung, sebuah hutan sebelah barat daya dari Batu Raden. Kegemaran dari adipatih Kadipaten Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari adipatih dan semua keluarganya pergi berburu, tiba-tiba bertemulah rombongan pemburu itu dengan seekor Lutung yang sangat besar dan jinak. Akhirnya di tangkaplah Lutung tersebut hidup-hidup. Sewaktu Lutung itu akan dibawa pulang, tiba-tiba datanglah Rekajaya dan mengaku bahwa Lutung itu adalah Lutung peliharaannya, dan mengatakan bersedia membantu merawatnya jika Lutung itu akan dipelihara di Kadipaten Pasir Luhur. Dan permohonan Rekajaya itu pun dikabulkan oleh sang adipati.
Setelah sampai di Kadipaten Pasir Luhur, para putri saling berebut ingin memelihara Lutung tersebut. Selama itupula Lutung tersebut tidak mau dikasih makan oleh siapapun juga. Akhirnya oleh Adipati Pasir Luhur, Lutung tersebut disayembarakan. Isi sayembara itu adalah barangsiapa dari para puterinya yang dapat memberi makan sang Lutung, maka dialah yang berhak memelihara Lutung tersebut. Dalam sayembara itu ternyata makanan yang diterima oleh Lutung tersebut hanyalah makanan yang diberikan oleh Dewi Ciptoroso. Maka Lutung Kasarung itupun menjadi peliharaan Dewi Ciptoroso. Pada malam hari Lutung Kasarung alias Arya Kamandaka tersebut berubah wujud aslinya menjadi Arya Kamandaka. Sehingga hanya Dewi Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada siang hari Ia berubah lagi kembali menjadi Lutung Kasarung. Maka keadaan Dewi Ciptoroso kini menjadi sangat gembira dan bahagia, yang selalu ditemani Lutung Kasarung alias Arya Kamandaka yang dicintainya. Pada suatu hari ada seorang penguasa dari Nusa Kambangan bernama Prabu Pule Bahas menyuruh patihnya untuk meminang Dewi Ciptoroso dan mengancam apabila pinangannya pada Dewi Ciptoroso ditolak, maka Ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Atas permintaan dari Lutung Kasarung, maka pinangan Raja Pule Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Raja Pule Bahas agar pinangannya itu diterima oleh Dewi Ciptoroso. Salah satunya ialah dalam pertemuan para calon pengantin nanti, maka Lutung Kasarung harus turut mendampingi Dewi Ciporoso. Pada waktu pertemuan para calon pengantin berlangsung, Raja Pule Bahas selalu diganggu oleh Lutung Kasarung yang mendampingi Dewi Ciptoroso. Hal ini menyebabkan Raja Pule Bahas marah dan memukul Lutung Kasarung yang memang telah siap bertarung melawan Raja Pule Bahas. Pertarungan yang terjadi antara Raja Pule Bahas melawan Lutung Kasarung terjadi sangat seru. Namun karena kesaktian Lutung Kasarung, akhirnya Raja Pule Bahas gugur setelah dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung. Ketika Raja Pule Bahas telah gugur, Lutung Kasarung pun kemudian menjelma menjadi Arya Kamandaka dan langsung mengenakan pakaian kebesaran kerajaan pajajaran dan mengatakan bahwa namanya yang sebenarnya adalah Raden Banyak Cotro. Kini Adipatih Pasir Luhur pun mengetahui kalau Arya Kamandaka adalah Raden Banyak Cotro dan adalah Lutung Kasarung putra mahkota dari Kerajaan Pajajaran, akhirnya Ia dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso. Karena Raden Kamandaka sudah cacat terkena Keris Kujang Pamungkas sewaktu bertarung melawan adiknya yang menyamar sebagai Silihwarni, maka dia tidak dapat lagi menggantikan ayahandanya menjadi Raja di Pajajaran. Karena tradisi Kerajaan Pajajaran, bahwa setiap putra mahkota yang akan menggantikan posisi raja tidak boleh cacat terkena pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga setelah Ia dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso, Arya Kamandaka menjadi Adipatih di Pasir Luhur menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi Raja di Pajajaran adalah Banyak Blabur adiknya. Itulah kisah Lutung Kasarung, yang sebenarnya cerita tersebut terjadi di wilayah Jawa Tengah tepatnya di Banyumas, karena Kerajaan Pasir Luhur berada di sekitar wilayah Purwokerto. Kebetulan Goa Jatijajar ada dalam cerita tersebut. Pada waktu itu Wilayah Gombong sampai dengan Sungai LukUlo menjadi kekuasaan Kerajaan Pajajaran, sedang sebelah timur Sungai LukUlo termasuk kota Kebumen menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Asal crita Lutung Kasarung tidak jadi soal, yang penting sudahkah Anda singgah di Goa Jaijajar. Anda akan di suguhi panorama alam yang luar biasa dengan di bumbuhi Biorama cerita Arya Kamandoko. Untuk fasilitas tempat jangan kuatir Pemda Kebumen sudah menatanya dengan rapi demi kenyamanan kedatangan Anda semua