Sedimen Allika.docx

  • Uploaded by: ReyhanRosan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sedimen Allika.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,908
  • Pages: 22
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari batuan sedimen dan

proses pembentukannya, seperti klasifikasinya, originnya, dan interpretasinya. Sedimen merupakan material lepas hasil rombakan batuan penyusun kerak bumi yang mengalami pengangkutan, selanjutnya terkonsentrasi pada atau dekat permukaan bumi. Sekitar 75% permukaan bumi ditutupi oleh batuan sedimen, yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya.Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Kebutuhan hidup manusia banyak berhubungan dengan batuan sedimen seperti dalam penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi, Banyak mineral atau batuan yang bersifat ekonomis berasosiasi dengan batuan sedimen. Material sedimen memiliki ukuran yang berbeda-beda mulai dari bongkah sampai lempung. Ukuran material ini dapat menjelaskan proses, tempat terbentuknya dan tempat terdapatnya material sedimen ini, maka dari itu dapat disimpulkan

bahwa

sangatlah

diperlukan

sedimentologi dengan acara analisa ukuran butir.

untuk

melakukan

praktikum

1.2

Maksud dan Tujuan

Adapun maksud diadakannya praktikum ini ialah untuk mengetahui proses pembentukan dan transportasi dari material sedimen tersebut. Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini adalah : 1. Mengetahui analisis ukuran butir sedimen pada daerah penelitian 2. Membuat pengolahan data dalam statistik dan dalam kurva semilog dari sebaran sedimen. 1.3.

Letak dan Kesampaian Daerah Daerah sidrap berjarak +150 Km dari kabupaten Gowa ditempuh dengan

waktu 1 ½ jam menggunakan kendaraan roda empat dan bus. Danau sidenreng ditempuh melalui pusat kota selama 20 menit kearah timur sidrap di desa teteaji kecamatan tellulimpoe, kabupaten sidenreng rappang

Gambar 1.1 Peta Tunjuk Lokasi Daerah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Geologi Regional

2.1.1

Geomorfologi Regional Sidrap dan sekitarnya merupakan Pada Lembar Pangkajene dan Watampone

bagian Barat (Rab. Sukamto,1982) pegunungan bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, yang melebar di bagian selatan (50 kilometer) dan menyempit di bagian utara (22 kilometer) dengan puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500 meter dari permukaan laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat terdapat perbukitan yang dibentuk oleh batuan pada zaman PraTersier. Pegunungan ini dibatasi oleh dataran Pangkajene – Maros yang luas, dan sebagian merupakan lanjutan di dataran sekitarnya. Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan puncaknya rata–rata setinggi 700 meter dari permukaan air laut, sedangkan yang tertinggi adalah 787 meter dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari batuan gunungapi. Di bagian selatannya selebar 20 kilometer dan lebih tinggi, tetapi ke utara menyempit dan merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara lembah Walanae dan dataran Bone. Pada bagian utara pegunungan ini mempunyai topografi karst yang permukaanya sebagian berkerucut. Batasnya pada bagian timurlaut adalah dataran Bone yang luas dan menempati hampir sepertiga bagian timur.

2.1.2

Stratigrafi Regional Daerah Barru Daerah Sidrap disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis

bentang alam yang berbeda atau bervariasi dan telah mengalami gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak beraturan.Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan peremukan hingga nampak kurang segar terutama pada napal. Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas cirri-ciri fisik dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan dapat dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan dalam 5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang tua sampai yang ke termuda yaitu sebagai berikut : 1)

Satuan serpih balangbaru

2)

Satuan batupasir mallawa

3)

Satuan breksi batugamping tonasa

4)

Satuan napal

5)

Satuan breksi

6)

Satuan batuan beku intrusi

Pembahasan lebih lanjut dari setiap satuan batuan dari yang tertua ke yang termuda sebagai berikut : 1) Satuan serpih balangbaru Penyebaran batuan ini tidak terlalau meluas yang menempati bagian sungai umpung dengan arah umum perlapisan baratdaya-timur laut. Ciri litologi berwarna segar ungu dan jika lapuk berwarna abu-abu dengan tekstur klastik halus berukuran lempung, dan ketebalan perlapisan berukuran antara 1-10 cm. Ukuran butir lempung dan struktur berlapis. Lingkungan pengendapannya dari satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri litologi dimana dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang menunjukkan lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam. Penentuan umur serpih diperkirakan berumur kapur termasuk dalam formasi Balangbaru. Hubungan stratigrafi dengan litologi diatasnya adalah tidak selaras. 2) Satuan batupasir Mallawa Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya serta cirri-ciri litologi. Penyebaran satuan batupasir ini meliputi bagian barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah Utara-Selatan. Kenampakan satuan batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan, dalam keadaan segar berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar, mengandung mineral kuarsa. Dalam satuan ini terdapat angota-anggota berupa batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar berupa lensa.

Umur satuan batuan ini diperkirakan antar Paleosen sampai Eosen Bawah, hubungan stratigrafi dengan satuan batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa dengan satuan batuan diatasnya. 3.) Satuan breksi batugamping Penamaan satuan batuan ini didasarakan pada dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya. Ciri litologi kompak dan keras serta bersifat karbonatan. Batruan ini terdiri atas fragmen berupa sekis,glaukonit,kuarsit, batugamping dan fosil serta matriks berupa lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas makasatuan batuan ini dinamakan satuan breksi batugamping. Penyebaranm satuan ini meliputi sebelah barat alut dan sebagaian didaerah Buludua, yang pada umumnya menempati daerah satuan morfologi perbukitana gawir sesar Aleojang Buludua denga nsudut kemiringan lereng antara 10-20 %. Arah umum perlapisan batau relatif berarah baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan 25-37. ketebalan relative satuan breksi batugaming adalah 264 m. Kenampakan satuan breksi batugamping menunjukkan adanya kesan perlapisan umum namun adapula yang terdapat dalam bentuk bongkahan. Tebal lapisan antara 16-60 cm. berwarna putikh kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan lapuk berwarna abu-abu kehitaman. Klastik kasar dengan sortasi jelek dan mengandung fosil,mineral glukonit,muskovit,dan sekis. Fosil yang dijumpai berupa foraminifera besar yaitu Nummulites gizehensis TAMARCK dan Discocyline indopacticia GALLOWAY. Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang berbeda, disusun oleh

mineral mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan kehadiran mineral glaukonit. Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan fosil yang dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi antar satuan breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan menjemari denga nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik yang berasda diatasnya. Satuan batuan ini ternmasuk dalam formasi tonasa. 4.) Satuan Napal Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele dan sebagian terdapat di daerah timur laut.Sebagian dar isatuan batuan ini menempati daerah satuan morfologi perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan sebagian lagi terdapat pada daerah yang daerahnya relative datar arah umum perlapisan batuan beraraha baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23-840 Kenampakan satuan napal menujukkan adanya perlapisan denga n ketebalan anatar 25-50 cm. dalam keadaan segar, batuan ini berwarna putih keabuan dan lapuk berwarna kuning keabuan, tekstur klastik. Dari hasil analisa secara mikro paleontology dijumpai fosil foraminifera plantonik yaitu Globigerina boweci HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY sedang fosil foraminifera bentonik yaitu Textularia agglutinans D` ORBTONY. Berdasarkan kandungan fosi lini ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada inner neritik-middle neritik denga n kedalaman 0-100m, atau lingkungna laut dangkal(TIPSWORD & SITTZER 1975)

Umur satuan ini yaitu Eosen Tengah bagian bawah(POSTUMA 1970) yang ditentukan dari kandungan fosilnya. Hubungan stratigrafi antara satuan in derngan batuan yang ada disekitarnya yaitu ssatuan breksi batugamping menjemari dan dengan satuan breksi vulkanik yang berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam formasi Tonasa 5) Satuan Breksi Vulkanik Satuan breksi vulkanik penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu B. laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di daerah aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan morfologi pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan umumnya barat laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 – 25 %. Kenampakan dari satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan denag nkletebalan lapisan antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik berupa batuan beku yaitu Basalt, andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut tanggung. Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan stratigrafi dengan batuan yang ada di atasnya maupun yang ada diaatasnya adalah tidak selaras. 6) Satuan batuan beku intrusi

Satuan ini terdiri dari dua anggota yaitu batuan diorite dan batuan andesit. Batuan beku diorite penyebarannya meliputi daerah B. Matjekke dan sebagian kecil terdapat disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan morfologi pegunungan denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini berwarna abu-abu dengan struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal subhedral-anhedral ukuran mineral 1-2,3mm. Penentuan umur batua ndiorit disebandingkan dengan hasil peneliti terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur Miosen. Kenampakan batuan ini dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu kehitaman, struktur vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral plagioklas,hornblend. Umur batuan beku andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil radiometri K/Ar terhadap mineral Hornblende. adapun

Struktur Geologi Regional Bulu Bottosuwa yaitu sebagai berikut:

Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan stratigrafi dan tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih secara tidak selaras batuan yang lebih tua, dan di bagian atasnya ditindih tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Formasi Balangbarun merupakan endapan lereng di dalam sistem busur-palung pada zaman Kapur Akhir. Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada kala Paleosen. Pada kala Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batubara di dalam Formasi Mallawa. Pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya berlangsung selama awal Eosen. Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat berlangsung sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini mendandakan bahwa selama

waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya pengendapan. Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal. Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae dan sesar Soppeng. Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan PraKapur Akhir. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang berarah barat laut-tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar. 2.1.3

Struktur Geologi Regional Batuan tua yang tersingakap didaerah ini adalah sedimen flisch formasi

Marada, berumur kapur atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan batuan gunungapi terpropilitkan. Lembah Walanae di Lembar Pangkajane Bagian Barat sebelah Utaranya menerus ke lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir Timur. Lembah ini

memisahkan batuan berumur Miosen, yaitu sedimen klastika formasi Salokalupang di sebelah timur dari Sedimen Karbonat Formasi Tonasa di sebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat lembah Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat dataran. Paparan Laut dangakal Eosen meluas sampai ke seluruh lembar peta, yang bukitnya ditunjukan oleh sebaran formasi Tonasa di sebelah barat barru, sebelah Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegitan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamaseng. Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonik yang mengakibatkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi cekungan dimana formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar tejadi pada awal Miosen tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen. Menurut cekungan Walanae dibarengi dengan kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas di sebelah Bartnya dan mungkin secara lokal di sebelah Timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi dimuka laut, dan kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat kegunungapi Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung dengan kala Plistosen, menghasilkan batuan

gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan yang mendatar dekstral dari pada batuan alas dibawah Lembar Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir barat Ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa. 2.2

Sedimentologi 70% batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari batuan sedimen.

Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 ) Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material

yang

berasal

dari

proses

pelapukan

kimiawi

dan

mekanis,

ditransportasikan dalam bentuk larutan dan padat, dan diendapkan sebagai sedimen, yang kemudian terlitifikasi menjadi batuan sedimen. Sedimen alamiah mempunyai suatu rentang ukuran partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya disebut sorting. Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang sempit, dan sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang lebar. Dalam praktek teknik sipil, istilahistilah ini memiliki arti yang berlawanan. Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen dengan poorly-sorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted cenderung makin seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin tidak seragam. 2.2.1

Analisa Ukuran Butir Ukuran butir merupakan bagian yang mendasar dalam batuan sedimen

klastik dan merupakan ciri-ciri yang harus ada dalam mendeterminasi batuan sedimen. Ukuran butir berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang tersebar secara alami yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling berkaitan. Dikarenakan banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala ukuran butir, dan yang umum digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala ini pertama kali dikenalkan oleh Udden pada tahun 1898 dan kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth pada tahun 1922. Skala ini merupakan sebuah skala geometris yang setiap nilanya pada skala dua kali lebih besar dari nilai skala sebelumnya, atau satu setengah kali lebih besar. Skala Udden-wentworth berkisar dari <1/256 mm (0,0039 mm) hingga >256 mm dan dibagi menjadi empat kategori

ukuran (lempung, lanau, pasir dan kerikil) yang mana dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir. Modifikasi yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling banyak digunakan adalah skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki nilai yang sama untuk data grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan oleh Krumbein pada tahun 1934, yang didasari pada hubungan : dimana

adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam millimeter. Ukuran

butir sebenarnya dinyatakan dalam millimeter dimana semakin menurun nilai ukuran butir maka nilai phi (+) bertambah dan semakin meningkat nilai ukuran butir maka nilai phi (-) bertambah, hal ini dikarenakan material sedimen berukuran pasir, lanau dan lempung lebih melimpah pada batuan sedimen. Ukuran butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode. Pemilihan metode didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan ukuran butir yang akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan sedimen. Partikel yang berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material lepas atau batuan sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah caliper. Ukuran butir biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi intermediet sebuah partikel. Butiran hingga ukuran lanau yang merupakan material lepas atau batuan sedimen biasanya diukur dengan sieve. Nomor sieve dari Sieve Standar U.S yang sesuai digunakan dengan ukuran butir dalam mm dan ukuran phi. Metode sieve mengukur partikel berukuran sedang. Material berukuran butiran hingga lanau juga dapat diukur dengan menggunakan metode sedimentasi yang didasarkan pada

kecepatan pengendapan partikel. Dalam metode ini, butiran dibiarkan turun sesuai dengan kolom air pada temperatur tertentu pada tabung pengendapan dan dihitung waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap. Waktu pengendapan partikel memiliki hubungan empiris pada kurva distribusi ukuran standar (kurva kalibrasi) untuk memperoleh hasil yang setara dengan ukuran butir (mm) dan nilai phi. Kecepatan pengendapan partikel diakibatkan oleh bentuk partikel. Partikel yang berbentuk bola lebih cepat mengendap dibandingkan dengan yang tidak berbentuk bola dalam massa yang sama. Oleh karena itu, menentukan ukuran butir secara alami, partikel yang tidak berbentuk bola dengan metode sedimentasi bisa saja tidak memberikan hasil yang persis sama dengan metode sieve. Metode sedimentasi standar untuk mengukur partikel sedimen berukuran kecil dengan menggunakan analisis pipet. Untuk melakukan analisis pipet partikel sedimen berukuran halus diaduk hingga membentuk suspense dalam volume air yang telah diukur dalam sebuah tabung pengendapan. Material sedimen yang berukuran seragam dalam suspense akan tertarik ke pipet pada waktu tertentu dan pada kedalaman tertentu, kemudian diuapkan untuk dikeringkan dalam oven dan setelah itu ditimbang. Analisis pipet memberikan hasil yang sama dengan hasil analisis tabung pengendapan sedimen untuk material sedimen yang berukuran lebih kasar sulit dilakukan. Untuk menyederhanakan prosedur ini, tabung pengendapan dengan perekam

otomatis

dan

penyeimbang

sedimentasi

dikembangkan

untuk

mempercepat penentuan material sedimen berukuran pasir dan lempung. Kebanyakan tabung pengendapan dengan perekam otomatis, biasanya disebut

analisator cepat material sedimen, fungsinya yaitu mengukur perubahan waktu dalam berat sedimen yang tersisa pada material sedimen berukuran pan (<256 mm) dalam sebuah kolom air pada tabung pengendapan atau mengukur perubahan tekanan dalam kolom air sebagai endapan sedimen di luar kolom. Selain itu ukuran butir juga dapat ditentukan dengan membandingkan kurva berat atau tekanan dengan waktu terhadap kurva kalibrasi. Tabung pengendapan otomatis ini adalah photohydrometer, yang mana digunakan untuk mengukur intensitas arah sinar yang melewati sebuah kolom pengendapan sedimen. Sebagai endapan sedimen yang telah keluar dari suspensi, sinar lebih sedikit dipantulkan oleh partikel yang lebih halus dan intensitas cahaya meningkat. Intensitas cahaya diukur pada saat sebelum ditentukan dapat dihubungkan secara empiris dengan kecepatan pengendapan partikel dan dengan demikian itulah ukuran partikelnya. Ukuran butir partikel kecil dapat juga dihitung dengan alat penghitung partikel elektrik yang disebut Coulter counter. Coulter counter awalnya dikembangkan untuk menghitung sel darah, tetapi juga bisa diaplikasikan untuk menghitung ukuran partikel yang berukuran 0,5 mikron sampai 1,0 mm. Analisis ukuran dengan Coulter counter didasarkan pada prinsip bahwa sebuah partikel melewati sebuah zona elektrik yang dihasilkan dari larutan elektrolit, yang mana partikel terdispersi dengan ion-ion yang cocok. Perubahan ini terskala dan terhitung sebagai getaran (volt). Besar setiap getaran bernilai sesuai dengan volume partikel, dan jumlah getaran merupakan fungsi konsentrasi partikel, dengan menghitung

jumlah getaran dari beragam besaran, persen volume pertikel yang berbeda ukuran dapat ditentukan. Ukuran butir partikel material lepas sedimen dapat diukur dengan menggunakan

analisis

sieve

atau

analisis

sedimentasi.

Ukuran

dan

pemilahan partikel berukuran pasir dan lanau dapat diperkirakan dengan menggunakan pantulan cahaya mikroskop binokuler dalam sayatan tipis sebuah batuan dengan menggunakan mikroskop petrografi dan disesuaikan dengan micrometer okuler. Partikel berukuran lanau halus dan lempung dalam batuan sedimen dapat dipelajari dengan menggunakan mikroskop electron Metode pengukuran ukuran butir diuraikan secara umum dengan jumlah data yang banyak yang mana harus dikurangi dengan mempersingkatnya sebelum digunakan. Tabel data menunjukkan berat butiran pada berbagai kelas butiran yang harus disederhanakan menjadi rata-rata populasi butiran sebagai rata-rata ukuran butir dan pemilahan. Antara data grafik dan matematis menggunakan metode pengurangan yang umum digunakan. Grafik mudah untuk dibuat dan menyediakan gambaran dari distribusi ukuran butir. Di sisi lain, metode matematis, merupakan data awal grafik, hasil parameter statistik ukuran butir yang dapat digunakan untuk mempelajari lingkungan pengendapan. Secara metematis terdapat tiga pengukuran rata-rata ukuran butir yang umum digunakan, yaitu : 1. Modus, yang merupakan frekuensi ukuran partikel yang paling sering muncul pada populasi butiran. Diameter ukuran butir ditunjukkan oleh titik yang paling tajam (titik potong) pada kurva kumulatif. Material lepas klastik dan batuan

sedimen cenderung memiliki sebuah ukuran, tetapi beberapa material ada yang memiliki dua ukuran yaitu kasar pada akhir kurva dan satunya lagi ukuran halus, bahkan ada beberapa material memiliki banyak bentuk. 2. Median, yang merupakan ukuran titik tengah distribusi ukuran butir. Setengah berat dari butiran lebih besar dari pada ukuran median dan setengahnya lebih kecil. Median bernilai sekitar diameter presentil ke 50 pada kurva kumulatif (gambar 5). 3. Rata-rata (Mean), yang merupakan rata-rata ukuran aritmatik semua partikel. Sebenarnya mean tidak dapat dihitung karena kita tidak menghitung total jumlah butiran atau menghitung setiap butiran, dan hanya yang paling mendekati dengan mendapatkan nilai presentil dari kurva kumulatif dan menghitung nilai rataratanya. Keseragaman atau Sortasi dapat menunjukkan batas ukuran butir atau keanekaragaman ukuran butir, tipe dan karakteristik serta lamanya waktu sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Folk, 1968). Menurut Friedman dan Sanders (1978), sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata. Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran butir panjang disebut sortasi jelek. Sortasi dihitung dengan menggunakan jangkauan ukuran butir dan luasnya sebaran disekitar ukuran rata-rata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Administrasi

Studi Pendahuluan

Metode Lapangan

Metode Laboratorium

Analisis Data

Pembuatan Laporan

Gambar 3.1 Diagram Alir

3.1

Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode

lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:

3.1.1 Metode Lapangan Metode pengambilan data terdiri atas dua yaitu untuk sphericity dan ukuran butir. Metode yang digunakan untuk sphericity ialah mensketsa material-material sedimen pada kalkir berukuran 1x1 meter dan kemudian material-material sedimen yang berada pada lokasi 1x1 meter tersebut diambil secara acak dan diukur panjang, lebar, dan diameternya. Metode yang digunakan untuk ukuran butir ialah dengan pengambilan sampel (sampling) yaitu dengan melakukan tes spit berukuran 2x2 m, yang kemudian di lakukan pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa dan pengambil sampel.

3.1.2 Metode Laboratorium Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat. Metode ini dilakukan untuk analisa ukuran butir 3.1.3 Pengolahan Data Data ukuran butir yang telah didapatkan di laboratorium selanjutnya diolah untuk menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog

dan perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah kemudian dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan. Dari semua data yang diolah tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan ukuran butir, kaitannya dengan prosesnya sampai fasiesnya.

3.2 Alat dan Bahan Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama Fieldtrip ini berlangsung diantaranya : 1. Kompas geologi 2. Kamera digital 3. Kantung sample 4. Buku lapangan 5. Kertas A4 6. ATK 7. Alat tulis 8. Pita meter 9. Roll meter 10. Sendok semen 11. Sediment coring trap 3.3

Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu : 1.

Sampel yang diperoleh dari lapangan dimasukkan dalam tabung.

2.

Pada saat sampai di laboratorium, tabung dibuka lalu sampel diletakkan di

aluminium untuk dikeringkan dalam oven.

3.

Setelah sampel kering, sampel ditimbang untuk dianalisa. Mengusahakan

berat sampel merupakan bilangan bulat untuk memudahkan perhitungan 4.

Pengayakan, digunakan satu set ayakan yang diinginkan dan mesin pengayak.

Sampel yang telah ditimbang dari setiap lapisan kemudian diayak untuk melihat ukuran butir dari halus sampai kasar 5. Ayakan tersebut disusun dengan nomor mesh yang diletakkan paling besar ukuran meshnya. Pengayakan dilakukan dengan mesin pengayakan selama 2 menit 6.

Setelah 2 menit, sampel diangkat dari tempat pengayakann. Tiap-tiap

sampel yang tertampung dalam mesh kemudian dikeluarkan tanpa mencampurkan dengan mesh yang lain 7.

Sampel yang diperoleh tadi kemudian dilakukan penimbangan

8.

Data timbangan tersebut kemudian dilakukan pengolahan data

9.

Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik seperti grafik semilog.

Related Documents

Sedimen Scl.docx
November 2019 28
Pemerianbatuan-sedimen
October 2019 18
Sedimen Allika.docx
December 2019 25
Sedimen Urin.docx
June 2020 12
Batuan Sedimen
June 2020 20

More Documents from "rizky fauzi"

Surat Izin Hayati.docx
December 2019 27
Pembuka.docx
December 2019 23
Sedimen Allika.docx
December 2019 25
Laporan.docx
December 2019 24
Bab-bab Ft Sedimen.docx
December 2019 52