Sebuah Biography

  • Uploaded by: Indoplaces
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sebuah Biography as PDF for free.

More details

  • Words: 22,451
  • Pages: 63
Sebuah Biografi

DRS. A. BUETY NASIR GURU KAMPUNG: BERJUANG UNTUK KESEJAHTERAAN

DAHNIL ANZAR Pengantar Prof. Dr. H. MA. TIHAMI

M:SHOOT PRESS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72 KETENTUAN PIDANA SAKSI PELANGGARAN

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Drs. Ahmad Buety Nasir Guru Kampung: Berjuang Untuk Kesejahteraan Penulis Dahnil Anzar Editor Thurizal Husein(Abi) Heni Anzar

Buku ini diset dan dilayout oleh bagian publikasi dan dokumentasi LKPI Wilayah Banten. Disain Cover : Mulia Alim Percetakan : Banten Darusallam Printing ISBN : Dilarang keras mereproduksi sebagian atau seluruh isi buku, ini dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, serta memperjual belikannya tanpa seizing tertulis dari M:SHOOT Press. © HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

“Kejujuran merupakan modal sosial yang tak bisa direkayasa, ia muncul dari naluri yang telah terlatih semenjak lama. Dengan kejujuran pula akan membangun masyarakat yang menurut Islam disebut masyarakat Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Rakyat yang tidak menjujung tinggi nilai kejujuran akan melahirkan para pemimpin yang juga tidak jujur”(H. Muhammad Nasir, di Tanjung Anom, Mauk, Kabupaten Tangerang-Banten, 6 April 2006) “Harta yang habis digunakan untuk kepentingan umat, akan kembali dalam jumlah yang besar dan tak terduga-duga. Dan keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah harus dijewantahkan melalui pengabdian yang total kepada hambanya yang terpinggirkan dan tertindas“(Drs. Ahmad Buety Nasir, di Villa Ilhami, Karawaci, Tangerang-Banten, 2 Januari 2006) “ Dia Kecil dan Itam, tetapi pemberani. Pengalaman sebagai Komandan MENWA membentuk pribadi yang disiplin. Saya bangga dengan dia, apalagi kalau dia terus menjaga konsitensinya sebagai politikus Islam dan guru yang sarat dengan nilai-nilai akhlak”( Prof. Dr. H. M.A. Tihami, MA, MM)

“ Sederhana, Cuek, sedikit galak sih… plus tampang kampung banget, tapi justru itu yang membuat dia berbeda dengan politisi lain dan mampu mempertahan konsitensinya buat dakwah Islam”(Thurizal Husein) “Gua lama kenal dia, yang penting bagi gua dia teman yang selalu siap kapan aja membantu, kalau teman-teman lain kesulitan”(Maman) “Pesan Pak Buety kepada para guru untuk selalu bersemangat dalam mengabdikan diri bagi pendidikan merupakan vitamin bagi kami untuk terus mengajar walau dengan berbagai keterbatasan”(Sarman, S.ag) Saya bangga punya mantan murid yang berprestasi…dan saya akan terus mendukung perjuangannya. (Drs. E. Ansorullah) “Sebagai Istri saya dan anak-anak berusaha selalu memahami segala perjuangannya, dan kami ikhlas mewakafkan dia kepada umat, khususnya rakyat Banten”(Dra. Siti Romlah) “Dia pekerja keras. Jarang mengeluh. Saya banyak belajar dari dia, waktu susah ia juga berusaha membantu orang lain, saya tahu persis karena saya bersahabat lama dengan dia”(Asnawi)

Kata Pengantar Ketika pertama kali penulis kenal dengan Buety Nasir, sempat terbesit stigma buruk tentang politisi. Tak lebih hanya seorang pragmatis dan hypocrite, ternyata ia politisi muda yang sama sekali berbeda. Semakin lama menyelam mendalami lautan gerak dan pikir politisi, aktivis dakwah, guru dan pedagang ini, semakin banyak mutiara pembelajaran yang dapat diambil.Berangkat dari lingkungan yang memiliki kemampuan ekonomi dan pendidikan minimalis, ia berhasil keluar melakukan perubahan terhadap diri, keluarga dan lingkungan dari kondisi yang minimalis tersebut. Sikap hidup sederhana dan mengedepankan kepentingan umat, melahirkan sosok tokoh muda yang sangat dibutuhkan bagi perubahan entitas masyarakat lokal maupun nasional. Penulis sadar benar, apabila dalam penulisan buku biografi ini “agak” bias subyektif. Namun, semaksimal mungkin penulis berusaha untuk mereduksir bias tersebut. Penilaian penulis bisa saja, salah. Namun, realitas masyarakat Banten dan gerak serta pikir Buety Nasir pada masa akan datang yang akan menjawab apakah “agak bias subyektif” itu benar atau salah. Keberanian untuk melakukan penilaian awal, tanpa harus takut dihantui oleh kesalahan, berusaha penulis asah. Maka lahirlah “ agak bias subyektif”, yang mudah-mudahan dapat dikritisi oleh pembaca biografi ini. Pertemuan penulis dengan kedua orang tua dan melihat langsung kehidupan keluarga besar Buety Nasir di Mauk. Memperkuat keyakinan penulis bahwa Buety Nasir merupakan tokoh politisi muda yang patut diteladani, terlepas dari banyak kekurangan yang melingkari gerak dan pikirnya. “buety juga manusia” mengutip lagu rock yang dibawakan kelompok musik seurius. Dengan biografi ini Insya Allah Buety Nasir dapat melakukan refleksi untuk lebih memaksimalkan lagi perjuangannya. Penulis memanjatkan puji syukur pada Allah SWT yang maha rahman dan rahim, karena berkat karunia, rahmat, dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan buku ini. Kepada keluarga H. Muhammad Nasir dan Hj. Marwiyah orang tua Buety Nasir di Tanjung Anom, Mauk, Bang Kurtusi (adik Buety Nasir) dan saudara-saudara Buety Nasir lain yang ada di Tanjung Anom, Mauk, penulis ucapkan terimakasih. Bang Asnawi, Bang Asep, Bang Jalil, Bang Maman, Sarman, Hasyim, Bang Ardi (satelitnews), Kang Marzuki (IAIN SMHB) terimakasih sudah mau mempermudah penulisan Biografi ini. Kepada orang tua saya di persyarikatan, Bapak H. Nasir, Bapak H. Asmuni, Bapak Naisan, Bapak Badawi yang selama ini telah membina penulis dalam pergerakan dakwah. Teman-teman dan senior saya, Abi, Bang Amarullah, Bang Dayat, Bang Rahmat, Bang ocid, Bang Muhaer, Bang Wahyul, Bang Saiful Haq, Ubay, Marno, Ahmad, Bang Aswan, Fiqor dan banyak lagi yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu . Terimakasih Banyak saya ucapkan kepada, Bapak Prof. Dr. H. M.A. Tihami, MA, MM yang telah bersedia bercerita dan memberi prolog pada buku Biografi ini. Terimaksih untuk semua rekan-rekan yang telah membantu penulis dengan tulus. Untuk Heni Anzar istri penulis dan Sayyid Jundi Anzar anak penulis merupakan alasanku untuk terus berkarya, terimakasih. Semoga Allah subhanahu wa taala membalas semua kebaikan yang di berikan banyak pihak pada penulis. Akhirnya, secara khusus penulis ucapkan terimakasih kepada Drs. Ahmad Buety Nasir dan Istri (Siti Romlah) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis Biografi ini. Semoga semua cita baik yang ingin dicapai, tercapai dan selalu diridhoi Allah SWT. Sebagai sebuah karya buku ini tak lepas dari banyak kekeliruan, kekurangan dan kelemahan. Semoga buku ini bermamfaat bagi rakyat Indonesia khususnya rakyat Banten, dan menjadi salah satu lauh mahfuzd bagi perpustakaan kita yang membahas dan memperkenalkan tokoh-tokoh yang memiliki dedikasi tinggi terhadap peradaban. Cileduk, April 2006 Dahnil Anzar

DAFTAR ISI Kata Pengantar …………………………………………………….... Daftar Isi ………………………………………………………

i iii

I.

Pendahuluan …………………………………………………….... a. Keteladanan Orang Tua…………………………………….. b. Kehidupan Dari Kanak-kanak Hingga Menjadi Guru………

1

II.

Masa Kuliah ……………………………………………………… a. Kuliah dan Titik Nadir Perjuangan………………………… b. Mahir Menggunakan Senjata………………………………. c. Menonjol Di kampus………………………………………. d. Merajut Cinta……………………………………………….

III.

Menjadi Guru, Aktivis, Pedagang dan Politisi……………………… a. Ikhlas Menjalankan Tugas………………………………….. b. Terjun Kedunia Politik Praktis……………………………… c. PBB (Partai Bulan Bintang) Dan Nahdatul Masyumi………. d. Terbentuknya Provinsi Banten………………………………. e. Manifesto Politik Guru………………………………………. f. Komisi E, Untuk Kesejahteraan……………………………… g. Merasa Bersalah……………………………………………… h. Pendidikan Untuk Bocah Kampung…………………………. i. Geliat Kepemimpinan Buety Nasir Di PBB…………………

VI.

Menuju Puncak Kepemimpinan Banten……………………………… a. Natsir Mudanya Banten………………………………………. b. Pemuda dan Perubahan……………………………………….. c. Mengapa Wakil Bukan Gubernur?............................................. d. Baju “Kebesaran” dan Penampilan Kampungan…..…………. e. Buety Nasir dan Bu Ety Nasir?.................................................. f. Bingung Mengatur Waktu…………………………………….. g. Pemimpin Kaum Tertindas……………………………………. h. Leiden Is Lijden...........................................................................

V.

Sekelumit Tentang Pemikiran Buety Nasir…………………………… a. Banten dan Pembangunan Ekonomi…………………………... b. Keagamaan dan Pendidikan……………………………………

VI.

Kehidupan Rumah Tangga……………………………………………. Siti Romlah dan Energi Cinta………………………………………….

VII.

Sekilas Sejarah Kesultanan Banten……………………………………

VIII.

Kesimpulan…………………………………………………………… Buety Nasir Dalam Dokumentasi Foto dan Koran…………………… Daftar Bacaan dan Narasumber……………………………………..... Tentang Penulis……………………………………………………….

Prolog

Anak Kampung, Menjemput Perubahan Banten Prof. Dr. H. M.A. Tihami, MA, MM Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten

Ketika penulis datang kepada saya dan meminta saya untuk membaca hasil tulisannya tentang Biografi Ahmad Buety Nasir dan mengisi lembar prolog ini. Saya senang bercampur bangga. Tapi sempat tertekun. Saya yang telah berusia 54 tahun saja, belum mempunyai buku biografi. Mudah-mudahan Dahnil Anzar dan penulis muda lainnya mau menulis tentang saya. ya sudahlah. Buety Nasir adalah salah satu mantan mahasiswa saya yang patut dibanggakan. Saya mengenalnya sejak ia aktif di kegiatan ekstra dan intrauniversiter di kampus, yang waktu itu masih bernama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang berlokasi di Serang. Kebetulan saat itu saya masih menjabat sebagai Pembantu Dekan III yang mengurusi bidang kemahasiswaan. Kedekatan dengan banyak para aktivis kampus, membuat saya selalu belajar memahami pola pikir dan tingkah laku mereka. Ahmad Buety Nasir yang saat itu adalah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Wakil Ketua Senat dan Komandan Resimen Mahasiswa (MENWA). Dus, di MENWA ini ia matang tumbuh sebagai seorang aktivis yang berbeda dengan aktivis lain. Di MENWA ia memperoleh pembinaan disiplin dan fisik yang ketat. Di MENWA pula saya mempunyai pengalaman yang mengesankan tentang Buety Nasir. Ia berhasil menjadi putra Banten satu-satunya yang memperoleh Wing Parasutis dari TNI AU, dan itu bukan pekerjaan dan prestasi yang mudah diraih. Saya berkesempatan untuk hadir di Bandung untuk menyematkan Wing tersebut kepada Buety Nasir. Saya menjadi satu-satunya Pembantu Dekan yang datang, sedang peraih Wing lain disematkan dan dihadiri oleh kedua orang tuanya. Saya sempat kebingungan ketika akan menyematkan Wing kepada Buety Nasir, karena dari sekian banyak peraih Wing yang berbaris saya tidak melihat Buety Nasir, hingga saya dengar suara memanggil “ pak saya di sini”, ternyata yang memanggil dia. “buety…buety kamu jadi anak kok kecil dan gelap amat, sampe gak keliatan”. Dengan penuh bangga dan haru saya pun menyematkan Wing tersebut sambil menampar keras-keras kedua bagian pipinya sebagai bentuk kebanggaan saya. Selain mendapatkan pembinaan dari kampus, dia mendapat pembinaan pribadi di kampungnya terutama di madrasah tempat dimana ia mengajar. Hubungan emosional yang dekat dengan seluruh mahasiswa yang saya bina merupakan kewajiban sebagai Pembantu Dekan III, termasuk dengan Buety Nasir. Saya berusaha tidak menjaga jarak dengan mereka. Mendorong mereka untuk menjadi kader-kader terbaik Islam merupakan obsesi yang terus membara di benak saya. Dukungan penuh kepada para alumni Almamater yang sekarang saya pimpin, untuk berkarya dan berjuang demi kepentingan umat harus selalu saya berikan. Termasuk, kepada Buety Nasir yang saya kenal baik. Bahkan, saya tidak pernah ragu untuk memberdayakan seluruh potensi yang saya miliki.

Setelah lulus dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 1989. saya tidak pernah bertemu lagi dengan Buety Nasir. Bertemu kembali dengan dia ketika saya dan teman-teman di Banten memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten. Saya dan teman-teman kesulitan meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang untuk bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten. Argumentasi ekonomi bukan senjata ampuh untuk meyakini pemerintah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang. Justru, mereka khawatir dengan bergabung dengan Provinsi Banten, akan terjadi reduksi agregatasi perekonomian Tangerang, karena kabupaten-kota yang akan bergabung dengan Provinsi Banten, secara agregat perekonomiannya di bawah Tangerang. Saya dan teman-teman sempat bimbang dengan sikap Kota dan Kabupaten Tangerang. Untunglah saya bertemu dengan anak-anak muda yang bergabung dalam sebuah wadah, FORMATANG atau Forum Masyarakat Tangerang. Ketika itu dimotori oleh Jupri Faisal Amir dan Buety Nasir. Melalui FORMATANG ini lah cercahan cahaya pengharapan untuk terbentuknya Provinsi Banten lengkap dengan bergabungnya Kota dan Kabupaten Tangerang. Mereka, terutama Buety Nasir yang menjadi pimpinan aksi, aktif melakukan gerakan dan mobilisasi massa ke DPR RI untuk menuntut segera disahkannya Rancangan Undang-undang tentang pembentukan Provinsi Banten. Bersama Jupri Faisal Amir, Buety Nasir dan kawan-kawan anak muda inilah saya membahas konsepsi gerakan pembentukan Provinsi Banten. Melalui diskusi intensif bersama Jupri Faisal Amir dan Buety Nasir di rumah saya keluar buku sederhana yang diberi judul “Jurus-jurus Pembentukan Provinsi Banten”. Akhirnya bersama anak-anak muda di FORMATANG saya berusaha meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang untuk bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten. Peran Buety Nasir sangat besar disitu, dia membantu saya menjelaskan keterkaitan Sejarah panjang Banten dimana Tangerang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksitensi Kesultanan Banten dan masa perjuangan kemerdekaan. Usaha ini berhasil meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang. Sehingga mereka menyatakan bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten. Saya kenal baik dengan Buety Nasir. Ia matang sebagai aktivis pergerakan Islam, dan juga dalam pergerakan politik praktis mulai PPP hingga sekarang di PBB. Kematangan dalam dunia pergerakan Islam dan Politik tersebut, juga ditompang dengan jiwa mandiri Buety Nasir dalam kehidupan ekonominya. Saya berharap dia mampu terus mempertahankan konsitensinya, tetap berada pada rel perjuangan politik yang dilandasi oleh nilai-nilai akhlak dan syariat Islam. Melawan semua jenis kemun’karan merupakan kewajiban dia sebagai kader dakwah yang juga bergiat di dunia politik, jangan sampai justru menjadi biang keladi rusaknya citra politikus Islam. Saya luar biasa bangga ketika Buety Nasir selalu muncul sebagai lokomotif pergerakan politik Islam yang progresif di Banten, atau kancah politik Nasional suatu saat. Dan saya yakin Buety Nasir mampu mewujudkan “harapan” tersebut. Perlu dipahami oleh banyak pihak. Saya mendukung Buety Nasir maju sebagai Wakil Gubernur, bukan semata-mata karena ada hubungan emosional dengan dia. Namun, lebih dari sebuah keyakinan yang didasari oleh rasionalitas melihat sosok anak muda ini. Pertama; kematangan di dunia politik menjadi salah satu alasan utama pantasnya Buety Nasir menuju puncak pengabdiannya sebagai Wakil Gubernur Banten.

Kedua; saya mengenal betul track record Buety Nasir mulai dari ia mahasiswa sampai menjadi anggota DPRD I Banten. Konsitensinya terhadap perjuangan dan Nilai-nilai akhlak dan Syariat Islam merupakan modal sosial yang tak bisa terbantahkan oleh siapa saja. Ketiga; dia lahir dari keluarga dan lingkungan yang terbiasa dengan berbagai keterbatasan baik ekonomi maupun pendidikan. Namun, dia mampu berdiri tegak menjemput perubahan lebih baik bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Semangat perubahan selalu menjadi ikon bagi mahasiswa saya yang satu ini. Keempat; saya yakin dia merupakan sosok anak muda yang tidak pernah takut melawan berbagai kemun’karan dan itu telah teruji dalam banyak kejadian di kampus maupun di kampunya. Kelima; kalaupun suatu saat ia melenceng dari rel perjuangan sebagai politisi Islam, maka sayalah orang pertama yang akan bersuara lantang untuk mengingatkan. Buety Nasir bukan tokoh muda instan, yang muncul karena kebesaran dan bayang-bayang orang tua atau darah keturunan serta mendapat supplai kekuatan dari bayangan yang selalu berada di belakangnya. Bahkan kadang sombong dengan keunggulan keturunannya. Namun, ia muncul dari prestasi dan kegigihan perjuangan yang dilalui penuh dengan kerikil-kerikil tajam yang sering mencederai perjalanannya mencapai puncak prestasi. Berbagai kesusahan sudah sering menjadi makanan sehari-hari bagi anak muda ini, dan ia mampu melewatkannya. Sehingga ia terlatih memahami dan merasakan kesusahan serta penderitaan orang lain. Karena itulah saya yakin ia akan menjadi sosok pemimpin muda yang mampu memberikan pencerahan bagi kehidupan masyarakat Banten. Anak kampung satu ini akan mampu menjemput perubahan yang lebih baik bagi Banten. Karena ia terbukti mampu dan sukses menjembut perubahan bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Terus berjuang, jangan pernah menyerah. Serang, April 2006

I.

Pendahuluan

Thomas Carlyle menyatakan. “ History is biography of the great men “ ( sejarah tidak lain adalah riwayat hidup orang-orang hebat ).1 Kaum Marxis tentu menolak tesis ini. Dalam perspektif Marxis, individu tidak memiliki makna signifikan dalam sejarah. Massa atau kumpulan kolektif manusia yang sesungguhnya secara kolektif membentuk konstruksi proses-proses sejarah tersebut. Kelas-kelas sosial-lah yang “ bukan orangorang hebat “ menjadi arsitek sejarah. Tesis dan antitesis tersebut menurut penulis benar. Orang-orang hebat memang menjadi simbol dan konseptor perubahan sejarah. Namun, mereka tidak sendiri, ada kelas-kelas sosial lain yang berjuang bersama mengkonstruksi sejarah. Orang hebat tidak pernah lahir tanpa ada gerakan kolektifitas yang mengikuti-nya. Tokoh lokal sering menjadi inspirasi bagi pergerakan lebih besar. Tokoh-tokoh tersebut lahir melalui kultur dan kearifan lokal, mereka tumbuh menempa diri melalui berbagai proses dalam masyarakat. Susah senang dan berbagai karakteristik masyarakat mereka selami. Ada dua jenis tokoh yang lahir dalam masyarakat; Pertama, adalah mereka yang lahir dan besar menjadi tokoh karena nama besar pendahulunya (Orang Tua, kakek atau silsilah keturunannya). Kedua, adalah mereka yang lahir dan besar menjadi tokoh karena prestasi, gerak dan pikirnya untuk peradaban. Dan Buety Nasir (BN) merupakan tokoh jenis kedua, ia lahir dari kubangan masyarakat miskin yang termarginalkan secara ekonomi dan politik dan ia tumbuh didalamnya. Banyak tokoh-tokoh hebat lahir dengan bantuan dan dukungan orang-orang sekitarnya. Mereka tumbuh dan berjuang dengan tambahan kekuatan dan dukungan dari orang-orang terdekat dan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu mereka sadar bahwa perjuangan yang mereka lakukan merupakan sebuah pengharapan yang besar dari banyak pihak. Perubahan menjadi komunitas yang lebih baik merupakan cita yang paling hakiki dari pengharapan tersebut. Dan para tokoh yang berjuang untuk cita hakiki tersebut, berusaha untuk tidak mengecewakan pengharapan yang dibebankan di punggungnya. Banyak orang hebat yang lahir dan tumbuh dalam situasi sulit. Kesulitan merupakan “ guru besar” bagi mereka, sehingga mereka sangat paham dengan berbagai kesulitan yang dialami oleh rakyat. Berani memperjuangkan kesulitan rakyat merupakan karakter utama tokoh seperti ini. Mudah-mudahan buku sederhana ini bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat Banten. Belajar dari sosok muda flamboyan nan sederhana, Buety Nasir (BN).

1

Dalam Firdaus Syam.” Ahmad Sumargono: Dai dan Aktivis Pergerakan Islam “, Jakarta, Milinieum Publisher, 2004

A.

Keteladanan Orang Tua

Lingkungan keluarga atau yang terdiri dari bapak-ibu dan saudara-saudara yang tinggal secara bersama-sama dalam satu rumah, merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak mendapat pendidikan menuju kedewasaan. Bayi yang lahir belum berdaya apa-apa tanpa bantuan ibu, bapak dan saudara-saudara yang lain. Oleh karena itu lingkungan keluarga dimana tempat seorang anak lahir, diasuh dan dibesarkan merupakan tempat pertama terbentuknya pribadi seseorang. Sikap, pribadi dan tingkah laku seseorang tampak dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari. Penelusuran kehidupan keluarga A.Buety Nasir, terutama kehidupan orang tuanya, merupakan hal yang penting. Melihat dan menilai sosok A. Buety Nasir (dalam buku ini lebih banyak disingkat BN) pastilah setiap orang tua bertanya, siapa orang tua yang berhasil mendidik seorang anak yang peduli dan berjuang untuk Islam dan kesejahteraan orang-orang kecil yang terpinggirkan. Untuk menjawab itu, setidaknya uraian sekilas berikut. Meskipun tidak lengkap, dapat menggambarkan bagaimana BN terbentuk menjadi pribadi yang akan penulis jelaskan dalam buku ini. Abah_begitu BN dan 6 orang saudara lainnya memanggil sang ayahanda_ bernama H. Muhammad Nasir dan Ibunya bernama Hj. Marwiyah. Beliau lahir dan besar di Tanjung Anom, putra dari seorang penghulu asli Mauk yang bernama Masrin dan ibunya bernama Mak enah juga asli Mauk. Ibunda Buety Nasir juga asli Mauk atau tepatnya desa Tanjung Anom, beliau putri dari pasangan Rapei dan Sopiah. Ayah BN seorang guru ngaji. Beliau adalah imam tetap di Masjid Baitul Rahim, Tanjung Anom, Mauk, Kabupaten Tangerang. H. Muhammad Nasir selalu hadir di Masjid pada pelaksanaan sholat berjamaah, dan memimpin sholat. Selesai sholat H. Muhammad Nasir selalu menyempatkan diri, untuk menyampaikan Kultum. Sekedar pesan dan sedikit ilmu agama kepada jamaah Masjid Baitul Rahim. Untuk menghidupi anak istrinya. H. Muhammad Nasir bekerja sebagai petani dan pedagang. Hasil dari menggarap lahan pertanian, berupa sayur-sayuran dan padi ia bawa ke Pasar Anyar Tangerang untuk dijual. Bertani dengan cara tradisional membuat H. Muhammad Nasir tidak selalu memperoleh sayur-sayuran dan padi setiap saat, untuk mengatasi kekurangan sayuran terutama, yang akan dibawa ke pasar beliau mengambil sayuran dari para petani rekannya yang sudah atau sedang panen. Berdagang, H. Muhammad Nasir sering tidak memiliki modal dalam bentuk uang. Satu-satunya modal yang beliau miliki adalah “kepercayaan”. Beliau terkenal dengan orang yang tidak pernah ingkar janji dan selalu memegang amanah sungguhsungguh, sehingga tidak jarang rekannya para petani datang ke rumah beliau hanya sekedar meminta agar H. Muhammad Nasir mau menjual hasil panen mereka ke pasar. “Kejujuran” adalah modal utama kita untuk hidup. Allah SWT dan orang lain sangat menyenangi orang jujur dan orang jujur selalu dimudahkan Allah SWT rizkinya. Begitu H. Muhammad Nasir sering berwasiat pada anak-anaknya. Menemui lelaki yang telah berusia 75 tahun ini, tersirat jelas bahwa ia adalah sosok pekerja keras. Nada bicaranya yang pelan dan hati-hati, menggambarkan kedalaman ilmu dan tempaan hidup yang telah beliau lalui. Berbeda dengan sang ibunda

Buety Nasir yang terkesan sangat ramah dan penuh semangat bercerita tentang sosok anak yang telah ia rawat dan didik hingga menjadi seperti sekarang. H. Muhammad Nasir, selalu meminta bantuan anak-anaknya untuk menemani beliau bekerja di ladang. Termasuk Buety Nasir. “ Tidak heran, kulit Buety itu paling item dibanding dengan kakak dan adik-adiknya, karena dia sering di ladang bersama saya” ujar H. Muhammad Nasir, sambil bercanda. Bukan hanya membantu di ladang, Buety Nasir kadang mengikuti Abah berdagang sayur setiap pagi di Pasar Anyar. Sambil membantu mendorong sepeda dayung (onthel) milik H. Muhammad Nasir, dari Mauk ke Pasar Anyar. Ketika itu ia masih duduk di bangku SD. Didikan dan contoh sederhana dari H. Muhammad Nasir dalam berhubungan dagang dengan orang lain, begitu membekas di diri seorang BN. Sekali lagi, “kejujuran” merupakan hal yang paling penting yang ia pelajari dari orang tuanya. Bertani dan berdagang merupakan dua dimensi kehidupan yang teramat berkesan bagi Buety Nasir. Cermin kerja keras dan kemulian ada di kedua pekerjaan itu, maka filosofi berdagang dengan jujur dan menanam bibit-bibit yang baik, dan sabar menunggu panen yang baik pula. Merupakan dua hal yang banyak berarti pada perjalan hidup Buety, pada masa yang akan datang. Melakukan aktivitas bertani dan berdagang pada pagi hingga sore hari, tidak membuat H. Muhammad Nasir kehabisan energi untuk beraktivitas di waktu malam. Malam hari, ba’da maghrib setelah memberikan kultum di masjid. H. Muhammad Nasir menghabiskan waktunya mengajar anak-anak sekitar Tanjung Anom mengaji Al Quran. Kegiatan H. Muhammad Nasir sebagai guru ngaji pada malam hari inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya madrasah2 di Tanjung Anom, yang kemudian bernama Yayasan Al Furqon pada tahun 1998. Dalam mendidik anak-anaknya, H. Muhammad Nasir tidak pernah memberi iming-iming material3. Beliau selalu mendorong anak-anaknya untuk bergiat belajar agama dan ilmu pengetahuan. Belajar dan bekerja keras adalah prinsip utama dalam hidup ini. Dengan seringnya H. Muhammad Nasir mengajak anak-anaknya berdagang ke pasar. Tanpa sadar, ia telah menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak-anaknya. Ia bukan tipe orang tua yang hanya suka memerintah dan memberikan sederetan larangan buat anak-anaknya. Beliau mengajarkan anak-anaknya melalaui nilai-nilai praksis yang dicontohkan, tanpa harus menghabiskan energi kata-kata untuk memberikan nasehat dan larangan kepada ke-7 anaknya. Dengan sendirinya BN dan saudaranya yang lain, mempelajari bagaimana akhlak ayahnya dalam semua dimensi kehidupan sosialnya termasuk berdagang. Dari sinilah BN memperoleh contoh langsung untuk menjalani kehidupannya kelak. Bahwa prinsip utama dalam kehidupan ini adalah “kejujuran”, ketika kejujuran menjadi landasan setiap orang bersikap, maka kehidupan yang dilandasi 2

Madrasah atau tempat pengajain Al Quran yang di kelola H. Muhammad Nasir mulai berdiri pada tahun 1970-an. 3 Ketika penulis melakukan wawancara langsung dengan H. Muhammad Nasir dan Istri di kediaman beliau di Tanjung Anom, Mauk. Penulis terkesan dengan penampilan sederhana dan bangunan rumah yang teramat sangat sederhana. Bahkan ketika penulis Tanya, apa yang beliau harapkan dari ke-7 orang anakanaknya terutama Buety Nasir. Beliau hanya menjawab,” saya mau mereka semua menjadi orang baik dan beriman” biar kata Buety itu sukses kae apa juga… yang paling saya tuntut… dia harus istiqomah memegang nilai-nilai Islam dalam kehidupannya.

“Trust”4 atau “kepercayaan” antar sesama akan mampu melakukan perubahan sosial yang berarti ditengah-tengah masyarakat. Dengan kejujuran pula, konstruksi budaya masyarakat terbentuk dengan baik. Masyarakat yang memiliki nilai-nilai seperti inilah menurut Muhammad Nasir, disebut masyarakat Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. B.

Kehidupan Dari Kanak-kanak Hingga Menjadi Guru

Buety. Begitu pria berperawakan kekar ini sering dipanggil. Dengan gaya sederhana, flamboyan, akrab dan humoris. Walau kadang-kadang sedikit galak. Lahir dari keluarga Kiyai (guru ngaji), petani dan pedagang. Buety Nasir kecil tumbuh menjadi anak yang cerdas dan selalu menjadi panutan bagi teman-teman sekolahnya. “Bet..! Lu Item tapi ati lu ama otak lu bening amat ! lu makan ape sih ?” begitu teman-temannya sering berkelakar dengan tokoh satu ini. Beuty kecil terlatih menjadi pemimpin bagi teman-teman sekolah dan ngajinya. Dia berani menyampaikan apa saja yang tidak sesuai dengan apa yang ia ketahui. Semangat amar ma’ruf nahi munkar telah mendarah daging dalam jiwa Buety kecil, hingga dia tumbuh besar dan menjadi tokoh pemuda di Banten. Buety Nasir (BN) lahir di kampung Buaran asem, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, pada tanggal 25 April 19635, dari pasangan H. Muhammad Nasir dan Hj. Marwiyah. Ia anak ke-3 dari 7 bersaudara6. Ayahnya seorang guru ngaji dan imam tetap Masjid Baitul Rahim serta seorang petani dan pedagang, ibunya berdagang kecil-kecilan di rumah. Buety Nasir tumbuh melalui asuhan langsung kedua orang tuanya. Latar belakang keluarga yang religius membentuk BN menjadi anak yang tidak pernah jauh dari nilai-nilai Islam. Penghormatan yang luar biasa kepada guru merupakan ajaran yang tidak pernah dilupakan oleh BN dari kedua orang tuanya. Seperti; nasihat Imam Syafii “ Apabila engkau ingin pintar; maka hormati dan serahkan diri mu sepenuhnya kepada guru dan pastilah guru mu menyerahkan seluruh ilmunya dengan ikhlas” begitu orang tua BN menasihati-nya. Buety kecil selalu mengingat berbagai pesan yang datang dari banyak gurunya. Buety kecil sangat marah, apabila ada temannya yang menjelek-jelekkan gurunya sendiri. Bahkan, ia tidak sungkan menasihati dan tidak jarang Buety kecil harus berantem karena permasalahan itu. Buety kecil hampir boleh dikatakan tak pernah mau diajak pergi ke pesta perkawinanan oleh kedua orang tuanya. Ia lebih senang pergi ke rumah gurunya untuk bertanya tentang berbagai hal atau asyik mengurusi Madrasah yang didirikan oleh orang tuanya. Di madrasah BN memperoleh keasyikan tersendiri, dengan bercengkrama dan belajar bersama santri-santri lain. Buety kecil hampir tidak pernah mau melewati berbagai pengajian-pengajian yang diadakan disekitar tempat tinggalnya7. 4

Konsepsi modern dalam peradaban ekonomi yang terus berkembang. Francis Fukuyama mendefenisikan “trust” sebagai instrument utama dalam keberhasilan bisnis dalam sebuah perekonomian, “trust” merupakan “modal sosial” yang keberadaannya lebih penting dibanding dengan modal-modal lain. Lihat buku Fukuyama tentang “TRUST”. 5 tanggal dan bulan kelahiran BN bertepatan dengan tanggal dan bulan masehi Nabi Muhammad Saw lahir. 6 Keenam saudara BN tersebut adalah; anak tertua bernama Ahmad Nahrowi, selanjutnya Ahmad Asbihani, Kurtusi, Robiatul Inayah, Robiatul Aliyah dan Ahmad Mirgoni. 7 Seperti diceritakan oleh H. Muhammad Nasir. Orang tua Drs. A. Buety Nasir kepada penulis.

Penghormatan yang total kepada gurunya bukan tanpa alasan. Buety kecil telah terobsesi untuk menjadi guru suatu hari nanti. Ibunya sering memergoki Buety kecil berbicara dan menulis sendiri ditembok kamar, seolah-olah ia sedang mengajar di sebuah kelas. Tingkah laku yang ingin mengabdi pada rakyat tumbuh dalam diri Buety kecil, hal inilah yang menjadi salah satu alasan orang tuanya mendirikan madrasah kecil pada tahun 1970-an. Agar Buety kecil suatu hari nanti dapat mewujudkan mimpinya melayani rakyat dengan menjadi guru. Masa kecil di Kampung Buaran Asem, meninggalkan kenangan tersendiri bagi BN, dan banyak orang kampung yang mengenalnya. Kritis dan penuh dengan semangat Amar Ma’ruf Nahi Munkar telah terlihat semenjak ia kecil. Di dekat perkampungan tempat BN tinggal bersama kedua orang tua dan enam orang saudaranya terdapat sebuah komplek AURI, dulu setiap orang yang berkendaraan melintasi komplek ini wajib melaju pelan atau turun dan mendorong kendaraan apabila mengendarai sepeda motor termasuk sepeda dayung. Hampir semua orang yang melintasi komplek ini selalu mematuhi aturan ini. Hingga suatu hari BN yang masih duduk di kelas 4 SD bersama adiknya Kurtusi mengendarai sepeda mereka masing-masing, melintas di depan komplek AURI tersebut. Kurtusi dan BN sama-sama tahu tentang adanya aturan tersebut, Kurtusi dengan patuh menuruni dan mendorong sepedanya. BN, justru sebaliknya. Dengan kecepatan tinggi ia mengayuh sepedanya. Orang-orang yang bertepatan lewat dan mematuhi aturan tersebut terdiam seribu bahasa termasuk Kurtusi. Ia heran melihat kelakukan abangnya. Tak pelak, BN pun di cegat petugas komplek AURI. Dengan nada marah sang petugas memarahi BN, “ hey tong lu gak tau atau pura-pura bego. Kenapa lu gak turun dari sepeda? Lu gak liat tu semua orang yang lewat sini pada turun ngedorong sepeda ama motornya”. Dengan nada tidak kalah galak, BN kecil menjawab. “ hey pak emang masih jaman kolonial” sambil terus melaju dengan sepedanya. Sang petugas akhirnya pun terdiam jutaan bahasa. kejadian tersebut menggegerkan kampung ketika itu. Kedua orang tua BN pun dibuat terkaget-kaget mendengar cerita dari Kurtusi dan orang-orang kampung. Tidak terbayangkan oleh mereka Buety kecil bisa berbuat seberani itu. Harihari berikutnya, ketika melintas di depan komplek AURI itu Buety kecil tetap melaju tanpa memperdulikan teguran petugas AURI. Perbuatan ini sempat membuat kedua orang tua BN cemas. Mereka Khawatir terjadi apa-apa terhadap Buety kecil. Ketika berusaha dinasehati oleh ibundanya Hj. Marwiyah, BN justru sebaliknya berargumen “ lah pan8 abah yang ngajarin supaya berani nyampeiin yang benar…itu pan benar, emang jaman kolonial kita disuruh bungkuk-bungkuk turun dari sepeda hormat ke mereka “ . Sikap berani menyampaikan yang ma’ruf dan melawan yang munkar terlihat jelas, dan tidak dapat dibendung oleh siapa saja ketika ia relatif masih sangat kecil. Layaknya anak-anak kecil seusia Buety ketika itu. Ia jarang sekali mau ikut bermain, seperti main gundu (kelereng) dan mainan-mainan lainnya yang biasa dimainkan oleh anak-anak seusianya. Kebiasanya dari kecil menurut cerita Hj. Marwiyah, adalah kalau kemana-mana selalu mengantongi buku bacaan di saku celana. Ketika teman-temannya asyik bermain, dia pun asyik dengan bacaannya. Demikian juga apabila bekerja ke ladang diajak abah, H. Muhammad Nasir. Buku bacaannya tidak 8

Logat betawi sebagai ganti kata “kan”

pernah ketinggalan, walau kadang-kadang tidak dibaca. Dari kecil Buety Nasir telah terbiasa hidup serba pas-pas-an bahkan tidak jarang serba kekurangan. ketika ia masih sekolah SD sampai Madrasah Aliyah, dia jarang sekali membawa uang jajan kesekolah. Namun, ia tak pernah mengeluh. Bahkan berangkat sekolah Buety kecil selalu memakai sepatu yang telah “ngejengat”9 tapi dia tidak pernah minder. Semangat belajarnya selalu terjaga. Seperti kebanyakan anak-anak. Buety kecil juga tidak luput dari kenakalan. Kebiasaannya selalu membawa buku dan membaca di rumah. Sering dijadikan senjata rahasia yang ampuh untuk menghindar dari “suruhan” abah dan emaknya. Kalau ia mengetahui bahwa abah atau emak akan menyuruh bekerja apa saja baik pekerjaan membersihkan rumah atau pekerjaan-pekerjaan lain, secepat kilat ia pura-pura membaca buku. Mengetahui anaknya sedang asyik membaca, abah dan emak sering tidak jadi menyuruh Buety kecil, akhirnya yang disuruh saudara-saudara Buety yang lain. Kurtusi sering kesel melihat strategi abangnya ini, ia dan beberapa saudaranya yang lain pun berusaha menggunakan strategi yang sama. Namun, selalu gagal. Karena abah dan emak tidak percaya mereka membaca buku, karena mereka memang jarang membaca seperti Buety kecil. Di masa remajanya, aura seorang pemimpin semakin terasa dalam setiap gerak BN. Selagi belajar di Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar, Jati, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Buety muda langsung terjun menjadi salah satu guru di madrasah yang didirikan oleh orang tuanya. Mengajar dengan kondisi madrasah yang rusak dan siap kapan saja roboh, dijalani Buety muda dengan suka hati. Pemberontakan dan kekecewaan Buety muda akan kepedulian pemerintah terhadap pendidikan seolah terpendam dalam kubangan otoriterian kepemimpinan nasional dan daerah pada saat itu. Jangankan bicara tentang kesejahteraan guru, memperbaiki gedung sekolah yang mau roboh saja menjadi mimpi yang tak mungkin. Mengurus madrasah yang tidak memiliki payung hukum dan serba kekurangan, di jalani BN selagi ia masih sangat muda. Yakni ketika ia masih duduk di bangku Aliyah atau setingkat SMU. Ia telah menjadi guru bagi anak-anak miskin sekitar Tanjung Anom, untuk memperoleh hak mereka akan pendidikan dan BN menunaikan kewajibannya sebagai anak manusia yang memiliki sedikit ilmu untuk dibagikan kepada anak-anak tersebut. Mereka yang belajar di madrasah hanya membayar ketika orang tuanya panen, itu pun tak seberapa, ada yang membayar Rp. 200, ada yang hanya Rp. 100. Namun, tidak menjadi alasan BN untuk tidak menjadi guru bagi anak-anak petani tersebut, dan terus mengajar mereka. II.

Masa Kuliah

A.

Masa Kuliah dan Titik Nadir Perjuangan

9

“Sepatu ngejengat” artinya sepatu yang udah robek depannya sehingga jari-jari kaki terlihat jelas. Bahasa ini digunakan Hj. Marwiyah ketika bercerita dengan penulis.

Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar, Jati, Sukadiri, Kabupaten Tangerang. BN melakukan aktivitasnya membantu ayahnya bertani, berdagang dan mengajar di madrasah. Satu tahun BN mengurungkan niatnya memperdalam ilmu agama di Perguruan Tinggi karena tidak memiliki biaya untuk kuliah. Karena biaya yang di alokasikan untuk kuliah Buety ketika itu digunakan untuk memperbaiki rumah mereka yang kelihatan hampir rubuh. Baru satu tahun kemudian, tepatnya tahun 1984, ia mendapat kesempatan kuliah di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang waktu itu salah satu Kampusnya ada di Serang10. Wajah-wajah kecil, muda dan berasal dari keluarga miskin murid-murid madrasah, membuat Buety muda tidak pernah nyenyak tidur. Ketika ia harus berangkat kuliah dan harus berkonsentrasi pada kegiatan kuliahnya, murid-murid itu selalu membayangi pikiran BN. Berat tetapi harus dilakukan. Ia memindahkan pusat perhatiannya. Memperjuangkan pendidikan melalui cara lain. Ia memutuskan untuk memperjuangkan nasib mereka dalam hal ini pendidikan, melalui gerakan kemahasiswaan. Buety muda pamit kepada kedua orang tuanya untuk fokus kuliah dan aktif dalam pergerakan kemahasiswaan. Mulai aktif di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), pernah menjabat Ketua Senat Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang, bahkan pernah menjadi komandan resimen mahasiswa (MENWA), sehingga mengantarkan BN menjadi satu-satunya anak Banten (masih bergabung dengan Jawa Barat waktu itu) mendapat kehormatan Wing dari TNI-AU, untuk bergabung menjadi salah satu penerjun payung (parasutis) dalam latihan pasukan TNI-AU itu. Untuk mendapatkan Wing penerjuan tersebut. Maka seorang penerjun minimal telah melakukan terjun payung sebanyak 5 kali. Ketika BN ingin melakukan terjun payung untuk pertama kalinya, ia memohon restu dari kedua orang tuanya. Tanpa bisa menghalangi semangat kuat anaknya H. Muhammad Nasir merestui keinginan BN. Namun, ketika BN melakukan terjun payung. H. Muhammad Nasir di rumah selalu berdoa berharap anaknya selamat dan sukses dalam penerjunan perdananya. Sampai terjun-terjun berikutnya, BN berhasil mencapai persyaratan untuk mendapat Wing Parasutis dari TNI AU. Ketika upacara penyematan Wing Parasutis di Markas TNI AU di Bandung, hampir semua penerima Wing dihadiri dan disematkan oleh orang tuanya. Namun, BN tidak. Ia justru dihadiri dan disematkan oleh Prof. Dr. H.M.A. Tihami (Pak Imat) yang ketika itu sebagai Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan Fakultas Syariah IAIN Gunung Djati Bandung. Bangga bercampur haru perasaan Pak Imat ketika itu.

Buety muda tumbuh menjadi aktivis Islam yang di kenal konsisten oleh temantemannya. Kegiatan pengkaderan dan dakwah Islam selalu mejadi prioritas yang diikuti oleh BN. Buety muda tidak pernah lepas dari karakternya. Yakni; hormat dan dekat dengan guru. Ia dikenal dekat dengan seluruh dosen di kampusnya, seperti Pak Imat atau Prof. Dr. H.MA Tihami, Prof. Dr. Wahab Hafif dan Prof. Dr. Baihaqi. Bergaul dengan berbagai komponen merupakan ciri Buety muda. Ia bergaul dengan berbagai kelompok 10

Sekarang IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang ada di Serang tersebut, telah berubah menjadi IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten. (SMHB). Sekarang Rektor IAIN SMHB adalah, Prof. Dr. H. MA. Tihami.

agama. Ia sering berdiskusi dengan teman-temannya yang aktif di PMII, IPNU, GP Ansor, Pemuda Mathla’ul Anwar, PII dan aktivis-aktivis Muhammadiyah di Serang. Konsistensinya sebagai aktivis Islam, tidak jarang menuai berbagai tantangan dalam berdakwah. BN tidak sungkan-sungkan berbeda pendapat dengan siapa saja termasuk gurunya. Namun, ia tetap menjaga sopan santun dalam perbedaan argumen. Pernah suatu hari karena sering berbeda pandangan tentang permasalahan khilafiyah dengan orang tua dan ustazd sekitar Tanjung Anom. Ketika tiba BN menjadi khotib jum’at di Masjid Tanjung Anom, orang tua dan ustadz yang sering berbeda pandangan dengan BN, meninggalkan masjid ketika BN naik mimbar. Tidak sampai di situ, madrasah yang dikelolanya selalu menjadi bulan-bulanan kejahilan orang-orang yang tidak setuju dengan gerakan dan pemikirannya. Mulai dari dilempari dengan kotoran hewan hingga dijadikan tempat buang hajat bagi orang-orang yang tidak senang dengannya. BN menanggapi tindakan tersebut dengan santun dan mengajak mereka untuk berdialog. BN mampu mengatasi permasalahan perbedaan dengan baik dan santun ketika ia relatif sangat muda, sehingga membuka pintu silahturahim dengan tokoh-tokoh yang terkadang sering berseberangan dengan pendapatnya. Sedikit pun tidak terbesit di diri BN untuk membalas perbuatan orang-orang yang tidak menyenanginya. Bahkan ketika ia mapan secara ekonomi tidak jarang orang-orang itu meminta bantuan kepadanya dan ia selalu berusaha membantu tanpa mengungkit-ungkit kejadian masa lalu. Kemampuan menyambung silahturahim dengan tokoh-tokoh agama walau dalam bingkai perbedaan pandangan, membentuk BN menjadi tokoh muda yang matang dalam banyak aktivitas sosial keagamaan dan politiknya.

B.

Mahir Menggunakan Senjata

Sebagai komandan Resimen Mahasiswa (MENWA) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang yang dekat dengan kalangan TNI. BN memperoleh berbagai kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh TNI. Selain sebagai satu-satunya anak Banten yang terpilih menjadi parasutis dan memperoleh wing penerjun dari TNI AU, BN juga pernah mengikuti Sekolah Dinas Staf TNI AD di Bandung. Melalui sekolah ini, ia banyak belajar tentang administrasi perang dan berbagai nilai-nilai kesetiaan pada negara dan kedisiplinan. Tidak cukup terpilih sebagai penerjun atau parasutis dari TNI AU dan Sekolah Dinas Staf TNI AD. Ia sempat mengikuti latihan dasar militer pada PUSLATPUR (pusat latihan tempur) di Ciuyah, Rangkas Bitung. Melalui latihan dasar militer inilah BN merasakan bagaimana beratnya menjadi seorang prajurit. Dalam latihan dasar militer tersebut dua orang temannya meninggal dunia karena keletihan dan tidak sanggup mengikuti latihan. Latihan dasar militer juga membekali BN, sehingga mampu dan mahir membongkar pasang dan menggunakan senjata jenis FN-45, FN-46, AK, M-16, Garan atau sejenis senjata laras panjang. Pastilah bukan orang sipil sembarangan yang dapat memperoleh keahlian militer seperti itu, pasti pihak militer telah melakukan seleksi ketat terhadap BN. Karena pengalaman pelatihan militer tersebut, BN dipercaya oleh TNI sebagai “perwira cadangan”, yang bertanggung jawab memimpin rakyat dalam peperangan apabila negara dalam keadaan darurat perang.

Latar belakang pelatihan dan keahlian militer tidak sekonyong-konyong membuat BN berprilaku militeristik dalam hubungannya dengan teman-teman aktivis lain. Justru, latar belakang tersebut menjadi kelebihan BN dibanding teman-temannya. Selain memiliki kapasitas intelektual sebagai seorang aktivis, BN juga memiliki semangat perjuangan tak kenal menyerah ala militer. Pelatihan militer membentuk BN menjadi sosok yang teratur dan disiplin dalam seluruh aktivitasnya. Sebagai aktivis. Walau sibuk dan sering tidur larut malam, BN selalu bangun subuh. Jam tidur yang relatif sedikit, ratarata hanya 4 jam11, tidak mengganggu stamina BN dalam beraktivitas, karena ia telah terbiasa dengan pola tidur seperti itu ketika mengikuti pelatihan militer di Ciuyah, Rangkas Bitung.

C.

Menonjol di Kampus

Komandan Menwa, disegani oleh teman-teman kampus dan selalu menonjol secara intelektual, menjadikan BN tempat konsultasi bagi teman dan adik kelasnya di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Serang. Teman-teman dan adik-adik kelasnya senang menemui BN untuk sekedar mengajak diskusi tentang mata kuliah dan meminta saran pada BN tentang persiapan skripsi yang akan mereka buat. Karena dipandang cakap dan mampu menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pihak kampus, BN menjadi tempat mengadu mengenai seluruh permasalahan kampus yang dihadapi oleh mahasiswa. Pak Imat atau Prof. Dr. H. MA. Tihami12 yang pada waktu itu merupakan Pembantu Dekan Bidang III yang mengurusi tentang kemahasiswaan, tahu benar bagaimana BN berhadapan dengan pihak kampus untuk menyampaikan berbagai permasalahan kemahasiswaan. Tanpa tendeng aling-aling BN akan bersuara keras menuntut kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa pada waktu itu. Sebagai Ketua Senat dan Komandan Menwa. BN memiliki wibawa dan perlakukan khusus pihak kampus. Setiap saran dan kritikan yang disampaikan oleh BN pastilah menjadi perhatian serius pihak kampus. Bahkan, menurut pak imat; BN selalu matang dalam merancang gerakan dan kegiatan kemahasiswaan. Semua kegiatan yang dia rancang berjalan dengan baik dan sukses. Walaupun sibuk sebagai aktivis di kampus dan luar kampus, tidak menyebabkan ia lalai dalam belajar di kelas. BN mampu mengatur waktunya dengan baik, sehingga prestasi akademiknya tidak terganggu oleh kesibukannya sebagai aktivis. Ia menjadi contoh sukses aktivis kampus waktu itu. Belajar merupakan prioritas utama baginya. “Sebagai aktivis kita harus mampu menjadi tauladan, sukses sebagai aktivis kampus bermakna linier dengan kesuksesan akademik” begitu kata BN. D. 11

Merajut Cinta

Karena dianggap tidak memiliki pola tidur sehat, oleh dokter BN disarankan untuk merubah pola tidurnya yang hanya 4 jam tersebut. Buety Nasir memang mengikuti saran dokter untuk merubah pola tidurnya. justru, dari 4 jam menjadi 3 jam, karena tingkat kesibukan BN justru terus bertambah ketika hajathajat politik penting di Banten. 12 Sekarang Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten

Tampang sangar, Komandan Menwa, memiliki prestasi akademik dan kapasitas intelektual mumpuni, tidak semerta-merta menyerabut naluri manusia BN sebagai anak muda. BN juga tidak luput dari kehidupan asmara, yang suatu hari menjadikannya lebih tangguh menjalani pengabdiaan pada rakyat. Dari sekian banyak mahasiswi yang datang berdiskusi tentang permasalahan akademik seperti; minta saran untuk judul skripsi atau hanya sekedar berdiskusi tentang permasalahan kampus. Siti Romlah atau Romlah seorang mahasiswi yang biasa dipanggil Immawati Romlah, karena kebetulan juga aktivis IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Serang, salah satu mahasiswi yang sering bertanya seputar permasalahan akademik kepada BN. Dialah perempuan yang menjadi tambatan hati BN. Sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta. BN yang terkenal cuek dan blak-blakan langsung mengutarakan isi hatinya kepada sang tambatan hati. Namun, sayang sang tambatan hati tidak pernah menjawab cinta BN. Siti Romlah tidak pernah menanggapi serius cinta BN terhadapnya. ia tidak pernah putus asa, dia yakin bahwa Romlah adalah gadis yang baik yang suatu hari akan mendampinginya dalam setiap kesempatan pengabdiaannya kepada rakyat. Masa pacaran pun tidak pernah dilalui BN karena Romlah tidak kunjung menjawab cintanya. Di sisi lain Romlah juga disukai oleh beberapa mahasiswa di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang, dan Romlah juga memperlakukan mereka seperti bagaimana memperlakukan cinta BN kepadanya. Romlah tidak kenal dengan istilah “pacaran”. Ia mengharapkan kesungguhan dari seorang laki-laki untuk merajut masa depan dalam sebuah bingkai rumah tangga. Dan kesungguhan tersebut terbukti hanya dimiliki oleh BN. Dia tidak pernah pupus, dan berani mengambil keputusan penting bagi masa depannya kelak, untuk langsung menikah tanpa melalui masa pacaran seperti anak-anak muda sekarang. Walaupun Romlah tahu, BN bukan berasal dari keluarga yang berada secara ekonomi. Jadilah, Pada saat lulus kuliah BN memberanikan diri melamar Romlah. Dia sampaikan niat tersebut kepada Romlah sebelum ia bertemu dengan kedua orang tua Romlah di Legok. Romlah pun menyambut dengan baik niat BN. Jadilah, BN menikah dengan Romlah. Pernikahan yang dilakukan hanya di depan penghulu dan keluargakeluarga dekat, tanpa pesta. BN menolak pernikahannya di pestakan. Keputusan BN untuk tidak menggelar pesta pernikahan, bukan tanpa tentangan dari keluarganya dan keluarga istri. BN dianggap tidak menghargai tradisi yang telah dibangun melalui pesta pernikahan. Alasan ekonomi bukan satu-satunya alasan BN untuk tidak menggelar pesta pernikahan. Namun, karakter BN dari awal tidak terlalu senang dengan pesta yang diadakan tanpa memperhatikan manfaatnya. Ia tidak ingin membebani kedua orang tua dan mertuanya, hanya untuk menggelar pesta pernikahan yang menghabiskan dana cukup besar. Cukuplah dengan mengundang kerabat-kerabat dekat dan tetangga. Kalaupun dana untuk pernikahannya telah disediakan, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif demi kelangsungan rumah tangganya. Sikap BN seperti itu dapat dipahami oleh orang tua dan mertuanya.

III. A.

Menjadi Guru, Aktivis, Pedagang dan Politisi Ikhlas Menjalani Tugas

Cita-cita awal BN untuk memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia, Khususnya Banten (Jawa Barat waktu itu). Sedikit demi sedikit menemukan formatnya. Setamatnya dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang13 (sekarang IAIN SMHB) dan setelah menikah dengan Siti Romlah pada tahun 1990, BN kembali menekuni profesi guru di madrasah. BN sadar apabila ia hanya mengabdikan dirinya untuk mengelola madrasah kecil, maka kemampuannya untuk melakukan perubahan di dunia pendidikan Banten ( masih bergabung dengan Jawa Barat waktu itu) pasti tidak mungkin terwujud. Maka BN pun bergiat terus di dunia pergerakan. Namun, bergiat di dunia pergerakan dan mengajar tanpa imbalan materi, menjadi permasalahan tersendiri bagi BN. Di satu sisi ia harus melanjutkan cita-citanya membangun pendidikan di Banten (Jawa Barat waktu itu), sisi lain ia juga harus memberikan kecukupan nafkah kepada keluarganya. Untuk menjawab dilema tersebut, BN memutuskan berdagang untuk menghidupi keluarga dan menompang pergerakannya. Membuka usaha warung kecil di rumah menjadi pilihan BN, berbekal modal Rp. 200.000 dari hasil tabungan. Ia memulai bisnis dengan tekun. Kegigihan dan pengalaman masa kecil sebagai pedagang menjadi modal utama untuk merancang keberhasilan usahanya. Pelan tapi pasti warung tersebut berkembang dengan pesat, dan BN pun terus menambah modal usahanya. Sehingga usaha warungnya menjadi lebih baik, Hingga mampu mencukupi nafkah keluarga dan menopang seluruh pergerakannya. Dengan begitu, ia terlindung dari motif materialistik dalam pergerakannya memajukan dunia dakwah dan pendidikan. Di perjalanan. Usaha yang dikelola BN akhirnya sepenuhnya ditangani oleh istrinya, Siti Romlah. Selain megelola usaha, Siti Romlah juga membuka TPA (Tempat Pengajian Al Quran) di rumah. Sedang BN lebih banyak menghabiskan waktunya di dunia pergerakan. Selain, mengelola madrasah BN aktif melakukan kegiatan advokasi dan pararegal (pendampingan) terhadap masyarakat yang tertindas dan dirugikan oleh kebijakan pemerintah. Bersama teman-temannya seperti Jupri Faisal Amir, Maman, Budi Usman dan teman-teman lain yang bergabung dalam Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang. BN Aktif melakukan advokasi terhadap abrasi yang terjadi di Pantai Tangerang Utara . BN bersama teman-temannya berjuang agar pemerintah mengatasi abrasi yang terjadi di pantai tersebut. Siang malam BN aktif memperjuangkan kelestarian lingkungan pantai Tangerang Utara. Sampai-sampai istrinya, Siti Romlah protes. Karena BN banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan advokasi tersebut. Setiap hari, siang dan malam Romlah harus menerima banyak tamu yang datang kerumah, mau tidak mau ia harus menyediakan hidangan untuk menyambut tamu yang ingin bertemu dan berdiskusi dengan BN, tidak jarang tamu-tamu yang terdiri dari teman-temannya tersebut menginap di rumah, karena pada saat itu rumah BN berfungsi sebagai posko bagi LSM Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang.

13

Sekarang telah menjadi IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten (SMHB)

Abrasi di Pantai Tangerang Utara, memprihatinkan BN dan teman-temannya di LSM Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang. Keterbatasan dana perjuangan sering menjadi hambatan bagi BN dan teman-teman berjuang untuk mendesak pemerintah memperhatikan abrasi tersebut. Namun, BN selalu mampu memberikan solusi bagi kesulitan dana perjuangan. Ia menggunakan uang modal usaha warung yang dikelola istrinya untuk menutupi kekurangan dana perjuangan. Siti Romlah sempat kecewa dan kesal dengan tindakan BN yang telah banyak menghabiskan modal warung untuk mendanai advokasi terhadap abrasi yang terjadi di Tangerang Utara. Namun, BN dengan ringan menjelaskan pada istrinya, bahwa “ rezeki yang digunakan untuk hal-hal yang baik, apalagi untuk kepentingan masyarakat. Pasti akan dibalas Allah dengan rezeki yang lebih besar”, Siti Romlah pun harus memendam kepentingan pribadi dan anak-anaknya untuk kepentingan yang lebih besar. Karena keikhlasan istri dan perjuangan BN beserta teman-teman yang bergabung pada Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang. Akhirnya pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp. 5 Milyar untuk menanggulangi dampak abrasi yang terjadi di Pantai Tangerang Utara. Namun, jangan mengira ia dan temanteman dalam Forum tersebut mendapatkan sebagian dana tersebut untuk kepentingan organisasi atau perorangan. BN dan teman-teman hanya berhenti pada memperjuangkan, agar dampak abrasi tersebut ditangani oleh pemerintah. Selanjutnya, berkaitan dengan proyek penanggulangan abrasi tersebut. Justru, dikerjakan oleh pihak yang ditunjuk oleh pemerintah tanpa ada sangkut paut dengan BN dan teman-teman. Namun, BN dan temanteman tidak protes, mereka ikhlas berjuang hanya agar dampak abrasi tidak merugikan masyarakat sekitar tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Uniknya. Meski uang hasil dan modal usaha yang dikelola Siti Romlah, banyak dihabiskan BN untuk kepentingan pergerakan, usaha warung Siti Romlah tidak mengalami kerugian, justru rezeki untuk menambah modal usaha sering datang tak terduga-duga. Usaha warung yang dikelola Siti Romlah terus berkembang pesat. Hingga menjadi sebuah minimarket. BN dan Siti Romlah pun terus melakukan ekspansi usaha. BN dan Siti Romlah mulai membuka Show Room sepeda motor di Tanjung Anom. Seiring berkembangnya usaha yang dikelola Siti Romlah dan BN, tidak semerta-merta merubah pola hidup keluarga BN. Siti Romlah bukan tipe istri yang suka kemewahan, jangan berharap mendapatkan sofa atau perabotan mewah di rumah BN. Uang hasil usaha banyak dihabiskan BN untuk membangun madrasah dan mendanai pergerakannya. Selain merintis usaha retail dan show room yang dikelola istrinya, BN juga memulai usaha lain. Jiwa merdeka dan mandiri begitu mendarah daging di tubuh BN. Sama sekali tidak terbesit dalam pikiran BN untuk bekerja sebagai PNS ketika banyak orang di kampungnya berduyun-duyun dengan berbagai cara mendaftarkan diri sebagai PNS. BN justru memilih membuka usaha baru sebagai pengrajin batu bata. Berjibaku dengan tanah liat. Kumal, dijalani BN. Usaha batu bata yang dikelola BN lama ke lamaan mengalami kemajuan pesat. Ia sempat menjadi pemasok besar batu bata untuk daerah sekitar Mauk. Sampai-sampai ia memiliki beberapa truk dan mesin pengolah batu bata sebagai sarana pengangkutan bagi produksi batu batanya. Usaha yang sukses menjadi kekuatan BN dalam melakukan banyak aktivitas sosial di berbagai bidang. Profesinya sebagai guru terus dilakoni, sebagai aktivis pergerakan dakwah dan LSM semakin menggeliat. Begitu juga dengan karier politiknya yang mulai bergerak progresif. Latar belakang entrepreneur inilah yang kemudian membentuk pribadi mandiri BN di

pergerakan politik. Prilaku “mengemis” dengan orang lain, paling dibenci oleh BN. Memiliki kemampuan ekonomi yang mumpuni menjaga wibawanya dalam politik, sehingga ia membentuk citra diri sebagai politikus dan aktivis yang tidak dapat “dibeli”. Jangan heran, dikemudian hari ia disegani oleh teman maupun rival politiknya. Kemandirian dalam mendanai pergerakan politik dan sosial merupakan refleksi pemahaman BN terhadap pentingnya berjuang untuk rakyat tanpa mengedepankan spirit pragmatisme. B.

Terjun Kedunia Politik Praktis

Darah politik sudah mengalir pada BN dari sang Abah_begitu BN dan saudarasaudaranya biasa memanggil ayahandanya_, H. Muhammad Nasir. Beliau merupakan simpatisan fanatik MASYUMI hingga Partai Islam itu dibubarkan oleh Bung Karno. Walau MASYUMI telah tiada. H. Muhammad Nasir tetap setia mendukung Partai Islam lain yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan satu-satunya partai berasaskan Islam, hasil peleburan partai-partai Islam ketika masa Orde Baru mulai berkuasa. Sebagai seorang Ustadz Beliau aktif membantu berbagai kegiatan kampanye PPP di Mauk, walaupun beliau tidak pernah masuk menjadi pengurus aktif di PPP. Pembelajaran politik telah dimulai BN ketika ia masih duduk di Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Jati, Mauk, Kabupaten Tangerang. Bersama teman-teman madrasahnya seperti Subyani Osland, Muayad (Alm) ia aktif sebagai ketua Organisasi Intra Sekolah (OSIS) dan Pramuka. Kebiasaan berorganisasi semakin terasa ketika ia duduk di bangku kuliah. Ia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Aktif sebagai Ketua Senat dan Komandan MENWA IAIN Sunan Gunung Jati Bandung di Serang. Di organisasiorganisasi tersebut BN terbiasa memimpin dan dipimpin, dalam organisasi ini pula ia terlatih menghadapi berbagai konflik yang terjadi dan belajar menyelesaikan konflik tersebut. Melalui organisasi pula BN memiliki basis kekuatan politik bagi aktivitas politik praktisnya kelak. Seperti yang telah penulis ceritakan pada bagian I dan II. Selesai dari bangku kuliah, langsung menikah dan menjalankan aktivitasnya sebagai guru, aktivis dan pedagang. Ketiga profesi itu dijalankan oleh BN. Namun, BN selalu menganggap perjuangannya belum maksimal. Karena ia tidak mampu memberikan warna yang lebih signifikan bagi kebijakan publik yang pro-rakyat. Kalau pun ada, kebijakan publik yang bisa ia pengaruhi masih dalam skala mikro. Akhirnya pada tahun 1990 ia bergabung dengan PPP yang merupakan satu-satunya partai Islam waktu itu. Walau tidak duduk sebagai pengurus harian, BN aktif melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat untuk memenangkan PPP pada pemilu tahun 1992, komunikasi dengan masyarakat bukan hal yang sulit bagi BN. Apalagi ia telah dikenal baik oleh masyarakat Tangerang khususnya daerah pantai utara. Ditengah keaktifannya sebagai kader partai. BN pun memperoleh kesempatan untuk menjadi calon anggota legislatif untuk DPRD II Kabupaten Tangerang dari PPP. BN mengambil kesempatan tersebut dengan sungguhsungguh, ia yakin apabila ia bisa menjadi salah seorang anggota legislatif, maka ia dapat memaksimalkan perjuangannya untuk pendidikan di Banten (Jawa Barat waktu itu). Namun, apa mau dinyana BN gagal. Karena suara PPP tidak cukup untuk mengantar BN menjadi salah satu anggota DPRD II Kabupaten Tangerang.

Walau gagal menjadi anggota DPRD II Kabupaten Tangerang pada pemilu 1992. Buety Nasir terus memaksimalkan perannya di PPP. Tokoh Partai PPP Kabupaten Tangerang seperti Burhanudin Somawinata yang sekarang anggota DPR RI dan Dadang Kartasasmita yang sekarang sekretaris DPW. PPP Banten dan Anggota DPRD I Banten, menjadi mentor bagi BN. Ia banyak belajar dari kedua politisi senior tersebut, sehingga ia semakin matang dalam gerak dan pikir di partai. Militansi dan kesungguhan BN berjuang di ranah politik ditunjukannya dengan tetap berusaha mendekatkan PPP di tengah-tengah komunitas masyarakat Islam Kabupaten Tangerang saat itu. Pada pemilu tahun 1997 menjelang reformasi, BN kembali mendapat kesempatan menjadi salah satu calon anggota DPRD II Kabupaten Tangerang untuk kedua kalinya dari PPP. BN pun memohon restu kepada keluarga untuk mendukung penuh rencananya. Namun, pihak keluarga menasehati BN agar jangan terlalu ngoyo berjuang di partai, nanti ujungujungnya mengecewakan. Buety Nasir berusaha meyakini keluarganya bahwa kali ini ia pasti berhasil, karena telah lama ia berjuang membesarkan PPP. Tidak ada alasan yang logis untuk menempatkan BN pada urutan buntut, karena ia merupakan kader partai yang setia dan dekat dengan banyak komponen masyarakat akar rumput. Namun, kekhawatiran pihak keluarga terjadi. Tadinya karena dianggap berjasa dan mampu menarik massa pemilih dalam jumlah yang lebih besar bagi PPP. BN dijadikan calon legislatif dengan nomor jadi. Politik tetap politik. “Kepentingan” merupakan parameter utama dalam setiap kebijakan yang dibuat. Karena dianggap kader baru dan bukan pengurus harian partai, maka nomor urut BN pun di gantikan oleh kader partai yang lebih senior dan telah menjabat sebagai pengurus harian. BN pun ditempatkan pada nomor urut yang lebih rendah. Untuk kedua kalinya Buety Nasir pun, gagal dalam usahanya menjadi anggota DPRD II Kabupaten Tangerang. Partai memiliki pertimbangan lain tentang penggeseran nomor urut BN. Namun kejadian tersebut, tidak membuat ia keluar dari partai. Walaupun keluarga terutama istri BN, Siti Romlah. Teramat sangat terpukul. Karena menganggap suaminya diperlakukan secara tidak adil oleh partai yang selama ini ia perjuangankan siang dan malam, dengan berbagai pengorbanan. Hampir seminggu Siti Romlah tidak bersedia keluar kamar. Romlah menghabiskan waktunya untuk sholat dan berdoa agar ditenangkan hatinya. BN berusaha memberikan pengertian kepada sang istri tercinta untuk bersabar dan tawakal. “Semua yang ingin kita capai tidak mungkin terus berjalan mulus, seperti yang kita inginkan. Mungkin Allah memiliki rencana lain untuk kita”. Begitu Buety Nasir meyakini istrinya. Kecewa, pasti. Namun, ia berusaha memahami bahwa kegagalannya untuk kedua kali ini memiliki hikmah yang luar biasa mendalam bagi perjuangan BN di ranah politik. C.

14

PBB (Partai Bulan Bintang)14 dan Kebangkitan Masyumi

Sekarang telah mengkonversi diri menjadi Partai Bintang Bulan (PBB), karena pada pemilu 2004 yang lalu suara tidak mencukupi electoral trashould.

Meski gagal menjadi anggota legislatif PPP pada pemilu 1992 dan 1997, sama sekali tidak membuat Buety Nasir melakukan propaganda atau black campaign terhadap PPP. Ia tetap berusaha membela PPP pada setiap kebijakan politik yang diambil partai berlambang ka’bah tersebut. Termasuk ketika proses reformasi mulai digelindingkan oleh Mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi pada tahun 1998. Buety Nasir merupakan salah satu tokoh dari Banten (Jawa Barat waktu itu) yang menyuarakan perlunya dilakukan reformasi dikalangan tokoh-tokoh partai politik, karena melalui merekalah otoriterianisme orde baru memperoleh pengesahan. Tokoh Reformasi seperti Amien Rais dan beberapa tokoh lain dianggap pantas menjadi prioritas untuk duduk menggantikan tokoh-tokoh PPP waktu itu. Namun, sekali lagi. Politik ya tetap Politik. “Kepentingan” merupakan faktor dominan dalam bergerak dan berpikir. Reformasi dalam tubuh PPP dan partai lain tidak pernah kunjung terwujud dengan sungguh-sungguh. Ketika Soeharto jatuh dan digantikan BJ.Habibie. Sebagai presiden baru yang mengemban tugas mengantarkan proses pemilu Indonesia yang demokratis pada tahun 1999. Habibie pun membuka kran demokrasi di Indonesia, diwujudkan dengan kebebasan untuk membentuk partai yang akan ikut dalam pemilu tahun 1999 tersebut. Maka eufhoria kebebasan politik dimulai. Salah satu partai yang berdiri adalah PBB atau Partai Bulan Bintang yang didirikan oleh para tokoh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang saat itu dipimpin oleh Almarhum Anwar Harjono. Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang didirikan dan dipimpin langsung pertama kali oleh Almarhum Muhammad Natsir, mantan perdana menteri Indonesia dan Ketua Majelis Syuro Muslimin (MASYUMI). Ikatan emosional dan sejarah antara Muhammad Natsir, MASYUMI dan DDII yang didirikan beliau, tak pelak. Menjadikan PBB (Partai Bulan Bintang) yang dideklarasikan oleh Anwar Harjono dan tokoh-tokoh DDII menjadi sangat identik dengan MASYUMI. Bahkan dengan gamblang para pendiri PBB menyebutkan bahwa partai ini merupakan perwujudan baru dari MASYUMI yang dulu dipimpin oleh Muhammad Natsir. Dengan berdirinya PBB (Partai Bulan Bintang) ditingkat pusat, melalui jaringan aktivis dakwah Islam diseluruh Indonesia. Maka berdiri pulalah pimpinan-pimpinan daerah dan cabang di seluruh Indonesia. Buety Nasir yang merupakan salah seorang kader dakwah Islam yang aktif di Kabupaten Tangerang waktu itu, tertarik dengan keberadaan partai ini. Maka dengan dorongan dan dukungan penuh H. Muhammad Nasir ayahanda BN, yang dulu juga merupakan simpatisan MASYUMI. Ia bergabung dengan PBB (Partai Bulan Bintang). Sebelum bergabung dengan PBB, BN memohon restu dan dukungan teman-temannya yang ada di PPP untuk bergabung dengan partai baru tersebut. Ternyata. BN bukan satu-satunya kader PPP yang memutuskan bergabung dengan PBB, banyak anak-anak kader MASYUMI yang mengagumi sosok Muhammad Natsir di Jawa Barat khususnya Kabupaten Tangerang bergabung dengan PBB. Kelahiran PBB diyakini oleh BN sebagai kebangkitan (Nahdatul) MASYUMI. Berjuang untuk Partai yang benar-benar ia cintai, seolah memberi energi baru bagi BN. Siang malam BN menghabiskan waktunya untuk mengurusi partai baru ini, melakukan

sosialisasi keberbagai sudut Banten (Jawa Barat waktu itu) dilakoni BN demi suksesnya PBB di pemilu 1999. jadilah Buety Nasir salah seorang calon anggota DPRD I Jawa Barat dengan daerah pemilihan Kabupaten Tangerang. Namun, malang tak bisa ditolak. Sekali lagi BN harus gagal menjadi anggota DPRD, karena PBB tidak memperoleh suara yang memuaskan. Kegagalan BN untuk ketiga kalinya di dunia politik tidak membuat BN surut dan menghindar dari hiruk pikuk ranah politik Jawa Barat saat itu. Runtutan kegagalan BN di dunia politik, tidak diikuti oleh kegagalan dibidang lain. Istrinya yang mengelola bisnis seperti; minimarket dan show room sepeda motor terus berkembang. Tingkat kepedulian BN di dunia pendidikan terus ia lakoni. Dari hasil usaha yang dikelola sang istri, BN berusaha memperbaiki madrasah tempat dimana selama ini ia mengabdi. Madrasah yang tadinya tidak memiliki payung hukum. Dengan dana hasil usaha ia rubah menjadi sebuah Yayasan yang bernama “AL-FURQON”.

D.

Terbentuknya Provinsi Banten

Kran reformasi memberikan kesempatan kepada banyak komponen masyarakat di daerah untuk bersuara menuntut perlakuan yang lebih adil dari pemerintah pusat. Salah satunya adalah melalui konsepsi otonomi daerah. Maka lahirlah UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Yang kemudian dirubah menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2000. Kesempatan tersebut dimamfaatkan benar oleh rakyat Banten, yang selama ini telah lama memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten yang lepas dari Jawa Barat. Keinginan berdirinya Provinsi Banten merupakan sejarah panjang peradaban Banten, keinginan tersebut telah lahir ketika Indonesia memasuki masa kemerdekaan. Tepatnya tahun 1953, yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa diwujudkan.15 Ketika Orde Reformasi, perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 15

Supandri “Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Provinsi Banten 1953-2000”

Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama16. Proses pembentukan Provinsi Banten tidak luput dari perhatiaan BN. Sebagai aktivis partai dan aktivis Islam yang memahami sejarah panjang Banten. Buety Nasir ikut andil dalam memperjuangkan terbentuknya provinsi baru tersebut. Melalui Forum Masyarakat Tangerang (FORMATANG) BN bersama teman-temannya seperti Jupri Faisal Amir yang saat itu sebagai Sekretaris Jenderal FORMATANG, H. Ucung Mansur aktivis GP52 serta dorongan dan dukungan penuh dari tokoh senior Tangerang H. Sagaf Usman, aktif melakukan mobilisasi massa di Kabupaten Tangerang untuk melakukan desakan kepada pemerintah pusat agar segera mengesahkan pendirian provinsi Banten. Sebagai aktivis yang bertugas melakukan mobilisasi massa, BN bersama tokoh-tokoh yang aktif memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten terus mengawal sidang Paripurna DPR-RI pada tanggal 4 Oktober 2000 untuk mengesahkan RUU tentang Provinsi Banten menjadi UU No. 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten. Posisi Buety sebagai tokoh yang bertugas memobilisir masa ketika itu. Ia muncul sebagai pimpinan pergerakan massa untuk mendesak pemerintah pusat dan DPR RI mengesahkan pendirian provinsi Banten. Di sisi lain pada saat itu, pembentukan Provinsi Banten mengalami dilemma. Tangerang yang merupakan bagian penting dari territorial provinsi Banten yang akan dibentuk, belum memberikan sikap tegas untuk bergabung dan mendukung pendirian provinsi Banten. Bahkan nyaris sulit untuk dibujuk agar bergabung dengan provinsi Banten. Sekali lagi, Buety Nasir menggunakan kelihainya dalam berdiplomasi dengan berbagai pihak. Berbagai usaha diplomasi dilakukan BN dan teman-temannya serta dukungan penuh H. Sagaf Usman, untuk meyakini pemerintah daerah Kabupaten dan Kota Tangerang terutama DPRD II-nya untuk mendukung dan bergabung bersama provinsi Banten. Keengganan Kota dan Kabupaten Tangerang untuk bergabung dengan provinsi Banten bukan tanpa alasan rasional. Pemerintah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang masih mempertimbangkan manfaat ikut bergabungnya kedua wilayah penyangga DKI Jakarta ini dengan Banten. Pertama., secara territorial akses ke DKI. Jakarta lebih baik dibanding apabila Tangerang bergabung dengan Provinsi Banten yang akan dibentuk. Kedua, dari sisi pengembangan ekonomi bergabungnya Tangerang dengan Provinsi Banten tidak menjamin perekonomian Tangerang lebih baik. Jangan-jangan. Justru, dengan bergabungnya Tangerang dengan Provinsi Banten akan mereduksi pembangunan ekonomi di Tangerang. Kedua alasan ini yang menurut Prof. H. M.A. Tihami sangat rasional dan sulit kita meyakini Tangerang menggunakan kedua pendekatan tersebut. Karena tanpa bergabung dengan Provinsi Banten, Tangerang tetap menjadi daerah dengan kondisi perekonomian lebih baik disbanding empat kabupaten dan kota lain yang akan bergabung dengan Provinsi Banten. Belum lagi karakter masyarakat urban yang terbiasa dengan konstruksi budaya Jakarta yang majemuk, bertolak belakang dengan budaya Banten yang lebih homogen. Kelompok muda Tangerang yang bergabung dalam FORMATANG, Buety Nasir, Jupri 16

Lihat WWW.Banten.go.id

Faisal Amir, H.Ucung Mansur dan teman-teman bersama tokoh senior Tangerang H. Sagaf Usman tidak kehabisan akal untuk meyakini pemerintah dan DPRD Tangerang untuk turut serta dalam pembentukan Provinsi Banten, karena tanpa keikutan serta Tangerang. Mustahil, Provinsi Banten terbentuk dengan mulus. Melalui diskusi panjang para Aktivis muda yang bergabung dalam FORMATANG dengan Prof. Dr. H.M.A. Tihami, tercetus ide untuk tidak menggunakan pendekatan ekonomi. Namun, menggunakan pendekatan emosional dan sejarah. Mulailah FORMATANG yang di motori Buety Nasir, Jupri Faisal Amir, H.Ucung dan tokoh-tokoh muda Tangerang lain meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang tentang pentingnya Tangerang bergabung dengan Provinsi Banten. Keterkaitan sejarah mulai dari kekuasaan para Sultan di Banten digunakan sebagai dalil untuk meyakini pihak Tangerang. Diplomasi dengan pihak pemerintah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang mencapai puncaknya ketika pada tanggal 22 Januari 2000, pimpinan DPRD Kabupaten menyampaikan surat pernyataan persetujuan dibentuknya Provinsi Banten. Diikuti oleh pemerintah dan DPRD Kota Tangerang setelah itu. Berdirinya Provinsi Banten tidak dinyana membawa keuntungan tersendiri bagi BN. Seiring terbentuknya Provinsi Banten, maka dilakukan penyesuaian komposisi pemerintah Provinsi, termasuk DPRD I Banten. BN yang menjadi calon anggota DPRD I untuk Jawa Barat pada pemilu tahun 1999 yang lalu dan gagal karena suaranya tidak mencukupi. Maka, dengan berdirinya Provinsi Banten BN menjadi calon jadi untuk DPRD I Banten dan suaranya mencukupi. Jadilah BN salah seorang anggota DPRD I Banten dari PBB yang memperoleh 2 kursi saat itu. Melalui lembaga inilah peran-peran politik kedaerahan BN dalam mempengaruhi kebijakan publik mulia terlihat. Duduknya Buety Nasir sebagai anggota DPRD I Banten menjadi tonggak sejarah baru bagi perkembangan politik Banten, terutama politik hukum untuk pendidikan17. E.

Manifesto Politik Guru

Menjadi anggota DPRD, bukan tanpa pemikiran yang matang, yang selalu terniang dalam benak Buety adalah bagaimana dapat melanjutkan perjuangannya dalam ranah makro, yakni kebijakan politik. Maka keputusan BN bergabung dengan Partai Bulan Bintang, dan pada akhirnya menjadi anggota DPRD Banten, setelah memisahkan diri dari Jawa Barat. Menjadi tonggak sejarah baru bagi “Manifesto Politik Guru”. Mengapa disebut demikian?. Dari awal BN merupakan sosok yang peduli dan bercita-cita untuk memperjuangkan guru dan pendidikan. Keputusan menjadi politisi merupakan bentuk kesadaran akan pentingnya “ruang kebijakan” yang pro-pendidikan dan guru. Perubahan tidak dapat tercipta tanpa ada kekuatan politik yang mendorong-nya. 17

Politik Hukum Untuk pendidikan merupakan terminology yang penulis gunakan untuk menjelaskan proses pembuatan landasan hukum bagi sebuah kebijakan. Melalui proses politik di DPRD maka lahirlah sebuah aturan atau landasan kebijakan yang akan diimplementasikan oleh eksekutif sebagai eksekutor dari kebijakan yang telah dibuat. Keputusan di DPRD merupakan landasan hukum bagi eksekutif untuk bertindak. Misal; RAPBD yang sudah disahkan oleh DPRD menjadi APBD menjadi produk hukum bagi eksekutif untuk melakukan eksekusi dari pengesahan tersebut. Demikian pula dengan politik hukum pendidikan, merupakan landasan kebijakan pendidikan yang lahir dari proses politik di DPRD, yang kemudian wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau eksekutif.

“Manifesto Politik Guru”, bermakna bahwa BN bergiat di arena politik merupakan perwujudan perjuangannya untuk dunia pendidikan dan kesejahteraan guru. Politik merupakan ranah “pertempuran” saling mempengaruhi setiap kebijakan yang dibuat oleh Negara, pihak yang memiliki argumentasi kuat dan dukungan penuh dari berbagai elemen kekuatan politik, pastilah menjadi jawara dan melakukan remotisasi (mengarahkan) kebijakan Negara. Ini yang dilakukan oleh BN selama menjadi anggota DPRD Banten. Buety Nasir sadar keberadaannya di DPRD I Banten merupakan amanah yang dibebankan Allah SWT dan rakyat Banten. Konsitensinya memegang nilai Islam dan nilai-nilai perjuangan untuk kesejahteraan rakyat akan diuji di lembaga ini. Perjuangan BN diranah Mikro terutama di dunia pendidikan melalui Madrasah telah teruji, memperjuangkan nasib rakyat kecil yang dirugikan oleh perusakan lingkungan hidup pun telah ia lalui dengan cemerlang, demikian pula dengan kepedulian BN dengan permasalahan sosial ekonomi yang lain telah dicatat dengan tinta emas oleh rakyat Banten khususnya rakyat Kabupaten Tangerang. Tinggal bagaimana kontinuitas perjuangan BN di wilayah politik praktis yang sarat dengan nilai-nilai pragmatisme dan kemunafikan. F.

Madrasah, Pengabdian dan Pendidikan untuk Bocah Kampung

Bagi Buety Nasir berdirinya Yayasan AL-FURQON yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah, SMP dan SMU, pada tahun 1998 yang semula hanya sebuah madrasah kecil yang dikelola secara informal oleh ayahnya dan dilanjutkannya, merupakan cita-cita besarnya untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi pendidikan. Melalui madrasah ini ia memberikan pengabdiannya kepada masyarakat Mauk khususnya, agar dapat meningkatkan sumber daya manusianya. Yayasan Al-Furqon yang menampung sekitar 500 siswa-siswi ini membebaskan seluruh siswa-siswinya dari biaya sekolah. Sebelum menjadi anggota DPRD I Banten, Hampir seluruh keuntungan hasil bisnisnya dialokasikan untuk membangun dan menalangi operasional sekolah. Sampaisampai BN dan keluarga tidak memiliki rumah yang layak bagi seseorang yang usahanya maju. Hampir setiap hari guru-guru di sekolahan mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, SMP dan SMU selalu makan siang di rumah Buety Nasir yang terletak tidak jauh dari sekolahan. “Pak Buety dan Bu Romlah orangnya selalu terbuka dan baik kepada seluruh guru dan pegawai sekolah maupun yayasan” kata Pak Sarman dan Pak Hasyim, kepala sekolah SMP dan pegawai Yayasan Al Furqon. Setelah menjadi anggota DPRD I Banten. Pendapatan hasil usaha tidak lagi digunakan untuk membangun dan menalangi biaya operasional sekolah dan yayasan. Gaji BN sebagai anggota DPRD dialokasikan sepenuhnya untuk mendanai pembangunan dan operasional sekolah maupun yayasan. Perjuangan BN mengelola dan membangun sekolah yang direncanakan akan dibangun menjadi pesantren modern ini sangat panjang dan penuh liku-liku. Seperti pernah penulis ceritakan pada bagian-bagian awal. Sekolahan atau madrasah ini selalu menjadi bulan-bulanan bagi orang-orang yang tidak menyenangi Buety Nasir. Dilempari kotoran hewan, dijadikan tempat buang hajat menjadi hal yang biasa dihadapi BN, istri dan para pengurus madrasah. Pada saat-saat

pertama madrasah ini berdiri secara formal dengan memiliki badan hukum. Siswa-siswi yang bersekolah hanya anak-anak saudara dekat dan keluarga Buety Nasir. Kini sekolah yang terletak Di Jalan Sangrila Indah No. 5, Buaran Asem, Tanjung Anom, Kabupaten Tangerang itu telah berubah menjadi Al Furqon Islamic Boarding School yang merupakan system pendidikan full day pertama di pantai uatara, dengan gedung tiga lantai yang sedang dibangun, lengkap dengan berbagai sarana yang sedang dipersiapkan. Luas lahan yang hampir 3 Hektar, di harapkan Buety Nasir akan menjadi salah satu sekolah yang dapat menampung anak-anak Banten tanpa harus mengeluarkan dana sedikit pun. Kecewa dengan eksekutif tidak membuat BN berdiam diri. Sebelum menjadi anggota DPRD I Banten, Pada tahun 1998 BN telah memutuskan memperkuat Madrasah yang didirikan oleh orang tuanya, yang mana di tempat itulah ia menghabiskan waktunya mengajar anak-anak miskin agar dapat merubah nasib. BN membentuk Yayasan Al-Furqon yang fokus pada pengembangan pendidikan, mulai dari RA atau TK Islam, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP dan SMA di Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Sampai dengan hari ini, Sekolah ini mendidik lebih dari 500 siswa yang terdiri dari berbagai strata ekonomi, terutama dari rakyat miskin sekitar Mauk. Keputusan BN mendirikan sekolah di kampung atau desa merupakan bentuk komitmen BN terhadap pentingnya pembangunan melalui pedesaan. Peningkatan kualitas SDM di kampung akan memberikan efek domino yang lebih besar bagi pemerataan pembangunan di sebuah daerah. Desa merupakan pusat tumbuh suburnya kemiskinan, maka permasalahan kesejahteraan harus dibenahi dari pusatnya. Dan harus dimulai dari pendidikan. Motif Bisnis. Sama sekali tidak terbesit di benak BN. “Kalau ingin cari uang buat apa saya buat sekolah di kampung” kata BN. Keberadaan sekolah yang didirikan BN di Mauk begitu terasa manfaatnya.. Yayasan Al furqon ingin diarahkan oleh BN menjadi sebuah lembaga pendidikan yang peduli dengan kualitas SDM anak-anak kampung, BN berharap mereka menjadi anakanak yang unggul ilmu pengetahuan dan tinggi kualitas religiusnya. Oleh sebab itu BN fokus pada pembangunan madrasah. Mengapa madrasah?. Semakin tidak populernya pendidikan madrasah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi BN. Madrasah merupakan lembaga pendidikan kelas tiga bagi kebanyakan masyarakat. Pandangan seperti ini, bukan karena murni perubahan karakter dan cara berpikir masyarakat. Menurut BN. Justru, karena ketidakmampuan banyak madrasah di Indonesia yang tidak mampu menyesuaikan perkembangan jaman dan kebutuhan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat. Oleh sebab itu merupakan tanggung jawab saya sebagai alumni dan aktivis Islam untuk mengembalikan kejayaan madrasah. Tutur BN. Sosialisasi pendidikan madrasah aktif dilakukan BN dan istrinya, Siti Romlah. Buety Nasir berkeyakinan, bahwa metode pendidikan yang cocok dengan karakter Banten adalah pendidikan yang berbasis madrasah. “Kita tidak akan menyerabut akar kearifan lokal Banten yang sarat dengan nilai-nilai dan simbol Islam apabila kita mengembangkan metode pendidikan madrasah didaerah kita ini” begitu BN berargumen tentang pentingnya revitalisasi pendidikan dengan karakter dan metode madrasah di Banten.

G.

Komisi E, Untuk Kesejahteraan

Ketika terpilih menjadi anggota DPRD I Banten. BN memutuskan untuk bergabung di komisi E DPRD Banten, bahkan sempat menjadi Ketua komisi walaupun partai yang ia pimpin hanya memiliki 2 kursi di DPRD pada tahun 1999, indikasi bahwa Buety Nasir dihormati dan disegani oleh berbagai elemen politik lain walaupun suara partainya kecil. Komisi E DPRD Banten yang membidangi KESRA atau kesejahteraan rakyat yang meliputi : Agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, ketenagakerjaan, kepemudaan dan olahraga, sosial-budaya, kesehatan, keluarga berencana, peranan wanita, transmigrasi, musium dan cagar alam. Pilihan BN untuk mengurusi bidang ini merupakan refleksi dari keinginan keras untuk memperjuangkan rakyat kecil, yang selama ini ia menjadi bagian di dalamnya. Pengalaman masa kecil dan perjuangan menjadi guru kampung, dirasakan langsung oleh BN. Bagaimana rakyat hidup seolah tanpa perhatian dari pemerintah. Kesejahteraan mereka merupakan keniscayaan yang harus diperjuangkan oleh BN. Namun, BN sadar betul. Bahwa perjuangan tidak dapat dilakukan secara sporadis. Perjuangan harus dilakukan melalui strategi “prioritas”. Pendidikan menjadi pilihan pertama bagi BN untuk diperjuangkan. Maka, selama menjadi ketua komisi E DPRD Banten, BN sepenuh tenaga mencurahkan perhatiannya pada sektor ini. Langkah awal BN adalah mendorong anggaran pendidikan agar lebih besar. BN mendesak kebijakan pemerintah agar menaikkan anggaran pendidikan dalam APBD. Khususnya meningkatkan kesejahteraan guru dan pembangunan fisik sekolah-sekolah di Banten. Belum maksimal memang. Namun, BN tidak lelah memperjuangkan kesejahteraan guru dan pembenahan fisik sekolah-sekolah di Banten, terutama sekolah tingkat dasar. Komitmen BN terhadap kesejahteraan guru dan pendidikan tidak pernah surut di telan hiruk pikuknya politik Banten. Pada saat BN terpilih kembali menjadi anggota DPRD Banten untuk yang kedua kalinya, BN tetap ber komitmen duduk di komisi E walau bukan sebagai Ketua Komisi. Teman-teman sejawat BN, sering mencibir. “Bet, ente gak bosen di komisi E, gak ada duitnya! Terus ngurusin orang susah, lagi”. Dengan diplomatis BN menjawab “ justru karena orang susah-lah ane jadi anggota dewan, ane punya utang dengan mereka”. H.

Merasa Bersalah

Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Janji pemerintah ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003, ditandatangani Presiden 8 Juli 2003. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) antara lain disebutkan: Pertama, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu" (Pasal 5 Ayat (1)). Kedua, "setiap warga negara yang berusia

tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar" (Pasal 6 Ayat (1)). Ketiga, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi" (Pasal 11 Ayat (1)). Keempat, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun" (Pasal 11 Ayat (2))18. Dalam tiga tahun terakhir ini, hampir 50 persen atau 110 ribu siswa dari 288 ribu siswa di Kabupaten Lebak mengalami putus sekolah. Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Banten membengkak dari 98.967 anak menjadi 292.869 anak atau hampir 30 persen dari 989.697, jumlah anak usia sekolah yang ada19. Ketika membaca berita tersebut BN sangat gelisah. Ia merasa bersalah, karena tidak maksimal memperjuangkan pembangunan sektor pendidikan di Banten. BN pun mengumpulkan teman-teman sejawatnya untuk membahas permasalahan ini. Menurut BN pembangunan sektor pendidikan belum maksimal karena tidak adanya keseriusan eksekutif dalam manifestasi program-program pendidikan. Padahal undang-undang telah jelas mengamanatkannya kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Banyaknya jumlah anak putus sekolah di Banten dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan ekonomi orang tua mereka. Ini berarti pemerintah dan pemerintah daerah belum mampu melaksanakan tuntutan undang-undang. Padahal Mengacu Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) dan (2), UU SPN No 20/2003, dan kesepakatan dalam Konvensi Internasional Bidang Pendidikan di Dakkar tahun 2000, masyarakat bisa mempunyai persepsi, pendidikan dasar akan gratis20. Menurut BN, kenyataannya siswa masih dikenai berbagai pungutan, baik di sekolah swasta maupun sekolah negeri. Bahkan ditengarai, Komite Sekolah yang semestinya berfungsi sebagai lembaga pengontrol sekolah malah memberikan justifikasi bagi berbagai pungutan yang diadakan sekolah21. Pemberian subsidi biaya oleh pemerintah tidak serta-merta menggratiskan pendidikan bagi warga. Maka situasi ini harus diperbaiki, saya akan berjuang tanpa henti agar pemerintah daerah melaksanakan amanat UU agar anggaran pendidikan dalam APBD mencapai 20%. Namun, pemerintah juga harus tegas mengawasi pelaksanaan pendistribusian anggaran agar rakyat tidak dibebani berbagai biaya yang dipungut oleh sekolah. Jangan sampai pendidikan gratis hanya politik hukum dalam undang-undang. Namun, bermasalah pada ranah pelaksanaan di lapangan. Undang-undang telah menjamin hak-hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan. Namun, undang-undang sering bertabrakan dengan realitas kebijakan yang tidak mematuhi UU tersebut, oleh sebab itu merupakan amanah yang besar bagi Buety Nasir untuk mewujudkan nilai-nilai normatif dari UU tersebut. BN berkeyakinan mampu mewujudkan amanat UU tersebut, karena dari awal cita-cita utamanya adalah memajukan dunia pendidikan rakyat di Banten. “ Mari kita bangun Indonesia mulai dari Banten “ begitu kata BN. 18

Lihat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) www. Tempo Interaktif.com 20 Kompas, 31/8/2003 21 Kompas, 2/8/2004 19

I.

Melawan Korupsi

Ketika isu terlibatnya anggota DPRD I Banten dalam korupsi dana perumahan yang dilakukan oleh Gubernur Banten, Joko Munandar. Yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tinggi Banten. Buety Nasir merupakan salah seorang anggota DPRD I Banten yang sama sekali tidak terlibat dalam kasus tersebut. Merupakan tindakan bodoh dan ceroboh apabila ia terlibat dalam kasus tersebut. Buety Nasir menjadi salah seorang anggota dewan yang paling disegani oleh para eksekutif terutama kepala-kepala dinas. BN selalu menjaga jarak dengan mereka. Ia selalu menghindari untuk datang ke kantor eksekutif, karena ada stigma. Apabila anggota dewan datang ke dinas maka pasti mau minta “jatah”. Ia dikenal bersih dari praktek amoral korupsi selama di DPRD I Banten. Konsitensi memegang teguh nilai-nilai Islam selalu ia jaga, bertindak salah sedikit akan menyebabkan seluruh perjuangan yang ia lakukan selama ini menjadi sia-sia. Pesan dan nasihat kedua orang tuanya selalu terniangniang di kepala Buety Nasir. Pentingnya menjaga kehormatan diri dan keluarga tidak pernah diabaikan oleh BN. Konsistensi dalam politik berarti berani melawan praktek-praktek amoral di seluruh sendi kehidupan berbangsa dan Negara terutama di tubuh pemerintah dan legislatif. Bisnis yang mapan dan menguntungkan menjadi salah satu tameng ampuh bagi BN untuk menghindari diri dari praktek tak beradab semacam korupsi. Namun, citra (image)22 yang terlanjur disematkan kepada seluruh birokrat dan legislator sebagai “koruptor” menjadi permasalahan tersendiri bagi BN. Merubah pradigma masyarakat terhadap para birokrat dan legislator bukan pekerjaan mudah. Oleh sebab itu BN terus berusaha agar Bisnis yang lebih banyak dikelola oleh istrinya terus menjadi sandaran utamanya dalam seluruh pergerakan politik dan sosial.

J.

Geliat Kepemimpinan Buety Nasir Di PBB

Sebagai aktivis Partai Bulan Bintang (PBB). Pertama kali Buety Nasir menjabat sebagai wakil sekretaris DPC. PBB Kabupaten Tangerang periode 1998-2000. Kemudian pada tahun 2001 ia masuk jajaran pengurus DPW. Banten sebagai wakil ketua untuk masa jabatan 2001-2005, sedangkan ketua umum waktu itu dipimpin oleh Hilman Indra, yang sekarang menjadi Anggota DPR-RI. Selain sebagai wakil ketua DPW.PBB Banten, BN juga menjabat sebagai Ketua DPW. Pemuda Bulan Bintang Provinsi Banten. Seluruh 22

Citra atau image merupakan gambaran yang dihasilkan kesan mental. Citraan (imagery) merupakan bayangan visual yang hadir lantaran ada sesuatu yang menyentuh saklar memori untuk mengingatnya pada sesuatu yang lain. Sebuah kata, symbol, atau benda tertentu yang merangsang memori membayangkan atau memvisualisasikan sesuatu atau peristiwa, termasuk kategori pencitraan. Ia dihadirkan oleh memori yang didalamnya bersemayam berbagai pengalaman. Maka ketika kata atau symbol itu mencitrakan sesuatu, memori seketika menghidupkannya sesuai dengan pengalaman masa lalu dan pengenalan pada sesuatu. Sebutlah gambar bulan bintang. Ia bisa menjadi ikon, bisa juga citra. Orang partai akan mengatakan bahwa bulan bintang merupakan lambang dari partai bintang bulan (PBB) sedang yang lain akan mengatakan itu mengait-ngaitkan bulan bintang dengan nilai-nilai Islam.

amanah yang dibebankan kepada BN sebagai pengurus partai ia lakoni dengan totalitas. Ia merupakan salah seorang tokoh PBB Banten yang paling aktif membina konstituennya diberbagai daerah di Banten. Sehingga pada pemilu tahun 2004 yang lalu PBB mampu meningkatkan jumlah suaranya di Banten, yang tadinya hanya memiliki 2 kursi di DPRD I Banten kini mempunyai 3 kursi. Berbagai dinamisasi yang terjadi dalam partai semakin meneguhkan ketokohan Buety Nasir di Partai dan masyarakat Banten. Pada saat pemilihan presiden langsung yang pertama di Indonesia, BN membuat sebuah gebrakan yang luar biasa berani dan mengancam posisinya sebagai anggota DPRD I Banten dan posisinya sebagai pimpinan partai. PBB, partai tempat dimana selama ini ia mengabdikan perjuangannya untuk rakyat, saat itu memutuskan untuk bergabung dan berkoalisi bersama Partai Demokrat dan PKPI untuk mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil presiden. Buety Nasir memiliki pandangan dan pilihan tersendiri terhadap calon-calon presiden tersebut. Secara pribadi ia memutuskan untuk mendukung bahkan menjadi ketua tim sukses Amien Rais-Siswono Yudhohusodo dari kalangan elemen ormas-ormas seperti; Persis dan Muhammadiyah yang bergabung dalam Masyarakat Peduli Reformasi (MPR). Dukungan bahkan menjadi ketua tim sukses Amien-Siswono merupakan ijtihad pribadinya. Sejalan dengan tokoh-tokoh PBB lain seperti; Husein Umar, Ahmad Sumargono. BN tidak bisa menyembunyikan ketidak sepakatannya terhadap keputusan Partainya tersebut. Namun, ijtihad ini tidak membuat BN tidak menghormati keputusan DPP.PBB. BN sangat menghormati dan akan turut mengamankan keputusan tersebut ditingkat bawah, tetapi beliau juga berharap DPP menghormati perbedaan pandangan tersebut sebagai dinamika dalam berpolitik. Bagi DPP.PBB, tindakan BN tersebut merupakan “dosa besar” yang sulit dimaafkan. Berbagai manuver dilakukan pihak-pihak yang tidak senang dengan BN agar ia disingkirkan dari kepengurusan partai dan posisinya sebagai anggota DPRD I Banten. Puncaknya terjadi, ketika Musyawarah Wilayah (Muswil) PBB pada tanggal 28-31 Januari 2005. pada Muswil tersebut Buety Nasir terpilih sebagai Ketua DPW. PBB periode 2005-2010. BN dipilih hampir 60 % peserta Muswil yang berasal dari pengurus cabang dan anak cabang se-Banten. Namun, kemenangan BN tersebut dianulir oleh DPP.PBB karena ada protes yang berasal dari beberapa pihak yang menganggap pemilihan tersebut penuh dengan praktek kecurangan23. Musyawarah Wilayah pun diulang. Muswil yang kedua ini dilaksanakan di Serang. Dengan agenda pemilihan ulang ketua DPW.PBB Periode 2005-2010. Namun, kali ini ketangguhan BN teruji sebagai kader terbaik PBB di Banten. Dukungan kader partai yang berasal dari cabang dan anak cabang justru menggelembung menjadi lebih besar hingga ia memperoleh dukungan 90% dari peserta Muswil, dukungan itu bagai bola salju semakin digelindingkan kebawah maka makin besar dukungan yang datang. Itulah demokrasi di partai politik. Segala usaha bisa dilakukan untuk menyingkirkan lawan atau teman politik yang tidak sejalan. Namun, setelah berbagai proses dilalui dan muncul pihak yang lebih besar dukungannya maka harus diakui dan dihormati. Jadilah Buety Nasir sebagai ketua DPW.PBB Periode 20052010. 23

Buety Nasir dipersulit menjabat sebagai Ketua DPW.Banten. Karena dianggap memiliki “dosa besar” ketika pemilihan presiden langsung yang lalu. Seperti penulis ceritakan pada Bab ini juga, pada saat itu BN berbeda pandangan dan pilihan dengan DPP. Ia memilih mendukung secara pribadi, Amien Rais-Siswono Yudhohusodo sebagai presiden dan wakil presiden.

Dimasa kepemimpinan BN sebagai ketua partai geliat kegiatan dan sosialisasi PBB Banten semakin menjadi-jadi. Satu tahun dibawah kepemimpinan Buety Nasir. PBB yang hanya memiliki 3 kursi di DPRD I Banten memiliki wibawa tersendiri dimata partai-partai lain di Banten. Perspektif masyarakat Banten pun agak berubah terhadap gerakan politik PBB di Banten ketika dipimpin BN. Kedekatan BN dengan berbagai komponen masyarakat di Banten menjadi modal utama bagi PBB untuk meraup suara yang lebih besar pada pemilu 2009 nanti, serta memaksimalkan perannya pada Pilkada Banten yang akan dilaksanakan pada bulan November 2006. Posisi BN sebagai ketua partai, cukup disegani dan diperhitungan oleh banyak pihak, terutama kolega BN di partai politik lain. Membangun komunikasi politik dengan para kolega di luar partai yang ia pimpin dirasa sangat penting sehingga memberikan ruang yang luas bagi BN, untuk melakukan peran-peran startegis dalam gerakan politik di Banten. Termasuk keputusan BN untuk ikut serta dalam pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur pada pemilihan langsung pertama di Banten pada November 2006. Keputusan tersebut dibuat BN setelah melakukan komunikasi politik yang matang dengan kolegakoleganya di luar Partai Bulan Bintang (PBB). Hubungan baik dengan koleganya di partai politik lain selalu berusaha dijaga Buety Nasir. Sampai-sampai permasalahan konstuen partai masing-masing juga dijaga benar oleh BN. Ia tidak ingin merebut dan mempengaruhi konstuen tetap partai lain untuk bergabung dan mendukung partainya, walaupun sebenarnya ia mampu. Contoh sederhana, ia tidak pernah merebut konstuen Partai Golkar yang ada di Mathla’ul Anwar. BN keberatan menggunakan cara-cara licik mengalihkan dukungan sebuah komunitas kepada partainya, ia akan tetap memberikan ruang mereka untuk menetapkan sendiri pilihannya walaupun ia memiliki hubungan baik dengan komunitas bersangkutan. Contoh lain. Ia tidak berusaha mengganggu konstuen PAN yang ada di Muhammadiyah, walau ia memiliki hubungan panjang dengan ormas bersangkutan. Namun, ia tetap memberikan kesempatan dan ruang untuk menentukan dengan logis pilihan masyarakat. Demikian pula dengan komunitas-komunitas lain. VI. Menuju Puncak Kepemimpinan Banten A.

Natsir Muda-nya Banten

Kekaguman BN terhadap tokoh Islam Indonesia, mantan Ketua Masyumi, M. Natsir. Menjadi refleksinya dalam setiap gerakan politik yang dilakukannya. BN selalu mempertahankan spirit Islam dalam berpolitik. Kedekatannya dengan berbagai kelompok merupakan hasil contoh sederhana yang ia ambil dari M. Natsir. BN dekat dengan banyak Kiyai di Banten seperti KH. Dimyati dari Cilongoh, Pasar Kemis, Tangerang. Hasan Alydrus dari Lebak yang merupakan Tokoh Muhammadiyah Banten, Prof. Dr. H.MA. Tihami, Tokoh pendidikan madrasah seperti Drs. E. Ansorullah, KH. Baikandi dari Ponpes Darul Arham, Rajeg, KH. Mumung Mutaqien dari Petir, Serang, KH. Amir dari Ponpes Kemiri, Kabupaten Tangerang Serta banyak Kiyai NU yang ada di seluruh Banten.

Belum lagi kedekatannya dengan Tokoh-tokoh Mathlaul Anwar di Banten. Kedekatan BN dengan tokoh-tokoh Islam membuat ia mudah diterima di seluruh komponen umat Islam di Banten. BN menginginkan Islam di Banten dapat melakukan transformasi nilai dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai Islam selalu menjadi panduan bagi BN dalam berpolitik. Loyalitas terhadap janji yang telah diikrarkan menjadi hal yang penting bagi BN. Hal ini telah teruji dalam setiap momen politik penting di Banten. Ketika pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur oleh DPRD Banten tahun 2001 yang lalu, BN pernah ditawarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk mendukung salah satu calon Gubernur saat itu. Namun, dengan tegas BN menolak tawaran tersebut, dan tetap berkomitmen mendukung Budi Mufraini-Zakaria Mahmud yang merupakan calon yang ia usung dari awal. Komitmen dan akhlak BN dalam gerakan politiknya menjadi pertimbangan utama kolega-kolega politik BN di Banten untuk terus merajut kerjasama dalam banyak gerakan politik. BN selalu menghindari konsensus politik yang dibuat hanya untuk kepentingan partai dan kekuasaan, konsensus politik perlu dilakukan apabila hal tersebut menurut BN berkaitan dengan kebijakan publik yang pro-rakyat. Refleksi Natsir juga bisa dilihat dari kepedulian BN terhadap pengkaderan di tubuh partai dan gerakan Islam. Dukungan BN terhadap kader dapat dilihat melalui tidak sungkannya BN melayani kader berdiskusi hingga larut malam dirumahnya. Rumah BN di Mauk dan Villa Ilhami Karawaci selalu terbuka 24 jam bagi semua kader yang ingin berdiskusi. Bukan Cuma berdiskusi, tidak jarang BN menjadi tempat utama bagi kader untuk mendanai setiap gerakan yang dilakukan oleh partai dan gerakan Islam di Banten. Sampai-sampai hingga detik ini Siti Romlah, istri BN tidak mengetahui persis berapa take home pay sang suami. Siti Romlah tidak pernah menerima gaji BN sebagai anggota DPRD. Belanja rumah, biaya sekolah anak-anak dan biaya pribadi lain semuanya berasal dari hasil usaha yang dikelola oleh kak Romlah. Begitu istri BN ini sering disapa oleh para aktivis. Ketika BN memutuskan untuk pindah rumah ke Villa Ilhami, banyak kader dan warga setempat kecewa. Mereka berasumsi BN telah melupakan mereka. Bahkan ada perwakilan warga sampai menemuni BN di Villa Ilhami meminta BN agar kembali tinggal di Mauk. Namun, setelah dijelaskan oleh BN bahwa dirinya tidak pernah pindah dari Mauk. KTP-nya tetap tinggal di Mauk. Bahkan setiap sabtu dan minggu ia selalu tinggal dan menginap di Mauk. Ia memutuskan untuk tinggal di Villa Ilhami agar lebih dekat ke kantornya di Serang. Bahkan, pak RW di Villa Ilhami meminta BN untuk menetap dan membuat KTP di Karawaci. BN pun menjelaskan; bahwa ia sangat menghormati keingin pak RW dan warga sekitar namun ia tidak mungkin meninggalkan rumah, tempat dimana selama ini ia memulai perjuangannya.

B.

Pemuda Dan Perubahan

Buety Nasir percaya bangsa ini dapat melakukan perubahan apabila pemuda aktif memaksimalkan peran kebangsaannya dalam kehidupan bernegara. Bung Karno berhasil dalam perjuangannya ketika ia masih relatif sangat muda. Beliau berhasil membangun fondasi kuat bagi berdirinya NKRI. Namun, beliau mengalami dekadensi spirit pembaharuan ketika berumur tidak muda lagi, sehingga kebijakannya tidak lagi

bernuansa perubahan. Pak Harto menjadi Presiden ketika berumur masih muda pula, dan beliau berhasil membawa cercahan cahaya perubahan ekonomi bagi rakyat Indonesia, sebagai awal orde baru lahir. Namun, beliau gagal ketika tidak sadar diri dan mabuk dalam kekuasaan pada usianya yang tidak lagi muda. Demikian pula dengan pejuangpejuang kemerdekaan seperti; Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Wahid Hasyim, Ahmad Dahlan dan pejuang lainnya. Muncul sebagai pejuang ketika mereka berusia relatif masih sangat muda. Goresan sejarah Islam juga membuktikan bahwa orang muda berhasil membawa kejayaan bagi perjuangan Islam. Sebut saja; Ali Bin Abu Thalib, Usamah Bin Zaid dan Nabi Muhammad SAW sendiri. Mengutip Hikmah yang pernah penulis tulis disebuah tabloid tentang pemimpin-pemimpin muda24. sikap dan cara pandang yang meremehkan dan menafikan kepemimpinan orang muda, merupakan cara pandang yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh Rasullulah. Dalam keadaan sakit payah, Rasullulah masih mampu menelurkan keputusan yang mengejutkan. Seorang Pemuda bernama Usamah bin Zaid yang pada saat itu masih berumur delapan belas tahun di tunjuk Nabi untuk memimpin pasukan berperang melawan tentara Romawi di daerah Mu’tah. Usamah menjadi panglima perang membawahi sejumlah pejuang besar, antara lain Umar bin Khathab, Abu UBaidah dan Saad bin Abi Waqqash. Setelah keputusan itu dibuat Rasullulah, beliau pun meninggal dunia dan digantikan oleh Sahabat Abu bakar hasil dari kesepakatan di Saqifah. Maka, Umar pun mengusulkan kepada Khalifah yakni Abu Bakar untuk menunda atau membatalkan saja kepergian pasukan Usamah karena situasi dalam negeri sedang rawan paska mangkatnya Rasullulah. Mendengar usulan Umar, Abu bakar pun marah, belum pernah ia menentang mata dengan pandangan berapi-api seperti itu. “ Tidak,” ujar Abu Bakar, “ Aku tidak ingin memulai tugas ku dengan membangkang perintah Rasullulah.” Dan berangkatlah Usamah sebagai panglima perang melawan tentara Romawi, dengan pulang membawa kemenangan dan keberhasilan mengalahkan tentara Romawi. Pada riwayat lain misalnya, Abu Abbas, Sahabat terdekat sekaligus paman Nabi pernah meminta untuk diangkat menjadi gubernur disalah satu daerah kekuasaan Islam pada saat itu. Namun, dengan tegas Rasullulah menolak permintaan itu karena Rasullulah tahu benar bahwa pamannya itu lemah dalam memimpin. Parameter keberhasilan kepemimpinan bukan terletak kepada usia. Namun, terletak pada kemampuan seseorang untuk memimpin. Sejarah membuktikan, banyak pemimpin-pemimpin muda belia berhasil dalam kepemimpinannya. mari kita memberikan penilaian bukan karena dibatasi oleh kepentingan, perasaan suka atau tidak suka. Namun, berilah penilaian karena nurani kita mengatakan itu yang terbaik. Orang tua jangan egois merasa paling benar dan tak menghargai yang muda, dan sebaliknya anak muda harus menghormati, menghargai dan belajar banyak kepada orang tua. Orang muda memiliki spirit perubahan yang menyala, nyala itu harus terus di sulut bagi perubahan yang lebih baik. BN sadar betul bahwa saat inilah saat yang tepat baginya untuk terjun total mencapai karir politik, untuk memaksimalkan cita-citanya mensejahterakan rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat. Kalau kemarin ia 24

Kolom hikmah di “Tabloid MUSALA” dimana penulis sebagai pengasuh utama kolom tersebut.

berjuang berusaha mengarahkan kebijakan pemerintah daerah Banten agar membuat kebijakan yang mendahulukan kesejahteraan rakyat, maka tahun 2006 ini ia akan meningkatkan perjuangannya menjadi “si pembuat kebijakan” itu sendiri. “:Pada saat umur saya masih muda inilah saya dapat berjuang dan melakukan pelayanan maksimal kepada publik, maka. Dengan mengharap ridho dari Allah SWT saya akan maju menjadi calon Wakil Gubernur Banten” begitu BN berikrar di hadapan teman-teman partai dan masyarakat yang mendukungnya dalam pencalonan Gubernur Banten. Saya siap anda koreksi. Karena orang muda berani menerima koreksi yang sangat pahit sekali pun. Itulah salah satu modal yang saya miliki untuk menjadi Wakil Gu bernur Banten kedepan.

Kejujuran merupakan variabel utama keberhasilan pembanguan di Banten. Kebutuhan akan tauladan sangat mendesak bagi masyarakat Banten. 9.083.144 jiwa rakyat Banten merindukan perubahan yang bukan hanya menjadi komoditas politik dalam retorika para politisi. Kesejahteraan merupakan tujuan utama terbentuknya Provinsi Banten yang terpisah dari Jawa Barat. Namun, preseden buruk mengiringi kepemimpinan Provinsi Banten pertama yang lalu. Gubernur pertama Banten Joko Munandar harus meringkuk di penjara karena terlibat kasus korupsi dana perumahan bagi anggota dewan. Hal ini sangat disayangkan, sehingga tujuan kesejahteraan bagi rakyat Banten hanya menjadi retorika ketika pembentukan Provinsi Banten25, terbukti. Perubahan dan anti 25

Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa. Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapaahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerjaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafi'uddin (1813 - 1820) merupakan sultan ke-20 setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Bantten terus berlanjut hingga detik terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten. Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.s Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alunalun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat

kemapanan merupakan karakter utama orang muda. Karakter ini bisa menjadi faktor pendorong bagi perubahan Banten menjadi lebih baik sehingga cita-cita kesejahteraan dapat terwujud. C.

Mengapa Wakil Bukan Gubernur?

Ketika disampaikan pertanyaan oleh teman-teman Alumni IAIN SMHB yang mendukung penuh pencalonan BN, mengapa BN mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur bukan Gubernur ?. BN menjawab, “ Pencalonan saya sebagai calon Wakil Gubernur bukan sebagai calon Gubernur, merupakan hasil diskusi panjang saya dengan teman-teman aktivis Islam dan Tokoh-tokoh Banten, Wakil Gubernur merupakan Marhalah (tahap) pertama bagi saya dalam memperjuangkan nasib rakyat Banten melalui kebijakan yang pro-rakyat. Dan saya akan memilih berpasangan dengan calon Gubernur yang masih muda pula dan memiliki kepedulian tinggi terhadap rakyat terutama dunia pendidikan”. Keputusan tersebut mendapat dukungan penuh dari banyak komponen masyarakat. Mulai dari Alumni IAIN SMHB, Angkatan Muda Muhammadiyah Kota Tangerang, Mathlaul Anwar Tangerang, Granat Banten, DPP. BPPKB Banten, para pengasuh pondok pesantren di Banten dan kelompok Guru-guru se-Banten. Menanggapi keputusan BN mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur bukan Gubernur. Rahmat, SE, MM, Direktur Madani: School Of Thought (M:SHOOT) berpendapat, keputuasan BN sangat tepat. Menurut Rahmat, BN merupakan satu-satunya calon Wakil Gubernur yang paling siap hingga detik ini, selain BN merupakan satu-satunya putra asli Tangerang yang mencalonkan Wakil Gubernur. Tidak bisa dinyana lagi bahwa setiap calon Gubernur yang muncul pada saat ini kebanyakan dari daerah Banten barat, seperti, Serang, Pandeglang dan Lebak dan suka atau tidak suka mereka harus memilih wakilnya yang berasal dari Tangerang asli. Dan BN paling siap selain dukungan yang konkret dari banyak komponen masyarakat. Menurut Rahmat, BN juga memiliki kendaraan politik yang mapan yakni PBB, yang hingga detik ini bulat mendukung BN dan nyaris tidak bisa diganggu oleh calon lain yang berkepentingan. Selain itu menurut Rahmat, BN merupakan tokoh yang mengakar. Ia memiliki kedekatan yang kuat dengan rakyat khususnya rakyat miskin pedesaan serta kelompok-kelompok ideologis agama yang sangat setia kepada BN. Ahmad Amarullah, Pengamat Pendidikan Banten, menyatakan. Selain modal politik yang mapan. BN memiliki modal sosial yang tidak dapat kita bantah lagi. Perjuangan dan komitmennya pada pendidikan rakyat dan kesejahteraan guru merupakan Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.

bukti, bahwa BN merupakan calon pimpinan Banten yang ideal saat ini. Bukan itu saja, menurut Amarullah, secara ekonomi dia adalah tokoh muda yang paling siap. BN memiliki latar belakang bisnis yang relatif sukses di bidang transportasi dan retail, ini bisa menjadi referensi kita, untuk menilai calon siap atau tidak menjadi pimpinan Banten. Kita tidak mau calon yang punya motif ekonomi kuat menguasai pemerintahan Banten. Kalau ini yang terjadi_ maka KKN akan subur kembali di Banten. BN memiliki karakter mandiri, ia tidak mudah di setir oleh siapa saja. Maka, apabila BN menjadi Wakil Gubernur, siapa pun Gubernurnya pastilah terjadi proses saling koreksi dan mengingatkan, sehingga pemerintah daerah Banten bebas dari KKN. Bahkan tokoh seperti; Budi Mufraini. Menginginkan BN langsung saja mencalonkan sebagai Gubernur Banten. Melihat track record BN sebagai politisi di Banten, Budi yakin BN mampu mengundang pemilih untuk mendukungnya. Buety Nasir itu memiliki komitmen dan akhlak politik Islam yang pantas kita tauladani. Pengaruh prototipe Natsir terlihat jelas ada di politisi muda seperti Buety Nasir. “Saya merasakan langsung bagaimana berhubungan dengan anak muda satu ini”. Begitu tutur Budi. Semangat Buety Nasir sebagai politisi muda Islam tercermin melalui kepeduliannya terhadap pendidikan Islam di Banten selama ini. Menurut Ansorullah seorang tokoh madrasah di Kabupaten Tangerang. Komitmen BN untuk mengembangkan dan mengembalikan kejayaan madrasah di Banten, merupakan bukti bahwa ia tidak mainmain mengembangankan pendidikan di Banten.

D.

Baju “Kebesaran” dan Penampilan Kampungan

Bicara masalah penampilan, tokoh satu ini susah diatur. Berulangkali Istri dan Teman-temannya mengingatkan. “Bang pakai pakaian yang rapi dong !” begitu sang Istri sering mengingatkan. “ saya gak rapi aja, adek kepincut. Apalagi rapi, adek bisa cemburuan terus.” BN sambil bercanda dengan sang Istri. Teman-temannya sering mengingatkan BN merubah penampilannya. Jangan berpenampilan terlalu cuek lengkap dengan baju “kebesaran” yakni kaos berkerah. “ya..uda emang gua uda begini adanya”. ” Kalau gua dipaksa pakai pakaian yang bagus dan rapi-rapi, gua justru gak bisa mikir apa-apa, yang gua pikir Cuma satu ini baju bagus amat. Pantas gak ya gua pake” dengan ringan BN menjawab kritikan dan saran teman-temannya. “Ente boleh Anggota DPRD Banten, Guru, Pengusaha. Dan banyak duit. Tapi penampilan gak jauh dari bocah kampung”. Begitu KH. Abdurrahman dari Ponpes Darul Qori’in Lebak menasehati BN. Bet rakyat Banten itu masih silau dengan penampilan fisik. Mereka mudah ditipu dengan penampilan ganteng atau cantik. Mereka gampang ditipu dengan penampilan sok beriman lengkap dengan atribut-atribut kebesaran”. “Ente memiliki kapasitas keIslaman dan keberpihakan luar biasa kepada rakyat.” Saya yakin

itu. “Namun, rakyat Banten kadang-kadang tidak melihat seseorang dari apa yang pernah dan sedang seorang tokoh perjuangkan. Mereka mudah lupa (amnesia massal)26. Mereka hanya memberikan peniliaian akhir pada penampilan yang mempesona seperti ganteng dan cantik tadi”. Kiyai tersebut mendukung sepenuhnya perjuangan BN untuk tampil dengan apa adanya, tanpa harus muncul dengan profile yang membohongi rakyat Banten. Kalaupun masyarakat salah menilai tampilan BN tersebut, maka BN saat itu telah melakukan pendidikan politik dan moral bagi rakyat Banten. E.

Buety Nasir Dan Bu Ety Nasir?

“Apalah arti sebuah nama” begitu kata filosof besar Yunani Plato. H. Muhammad Nasir ayah BN mengatakan nama Buety diberikan oleh KH. Dimyati. Nama Buety diadaptasi dari nama seorang ahli sejarah dan figh Islam. Sedangakan Nasir merupakan nama ayahanda BN. Tidak jarang karena nama Buety memiliki konotasi ambigu apabila diucapakan. Banyak pihak yang tidak mengenal Buety Nasir salah mengidentifikasi siapa yang dimaksud Buety Nasir. Buety atau Bu ety. Banyak kejadian lucu seputar tentang nama Buety. Suatu hari M.Thurizal Husein Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Tangerang, hadir terlambat dalam diskusi dan konversi pers dukungan Gerak Anti Narkotika (GRANAT) Kota Tangerang kepada Buety Nasir di Rumah Makan Remaja Kuring Jatiuwung. Rizal yang datang terlambat lebih dari satu jam. Bertanya kepada salah seorang peserta diskusi. “ Buety Nasir udah datang?” Tanya Rizal ke peserta diskusi tersebut. “ Bu ety Nasir! Gak ada ibu-ibu tuh yang hadir, yang ada hanya bapakbapak”. Si peserta tidak sadar bahwa yang dimaksud Rizal adalah Buety Nasir. Kejadian ini juga terjadi ketika jamaah Jum’at di Masjid Al Muqorobiin Pondok Aren. Ketika pengurus Masjid mengumumkan bahwa jum’at depan yang akan menjadi Khotib Ju’mat adalah “ Bu ety Nasir” begitu sang pengurus membaca nama Buety Nasir. Akhirnya beberapa orang jamah terbingung-bingung dan bertanya kepada pengurus Masjid. “ apa benar jum’at depan khotib akan diisi oleh seorang perempuan”. Pengurus masjid menjelaskan bukan perempuan yang dimaksud namanya saja terdengar seperti nama perempuan karena berkata depan “bu” dan “ety”. Ooh…langsung mereka sadar, bahwa yang menjadi khotib jum’at yang akan datang bernama Buety Nasir bukan Bu ety Nasir.

F. 26

Bingung Mengatur Waktu

Istilah amnesia yang dipopulerkan oleh Buya Syafii Maarif untuk mengambarkan bahwa rakyat Indonesia mudah melupakan jasa-jasa orang-orang yang berjuang bagi kepentingan mereka bahkan tidak jarang tokoh-tokoh tersebut di bunuh karakternya oleh lawan-lawan politiknya dan rakyat mudah percaya dengan disain-disain pembunuhan karakter tokoh-tokoh yang dianggap membahayakan bagi kekuasaan. Disisi lain masyarakat mudah berubah sangat melankolis, istilah ini dipopulerkan oleh Sukardi Rinakit. Rakyat Indonesia tiba-tiba bisa memberikan dukungan yang luar biasa kepada tokoh-tokoh yang dianggap didzalimi oleh pihak lain atau lawan politiknya, yang kemudian kejadian tersebut didramatisir oleh media.

Ketika banyak komponen masyarakat mengetahui bahwa Buety Nasir akan mencalonkan diri sebagai wakil gubernur Banten, maka banyak pula masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat yang datang menemui BN menanyakan kebenaran informasi tersebut. Kalau benar. Mereka menginginkan kesungguhan BN untuk “total” terjun mencalonkan diri baik sebagai gubernur maupun wakil gubernur. Sehingga untuk membuktikan kesungguhan BN dalam pencalonannya sebagai gubernur atau calon gubernur, masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat itu pun mengundang BN untuk hadir dalam tatap muka. Banyak keinginan masyarakat untuk bertemu memaksa BN untuk mengatur waktu se-efektif mungkin. BN berusaha menjaga staminanya untuk menghadapi berbagai keinginan masyarakat untuk bertatap muka. BN berusaha agar tidak mengecewakan keinginan mereka. Namun, Buety Nasir juga memiliki keterbatasan waktu dan stamina. Biasanya ia menghabiskan waktu 4 jam tidur satu hari, maka ketika ia mulai diketahui masyarakat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur, ia pun hanya menyisakan 3 jam tidur satu hari. “gua tetap aja kelihat fit, karena gua sudah terbiasa dengan pola tidur seperti itu” begitu BN menanggapi pola tidurnya menjelang Pilkada langsung Banten. Kekecewaan kadang tidak bisa dihindari. Pada suatu jum’at BN sudah berjanji untuk hadir pada pertemuan warga Graha Bintaro, Pondok Aren. Warga sekitar yang kebanyakan adalah pekerja di Jakarta, rela mengambil libur hanya sekedar untuk dapat bertatap muka dan berdiskusi dengan Buety Nasir. Agus Solihin, salah seorang tokoh di daerah itu, sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk keperluan tersebut. Namun, malang tak dapat dihindari. Buety Nasir harus menghadiri pertemuan yang lebih penting di Lebak. Jadilah acara itu dibatalkan. Dengan agak kecewa Agus Solihin terpaksa membatalkan acara tersebut. Namun, warga setempat tetap menunggu BN untuk hadir bertatap muka kapan saja27.

G.

Pemimpin Kaum Tertindas

Nabi Muhammad SAW adalah seorang yatim, gembala kambing dipegunungan Mekah. Para pendahulu Muhammad SAW. pun adalah nabi-nabi yang dikirim Tuhan untuk umat-umat-NYA; semua dipilih dari para pengembala dan Muhammad menjadi yang terakhir dari silsilah itu. Mengapa Tuhan memilih para pengembala yang hidupnya susah, menjadi nabi-nabi-NYA?. Cobalah lihat para sahabat-sahabat nabi, para pejuang Islam sejati, yang beberapa orang dari mereka menjadi pemimpin kelompoknya: Bilal, seorang budak, anak seorang budak dari Abyssinia; Salman Al Farisi, gelandangan dari Persia yang diciduk menjadi budak; Abu Dzar, manusia gurun yang selalu dirundung kemiskinan, dan Salim, seorang budak istri Khuzaifah, seorang hitam yang terasing dan diremehkan. Istana Muhammad tidak lebih dari tumpukan tanah liat. Ia terlihat mengangkat batu-batuan ketika umat-nya bekerja membangun masjid, membangun dari pelepah-pelepah kurma, kayu-kayu untuk istananya. 27

Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh bapak Agus Solihin, S.pd, MM, salah satu tokoh Pondok Aren kepada penulis.

Nabi Muhammad Saw dan para sahabat pemimpin Islam sejati, lahir dari kesusahan-kesusahan yang silih berganti menghampiri mereka. Namun, kesusahan tersebut mengajarkan mereka akan nilai-nilai keyakinanan akan kekuatan MAHA PENENTU, mengajarkan kepada mereka bahwa penindasan hanya akan melahirkan perlawanan. Nabi Muhammad Saw dan para Sahabat seperti Bilal, Salman, Ali, Umar, Abu Bakar dan seluruh umat Islam pada saat itu lahir dan besar dari penindasanpenindasan tanpa akhir yang dilakukan oleh orang-orang berkuasa ketika itu. Karena banyaknya kaum tertindas ketika itu dengan tawaran liberasi ( pembebasan) dari Islam yang di bawa Nabi Muhammad Saw. Maka lahirlah pemimpin-pemimpin kaum tertindas yang berhasil menguasai hampir seluruh bagian zajirah Arab dan pengakuan seluruh dunia akan kepemimpinan mereka. Nabi Muhammad Saw lahir menjadi pemimpin sejati karena keberpihakannya kepada para kaum tertindas, Nabi Muhammad Saw memberikan contoh dan kenyamanan hidup bagi mereka sebagai kaum yang merdeka tanpa ada kekangan dari negara yang dipimpin Nabi Muhammad SAW. Ketika pemimpin dapat menyelami hati yang paling dalam dari rakyatnya dan merasakan penderitaan, kesusahan, keluhan mereka, maka pemimpin sejati seperti Nabi Muhammad SAW, akan lahir kembali dengan mengangkat harkat dan martabat kaum tertindas. Pararelisasi Sosok Buety Nasir yang lahir dari masyarakat kebanyakan, adalah bukti. BN besar dan menjadi besar karena proses alamiah yang ia lalui ditengah-tengah masyarakat yang luput dari perhatian pemerintah. Ia bukan tokoh yang lahir karena bayangan kebesaran orang lain, ia muncul karena prestasi dan geraknya sebagai warga Negara. Oleh sebab itu, ia paham benar rulung paling dalam dari kebutuhan masyarakat kecil. Keputusan BN untuk maju memimpin Banten merupakan refleksi dari itikadnya untuk terus memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Perjuangannya mendesak pemerintah untuk menanggulangi dampak abrasi di Tanjung Kait. Merupakan salah satu bukti, kesungguhan BN berjuang bagi kepentingan rakyat tertindas.

H

Leiden Is Lijden

Leiden Is Lijden, memimpin adalah menderita. Ungkapan belanda ini disampaikan oleh tokoh pejuang kemerdekaan, Mr. Kasman Singodimedjo, untuk mengungkapkan kesusahan ekonomi yang dialami oleh pimpinan perjuangan pada saat itu. Kasman melihat kehidupan ekonomi H. Agus Salim salah seorang pimpinan perjuangan, yang hidup dengan keadaan yang sangat sederhana. Ibu Rahmi Hatta pernah bercerita, bahwa bung Hatta pernah mengalami kesulitan untuk membayar tagihan listrik, telpon dan air sedang gaji pensiunnya tak cukup untuk membayar semuanya, sampaisampai Ibu Rahmi Hatta harus mengirim surat pada Bung Karno yang pada saat itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI. Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh Ali Sadikin, yang akhirnya Gubernur mengeluarkan instruksi agar tagihan-tagihan listrik, telpon dan air dirumah Bung Hatta dibebaskan.

leiden is lijden, memimpin adalah menderita. Merupakan ungkapan yang diperuntukkan untuk para pemimpin yang memiliki integritas moral yang sangat tinggi. Mereka hidup untuk memberikan karya dan pengabdiannya kepada bangsa dan rakyatnya. Kesulitan yang mereka alami dalam memimpin membentangkan lebar-lebar kepada kita begitu tinggi kualitas dan kemampuan mereka. Mereka dapat berkarya dengan baik dibalik kesulitan-kesulitan yang mereka alami. Pemimpin yang memahami “leiden is lijden” merupakan pemimpin yang lahir dari rahim moral masyarakat, mereka akan memimpin dengan tetap menjaga amanah dan selalau mementingkan kesejahteraan dan harga diri bangsa dan rakyatnya. Apakah stock pemimpin seperti ini masih ada di tengah masyarakat kita ? Selalu ada pemimpin yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang memahami “leiden is lijden”, tinggal berapa jeli kita untuk jujur melihat keberadaan mereka. Buety Nasir merupakan tokoh muda yang setidaknya lahir dari basis moral masyarakat. Ia terbiasa dengan berbagai kesusahan hidup, bahkan gamang dengan kemewahan yang berlebihan. Refleksi itu bisa kita lihat melalui penampilan, rumah yang nyaris sangat sederhana dan pola hidup yang tidak berlebihan. Ia selalu berusaha menjaga perasaan masyarakat yang susah secara ekonomi, dengan tidak hidup dalam keadaan berlebihan. BN sadar betul dengan konsekuensi sebagai pemimpin yang mengedepankan moral dalam setiap geraknya. Ia berusaha memberikan pemahaman ini kepada seluruh keluarganya. Bahwa kita hidup ditengah kompleksitas strata ekonomi masyarakat, maka kita berkewajiban menjaga perasaan mereka. Dengan tidak hidup berkelebihan dalam kemewahan. V.

Sekelumit Tentang Pemikiran Buety Nasir

A.

Banten dan Pembangunan Ekonomi

Bagi Buety Nasir pembangunan ekonomi di Banten tidak bisa mengabaikan akar budaya lokal Banten itu sendiri. Jumlah rakyat miskin yang begitu besar di Banten harus menjadi perhatian utama untuk program pembangunan Banten yang akan datang. Pembangunan yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal harus di rancang sebaik mungkin oleh pemerintah Banten. Pembangunan yang mengabaikan kearifan lokal hanya akan menyebabkan reduksi terhadap perkembangan peradaban lokal yang sedang dan telah dibangun oleh masyarakat setempat. Era desentralisasi yang ditandai dengan terbitnya Undang-undang No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 dan 33 tahun 2004 dan Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, telah memberikan peluang bagi provinsi Banten untuk memiliki kemandirian dalam kebijakan pembangunan ekonomi. Maka, disain kebijakan ekonomi tersebut harus pro-poor (berpihak pada rakyat miskin). Semua arah kebijakan pembangunan di rancang untuk mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan di Banten. Pemerintah daerah harus berani mengambil kebijakan yang meminimalisir kepentingan birokrasi, anggaran belanja birokrasi harus mampu diminimalisir se-efisien mungkin. Belanja birokrasi harus berkorelasi dengan maksimalisasi terhadap pelayanan publik.

Peningkatan PAD menjadi salah satu usaha penting yang bisa dilakukan oleh pemerintah Banten. PAD tahun 2005 misalnya; sebesar Rp.973.276.022.185,50 di tahuntahun berikutnya, harus mampu ditingkatkan oleh pemerintah Banten. Namun, peningkatan PAD tidak akan menjadi indikator positif bagi keberhasil atau tidaknya pembangunan ekonomi di Banten. Keberhasilan pembanguan ekonomi dapat dikatakan berhasil, apabila pemerintah dapat meningkatkan PAD seiring dengan penurunan jumlah angka pengangguran dan kemiskinan di Banten. Oleh sebab itu pemerintahan yang baru akan datang berusaha mempararelisasikan antara tingginya PAD dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Banten. Apalagi dengan proses pembangunan pelabuhan Bojonegoro dan pelabuhan tersebut akan dipilih menjadi salah satu daerah zona ekonomi bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya di Indonesia. Penetapan Bojonegoro sebagai daerah zona ekonomi akan memberikan implikasi positif bagi peningkatan PAD bagi pemerintah Banten. Penduduk Banten yang mencapai lebih dari 9 juta jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah bukan beban. Pemerintah daerah Banten harus mampu memberikan pelayanan maksimal kepada mereka. Peningkatan PAD dan penurunan pengangguran serta kemiskinan harus memperhatikan kearifan lokal. Seperti yang dijelaskan Buety Nasir diatas. BN menginginkan pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan tidak menyerabut nilai-nilai lokal. Kasus pembunuhan salah seorang warga Lebak majikan seorang Badui dalam merupakan bukti bahwa pengurangan jumlah pengangguran yang mengabaikan nilai lokal Badui dalam. Community Base Development atau pembangunan yang dilandasi oleh partisipasi masyarakat, perlu kiranya digalakkan kembali. Tidak maksimalnya program pembangunan yang dilandasi oleh CBD, pada program-program pemerintah yang lalu lebih diakibatkan oleh ketidaksungguhan birokrasi mengelola program pembangunan seperti itu. CBD dapat merupakan rancangan pembanguan ekonomi yang tepat untuk mengedepankan eksitensi nilai-nilai lokal Banten. Buety Nasir yakin apabila pemerintah daerah bersungguh-sungguh mengelola program CBD maka minimalisir pengangguran dan kemiskinan dapat dilakukan. Pembanguan ekonomi yang dilandasi CBD, dalam jangka pendek dan panjang akan berdampak pada kemampuan masyarakat untuk mengakses pelayanan public lainnya. Oleh sebab itu program-program pembangunan sarana kesehatan dan pendidikan murah merupakan factor pendorong penting untuk mengurangi masyarakat miskin di Banten. Jangan sampai pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya masih terdengar kasus busung lapar. BN merasa teramat menyayat hati ketika mendengar kasus-kasus gizi buruk yang diderita beberapa balita di Banten. Menurut BN tidak semua daerah di Banten dapat kita paksakan menjadi daerah industri. Revitalisasi pertanian menjadi sangat penting dilakukan didaerah-daerah tertentu, seperti Lebak, Pandeglang, Sebagian Serang dan Kabupaten Tangerang. Kita harus banyak belajar dari pengalaman sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, yang membuat kebijakan salah arah dengan memaksakan diri masuk dalam pembanguan industri yang berlebihan dan meninggalkan sector pertanian. Point utama pembangunan

ekonomi di Banten menurut BN adalah; mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan28. B.

Keagamaan dan Pendidikan

Banten dikenal sebagai tempatnya para ulama-ulama besar lahir dan mengembangkan dakwahnya. Banten juga dikenal sebagai daerah para jawara yang berjuang untuk kepentingan rakyat banyak29. Menurut BN agama dan pendidikan adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Banten dengan karakter ke-Islamnya harus mampu menunjukkan stigma Islam yang baik kepada seluruh rakyat Indonesia dan dunia internasional. Islam yang dibangun dengan landasan pendidikan seperti pendidikan madrasah yang baik, akan memberikan wajah Islam yang edukatif dan bersahabat dengan semua golongan, bukan wajah Islam yang penuh dengan kekerasan. Oleh sebab itu pendidikan Islam merupakan pelayanan publik yang vital bagi pembangunan manusia Banten di masa yang akan datang. Dengan karakter daerah yang dipenuhi dengan symbol-simbol Islam, maka pembanguanan pendidikan melalui revitalisasi madrasah menjadi teramat mendesak. Melalui pendidikan madrasah maka symbol-simbol Islam yang berkembang di Banten dapat dimaknai dengan benar oleh seluruh rakyat Banten. Demikian pula dengan gerakan-gerakan Islam yang di Bangun, harus dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan yang mapan. Sehingga pergerakan dan dakwah yang dilakukan di Banten dapat menjadi tren center bagi pengembangan dakwah Islam diseluruh Indonesia. Krisis ketauladan merupakan permasalahan krusial bangsa ini. Para ulama dan birokrat harus berada didepan untuk menjadi tauladan bagi rakyat Banten. Mereka harus mampu memimpin rakyat untuk melakukan perubahan yang berarti di Provinsi Banten. Ketika ulama dan birokrat mampu menjadi tauladan bagi rakyat, maka program pembangunan Banten akan mendapat dukungan penuh dari rakyat. Perhatiaan kepada guru merupakan hal yang penting dalam pembangunan kegamaan dan pendidikan. Kesejahteraan para guru akan memberikan dampak positif terhadap keberhasilan pendidikan di Banten. Ketika mereka mampu meningkatkan kualitasnya, maka pemerintah harus berani memberikan reward dalam bentuk kesejahteraan yang baik. Dengan begitu pembangunan manusia di Banten akan berjalan dengan baik.

VI. 28

Kehidupan Rumah Tangga

Makna kemiskinan menurut BN bukan hanya dari sisi visual atau fisik. Kemiskinan merupakan bentuk kekurangan dibanyak dimensi kehidupan. Ketika mereka tidak memiliki akses terhadap kehidupan politik dan demokrasi, akses terhadap pelayan kesehatan, pendidikan, sosial budaya, dan dimensi-dimensi kehidupan dasar lainnya. Maka mereka diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin. 29 Walau makna jawara tersebut menurut BN telah mengalami dekadensi nilai. Jawara Banten pada saat ini tidak lebih hanya sekumpulan orang yang justru menjadi momok ditengah-tengah masyarakat. Sangat tipis maknanya dengan preman. Padahal Jawara ketika itu dikenal sebagai seorang atau kelompok orang yang memiliki komitmen terhadap perjuangan amar ma’ruf nahi munkar yang membela kepentingan rakyat dari penjajahan.

Siti Romlah dan Energi Cinta Dibalik kehebatan dan kepahlawanan para pemimpin sejati selalu ada energi positif yang lahir dari perempuan, baik itu Ibu maupun Istri. Bagaimana bijak dan sabarnya Siti Khadijah ketika Rasullulah didatangi oleh Jibril dan memperoleh wahyu pertama dari Allah SWT di gua Hira. Rasullulah lari ketakutan dan seluruh badannya bergetar sesampainya dirumah. Namun, dengan tenang dan sabar Khadijah menenangkan Rasullulah hingga ia tertidur. Rasullulah selalu memerintahkan para sahabat untuk segera menemui Istri mereka, ketika baru pulang dari pertempuran. Bahkan Umar Bin Khathab sering mengatakan kepada para sahabat lain “ Aku selalu menjadi berani dan kuat seperti Singa ketika keluar rumah. Namun, aku akan menjadi anak kecil yang manja dan cengeng ketika didalam rumah didekat Istriku atau Ibuku”. Ketika kita belum berumah tangga, maka Ibu adalah tempat yang sangat nyaman untuk bermanja ria, menumpahkan semua sikap kekanak-kanakan kita tanpa rasa khawatir dengan penilaian orang lain. Ibu menjadi tempat yang paling aman untuk berpangku, menangis mengadukan semua yang kita alami diluar sana. Demikian pula ketika kita harus hidup dengan orang lain yang kita cintai yakni Istri kita, dengan kekuatan yang ia miliki, Istri berubah menjadi tambahan energi bagi banyak pemimpin sejati untuk memaksimalkan kepahlawanannya. Sentuhan kelembutan dan sapaan penuh kasih sayang melunturkan semua kepenatan yang menempel kepada pemimpin sejati dan berubah menjadi energi segar untuk berkarya melukiskan kepahlawanan diluar sana. Islam selalu mengajarkan keseimbangan tanpa melawan kodrat. Sikap melankolis para pemimpin sejati memaknai keseimbangan tersebut. Cengeng, manja merupakan sikap alami yang ada pada setiap insan, ketika sikap itu ditahan dan dipendam dalam jiwa yang paling dalam maka kita akan berubah menjadi sosok manusia yang keras hati, sombong dan tidak bisa memahami kekurangan. Namun, ketika sikap itu mendapatkan pelampiasannya maka kita akan menjadi manusia yang memiliki kelembutan hati dan kepedulian akan sesama. Pemimpin sejati selalu menempatkan sumber energi perempuan sebagai peyeimbang kekuatan kepemimpinannya diluar rumah. Demikian pula dengan Buety Nasir. Sebagai manusia yang penuh dengan berbagai kekurang ia pasti membutuhkan sosok manusia lain yang mampu membantu dan mendukung langsung seluruh aktivitas yang ia lakukan diluar rumah. Orang itu adalah istri tercinta, Siti Romlah. Perempuan yang biasa dipanggil “kak Romlah” oleh para aktivis ini memiliki karakter yang sama dengan banyak perempuan hebat yang mendampingi pemimpin-pemimpin hebat. Siti Romlah yang lahir dari keluarga NU, merupakan putri dari pasangan Haji Abdul Wahab dan Hj. Siti Suparti yang asli Legok, Kabupaten Tangerang. Latar belakang Siti Romlah yang juga aktivis IMM IAIN Sunan Kalijaga Bandung di Serang, membuat Romlah sangat memahami dan mendukung semua aktivitas Buety Nasir. Selain sebagai tempat berdiskusi dan mencurahkan keluh kesah bagi Buety Nasir. Siti Romlah merupakan perempuan di balik sukses BN dalam pergerakan dakwah, pendidikan dan politik. Siti Romlahlah yang mengelola semua usaha yang dirintis BN. Hasil usaha tersebut habis digunakan BN untuk membangun madrasah dan mendanai berbagai pergerakan dakwah Islam serta kegiatan politiknya. Siti Romlah

berjuang membangun pundi-pundi usaha untuk menghidupi keluarga dan mendukung perjuangan BN.Walau mereka memiliki rumah di Mauk dan di Villa Ilhami, kondisi rumah yang di Mauk tetap seperti kondisi sebelum BN menjadi anggota DPRD I Banten. Jangan berharap mendapati perabotan-perabotan mewah di kedua rumah yang ditempati BN. Nyaris hanya didapati satu set sofa butut dan meja makan, di rumah BN yang ada di Villa Ilhami. Demikian juga dengan rumah BN yang ada di Mauk. Siti Romlah bukan tipe perempuan yang senang dengan topeng-topeng kemewahan hidup, ia sadar sekali posisi suaminya sebagai pengabdi masyarakat. Makanya hingga kini Romlah tidak tahu persis berapa gaji sang saumi, karena gaji itu tidak pernah diserahkan kepadanya. Bukan tanpa alasan BN tidak memberikan gajinya kepada sang istri. Seluruh kebutuhan keluarganya telah dicukupi dari hasil usahanya yang hingga kini semakin bertambah besar. Usaha retail, show room, material dan jasa angkutan Truk berkembang dengan pesat. Kesabaran Siti Romlah mendampingi Buety Nasir memberikan energi positif bagi seluruh aktivitas BN diluar rumah. Siti Romlah dan anak-anaknya harus ikhlas mewakafkan sang suami kepada masyarakat, karena ketika BN memulai aktivitasnya didunia pergerakan dan politik maka BN tidak lagi sepenuhnya miliknya dan anakanaknya, ada hak masyarakat disana. Pemahaman seperti ini juga yang berusaha ditanami Siti Romlah kepada ketiga anaknya; Dini Sifaurrohmah (15 th), Mohammad Haidar Bagir (10 th) dan Nahdah (3 th). Bahwa, ayah mereka bekerja untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Makanya banyak menghabiskan waktunya untuk mengurusi kepentingan masyarakat, dan mereka harus ikhlas untuk tidak terlalu sering bermain menghabiskan waktu bersama sang ayah. Bukan Cuma itu. Anak-anak BN juga terbiasa dengan sikap ayah mereka yang tidak memperbolehkan mereka untuk merayakan ulang tahun seperti teman-temannya. Namun, boleh hadir dalam acara ulang tahun untuk menghormati orang yang mengundang.

VII.

Sekilas Sejarah Kesultanan Banten30

Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebut Banten sebagai satu dari beberapa daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsia Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebut Banten sebagai satu dari beberapa daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsiang Sung (1430), hingga berita Tome Pires (1512). Pun dalam berbagai sumber pustaka Nusantara, Banten dikenal dengan berbagai nama misalnya : Wuhanten Girang dalam naskah Carita Parahiyangan (1580), Medanggili dalam Tambo Tulangbawang, Primbon Bayah, serta berita Cina (abad ke-13) dan lain-lain.

30

Dikutib langsung dari www.banten.go.id

Berbagai sumber tersebut setidaknya mampu menggambarkan betapa Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Dan sebagai konsekuensi logisnya, Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat sebagaimana diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513. Proses Islamisasi Banten, yang diawali oleh Sunan Ampel, yang kemudian diteruskan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang seluruh kisahnya terekam dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Fase sejarah penting menguatnya pengaruh Islam terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang beernama Nyai Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase sejarah Banten sebagai Kerajaan Islam (Djajadiningrat, 1983:161). Bersama putranya inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama Islam ke seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon. Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (Banten Girang) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai kerajaan Islam dengan dipindahkannya pusat pemerintahan Banten dari daerah pedalaman ke daerah pesisir pada tanggal 1 Muharam tahun 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 (Michrob dan Chudari, 1993:61). Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan posisi istana, benteng, pasar, dan alun-alun yang harus dibangun di dekat kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Surosowan. Hanya dalam waktu 26 tahun, Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi, Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai raja di Kesultanan Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan (Pudjiastuti,2000:61). Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung (Djajadiningrat,1983:84).

Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian masyarakat. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda. Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda (Ekadjati (ed.),1984:97). Wujud dari interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten tempo dulu dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda, Bugis, Makassar, dan dari jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Parsi, Arab, Turki, Bengali,dan Cina (Leur, 1960:133-134; Tjiptoatmodjo, 1983:64). Setidaknya inilah fakta sejarah yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan kejayaan Banten. Dalam usahanya membangun Banten, Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama (1522-1570), menitikberatkan pada pengembangan sektor perdagangan dengan lada sebagai komoditas utama yang diambil dari daerah Banten sendiri serta daerah lain di wilayah kekuasaan Banten, yaitu Jayakarta, Lampung, dan terjauh yaitu dari Bengkulu (Tjandrasasmita,1975:323). Perluasan pengaruh juga menjadi perhatian Sultan Hasanuddin melalui pengiriman ekspedisi ke pedalaman dan pelabuhanpelabuahn lain. Sunda Kalapa sebagai salah satu pelabuhan terbesar berhasil ditaklukkan pada tahun 1527 dan takluknya Sunda Kalapa tersebut ditandai dengan penggantian nama Sunda Kalapa menjadi "Jayakarta". Dengan takluknya Jayakarta, Banten memegang peranan strategis dalam perdagangan lada yang sekaligus menggagalkan usaha Portugis di bawah pimpinan Henrique de Leme dalam usahanya menjalin kerjasama dengan Raja Sunda (Kartodirdjo, 1992:33-34). Pasca wafatnya Maulana Hasanuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf (1570-1580), putra pertamanya dari Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Demak. Kemasyhuran Banten makin meluas ketika politik ekspansinya berhasil pula menaklukkan Pakuan Pajajaran yang dibantu oleh Cirebon pada tahun 1579 sehingga Kerajaan Sunda akhirnya benar-benar runtuh (Atha, 1986:151-152,189). Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, sektor pertanian berkembang pesat dan meluas hingga melewati daerah Serang sekarang, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut dibuat terusan irigasi dan bendungan. Danau (buatan) Tasikardi merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk kota, sekaligus sebagai sumber pengairan bagi daerah pesawahan di sekitar kota. Sistem filtrasi air dengan metode pengendapan di Pengindelan Abang dan Pengindelan Putih merupakan bukti majunya teknologi pengelolaan air pada masa tersebut.

Pada masa Maulana Yusuf memerintah, perdagangan Banten sudah sangat maju dan Banten bisa dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan imperium, tempat barangbarang dagangan dari berbagai penjuru dunia digudangkan dan kemudian didistribusikan (Michrob dan Chudari, 1993:82-83). Tumbuh dan berkembangnya pemukimanpemukiman pendatang dari mancanegara terjadi pada masa ini. Kampung Pekojan umpamanya untuk para pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki, yang terletak di sebelah barat Pasar Karangantu. Kampung Pecinan untuk para pedagang Cina, yang terletak di sebelah barat Masjid Agung Banten. Masa kejayaan Banten selanjutnya diteruskan oleh Maulana Muhammad pasca mangkatnya Maulana Yusuf pada tahun 1580. Maulana Muhammad dikenal sebagai seorang sultan yang amat saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak menulis kitab-kitab agama Islam yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Kesejahteraan masjid dan kualitas kehidupan keberagamaan sangat mewarnai masa pemerintahannya walaupun tak berlangsung lama karena kematiannya yang tragis dalam perang di Pelembang pada tahun 1596 dalam usia sangat muda, sekitar 25 tahun. Pasca mangkatnya Maulana Muhammad, Banten mengalami masa deklinasi ketika konflik dan perang saudara mewarnai keluarga kerajaan khususnya selama masa perwalian Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat. Puncak perang saudara bermuara pada peristiwa Pailir, dan setelahnya Banten mulai kembali menata diri. Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda pada bulan Januari 1624, maka Sultan Abul Mufakir Mahmud Abdul Kadir diangkat sebagai Sultan Banten (1596-1651). Sultan yang baru ini dikenal sebagai orang yang arif bijaksana dan banyak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Bidang pertanian, pelayaran, dan kesehatan rakyat mendapat perhatian utama dari Sultan Banten ini. Ia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam. Dialah penguasa Banten pertama yang mendapat gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekah (1636). Sultan Abdul Mufakhir bersikap tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan kehendaknya kepada Banten. Misalnya ia menolak mentah-mentah kemauan VOC yang hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten (Ekadjati (ed.), 1984:97-98). Dan akibat kebijakannya ini praktis masa pemerintahannya diwarnai oleh ketegangan hingga blokade perdagangan oleh VOC terhadap Banten. Konflik antara Banten dengan Belanda semakin tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia. Persaingan dagang dengan Banten tak pernah berkesudahan. VOC mengadakan siasat blokade terhadap pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat pelabuhan Banten hampir lumpuh. Perlawanan sengit orang Banten terhadap VOC pecah pada bulan November 1633 dengan mengadakan "gerilya" di laut sebagai "perompak" dan di daratan sebagai "perampok" sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade. Situasi perang terus berlangsung selama enam tahun, dan ketegangan masih terus terjadi hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada tahun 1651 dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma'ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abufath Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672).

Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli strategi perang berhasil membina mental para prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya. Pelabuhan Banten yang semula diblokade VOC perlahan namun pasti mulai pulih ketika Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis yang notabene merupakan pesaing berat VOC. Strategi ini bukan hanya berhasil memulihkan perdagangan Banten namun sekaligus memecah konflik politik menjadi persaingan perdagangan antar bangsa-bangsa Eropa. Selain mengembangkan perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk sejak awal abad ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten (Kartodirdjo, 1988:113-115,150-154,204-209). VOC yang mulai terancam oleh pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas pada tahun 1655 mengusulkan kepada Sultan Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah hampir 10 tahun dibuat oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan dengan tegas bersikap tidak merasa pelu memperbaruinya selama pihak Kompeni ingin menang sendiri. Meskipun disibukkan dengan urusan konflik dengan VOC, Sultan tetap melakukan upaya-upaya pembangunan dengan membuat saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan transportasi dalam peperangan. Upaya itu berarti pula meningkatkan produksi pertanian yang erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat serta untuk kepentingan logistik jika mengadapi peperangan. Karena Sultan banyak mengusahakan pengairan dengan melaksanakan penggalian saluran-saluran menghubungkan sungai-sungai yang membentang sepanjang pesisir utara, maka atas jasa-jasanya ia digelari Sultan Ageng Tirtayasa (Tjandrasasmita, 1995:116). Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedaganga asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat, dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya yang sangat disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia (Ekadjati (ed.), 1984:98). Puncak konflik antara Banten dengan VOC terjadi setelah Perjanjian Amangurat II dengan VOC membawa pengaruh politik yang besar terhadap Kesultanan Banten, dan setelah pemberontakan Trunojoyo dapat dipadamkan, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa

harus berhadapan dengan VOC (Wangania, 1995:44). Pada saat yang bersamaan Kesultanan Banten mengalami perpecahan dari dalam. Putra mahkota, Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Purbaya.Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan menghasut Sultan Haji guna melawan ayahandanya. Dengan bantuan pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surasowan yang kemudian berada di bawah antara ayah dan anak setahun lamanya hingga Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap akibat pengkhianatan putranya sendiri, Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal tahun 1692 dan kemudian dimakamkan di Kompleks Mesjid Agung Banten (Ekadjati, 1995:101-102; Ensiklopedi Sunda, 2000:661; Wangania, 1995:45). Dengan ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 April 1684 antara Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara, dan Pangeran Natawijaya, dengan Belanda yang diwakili oleh Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart van der Schuer, serta kapten bangsa melayu Wan Abdul Bagus, maka lenyaplah kejayaan dan kemajuan Kesultanan Banten, karena ditelan monopoli dan penjajahan Kompeni, akibat perjanjian ini Kesultanan Banten diambang keruntuhan. Selangkah demi selangkah Kompeni mulai menguasai Kesultanan Banten. Benteng Kompeni mulai didirikan pada tahun 1684-1685 di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan, dan benteng ini dirancang oleh seorang arsitektur yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota kesultanan yang bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel. Benteng yang didirikan itu diberi nama Speelwijk, untuk memperingati kepada Gubernur Jenderal Speelma. Dengan demikian, praktis Banten sebagai pusat kekuasaan dan kesultanan telah pudar. Demikian pula peran Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa telah tertutup. Tidak ada lagi kebebasan melaksanakan perdagangan (Tjandrasasmita, 1995:118) Penderitaan rakyat semakin berat bukan saja karena pembersihan atas pengikut Sultan Ageng Tirtayasa serta pajak yang tinggi, selain karena sultan harus membayar biaya perang, juga karena monopoli perdagangan Kompeni. Rakyat dipaksa untuk menjual hasil pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepada Kompeni melalui pegawai kesultanan yang ditunjuk, dengan harga yang sangat rendah. Raja seolah-olah hanya sebagai pegawai Kompeni dalam hal pengumpulan lada dari rakyat. Pedagangpedagang Inggris, Francis, dan Denmark, karena banyak membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam perang yang lalu, diusir dari Banten. Kerusuhan demi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang bergejolak selama pemerintahan Sultan Haji. Perampokan dan pembunuhan terhadap para pedagang dan patroli Kompeni, baik di luar kota maupun di dalam kota, kerap terjadi dimana-mana. Bahkan pernah terjadi pembakaran yang mengabiskan 2/3 bangunan di dalam kota. Ketidakamanan pun terjadi di lautan, banyak kapal Kompeni yang dibajak oleh "bajak negara" yang bersembunyi di sekitar perairan Bojonegara sekarang. Sebagian besar rakyat tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan. Oleh sebab itu, kehidupan Sultan Haji selalu berada dalam kegelisahan dan ketakutan. Bagaimanapun penyesalannya terhadap perlakuan buruknya terhadap ayah, saudara, sahabat, dan prajurit-prajuritnya yang setia selalu ada. Akan tetapi, semuanya sudah terlanjur. Kompeni yang dulu dianggap sebagai sahabat dan

pelindungnya, akhirnya menjadi tuan yang harus dituruti segala kehendaknya. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687. Jenazahnya dimakamkan di pemakamam Sedakingkin sebelah utara Mesjid Agung Banten, sejajar dengan makam ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (Ismail, 1983:7; Tjandrasasmita, 1967:46; Michrob dan Chudari, 1993:164). Pasca peristiwa tersebut, Banten memasuki fase sejarah sebagai bagian dari daerah koloni Belanda. Dan perlawanan-perlawanan sporadis menjadi warna yang kental pada masa pemerintahan berikutnya yang praktis tak berdaulat sebagai sebuah negara sebagaimana pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah berhasil membangun negara modern yang berdaulat.

Kesimpulan Menulis perjalanan hidup atau biografi atau pandangan seorang tokoh bukanlah hal yang mudah. Apalagi tulisan itu harus dikemas dengan ringkas dan sederhana, sehingga pembaca dengan singkat mengenal sosok yang di tulis. Diantara yang terberat dalam mengkemas tulisan sederhana ini adalah “menjaga jarak” dan keterlibatan emosional antara penulis dengan tokoh yang ditulis. Semakin dekat hubungan emosional antara subjek dan obyek penulisan. Maka akan semakin sukar untuk mendeskripsikan perjalanan hidup sang tokoh secara obyektif dan bebas dari bias-bias pribadi. Kedekatan emosional itu membuat seakan tidak larut dalam lautan emosi kehidupan sang tokoh, maka kekaguman itu amat kuat terefleksi dalam tulisan. Ia menjadi “pemuja” sang tokoh, dan cenderung kehilangan élan kritis atas tokoh tersebut. Sebaliknya, kalau kebencian, ketidaksukaan (dislike) terhadap tokoh itu yang mendominasi pikiran penulis, maka hampir bisa dipastikan tulisan akan penuh dengan bias-bias subjektif. Kekaguman dan ketidaksukaan dalam penulisan biografi sama-sama tidak baik. Siapa pun yang menjadi penulis tentang biografi seorang tokoh_ sesederhana apapun buku itu_ penulis harus mampu menampilkan obyektifitas dalam tulisannya. Aturan itu berlaku juga dalam penulisan otobiografi dari Drs. Ahmad Buety Nasir ini. Saya melalui M:SHOOT berusaha menjaga obyektifitas penilaian karakter dan tindakan yang dilakukan oleh Buety Nasir. Ketertarikan menulis tentang sosok BN merupakan refleksi edukasi yang dapat diambil dari sosok BN. Perjuangan BN untuk kesejahteraan guru dan perubahan lebih baik bagi dunia pendidikan Banten, merupakan lauh mahfudz tersendiri untuk dipelajari dan ditauladani. Bagi banyak generasi di Banten. Komitmen BN terhadap kehidupan dakwah Islam di Banten terwujud dari tindakan BN yang muncul disetiap segmen dakwah Islam di Banten. BN tidak pernah melakukan dikotomi antara dakwah NU, Muhammadiyah, Persis atau Mathlaul Anwar di Banten. Ia masuk ke seluruh organisasi Islam tersebut dan menyambungkan tali silahturahim antar umat dan tokoh Islam di Banten. Mudah-mudahan perjuangan Buety Nasir selalu diridhoi Allah SWT, konsitensi Buety Nasir dalam perjuangan politik, pendidikan dan dakwah Islam menjadi pertaruhan

penting bagi eksitensi ketokohannya di Banten dan nasional pada masa-masa yang akan datang. Karya buku sederhana ini memang bukan data sejarah tokoh Banten. Namun, setidaknya dapat menambah referensi bagi rakyat Banten. Dari kubangan Lumpur banyak anak-anak manusia yang pantas menjadi tauladan dan pemimpin bagi rakyat Banten. Buety Nasir mungkin tidak sadar telah mengukir sejarah baru bagi perjuangan kesejahteraan bagi rakyat di Banten. Namun, suatu hari perjuangannya yang tak kenal lelah akan memperoleh apresiasi maksimum dari Allah SWT dan rakyat Banten khususnya.amien.

Buety Nasir Dalam Dokumentasi Foto Dan Koran

Buety Nasir melayani permohonan foto bersama salah satu penggemar vespa. (Dokumentasi Foto, Ardi)

Bergaul dengan siapa saja. Buety Nasir ditengah-tengah para penggemar Vespa Tangerang. (Dokumentasi Foto, Ardi)

Akrab Bersama Ketua FPI, Habib Riziq Shihab.(Dokumentasi Foto, Ardi)

Buety Nasir (tengah) bersama para pimpinan pondok pesantren di Tangerang

Buety Nasir, menanda tangani “Kontrak Politik” yang disodorkan Angkatan Muda Muhammadiyah Kota Tangerang. Agar konsisten pemberantasan KKN dan Fokus pada pengentasan kemiskinan apabila terpilih sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur. Bersama (Dokumentasi Foto, Ardi)

Buety Nasir Tampil sebagai pembicara dalam acara Alumni Mathul Anwar Banten. (Dokumentasi Foto, Ardi)

Buety Nasir (tengah), mendapat dukungan penuh dari BPPKB (badan pembinaan potensi keluarga besar Banten).(Dokumentasi Foto, Ardi)

Buety Nasir (tengah), mendapat dukungan penuh dari BPPKB (badan pembinaan potensi keluarga besar Banten).

Buety Nasir memberikan santunan pada bakti sosial yang diadakan Pramuka

Buety Nasir (koko putih, baju kebesaran) menghadiri peletakan batu pertama bagi pembangunan sebuah sekolah di Banten.

Buety Nasir memberikan pengarahan pada keberangkatan Rekreasi dan konvoi salah satu club motor yang ia fasilitasi.

Bangunan Al Furqon Islamic Boarding School yang sedang dibangun. Insya Allah akan menjadi pusat pendidikan bagi anak-anak di Mauk.

DAFTAR BACAAN Asnawi & Ode Syahrul, “ Drs. A. Buety Nasir: Menjawab Tantangan, Menyongsong Banten yang Bermartabat, Maju dan Mandiri”, 2005, PBB, Tangerang. Ahmad Suhelmi & Firdaus Syam, “ Ahmad Sumargon: Dai dan Aktivis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat”, 2004, Millinieum Publisher, Jakarta. Darul Aqsha, “ KH. Mas Mansur: Perjuangan dan Pemikiran”, 2005, Erlangga, Jakarta. Simanjuntak, “ Tabloid Musala”, edisi tahun 2004, terbitan 1-10, Medan. Robert Simanjuntak, “ Implementasi Desentralisasi Fiscal: Problem, Prospek dan Kebijakan”, 2005, LPEM UI, Jakarta. Suratmin, “ HM. Yunus Anis”, 1999, Majelis Pustaka PPM, Yogyakarta Pemerintah Republik Indonesia, “ UU. RI. No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah”, 2006, Duta Nusindo, Semarang. Pemerintah Republik Indonesia, “ UU RI mengenai Sistem Pendidikan Nasional “,

Sekretariat Negara, Jakarta Situs resmi pemerintah Provinsi Banten, “ WWW. Banten. Go.id”

NARASUMBER 1. Drs. Ahmad Buety Nasir (obyek tulisan) 2. Siti Romlah (Istri Buety Nasir) 3. H. Muhammad Nasir (Ayahanda Buety Nasir) 4. Hj. Marwiyah (Ibunda Buety Nasir) 5. Asnawi (Sekretaris Yayasan Al Furqon) 6. Maman ( Sahabat Buety Nasir di Mauk) 7. Ahmad Amarullah ( Pengamat Pendidikan Banten) 8. Rahmat, SE, MM ( Direktur M:SHOOT) 9. Drs. E. Ansorullah (Tokoh Pendidikan Madrasah Di Kabupaten Tangerang) 10. M.Thurizal Husein ( Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Tangerang) 11. Prof. Dr. H.MA. Tihami (Rektor IAIN SMHB) 12. KH. Abdurrahman (ulama, Banten) 13. KH. Baikandi (Ulama Banten) 14. Hasyim, S.ag (Pegawai Yayasan Al Furqon) 15. Drs. Suparman (Kepala Sekolah SMP Al Furqon) 16. Asep (Pegawai Yayasan Al Furqon) 17. Drs. Marzuki ( Kepala Tata Usaha, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN SMHB)

Tentang Penulis Dahnil Anzar dilahirkan di Aceh Timur, 10 April 1982. Menyelesaikan pendidikan di, Ahmad Dahlan Jakarta Jurusan Akuntansi dan Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik(MPKP), konsentrasi Ekonomi Keuangan Negara dan Daerah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE.UI). putra dari pasangan Ir. H. Anizar S dan Nuraini Dewi serta suami dari Heni Novitasari, SH.I dan ayah dari Sayyid Jundi Anzar (1,4 th). Pada saat ini ia aktif mengajar mata Kuliah Makro, Mikro Ekonomi serta Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank di STIE Muhammadiyah Tangerang. Selain juga aktif mengelola usaha Farmasi di Cileduk. Mantan Ketua Umum Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kota Tangerang dan Ketua IRM Banten serta mantan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIE Ahmad Dahlan Jakarta ini juga aktif di lembaga kajian ekonomi Islam, Center for Islamic Economics Studies (CIES) Jakarta, P3SE Jakarta serta aktif menulis karya ilmiah bidang ekonomi di Jurnal-jurnal ilmiah dan artikel di Koran-koran local maupun nasional. Internasional Economist fellowship in World Bank ini, juga merupakan peneliti muda yang banyak meneliti tentang Akuntansi dan Ekonomi Keuangan. Pengasuh Kolom Hikmah Tabloid Musala Sumatra Utara ini, sekarang juga aktif sebagai Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Banten dan Direktur Eksekutif Madani:School Of Thought (M:SHOOT). Serta Sekretaris Lembaga Kajian Pembangunan Indonesia (LKPI).

Related Documents

Sebuah Biography
December 2019 24
Biography
May 2020 35
Biography
December 2019 64
Biography
May 2020 46
Biography
December 2019 69
Biography
June 2020 16

More Documents from ""