WONG BANYUMAS
Sebelum membicarakan tentang bahasa Banyumasan atau dialek atau logat banyumasan, siapakah wong
Banyumas?
Wong Banyumas atau disebut sebagai komunitas Jawa Banyumasan, memang berbeda dari wong Jawa lainnya, seperti wong Sala, wong Yogya, wong Semarang atao wong Surabaya. Bila membicarakan wong Banyumas yang ada di benak kita adalah tentang bahasa yang ngapak namun belum terbersit di pikiran kita tentang lagéyan
( tingkah laku dan kebiasaan ). Karena lageyan wong Banyumas
mempunyai banyak ciri maka sebaiknya dibahas dalam judul tersendiri. Komunitas Banyumasan saat ini mendiami wilayah bagian Barat Daya Jawa Tengah. Secara histories, etnologis, sosiologis, cultural dan formal disebut wilayah Barlingmascakeb, yang meliputi daerah Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen. Dalam buku Perjuangan Elit Banyumas karangan H. Budiono Herusatoto ( Lkis, 2008) bahwa Wong Banyumas tidak berarti hanya mereka yang kini tinggal di wilayah Barlingmascakeb saja, tetapi juga komunitas yang telah tersebar di seluruh Nusantara, bahkan mereka yang telah menetap di luar Indonesia seperti dari bangsa Suriname dan New Caledonia. Di bawah ini kriteria yang disebut sebagai wong Banyumas dari pandangan lebih luas yaitu: Pertama, orang sampai
yang masih merasa dan mengakui kakek-nenek
moyang
dengan bapak-ibunya, dilahirkan, meninggal dunia atau seumur
hidupnya tinggal di wilayah Barlingmascakeb. Artinya walaupun orang
-orang
tersebut
sekarang
Barlengmascakeb, mereka keturunan
wong
tidak masih
lagi mengakui
tinggal
dalam wilayah
dirinya
berdarah
Banyumas.
Kedua, orang-orang yang sampai sekarang masih merasa bangga menjadi anak, putu, buyut dll ( tingkat garis keturunan ) dari wong Banyumas. Apalagi orangorang tersebut bisa ngomong ( berbicara ) atau masih sering merasa rindu pada Jawa dialek Banyumasan, maka mereka juga tetap sebagai wang Banyumas. Ketiga,
siapa saja yang pernah tinggal di wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Artinya mereka pernah merasa hidup tenteram dan bahagia, melahirkan putera-puterinya, dapat bergaul nyaman dengan masyarakat Banyumas, namun karena tugas dan pekerjaan mereka kini tidak lagi tinggal di wilayah eks Karesidenan Banyumas, dari mana asal garis keturunannya dan di manapun tempat tinggal mereka sekarang, namun sudah terlanjur senag pada kehidupan sosial-budaya, logat bahasa, dan merasa nyaman bergaul dengan wong Banyumas yang juga tinggal di tanah perantauan, mereka juga tetap sebagai wong Banyumas.