Saya Mimpi Menjadi Casper Oleh Prie GS Untuk mengukur sejauh mana tingkat kematangan Anda sebagai manusia, cukup diukur dari kualitas mimpi-mimpi dalam tidur Anda. Untuk itulah kenapa belum lama ini saya menyesali sebuah mimpi yang menurut saya sangat dangkal dan tidak bermutu, yakni mimpi menjadi Casper, si hantu baik, salah satu tokoh kartun Disney. Di mimpi itu entah bagaimana awal mulanya saya dikutuk menjadi hantu Casper. Sedih, karena tubuh saya menjadi mengkeret dan kehilangan konvensi gerak seperti lazimnya manusia. Tapi kepedihan ini pelan-pelan menemukan obatnya ketika serombongan anak-anak sekolah yang saya datangi tunggang langgang ketakutan. Bahkan sebuah truk yang sedang parkir pun kaget ketika saya bentak. Saat sedang membentak truk inilah saya terbangun karena istri keburu membangunkan saya. Sungguh butuh terdiam lama untuk menjawab pertanyaan istri, tentang mimpi apa gerangan yang membuat saya sampai mengigau begitu hebat. Untuk berterus terang bahwa mimpi itu sekadar menjadi hantu Casper, pasti akan merusak ketegangan yang telah kami bina. Melihat kecemasan istri pun sungguh merupakan kebahagiaan juga. Saya jelas tidak ingin merusak kebahagiaan ini dalam waktu singkat. Biarlah istri menduga, bahwa saya sedang bermimpi begitu seriusnya, mimpi mendapat wangsit semacam kejatuhan rembulan atau berselancar gagah di atas gelombang samudera. Itulah mimpi khas kaum aulia, orang-orang suci dan manusia yang dekat dengan bisikan-bisikan Tuhan. Membiarkan istri salah paham dan mengira suaminya adalah manusia yang dikasihi Tuhan juga kebahagaan tersendiri. Maka saya sengaja menyimpan rahasia ini hingga esok hari. Karena benar juga, ketika saya terpaksa berterus terang, istri saya merasa sangat tertipu. Ia tak cuma geli tapi juga menyesal bahwa mimpi suaminya yang ikut menegangkan hatinya itu tak lebih dari sekadar mimpi hasil rembesan dunia keseharian yang mengendap dalam pikiran. Apa boleh buat, karena mimpi ini, terbukalah kualitas saya sebagai manusia, yang ternyata masih suka membawa persoalan-persoalan hidup yang remeh temeh, bahkan ke dalam tidur. Betapa melelahkan hidup semacam ini. Karena hanya membenci seseorang tadi siang, di malam hari, orang itu bisa datang dalam mimpi untuk kita pukuli sampai klenger. Kita lalu puas untuk kemudian terbangun sambil kecewa lagi. Hanya karena ditekan oleh kesulitan hidup, kita bisa mengusung kesulitan itu untuk dipecahkan di malam hari lewat mimpi, untuk kemudian terbangun dan menderita lagi. Bukan sekali dua kali saya dibikin lelah oleh mimpi-mimpi halusinatif semacam itu. Jadi jelas sudah, betapa saya adalah kualitas manusia yang masih mudah terguncang oleh hal-hal sepele, manusia yang belum cukup tenang untuk melupakan persoalannya hingga ke kamar tidur, betapapun remeh persoalan itu. Jadi, bahkan saat tidur pun, saat terbaik untuk mengendorkan semua ketegangan, untuk mengistirahatkan dari tekanan hidup yang penat, malah menjadi kepenatan tersendiri. Jadi, jika dalam kesendirian pun, dalam keadaan paling pribadi pun, saya masih begitu gampang diguncang persoalan, betapa makin buruk kualitas saya di tengah keramaian, di tengah hidup sehari-hari. Apa jadinya jika saya melihat teman naik pangkat dan tambah kaya. Pasti teman ini akan muncul dalam tidur saya untuk saya pukuli dan saya hajar habis-habisan. Jadi, dalam tidur maupun jaga, saya ini orang yang terus menerus didera ketegangan! Sungguh lelah punya kualitas mental semacam ini. Maka jika maagh saya kambuh, jika urat leher saya menegang diam-diam dan kepala pusing secara berkala, jangan-jangan semua ini bukan karena penyakit medis, tapi hasil endapan-endapan hidup yang
tegang belaka. Maka, jika Anda juga menderita penyakit saya, mari kita berobat bersama. (PrieGS/)