Sap 2.docx

  • Uploaded by: Tata Intan Tamara
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,250
  • Pages: 11
RMK AKUNTANSI KEBERLANJUTAN (EKA453 AP) SAP 2

PERKEMBANGAN CORPORATE SOCIAL RESPOSIBILITY Dosen Pengampu : Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, S.E., M.Si

KELOMPOK I GustiAyu Agung Tata Intan Tamara

(1607531009)

Ni LuhGede Dandy Adi Pratiwi

(1607531011)

Putu AdhistyPrajna Putri

(1607531030)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM S1-REGULER BUKIT 2018/2019

Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki pengertian diantaranya: 

Commision of the European Communities mendefinisikan CSR sebagai sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi menciptakan lingkungan yang lebih bersih serta masyarakat yang lebih baik.



The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan

ekonomi

berkelanjutan,

bekerja

dengan

karyawan

perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka memperbaiki kualitas hidup. 

Kotler dan Nancy mendefinisikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan.

Dari berbagai pengertian ahli diatas, secara sederhana Corporate Social Responsibility (CSR)dapat disefinisikan sebagai suatu konsep serta tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai rasa tanggung jawabnya terhadap social serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu beroperasi / berdiri. Kegiatan yang dilaksakan seperti melaksanakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, membangun fasilitas umum, menjaga lingkungan sekitar, memberikan beasiswa kepada anak yang tidak mampu, dan memberikan bantuan dana untuk kesejahteraan masyarakat banyak pada umumnya dan masyarakat sekitar perusahaan pada khususnya. 1. Perkembangan CSR Di Dunia a. Tahun 1700-an SM Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa

hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain. Perhatian para pembuat kebijakan tentang CSR menunjukkan telah adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha. b. Tahun

1940-an:

Pengembangan

Masyarakat

(Community

Development) Secara resmi istilah Comdev dipergunakan di Inggris 1948, untuk mengganti istilah mass education (pendidikan massa). Menurut Hodge, akar munculnya model pengembangan masyarakat (Community Development) terkait dengan disiplin ilmu pendidikan (education). Di Amerika Serikat pengembangan masyarakat juga berakar dari disiplin pendidikan di tingkat pedesaan (rural extension program), sedangkan di perkotaan mereka mengembangkan organisasi komunitas (community organization) yang bersumber dari ilmu kesejahteraan Sosial yang diawali pada tahun 1873. Pengembangan

masyarakat

merupakan

pembangunan

alternatif

yang

komprehensif dan berbasis komunitas yang dapat melibatkan baik oleh Pemerintah, Swasta, ataupun oleh lembagalembaga non pemerintah. Dari segi tujuan bisa bersifat spesifik, tidak selalu multi-tujuan. Beberapa alternatif pendekatan yang pernah terjadi di Amerika Serikat terkait dengan pengembangan masyarakat ini, antara lain: (1) pendekatan komunitas, (2) pendekatan

pemecahan

masalah,

(3)

pendekatan

eksperimental,

(4)

pendekatan konflik kekuatan, (5) pengelolaan sumberdaya alam, dan (6) perbaikan lingkungan komunitas masyarakat perkotaan. Pendekatan komunitas merupakan pendekatan yang paling sering dipergunakan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini mempunyai tiga ciri utama (1) basis partisipasi masyarakat yang luas, (2) fokus pada kebutuhan sebagian besar warga komunitas, dan (3) bersifat holistik. Pendekatan ini menaruh perhatian pada kepentingan hampir semua warga.

Keunggulan pendekatan ini adalah adanya partisipasi yang tinggi dari warga dan pihak terkait dalam pengambilan keputusan (perencanaan) dan pelaksanaan, serta dalam evaluasi dan menikmati hasil kegiatan bersama warga komunitas. Comdev semakin menjadi kebutuhan tidak saja bagi masyarakat, tetapi juga perusahaan. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan mendukungnya dari lingkungan sekitarnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya, perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan (keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat) maupun biaya sosial (degradasi

potensi

sumberdaya

lingkungan,

limbah

dan

pencemaran).

Perkembangan lebih lanjut, konsep Comdev ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap CSR. c. Tahun 1950-an: CSR Modern Literatur-literatur awal yang membahas CSR pada tahun 1950-an menyebut CSR sebagai Social Responsibility (SR bukan CSR). Tidak disebutkannya kata corporate dalam istilah tersebut kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan dominasi korporasi modern belum terjadi atau belum disadari. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social Responsibility of The Businessman” dapat dianggap sebagai tonggak bagi CSR modern. Dalam buku itu Bowen (1953:6) memberikan definisi awal dari CSR sebagai: “… obligation of businessman to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term of the objectives and values of our society.” Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender (hanya menyebutkan businessman tanpa mencantumkan businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi CSR tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai Bapak CSR. Perhatian para pembuat kebijakan tentang CSR menunjukkan telah adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha.

Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha. d. Tahun 1960-an Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR. Salah satu akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai dengan anggaran masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini bisa jadi karenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tanggungjawab sosial dengan koperasi. Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul “Silent Spring”. Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas pelestarian alam. Buku tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke20” versi majalah Human Events. Tahun 1963, Joseph W. McGuire (1963:144) memperkenalkan istilah Corporate Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”. McGuire kemudian menjelaskan lebih lanjut kata “beyond” dengan menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan

masyarakat, pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai mana warga negara (citizen) yang baik. e. Tahun 1970-an Tahun 1971, Committee for Economic Development (CED) menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat. CED merusmuskan CSR dengan menggambarkannya dengan lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggung jawab dasar dari korporasi untuk menerapkan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan), lingkaran tengah mengabarkan tanggung jawabkorporasi untuk lebih sensitive terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil, lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungin akan muncul seiring meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan masyarakat. Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi CSR. Dalam artikel yang berjudul “Dimensions of Corporate Social Performance”, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness. Menurut Sethi, social obligation adalah perilaku korporasi yang didorong oleh kepentingan pasar dan pertimbangan-pertimbangan hukum. Dalam hal ini social obligatioan hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial. Social responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan tindakan antisipasi dan preventif.

Dari pemaparan Sethi dapat disimpulkan bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan social responsivenes bersifat preventif. Dimensi-dimensi kinerja sosial (social performance) yang dipaparkan Sethi juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh CED. f. Tahun 1980-an Era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility. Walaupun telah menyinggung masalah CSR pada 1954 , Empu teori manajemen Peter F. Drucker baru mulai membahas secara serius bidang CSR pada tahun 1984 , Drucker (1984:62) berpendapat: ”But the proper ‘social responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into economic opportunity and economic benefit, into productive capacity, into human competence, into well-paid jobs, and into wealth”. Dalam hal ini, Drucker telah melangkah lebih lanjut dengan memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola aktivitas CSR yang dilakukannya dengan sedemikian

rupa

sehingga

tetap

akan

menjadi

peluang

bisnis

yang

menguntungkan. Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on Environment and Development (WECD) menerbitkan laporan yang berjudul “Our Common Future” – juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). g. Tahun 1990-an Ketenaran istilah CSR semakin menjadi ketika buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen

penting

sustainable

development,

yakni

economic

growth,

environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission

on Environment and Development (WCED). dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang senagaja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people. 2. Perkembangan CSR di Indonesia Di antara negara-negara di Asia, penetrasi aktivitas CSR di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 2005 baru ada 27 perusahaan yang memberikan laporan mengenai aktivitas CSR yang dilaksanakannya. Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA). Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan voluntary reporting CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Kategori penghargaan yang diberikan adalah Best Social and Environmental Report Award, Best Social Reporting Award, Best Environmental Reporting Award, dan Best Website. Pada Tahun 2006 kategori penghargaan ditambah menjadi Best Sustainability Reports Award, Best Social and Environmental Report Award, Best Social Reporting Award, Best Website, Impressive Sustainability Report Award, Progressive Social Responsibility Award, dan Impressive Website Award. Pada Tahun 2007 kategori diubah dengan menghilangkan kategori impressive dan progressive dan menambah penghargaan khusus berupa Commendation for Sustainability Reporting: First Time Sutainability Report. Sampai dengan ISRA 2007 perusahaan tambang, otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan dalam ISRA. Perkembangan program CSR di Indonesia dimulai dari sejarah perkembangan PKBL. Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dengan terbitnya keputusan Menteri Keuangan No.:1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik

Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1%-5% dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pegelkop. Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi

(Program

PUKK)

berdasarkan

Keputusan

Menteri

Keuangan

No.:316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Keciln dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Memperhatikan perkembangann ekonomi dan kebutuhan masyarakat, pedoman pembinaan usaha kecil tersebut beberapa kali mengalami penyesuaian,

yaitu

melalui

Keputusan

Menteri

Negara

Pendayagunaan

BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN No.: Kep-216/M-PBUMN/1999 tanggal 28 September 1999 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, Keputusan Menteri BUMN No.: Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No.: Per05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Pembinaan usaha kecil yang dilakukan BUMN ini tidak terlepas dari beberapa peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu sebagai berikut. 

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Penjelasan Pasal 16; Lembaga pembiayaan menyediakan dukungan modal untuk pembinaan dan pengembangan usaha kecil antara lain meliputi skim modal awal, modal bergulir, kredit usaha kecil, kredit program dan kredit modal kerja usaha kecil, kredit kemitraan, modal ventura, dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara, anjak piutang dan kredit lainnya



Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 2: Salah satu tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Pasal 88 ayat (1): BUMN dapat menyisihkan sebagian laba

bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. 

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (lihat uraian di bawah).

Daftar Pustaka Nuryana, Mu’man. (2005). Corporate Social respon-sibility dan Kontribusi bagi Pembangunan Berkelanjutan, makalah yang disampaikan pada Diklat Pekerjaan Sosial Industri, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Bandung, Lembang 5 Desember. Wineberg, Danette and Phillip H. Rudolph. (May 2004). “Corporate Social Responsibility – What Every In House Counsel Should Know”, dalam ACC Docket. https://www.pdfcoke.com/document/360481239/Ringkasan-Sejarah-CSR-Dunia-Ke-Indonesia Diakses 17 Februari 2019

Related Documents

Sap
June 2020 69
Sap
November 2019 86
Sap
June 2020 67
Sap
November 2019 82
Sap
November 2019 80
Sap
May 2020 58

More Documents from ""

Sap 5.docx
May 2020 1
Sap 2.docx
May 2020 10
Visualwriting.pdf
May 2020 7
Robot-dikonversi.docx
November 2019 24