PENGAWASAN DALAM ORGANISASI PEMERINTAH Pengawasan
dalam
organisasi
pemerintahan
diperlukan
agar
organisasi
pemerintahan dapat bekerja secara efisien, efektif, dan ekonomis. Pengawasan ini merupakan salah satu unsur penting dalam rangka meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk meningkatkan pelaksanaan pengawasan yang efektif ke dalam tubuh aparatur pemerintah di dalam lingkungan masing-masing secara terus menerus dan menyeluruh. A. Landasan Kebijaksanaan Pengawasan Landasan kebijaksanaan pengawasan dalam organisasi pemerintah adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap. MPR) No. II/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah menggariskan pokok-pokok arah dan kebijaksanaan pembangunan aparatur pernerintahan sebagai berikut: 1. Pembangunan aparatur pemerintah diarahkan untuk menciptakan aparatur yang efisien, efektif, bersih, dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian pada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur
pemerintah
untuk
merencanakan,
rnelaksanakan,
rnengawasi
dan
mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan. 2. Di samping itu, kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban aparatur pemerintah perlu dilanjutkan dan semakin ditingkatkan, terutama dalam rangka menanggulangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pemungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan serta nrrusak citra dan kewibawaan aparater pemerintah. Untuk itu, perlu ditingkatkan secara lebih terpadu pengawasan dan langkah-langkah penindakannya serta dikembangkan kesetiakawanan sosial dan disiplin nasional. B. Jenis – Jenis Pengawasan Dalam pedoman pelaksanaan pengawasan melekat (Lampiran Inpres RI, No. 1, 1989) dijelaskan definisi empat jenis pengawasan yaitu pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan pengawasan masyarakat. Pengawasan ekstemal
eksekutif didasarkan pada UUD 1945 Pasal 23 Ayat 5 beserta penjelasannya. Pengertian setiap jenis pengawasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, serta preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intem pemerintah maupun ekstern pemerintah yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pengawasan legislatif
disebut pula pengawasan politik, adalah pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Pengawasan legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I (DPRD I), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II (DPRD II). 4. Pengawasan masyarakat disebut pula dengan pengawasan sosial, adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tertulis kepada aparatur pemerintahan yang berkepentingan, benıpa pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media masa. 5. Pengawasan eksternal eksekutif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK adalah suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pernerintah yang bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah dalam bidang keuangan negara termasuk pelaksanaan APBN. C. Upaya Peningkatan Pengawasan Upaya peningkatan pengawasan ini digariskan dalam Inpres No. 15 Tahun 1983 yaitu: 1. Wakil Presiden sebagai koordinator pengawasan. Untuk meningkatkan pengawasan, Wakil Presiden mengadakan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengawasan dan secara terus menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaan peningkatan pengawasan dengan dibantu oleh Menko Ekuin (Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri) dan Kepala BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
2. Peningkatan pengawasan melekat. Peningkatan pengawasan melekat dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan masing masing satuan kerja terhadap bawahannya dengan cara menciptakan dan meningkatkan mutu pengawasan melekat dalam organisasi yang dipimpinnya. Pengembangan pengawasan melekat dalam: (a) setiap departemen, kantor menteri koordinator, kantor menteri negara menjadi tanggung jawab menterinya, (b) lembaga pemerintah non departemen (LPND) menjadi tanggung jawab pimpinannya, (c) pemerintah daerah menjadi tanggung jawab kepala daerahnya. 3. Peningkatan pengawasan fungsional. Menko Ekuin mengkoordinasikan penyusunan kebijaksanaan pengawasan fungsional di setiap departemen, kantor menteri koordinator, menteri negara, lembaga pemerintah non departemen, dan setiap daerah berdasarkan petunjuk Wakil Presiden. Pelaksanaan koordinasi ini dilakukan dengan penyusunan rencana tahunan dan evaluasi hasil-hasilnya sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengawasan tahun berikutnya. Secara teknis, pelaksanaan pengawasan oleh seluruh aparat pengawasan operasional dikoordinasi oleh BPKP yang menerima petunjuk operasional dari Menko Ekuin. Sedangkan pembinaan dan petunjuk pengawasan dilakukan oleh menteri, pimpinan LPND(sekarang bernama LPNK Lembaga Pemerintah Nonkementerian) dan kepala daerah terhadap aparat pengawasan fungsional di lingkungannya masing-masing. 4. Pengintensifan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan. Tindak lanjut dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu bersifat (a) preventif, (b) represif, (c) pemberian penghargaan. Tindak lanjut preventif atau pencegahan berupa: (l) penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketataIaksanaan agar rrmjamin kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan serta mencegah pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan, (2) penyempurnaan kebijaksanaan, rencana, biaya, dan pelaksanaan tugas, (3) bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan. Tindak lanjut represif atau penindakan berupa penindakan terhadap perbuatan korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran, pemborosan, serta penyelewengan lainnya. Tindak lanjut yang bersifat represif dapat dalam bentuk: (l) tindakan administratif, (2) tindakan tuntutan perdata, (3) tuntutan pidana. Penghargaan diberikan kepada para pelaksana tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dapat meningkatkan disiplin, prestasi, dan sasaran lainnya yang telah ditentukan lebih dahulu. 5. Perluasan ruang lingkup dan tujuan pengawasan fungsional.
Lingkup pengawasan fungsional meliputi pengawasan terhadap seluruh kegiatan rutin dan pembangunan di pusat maupun di daerah, pengawasan terhadap keuangan dan kekayaan negara dan daerah, serta pengawasan terhadap BUMN dan BUMD. Tujuan pengawasan fungsional bukan saja mengenai penilaian terhadap ketaatan terhadap Peraturan perundangundangan yang berlaku (pemeriksaan kepatuhan), tetapi juga penilaian mengenai daya guna dan hasil guna dalam mencapai tujuan yang direncanakan (pemeriksaan prestasi).
PENGAWASAN MELEKAT (WASKAT) Waskat adalah pengawasan langsung yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya. Tujuan dan sasaran pengawasan melekat diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1989. Tujuan pengawasan melekat adalah terciptanya kondisi yang mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunuan kebijaksanaan, rencana, dan penundang-undangan yang berlaku, yang dilakukan oleh atasan langsung. Sedangkan sasaran pengawasan melekat yang tercantum dalam Inpres tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan disiplin serta prestasi kerja dan pencapaian sasaran pelaksanauan tugas 2. Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewernang 3. Menckan hingga sekecil mungkin kebocoran serta pemborosan keuangan negara dan segala bentuk pungutan liar 4. Mempercepat penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan kepada masyaraka 5. Mempercepat pengurusan kepegawaian sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku A. Ruang Lingkup Pengawasan Melekat Ruang lingkup pengawasan melekat diatur dalam Inpres No. 1 Tahun 1989 adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan melekat dilaksanakan berdasar kebijaksanaan yang telah digariskan, meliputi semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah yang mencakup: a. Kegiatan umum pemerintahan. b. Pelaksanaan rencana dan program serta proyek-proyek pembangunan c.
Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara.
d. Kegiatan BUMN dan BUMD, lembaga keuangan serta bank-bank milik negara. e. Kegiatan aparatur pemerintah di bidang yang mencakup kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. 2. Pengawasan melekat yang meliputi ruang lingkup tersebut di atas dilakukan oleh setiap atasan secara struktural, fungsional, dan pimpinan proyek baik yang
menyangkut aspek teknis maupun administratif sesuai dengan satuan kerja dan waktu, kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku B. Prinsip-Prinsip Pokok Pengawasan Melekat Prinsip-prinsip pokok pengawasan melekat diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 93/Menpan/1989 tanggal 8 Juni 1989 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Melekat. Pengawasan melekat dengan tujuan, sasaran, dan ruang lingkup tersebut di atas dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Bahwa pada dasarnya waskat dilakukan secara berjenjang. Namun demikian, setiap pimpinan pada saat-saat tertentu dapat melakukan waskat pada setiap jenjang yang ada di bawahnya. 2. Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari perencanaa organisasian, dan pelaksanaan. 3. Waskat lebih diarahkan pada pencegahan terhadap penyimpangan. Dalam pelaksanaan fungsı manajemen perlu dilakukan waskat untuk menjamin agar tujuan dapat dicapai secara efisien dan efektif. 4. Waskat harus bersifat membina. Oleh karena itu, kriteria adanya penyimpangan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan penyimpangan tersebut harus dideteksi secara dini. Tindak lanjut terhadap temuan-temuan waskat harus: (a) dilakukan secara tetap dan tertib, (b) didasarkan pada penilaian yang obyektif melalui analisis yang cermat sesuai dengan kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang termasuk tindak lanjut yang berupa penghargaan bagi bawahan yang berprestasi baik. 5. Waskat harus merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai kegiatan rutin sehari-hari dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. 6. Waskat harus dilaksanakan dengan menggunakan sistem tertentu. Waskat merupakan pengawasan yang pokok sedangkan pengawasan-pengawasan lainnya menunjang keberhasilan waskat. C. Program Peningkatan Waskat
Program
peningkatan
waskat
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Negara
Pendayagunaarn Aparatur Negara No. 93/Menpan/1989 tanggal 8 Juni 1989 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Melekat. Untuk meningkatkan waskat perlu disusun program yang meliputi: 1. Sarana Waskat a. Struktur Organisasi, dibuat untuk memberikan kejelasan mengenai pembagian tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab serta hubungan antara satu unit dengan unit lainnyaidengan lainnya. Setelah ditentukan struktur organisasi yang tepat maka langkah berikutnya adalah menentukan karyawan yang memenuhi syarat-syarat untuk menduduki jabatan-jabatan yang ada dalam struktur organisasi tersebut dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. b. Kebijaksanaan Pelaksanaan, dalam rangka melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan instansi atau unit kerja wajib menyusun kebijaksanaan pelaksanaan sebagai pegangan bagi setiap pelaksanaan dalam instansi atau unit kerjanya. c. Rencana Kerja, disusun untuk memberikan kejelasan tentang tujuan sasaran, cara pelaksanaan, waktu, dan sumber-sumber yang diperlukan. d. Prosedur Kerja, disusun untuk memberikan petunjuk yang jelas tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menyelesaikan suatu kegiatan . e. Pencatatan Hasil Kerja dan Pelaporan Pencatatan, disusun untuk memberikan kejelasan tugas, baik yang menyangkut kemajuan maupun hambatan-hambatan untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan. f. Pembinaan Personil Pembinaan, bertujuan agar manajemen dapat memberikan tugas wewenang, dan tanggung jawab kepada orang yang mampu melaksanakan.
Dalam menentukan orang yang tepat untuk
melaksanakan tugas tertentun perlu adanya penentuan persyaratan atau kualifikasi tugas yang harus dilakukan dan menentukan orang atau petugas yang memenuhi kualifikasi tersebut. Pembinaan personil dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan,
semangat
dan
gairah
kerja,
disiplin
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dan tidak
mempunyai sikap dan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugas. g. Formulir dan Alat Kerja yang Standar, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan-pelaksanaan tugas dan pelaksanaan waskat, hendaknya digunakan formulir dan alat kerja standar tertentu. 2. Manusia dan Budaya Peningkatan pelaksanaan waskat perlu mempertimbangkan aspek budaya dan manusia. Dalam rangka peningkatan pelaksanaan waskat, perlu adanya usahausaha untuk meningkatkan aspek manusia dan budaya antara lain meliputi peningkatan: a. Kemampuan kepemimpinan, keteladanan, disiplin, dan dedikasi dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 b. Prestasi pegawai dengan melalui kegiatan pemberian bimbingan, koreksi, pendelegasian wewenang, pemberian tanggung jawab, dan melalui programprogram pendidikan dan latihan. c. Partisipasi pegawai dengan memberikan kesempatan dalam proses perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan d. Kejujuran dan disiplin diri untuk bertindak tegas dan lugas e. Kemampuan untuk selalu meningkatkan kegiatan dalam mencapai hasil yang selalu lebih efisien, lebih efektif dan optimal perlu ditanamkan dalam proses pembudayaan. 3. Tugas Instansi atau Unit Kerja Dalam rangka program peningkatan pelaksanaan waskat yang berkaitan dengan tugas instansi atau unit kerja, baik berhubungan dengan tugas pokok maupun penunjang, termasuk pula proyek, perlu usaha-usaha a. Pengidentifikasian dan penjabaran tugas dan fungsi. b. Perencanaan dan penganggaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. c. Penentuan indikator keberhasilan pelaksanaan tugas. d. Petunjuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta penerapannya e. Penatausahaan atau pencatatan f. Pelaporan pencapaian sasaran pelaksanaan tugas g. Tindak lanjut yang didasarkan atas waskat serta masukan dari pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, dan pengawasan legislatif.
4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Waskat Dalam rangka meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan waskat, sesuai dengan tugas pokok, fungsi, rencana, dan program kerja masing-masing instansi atau unit kerja, maka setiap instansi dan unit kerja wajib menyusun program peningkatan pelaksanaan waskat tahunan masing-masing instansi atau unit kerja yang yang bersangkutan. Secara keseluruhan sistem pelaksanaan waskat dapat dibagi kedalam 3 tahap yaitu yang pertama kegiatan penyusunan rencana yang meliputi sarana waskat, manusia dan budaya, serta tugas instansi, kedua kegiatan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, ketiga atas dasar pemantauan dilakukan tindak lanjut, jika prestasinya baik maka akan diberi penghargaan, jika terdapat penyimpangan maka dilakukan tindakan koreksi dan sanksi. 5. Mekanisme Pelaporan Program Peningkatan Pelaksanaan Waskat (P3 Waskat) Sesuai dengan diktum keempat butir 2 Inpres No. 1 Tahun 1989, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dibantu oleh Ketua Lembaga Administrasi Negara (LAN) melakukan pengawasan dalam bentuk pemantauan dan penilaian pelaksanaan waskat di instansi pemerintah, di tingkat pusat, tingkat daerah, BUMN, dan BUMD. Tujuan pemantauan dan penilaian tersebut adalah untuk mengetahui apakah sasaran waskat di tingkat instansi atau unit kerja dapat tercapai dengan baik. Adapun tugas koordinator pelaksana program peningkatan pelaksanaan melekat (P3 Waskat) antara lain sebagai berikut: a. Menghimpun dan mengevaluasi program-program pelaksanaan waskat dari departemen atau instansinya. b. Memberikan saran penyempumaan program waskat dan tindak lanjutnya kepada pimpinan yang melakukan waskat maupun kepada Menpan dan Ketua LAN c. Menyusun laporan dan menyampaikannya kepada Menpan dengan tembusan kepada Ketua LAN: (a) program waskat, (b) tindak lanjutnya. d. Dalam melaksanakan tugasnya Koordinator P3 Waskat bekerjasama atau berkoordinasi dengan aparat pengawasan fungsional. e. Membahas pelaksanaan waskat dalam rapat kerja tahunan atau rapat-rapat lainnya.
Laporan program pelaksanaan waskat dan pelaksanaan tindak lanjutnya diutamakan pada kegiatan-kegiatan yang memenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini: a. Berkaitan dengan pelayanan umum. b. Berkaitan dengan kepegawaian, keuangan, dan materiil. c. Prioritas instansi. d. Kegiatan yang dipandang oleh pimpinan sifatnya rawan terhadap penyimpangan penyimpangan atau penyelewengan-penyelewengan. D. Indikator Keberhasilan Waskat Salah satu indikator keberhasilan suatu organisasi pemerintah dalam mencapai tujuannya banyak ditentukan oleh keberhasilan program waskat. Jika waskat berjalan dengan baik maka waskat merupakan unsur pengawasan yang paling pokok sedangkan pengawasan fungsional sifatnya sebagai penunjang. Jika waskat telah berhasil dengan baik maka waskat menjadi perilaku yang melekat dalam tata kerja pelaksanaan kegiatan dan menjadi kultur aparatur pemerintahan. Keberhasilan program waskat itu sendiri dapat dilihat dari berbagai macam indikator sebagai berikut: 1. Indikator meningkatnya disiplin, prestasi, dan pencapaian sasaran pelaksanaan tugas antara lain: a. Tingkat kehadiran meningkat. b. Berkurangnya tunggakan kerja. c. Rencana yang disusun dapat menggambarkan adanya sasaran yang jelas dan penyim dapat diukur, terlihat kaitan antara rencana dengan program dan anggaran. d. Tugas dapat selesai sesuai dengan rencana, baik dilihat dari aspek fisik maupun biaya. e. Tercapainya sasaran tugas seperti delapan sukses pembangunan di daerah. f. Berkurangnya kerja lembur. g. Disiplin aparatur meningkat. 2. Indikator berkurangnya penyalahgunaan wewenang antara lain: a. Berkurangnya tuntutan masyarakat terhadap pemerintah. b. Terpenuhinya hak-hak pegawai negeri dan masyarakat sesuai dengan apa yang menjadi haknya, 3. Indikator berkurangnya kebocoran, pemborosan, dan pungutan liar antara lain:
a. Kualitas dan kuantitas kasus-kasus penyimpangan, penyelewengan, kebocorarn, keborosan dapat dikurangi sebagaimana laporan pengawasan fungsional dan laporan pengawasan-pengawasan lainnya. b. Berkurangnya tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas. 4. Indikator cepatnya penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan masyarakat, antara lain: a. Tidak ada lagi berdesaknya antrian di loket pelayanan. b. Ketepatan waktu dalam pemberian perijinan dan pelayanan. c. Berkurangnya tunggakan kerja d. Pelayanan makin baik prestasinya, hal ini ditandai oleh berkurangnya pengaduan dan keluhan masyarakat 5. Indikator cepatnya pengurusan kepegawaian, antara lain: a. Berkurangnya keluhan pegawai dalam kenaikan pangkat dan pensiun. b. Berkurangnya keterlambatan pengangkatan calon pegawai menjadi pegawai. E. Kendala Waskat Waskat dapat digunakan untuk mencegah dan menekan serendah mungkin timbulnya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, kebocoran, dan keborosan. Menpan (Juni, 1988) menjelaskan bahwa pengawasan atasan langsung telah berjalan di berbagai instansi, namun disadari masih ada kelemahan-kelemahan atau kendala dalam pelaksanaan waskat. Jika fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen telah membudaya dalam masyarakat maka diharapkan hambatan-hambatan atau kendalakendala waskat juga dapat diatasi. Adapun hambatan atau kendala waskat antara lain sebagai berikut: 1. Adanya sementara pejabat yang "salah kaprah" terhadap tugas pengawasan yang dilaksanakannya 2. Adanya iklim budaya seolah-olah pengawasan hanya semata-mata mencari kesalahan. 3. Adanya perasaan enggan melaksanakan waskat. Keengganan tersebut karena sudah ada pengawasan fungsional 4. Adanya perasaan "ewuh pakewuh" dalam melaksanakan pengawasan, Hal ini disebab- kan karena seolah-olah nampak adanya kontroversi antara rasa
kekeluargaan atau kebersamaan dengan sikap lugas dalam melaksanakan tugas, termasuk dalam mewaskat. 5. Masih kurangnya penguasaan atasan terhadap substansi masalah yang diawasi. 6. Pimpinan "kecipratan" atau terlibat sendiri dałam penyimpangan atau bahkan adanya kolusi (persekongkolan) antara atasan dan bawahan. F. Disiplin Nasional sebagai Pendukung Waskat Melalui waskat diharapkan sumber daya, sumber dana, dan waktu yang sifatnya terba- tas dapat dimanfaatkan secara efisien, efektif, dan hemat. Oleh karena itu, waskat hendaknysa dapat mengurangi ketidakefisienan dan ketidakhematan yang disebabkan oleh kebocoran- kebocoran, penyelewengan-penyelewengan, dan hal-hal lainnya yang dapat menghambat pembangunan. Waskat, selain memerlukan aturan permainan, tata kerja, mekanisme dan petunjuk pelaksanaan yang jelas, juga harus didukung oleh disiplin nasional 1. Pentingnya Disiplin Nasional Hal ini diperlukan agar tujuan pembangunan nasional dapat dicapai dengan baik, efektif, dan efisien dikaitkan dengan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa. Dalam pembangunan nasional, pengawasan dikaitkan dengan disiplin nasional sehingga bagi bangsa Indonesia disiplin nasional merupakan masalah yang sangat penting. Oleh karena pentingnya disiplin atau disiplin nasional bagi bangsa kita, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 huruf D butir 35 menentukan arah dan kebijaksanaan sebagai berikut: “Dengan makin meningkat dan kompleksnya pembangunan, perlu makin ditingkatkan kemampuan perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian yang dilandasi oleh disiplin serta tanggung jawab dan semangat pembangunan yang tinggi, sehingga benar-benar dapat dicapai efisiensi nasional dalam pembangunan. Penyempurnaan dan pendayagunaan aparatur pemerintah dan aparatur pembangunan harus makin ditingkatkan guna menciptakan aparatur yang bersih, berwibawa, dan berkemampuan" 2. Definisi Disiplin Nasional Disiplin nasional adalah suatu sikap mental bangsa yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan, baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku dengan keyakinan bahwa dengan norma-norma tersebut tujuan nasional akan dapat tercapai.
Bagi bangsa Indonesia, norma-norma yang perlu dipatuhi dan ditaati dalam berbangsa dan bernegara adalah Pancasila, UUD 1945, Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan lainnya, serta tanggung jewab sosialnya pada masyarakat 3. Kualifikasi Aparatur Negara Agar Disiplin nasional dapat terwujud maka aparatur negara harus menjadi pelopor, terutama karena masyarakat akan mengikuti tindak tanduk mereka yang dianggap sebagai panutan. Bagi aparatur negara, disiplin diri harus dijadikan awal bagi terwujudnya disiplin nasional. Dengan disiplin diri yang berarti menjunjung tinggi aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat maka akan terwujud pemerintah yang bersih dan berwibawa. Tiga hal pokok yang hanus mendapat perhatian dari aparatur negara adalah: a. Peningkatan disiplin dipelopori oleh aparatur Negara. b. Disiplin nasional berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, Ketetapan MPR, perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, serta memiliki tanggung jawab sosial. c. Disiplin dari aparatur negara dijadikan awal bagi terwujudnya disiplin nasional, Ketaatan dan kepatuhan warga negara terhadap Pancasila, UUD 1945, Ketetapan MPR, perundang-undangan, dan peraturan lainnya merupakan syarat obyektif untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang baik dan bertanggung jawab. Peningkatan disiplin nasional memiliki arti strategis bagi suksesnya pembangunan nasional. 4. Upaya Peningkatan Disiplin Nasional Upaya peningkatan disiplin nasional tidak terlepas dari strategi pembinaan disiplin nasional. Strategi pembinaan disiplin nasional adalah upaya pembinaan disiplin nasional dengan memanfaatkan segenap sarana dan sumber daya yarg tersedia dengan setepat tepatmya dalam rangka membentuk sikap hidup bangsa yang tercermin dalam kepatuhan dan ketaatan terhadap disiplin dan cita cita perjuangan bangsa. Unfuk meningkatkan disiplin nasional perlu ditempuh langkah-langkah strategis secara nasional. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan adalah: a. Peningkatan disiplin nasional di seluruh jajaran aparatur negara b. Dilaksanakan gerakan keteladanan.
c. Pembinaan dan penegakan hukum nasional. d. Meningkatkan pemasyarakatan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri (PP No. 30 Tahun 1980) e. Pelaksanaan secara konsekuen PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta, dan Keppres No. 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanan hidup. f. Peningkatan penerapan sanksi secara obyektif dan konsisten.
PENGAWASAN FUNGSIONAL (WASNAL) Pengawasan fungsional disingkat Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok-pokok Wasnal meliputi: 1. Aparat Pengawasan Fungsional Aparat pengawasan fungsional dibentuk oleh pemerintah. Dalam Lampiran Inpres No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Bab III Pasal 4 diatur mengenai pengawasan fungsional sebagai berikut: a. Kebijaksanaan pengawasan fungsional digariskan oleh Presiden. b. Wakil Presiden secara terus-menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaan pengawasan fungsional. c. Menko Ekuin mengkoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan pengawasan fungsional yang telah digariskan oleh Presiden. d. Pelaksanaan pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional dilakukan oleh: 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tugas BPKP dalam pengawasan fungsional ini meliputi:
Merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi seluruh aparat pengawasan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Melakukan
koordinasi
teknis
pelaksanaan
pengawasan
yang
diselenggarakan oleh aparat pengawasan di departemen, lembaga pemerintah nondepartemen, dan instansi pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah sesuai dengan rencana dan program dalam butir di atas.
Melakukan sendiri pengawasan dan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, dan Instansi Pemerintah lainnya. Aparatur pengawasan ini melakukan pengawasan terhadap kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan dalam lingkungan departemen, lembaga pemerintah non-departemen, atau instansi pemerintah yang bersangkutan.
3. Inspektorat Wilayah Propinsi. Aparat pengawasan ini melakukan peng-awasan umum atas jalannya pemerintahan daerah, baik yang bersifat rutin maupun pembangunan. 4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Aparat pengawasan ini melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintahan daerah dan pemerintahan desa di kabupaten atau kotamadya yang bersangkutan, baik yang bersifat rutin maupun pembangunan. e. Atas petunjuk Presiden dan Wakil Presiden, Inspektorat Jenderal Pembangunan melaksanakan pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan sektoral, Inpres bantuan desa, maupun proyek-proyek daerah. 2. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Kegiatan pelaksanaan pengawasan fungsional dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) kegiatan pengawasan tahunan, (2) kegiatan pengawasan khusus, dan (3) kegiatan pengawasan hal-hal tertentu. Kegiatan pengawasan tahunan didasarkan atas Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Manfaat yang diharapkan dengan adanya PKPT adalah: (a) tumpang tindih dalam pemeriksaan sejauh mungkin dapat dihindari, (b) ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan dapat diarahkan sesuai dengan petunjuk Menko Ekuin dan Wasbang, (c) ketidakefisienan dalam penggunaan tenaga pemeriksaan dapat dikurangi dengan jalan menentukan standar hari pemeriksaan (HP) untuk setiap jenis pemeriksaan, dan (d) dapat dihindari rencana kerja yang melebihi kemampuan karena rencana kerja dikaitkan dengan HP yang tersedia. Di samping pengawasan tahunan yang berencana sesuai dengan PKPT, dapat pula dilakukan pengawasan khusus. Pengawasan khusus dilakukan terhadap penyim-panganpenyimpangan dan, atau, masalah-masalah dalam bidang administrasi di lingkungan aparatur pemerintahan yang dinilai mengandung dampak luas terhadap jalannya pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pengawasan khusus ini dapat dilakukan oleh BPKP sendiri atau oleh team pemeriksaan gabungan yang dibentuk oleh Kepala BPKP. Penetapan pengawasan khusus dan pembentukan team pemeriksa gabungan dilakukan dengan keputusan Menko Ekuin dan Wasbang atau keputusan Kepala BPKP sesuai dengan lingkup pengawasan khusus tersebut. Inspektur Jenderal Pembangunan dapat melaksanakan kegiatan pengawasan hal-hal tertentu atas petunjuk Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hasil pemeriksaan Inspektur
Jenderal Pembangunan tersebut dilaporkan kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menko Ekuin dan Wasbang dan Kepala BPKP. Dalam rangka melaksanakan berbagai jenis pemeriksaan tersebut BPKP mempelajari dan menilai sistem pengendalian manajemen unit organisasi pemerintahan yang diperiksanya untuk mengetahui apakah pengawasan melekat sudah berjalan sebagaimana mestinya. Hasil akhir suatu kegiatan unit organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas pengawasan melekatnya. Jika pengawasan melekat dalam suatu obyek yang diperiksa tinggi mutunya, maka kemungkinan besar bahwa hasil akhir kegiatan obyek yang diperiksa tersebut juga baik mutunya. Jadi pengawasan melekat meme-gang peranan sangat penting sehingga tidak boleh tidak dilaksanakan, meskipun telah ada aparat Wasnal. Aparat Wasnal tidak dapat dan tidak mungkin menggantikan Waskat. 3. Koordinasi Pelaksanaan Wasnal Wakil Presiden bertugas untuk merumuskan kebijaksanaan Wasnal dan secara terusmenerus memimpin dan mengikuti pelaksanaannya. Dalam merumuskan, memimpin, dan mengikuti pelaksanaan kebijaksanaan Wasnal ini Wakil Presiden dibantu oleh Menko Ekuin dan Wasbang dan Kepala BPKP. Berdasar kebijaksanaan Wasnal yang telah dirumuskan tersebut, Wakil Presiden mengadakan rapat-rapat koordinasi pengawasan yang dihadiri oleh: a.Para menteri. b.Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. c.Jaksa Agung. d.Para pejabat lainnya yang dianggap perlu. Selain diadakan oleh Wakil Presiden, rapat-rapat koordinasi Wasnal sewaktu-waktu dapat juga diadakan oleh: a. Menko Ekuin dan Wasbang. Rapat koordinasi ini dalam rangka membahas serta menyelesaikan masalah-masalah yang bersangkutan dengan kebijaksanaan pelaksanaan pengawasan di tingkat menteri, pimpinan lembaga pemerintah non-departemen, dan pimpinan instansi pemerintah lainnya. b. Kepala BPKP. Rapat koordinasi ini dalam rangka membahas dan menyelesaikan masalah-masalah pelaksanaan pengawasan teknis operasional pengawasan ditingkat departemen, lembaga pemerintah nondepartemen, instansi pemerintah lainnya, dan tingkat daerah.
Kepala Perwakilan BPKP mengkoordinasikan perencanaan program pengawasan di daerah dan pelaksanaannya oleh aparat pengawasan di daerah yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas koordinasi dan tugas-tugas lainnya, Kepala Perwakilan BPKP berada di bawah koordinasi Kepala Wilayah. Koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Wilayah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP. Perwakilan BPKP di luar negeri melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP. Organisasi Perwakilan BPKP di luar negeri di bawah koordinasi administratif Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan. Kepala Perwakilan RI dalam melaksanakan tugas administratif tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP. 4. Pelaporan Wasnal Hasil pengawasan fungsional, baik berdasar PKPT maupun berdasar pengawasan khusus, dilaporkan oleh aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada: a. Menteri, pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, dan pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP. Laporan tersebut disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian masalah yang terungkap dalam pemeriksaan. b. Khusus untuk masalah yang mempunyai dampak luas terhadap jalannya pemerintahan maupun kehidupan masyarakat, laporan pengawasan fungsional disampaikan kepada Menko Ekuin dan Wasbang, menteri, pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, dan pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP. Menko Ekuin dan Wasbang menyampaikan laporan hasil kerja pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden. Jika Wakil Presiden meminta laporan dari aparat pengawasan fungsional, maka aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan harus menyampaikan tembusan laporan tersebut kepada Menko Ekuin dan Wasbang dan Kepala BPKP. Sesuai dengan Keppres No. 31 Tahun 1983 mengenai BPKP, Kepala BPKP menyampaikan laporan berkala mengenai pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden dengan tembusan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden, Menko Ekuin dan Wasbang; dan Menteri/Sekretaris Negara.
RESUME BUKU “PEMERIKSAAN MANAJEMEN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN INDONESIA” Karya Drs. R. A. Supriyono, S.U., Akuntan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengawasan Sektor Publik Dosen Pengampu : Dr. Dra. Ida Hayu Dwimawanti, M.M
Disusun Oleh :
1. Aninda Diah Maharani Utami / 14030117130041 2. Maria Tika Saraswati / 14030117140107 3. Reifandi Yusuf Pratama / 14030117140082
DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019