Repositioning Produk Rri

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Repositioning Produk Rri as PDF for free.

More details

  • Words: 1,139
  • Pages: 3
REPOSITIONING PRODUK RRI BAB I.

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Era baru Radio Republik Indonesia (RRI) kembali terjadi menyusul lahirnya UndangUndang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yang dijabarkan lagi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik serta Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2005 tentang LPP Radio Republik Indonesia. Kemunculan tiga produk hukum tersebut memberikan kepastian bagi RRI yang telah memasuki usia enam dasawarsa untuk menanggalkan sekaligus meninggalkan payung hukum lama berupa Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2000 yang menetapkan RRI sebagai Perusahaan Jawatan atau Perjan. Konsekwensi logis dari lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2005 sebagai penjabaran Undang-Undang nomor 32 tahun 2002, adalah perubahan total menuju revitalisasi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik. Perubahan tersebut mengharuskan Lembaga Penyiaran Publik RRI harus membangun kembali Organisasi dan kelembagaan, sejak dari bentuk organisasi hingga proses dan prilaku seluruh sumber daya manusia guna menunjang operasional siaran menuju terciptanya proses reposisioning RRI, yang sesuai dengan tuntutan dan amanah Undang-Undang. Tahun 2005 dimulailah era RRI dengan manajemen baru sebagai Lembaga Penyiaran Publik, dengan kata lain RRI melakukan Repositioning atau melakukan strategi baru penempatan citra perusahaan atau citra produk di benak pelanggan. Perubahan positioning tersebut tentu berimplikasi terhadap paradigma pengelolaan RRI yang terjabarkan ke dalam program-program siarannya. Keberadaan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik berbeda dengan radio swasta. Yang program siarannya diorientasikan untuk melayani khalayak konsumen terbesar sebagai usaha memaksimalkan Keuntungan. Sementara RRI sebagai radio publik ditujukan untuk melayani kepentingan publik (public interest). Oleh karena itu radio publik harus mampu menjangkau seluruh warga masyarakat secara demokratis, bahkan menyertakan masyarakat dalam menyusun program siarannya. Siaran radio publik dituntut merefleksikan keberagaman dan menyuarakan kelompok-kelompok minoritas, menyelenggarakan siaran pendidikan dan kebudayaan. RRI sebagai radio publik harus mampu melayani kepentingan seluruh masyarakat sebagai warga negara. Keberadaan sebagai Lembaga Penyiaran Publik tersebut disadari manajemen RRI sebagai upaya perubahan menyeluruh, sehingga dalam upayanya meraih jumlah pendengar sebanyakbanyaknya digunakan berbagai strategi komunikasi pemasaran tertentu untuk mencapai tujuan tersebut. PERMASALAHAN Reposisi atau pemberian posisi atau makna baru pada RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik merupakan aktifitas brand reposisitioning, dengan cara memperbaiki produk atau jasa yang ditawarkan, tanpa merubah nama brand. Kunci sukses sektor jasa, menurut Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani dalam buku Manajemen Pemasaran Jasa, hal terpenting adalah adaptasi dan memperbarui jasa yang ditawarkan. Hal ini didasarkan pada teori ekonomi sektor jasa, yaitu pergeseran pada kurva kebutuhan konsumen. Jasa yang ditawarkan harus mengikuti kemauan pasar yang dikaitkan dengan nilai yang benar-benar diinginkan konsumen, manfaatnya bagi konsumen, dan responsif terhadap masalah-masalah yang terjadi. Perusahan jasa yang memenangkan persaingan adalah perusahaan yang selalu mencari cara untuk melakukan perluasan, pemutakhiran, pemfokusan, atau perusahaan yang mempertahankan jasa yang telah mereka tawarkan dengan tujuan untuk memaksimalkan kepuasan. RRI Jakarta menyajikan siarannya di jalur FM dengan identitas (brand) Pro1, Pro2, dan Pro4 dengan strategi format siaran sesuai visi sebagai radio publik dengan harapan dapat memenuhi ukuran kesuksesan bersiaran yaitu mencapai kepuasan publik. Banyak sekali metode pengukuran pelanggan tersebut namun pada intinya ada lima dimensi yaitu : 1. Responsiveness (ketanggapan) yaitu kemampuan untuk tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan pendengar.

2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk menyajikan siaran sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera dan memenuhi standar jurnalistik radio : akurat, seimbang dan dapat dipercaya (ABC : Accurate, Ballance and Credible). 3. Empathy yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individu kepada pendengar, serta kemudahan akses dan keterlibatan dalam siaran. 4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan, keramahan petugas serta sifat dapat dipercaya sehingga pelanggan merasa aman dan terbebas dari risiko. 5. Tangibles (bukti langsung), yaitu semua kenampakan fisik yang langsung terlihat, misalnya fasilitas fisik, perlengkapan peralatan, penampilan karyawan, serta berbagai sarana dan prasarana. Sementara ukuran kesuksesan stasiun penyiaran radio komersial dalam dalam bersiaran ditumpukan pada upaya mengoptimalkan pendapatannya berawal dari target dan perolehan pendengar. Data pendengar inilah yang oleh para pengiklan dijadikan dasar untuk melakukan promosi, yang selanjutnya para pengiklan membeli slot waktu penayangan program di radio tersebut. Rating radio diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh stasiun sendiri ataupun lembaga penelitian profesional. Tujuan program stasiun radio komersial adalah untuk mengudarakan sesuatu yang bisa menarik perhatian pendengar yang menjadi landasan layak tidaknya program tersebut dijual pengiklan. Permasalahan yang timbul selanjutnya adalah bagaimana membuat program menarik dan mendapatkan pendengar. Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam konsep radio programming dan setara dengan pengembangan format. Permasalahan ini dijawab dengan kemampuan stasiun radio untuk mengetahui kebutuhan para pendengarnya sesuai dengan segmen pendengar yang ingin diraih. Pengelola stasiun radio memerlukan kejelian dalam penentuan program untuk menunjang positioning yang ingin dicapai. Salah satu upayanya adalah membuat format acara yang akan diudarakan kepada pendengar sehingga antara positioning yang ingin diraih dan format acara yang dibentuk akan selaras. Dalam menyusun format acara sebaiknya pula diperhatikan faktor persaingan penyiaran radio, geografis, demografis, psikografis, perilaku pendengar, dan kebiasaan penduduk di kawasan jangkauan radio . Hal yang terpenting adalah memaham bagaimana peluang periklanan dari positioning tersebut. Penataan acara di radio tidak lepas dari elemen pendukung acara tersebut, seperti musik, kata-kata, identitas stasiun, iklan, gaya siaran, dan penjadwalan acara sesuai dengan segmen waktu yang direncanakan. Perbedaan ukuran kesuksesan antara radio publik dan radio swasta adalah bahwa pijakan rating kuantitatif yang biasanya dilakukan oleh lembaga survey AC Nielsen sebagai ukuran kesuksesan radio swasta, sementara radio publik harus mencapai baik rating kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena saat ini riset rating untuk radio hanya dilakukan oleh AC Nielsen, yaitu rating kuantitatif, hal ini seyogyanya juga menjadi acuan RRI sebagai radio publik untuk tahu lebih banyak tentang pendengar yang merupakan dasar penyusunan program siaran, namun untuk mengetahui kualitas program tersebut harus didukung dengan riset kualitatif secara berkala, misalnya dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk acara-acara yang diminati pendengar dan atau kurang diminati tetapi yang diunggulkan RRI untuk memenuhi visi dan misinya sebagai radio publik. Sampai saat ini baru Pro2 yang memiliki rating tertinggi pendengarnya diantara radio-radio bersegmen sejenis di Jakarta menurut AC Nielsen. Bagi RRI yang sekalipun institusinya berubah sejak tahun 2005 dari Birokrasi Pemerintahan menjadi Lembaga Penyiaran Publik, pendanaan utama masih diperoleh dari APBN, demikian juga karyawannya yang sebagian besar masih berstatus Pegawai Negeri Sipil yang direkrut dengan pola Pegawai Negeri Sipil. Anggaran yang mengacu pada peruntukan belanja suatu departemen seringkali menghambat antisipasi pendanaan segera yang lazim dilakukan bagi institusi media yang harus trendsetter. Kemudian, puluhan tahun terbelenggu sebagai corong pemerintah ditambah proses penerimaan pegawai yang bukan mengutamakan berkemampuan penyiaran, secara kasat mata institusi ini dibebani jumlah karyawan yang berlebihan, tapi kemampuan kejanya dibawah standar minimal institusi broadcasting profesional. Institusi media seperti radio siaran adalah media dinamis yang menuntut kreatifitas dan inovasi dalam merancang dan melaksanakan program siarannya dari

orang-orang yang benaung di institusinya. Terutama bagi RRI sebagai radio publik yang bukan semata memberikan hiburan informasi dalam siarannya, tetapi juga berkewajiban untuk meningkatkan kualitas hidup publik serta meningkatkan apresiasi terhadap keanekaragaman ditengah masyarakat dengan harapan menciptakan kehidupan yang harmonis di antara berbagai komunitas yang berbeda. Repositioning institusi harus mampu menghasilkan positioning Pro1, Pro2, Pro3 dan Pro4 menjadi brand image radio publik bagi khalayaknya.

Related Documents

Repositioning
June 2020 4
Rri
May 2020 5
Rri
November 2019 6