Remaja Dan Pergolakan "fitrahnya"

  • Uploaded by: ragwan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Remaja Dan Pergolakan "fitrahnya" as PDF for free.

More details

  • Words: 3,789
  • Pages: 20
REMAJA DAN PERGOLAKAN “FITRAHNYA” Oleh: Ragwan Al-Aydrus

Kita akan mengenal lebih jauh kondisi fisik terutama keadaan psikis remaja. Dalam pembahasan ini, kita akan membagi masa remaja menjadi tiga fase, yakni: fase pra-remaja (12-14 tahun), fase remaja (14-18 tahun), dan fase adolescence (18-21 tahun). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini adalah beberapa ciri perkembangan masa remaja : 1. fase pra-remaja a. perkembangan segi fisik /seksualitas : 1) pertumbuhan badan sangat cepat. Wanita nampak lebih cepat daripada laki-laki. 2) Pertumbuhan anggota badan dan otot-otot sering berjalan tak seimbang,

sehingga

dapat

menimbulkan

kekakuan

dan

kekurang-serasian (canggung). 3) Seks primer dan sekunder mulai berfungsi dan produktif, ditandai dengan mimpi pertama bagi laki-laki, dan menstruasi pertama bagi wanita. b. perkembangan segi psikis keadaan psikis pra-remaja umumnya berada pada sifatnya yang negatif atau strum and drang(Ciri-ciri di bawah ini hanyalah kecenderungan). sifat itu adalah: 1) perasaan tak tenang 2) kurang suka bergerak atau bekerja (malas) 3) suasana hati tak tetap atau murung 4) kalaupun bekerja, tapi cepat lelah

5) kebutuhan untuk tidur sangat besar 6) mempunyai sikap sosial yang negatif.

2. Fase Remaja 1) perkembangan fisik/seksual: 1) bentuk badan lebih banyak memanjang daripada melebar, terutama bagian badan, kaki dan tangan. 2) Akibat berproduksinya kalenjar hormon, maka jerawat timbul di bagian muka. 3) Timbulnya dorongan-dorongan seksual terhadap lawan jenis, akibat matangnya kalenjar seks (gonads) 2) perkembangan psikis 1) merindu puja 2) tingkat

berfikir

berada

dalam

stadium

operasional

formal

(verbal, logik) 3) mempunyai

sikap

sosial

yang

positif,

suka

bergaul

dan

membentuk kelompok-kelompok seusia. 4) Mencari kebebasan dan berusaha menemukan konsep diri 5) Terjadinya proses seleksi nilai-nilai moral dan sosial 6) Sikap terhadap agama turut-turutan, dan kepercayaan terhadap Tuhan selalu berubah-ubah akibat kegoncangan jiwanya. 3. fase Adolescence (akhir masa remaja) a. perkembangan fisik: 1)

pertumbuhan

badan

merupakan

pertambahan berat badan.

batas

optimal,

kecuali

2) keadaan badan dan anggota-anggotanya menjadi berimbang, muka berubah menjadi simetris sebagaimana layaknya orang dewasa. b. perkembangan psikis: 1)

kemampuan

berpikir

operasional

formal

nampaknya

mencapai kematangan, sehingga mampu menyusun rencanarencana, menyusun alternatif dan menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupannya. 2)

sikap dan perasaan relatif stabil, inilah yang paling

mencolok perbedaannya dengan fase pra-remaja/remaja. 3) dari segi perkembangan pribadi, sosial dan moral, maka fase adolescence berada dalam periode krisis (critical period). Karena mereka berada di ambang pintu kedewasaan. Kematangan konsep diri, penerimaan dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitarnya serta keharusan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada pada kelompok orang dewasa menjadi tanda tanya besar bagi mereka (adolescence), apakah dia sudah mampu menjadi orang dewasa dengan segala tugas dan tanggung jawabnya. 4)

Perkembangan Pemahaman tentang Agama Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Agama memberikan sebuah kerangka moral sehingga seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat

menstabilkan

tingkah

laku

dan

bisa

memberikan

penjelasan mengapa dan untuk apa seseoranh berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.

Sementara dalam Islam, tidak terdapat istilah remaja atau kata yang berarti remaja. Di dalam Al-quran ada kata (alfityatu/fityatun) yang artinya orang muda (bisa dilihat di surah Al-kahfi ayat 10 dan 13) ataupun kata baligh yang menunjukkan seseorang tidak kanakkanak lagi (lihat surah An-Nur ayat 58 dan 59). Kata baligh dalam istilah hukum Islam digunakan untuk penentuan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam

dalam kehidupan sehari-hari. Atau

dengan kata lain terhadap mereka yang telah baligh, berlakulah seluruh ketentuan hukum Islam. Masa remaja yang mengantarai masa kanak-kanak dan dewasa, tidak terdapat dalam Islam, yang tersurat adalah ketika seseorang sudah mencapai usia baligh, ia telah memikul tanggung jawab syariat, apapun perbuatan yang ia lakukan, akan mendapat ganjaran dari Allah Swt. berupa pahala atau dosa. Pacaran di kalangan remaja ; virus yang telah membudaya Pada saat tertentu remaja akan mengalami suatu ketika mereka merasakan

keinginan

untuk

mencintai

dan

dicintai

oleh

lawan

jenisnya.sebuah perasaan yang sangat bergejolak yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Perasaan itu kebanyakan di sambut oleh remaja dengan cara mereka yang telah umum menjadi budaya: pacaran. Menurut Abu Al-Gifari : Pacaran adalah pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, ciuman, dan berpelukan bahkan hingga hubungan seksual. Namun definisi tersebut mungkin tak bisa diterima oleh sebagian pelaku pacaran, karena yang nampak pada keseharian ialah aktivitas yang berbeda-beda, tapi bisa dikatakan pacaran seperti : melakukan

komunikasi

yang

tujuannya

saling

memberi

perhatian

melalui

pertemuan, pembicaraan di telepon, sms, dan sebagainya. Pacaran. Entah dari mana asal katanya. Ada yang mem-plesetinya dengan istilah “pacar kuku” yakni jenis cat kuku yang bisa hilang dalam waktu singkat. Tak salah, karena sebagian besar hubungan pacaran memang berlangsung singkat. sebagian besar pelakunya juga tak punya tujuan yang jelas terhadap aktivitas mereka itu. Kadangkala ada pasangan yang berpacaran hanya untuk mewujudkan hasrat mereka

terhadap

melanjutkannya

ke

lawan

jenis

tanpa

tahap

serius

berkomitmen

(pernikahan).

untuk

Adapula

yang

berpacaran dengan alih-alih ta’aruf menuju ke pernikahan (lalu sampai berapa lama ta’aruf itu?) dan pertanyaannya yakni, apakah pacaran itu ada dalam Islam? Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu mengkaji

dahulu

penyebab

yang

mendorong

seseorang

untuk

berpacaran. Di pembahasan ini saya mengutip dari sebuah situs mengenai alasan paling umum seorang remaja melakukan pacaran. Dalam kutipan

ini,

argumen-argumen

yang

muncul

sangat

kontras

pertentangannya dengan agama Islam. Hal ini sengaja saya sertakan agar kita tahu perbedaan psikologi konvensional Barat dan psikologi Islami dalam menyikapi fenomena pacaran : “Salah

satu

kebutuhan

remaja

adalah

ingin

mendapatkan

perhatian yang lebih dari keluarga dan lingkungan, karena pada masa remaja seorang anak memandang dunianya seperti apa yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya (Hurlock, 1994). Karena itu selain peran keluarga, peran kelompok teman sebaya juga besar. Terlihat pada fase ini seorang remaja membutuhkan orang-orang di sekitarnya seperti teman, sahabat, ataupun pacar. Dengan memiliki pacar, seorang remaja akan merasakan perhatian yang khusus

diberikan oleh pacarnya, dan hal itu hanya dapat dirasakan dengan tulus saat berpacaran. Mellantika (2000) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pacaran itu sendiri adalah penjajagan, sosialisasi, belajar menghadapi konflik, menghargai perbedaan dan sebenarnya proses pemahaman interaksi dengan lawan jenis. Johnson dan Sheienberger (2002) mengatakan salah satu tujuan dari berpacaran adalah agar merasa lebih bahagia. Menurut Arifin (2002), salah satu dampak positif dari pacaran bagi remaja yaitu hubungan emosional (saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati) yang terbentuk ke dalam pacaran dapat

menimbulkan

perasaan

aman,

nyaman,

dan

terlindungi.

Perasaan seperti ini dalam kadar tertentu dapat membuat seseorang menjadi bahagia, menikmati hidup, dan menjadi situasi yang kondusif baginya melakukan hal-hal positif. Remaja yang tidak memiliki pacar tentu tidak akan merasakan kasih sayang yang diberikan oleh seorang pacar,

sehingga

tidak

akan

pula

merasakan

kenyamanan

dan

kebahagiaan berpacaran yang dapat menimbulkan perasaan hampa. Asher dan Paquette (2003) mengatakan bahwa kesepian adalah perasaan sedih, hampa, dan rindu yang disebabkan oleh kurangnya suatu hubungan sosial dan personal pada seorang individu. Oleh karena

itu,

situasi

seperti

ini

memungkinkan

seorang

remaja

merasakan kesepian karena tidak adanya seseorang yang spesial di dekatnya secara emosional dan personal. Menurut Bruno (2000), kesepian adalah suatu keadaan mental dan emosional yang negatif dan ditandai terutama oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Senada dengan yang dikatakan oleh Nowan (2008) bahwa kesepian terjadi akibat adanya perasaan seseorang atau tidak adanya

seseorang dalam suatu hubungan yang diharapkan. Kesepian dapat menimbulkan perasaan yang hebat dan menetap (Sears dkk., 1999). Begitu juga dengan yang dikatakan oleh Deaux et al (1993), kesepian selalu menimbulkan perasaan tertekan, putus asa, rasa bosan yang tidak tertahankan dan cenderung mengutuk diri sendiri. Menurut Laybourne (1994) kesepian juga mengacu pada suatu pengalaman yang rumit dan kompleks. Kesepian berkaitan dengan keseluruhan suatu individu, baik itu perasaan, pikiran dan tindakan (Peplau & Perlman, 1982). Pada remaja yang tidak memiliki pacar, akan lebih cenderung memiliki perasaan terasing dan kurang adanya hubungan yang bermakna

dengan

orang

lain,

yang

memungkinkan

timbulnya

perasaan kesepian. Hal ini disebabkan karena tidak didapatkannya perhatian dan kasih sayang yang saling diberikan pada orang yang berpacaran.” Dari kutipan di atas, kita perlu memfilter beberapa hal: yakni walaupun pada kutipan di atas di terangkan banyak manfaat bagi psikis remaja, kita tidak boleh begitu saja mengamininya. Karena di balik

“manfaat-manfaat”

mengintai.

Bagi

kita

tersebut,

umat

Islam,

mudharatnya sederhana

lebih

saja.

banyak

Allah

telah

menetapkan hukum-Nya bagi kita mengenai hubungan antara lawan jenis. Maka Allah lebih mengetahui apa yang terbaik dan apa yang membawa manfaat atau yang membawa mudharat bagi hambahamba-Nya. Namun dari kutipan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa beberapa faktor umum yang menyebabkan seorang remaja memilih berpacaran :

1. kebutuhan akan perhatian khusus dari lawan jenis di samping perhatian orang tua, keluarga besar ataupun teman. 2. kecenderungan remaja untuk mendapatkan perasaan aman, bahagia, dan perasaan mendukung yang mereka anggap kondusif untuk melakukan aktifitasnya. Dan hal itu menurut mereka bisa diperoleh dengan pacaran. Di samping hal-hal di atas, Islam memandang remaja yang terjerumus dalam perilaku pacaran bisa disebabkan oleh beberapa hal, yakni, yang pertama : lemahnya benteng iman sehingga para remaja mudah terdorong untuk melakukan hal tersebut. Tidak mungkin bagi seorang remaja ketika menyadari Allah Swt selalu mengawasinya, lalu ia tetap melakukan perbuatan yang diharamkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda : “tidaklah seorang pezina, ketika sedang berzina, ia adalah orang yang beriman” (H.R Bukhari Muslim). Yang kedua: tidak adanya pemahaman mengenai dosa dan mudharat pacaran. Kita wajib tahu bahwa pacaran termasuk dari perbuatan zina. Apapun bentuk perbuatannya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “telah ditetapkan bagi setiap anak Adam bagian dosa zina yang pasti akan ditemuinya. Kedua mata dosanya melihat; kedua telinga dosanya mendengar; lidah dosanya membicarakannya; kedua tangan dosanya memengang; kedua kaki dosanya

melangkah;

dan

hati

dosanya

membayangkan

atau

mengangan-angankannya. Semua itu akan dinyatakan atau tidak oleh kemaluannya” (HR Muslim). Semua telah jelas melalui hadits Rasul tersebut, saling memandang adalah zina, aktifitas telinga seperti mengobrol di telpon dengan berlama-lama, dimana sering para perempuan

menundukkan

(melembut-lembutkan)

suaranya

sedangkan perbuatan itu dilarang oleh Allah Swt. melalui firmanNya “maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga timbul

keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al-Ahzab: 32), sedangkan lidah dosanya membicarakannya, pada umumnya yang dibicarakan adalah hal-hal mengenai keseharian, namun bohong jika orang-orang yang pacaran itu

tidak

pernah

mengumbar

kata-kata

“manis”

yang

akhirnya

membuat perasaan seakan melayang, dan seringkali dari pembicaraan inilah muncul hasrat ingin bertemu, ketika bertemu, tangan didorong oleh nafsu untuk melakukan sentuhan-sentuhan haram, setelah terbiasa dengan hal itu, maka nafsu tidak akan puas sebelum melakukan yang namanya Zina badan. Naudzu billahi min dzalik! Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh seluruh komponen pendidikan baik itu keluarga, sekolah atau masyarakat pada umumnya untuk menjauhkan remaja Islam dari virus yang bernama pacaran? Langkah-langkah yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut : 1.

pembinaan jiwa agamis (pendidikan hati yang beragama) tak perlu disangsikan lagi, sesungguhnya iman yang benar dan mendalam itu akan membangun hati seorang muslim dan membuatnya punya hubungan yang kuat dengan apa yang diimani, tanpa terpengaruh oleh apa pun. “dan ada pun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya” (Q.S AnNaazi’at: 40-41). Apabila seorang pemuda semenjak kecil membiasakan diri merasa senantiasa diawasi Allah dalam setiap gerak-geriknya seraya yakin bahwa Allah akan membalas meridhai yang mau taat kepadanya dan memurkai orang yang durhaka kepada-Nya.

Apabila ia digoda untuk berbuat maksiat, ia menolak dan berpaling darinya. Doktor

Douboa,

seorang

peneliti

jiwa

berkebangsaan

Perancis berpendapat, bahwa hati adalah pusat moral yang membimbing dan mengarahkan perilaku seseorang. Dalam pembentukannya,

terkadang

ia

dipengaruhi

oleh

unsur

keturunan. Tetapi ia tetap bisa berkembang menjadi kuat dengan adanya pendidikan dan pengaruh nilai-nilai agama dan akhlak. 2.

Mendidik secara Lembut (bukan lemah)

Contoh sebaik-baiknya seorang pendidik ialah Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa seorang pemuda datang menemui Nabi Saw dan bertanya, “wahai Nabi Allah, apakah Anda mengizinkan aku berzina?” Para sahabat yang menyaksikan berteriak kaget mendengar pertanyaan pemuda itu. “dekati ia, dan menghadap kesini” kata Nabi. Anak muda itu lalu mendekat dan duduk di hadapan beliau. “apakah kamu suka kalau yang dizinahi itu ibumu?” tanya Nabi. “tidak, Allah menjadikan aku sebagai tebusan Anda” jawabnya. “begitu pula orang lain. Mereka juga tidak ingin ibu mereka dizinai,”

kata

Nabi,

“apakah

kamu

suka

kalau

saudara

perempuanmu dizinai?” “tidak, semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusan Anda” jawabnya.

“begitu pula dengan orang lain. Mereka juga tidak suka kalau saudara perempuan mereka dizinai,” kata Nabi “apakah kamu suka kalau anak perempuanmu dizinai?” “tidak, semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusan Anda” jawabnya. ““begitu pula dengan orang lain. Mereka juga tidak suka kalau anak perempuan mereka dizinai,” kata Nabi “apakah kamu suka kalau bibimu yang dizinai?” “tidak, semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusan Anda” jawabnya “begitu pula dengan orang lain. Mereka juga tidak suka kalau bibi mereka dizinai” kata Nabi. Selanjutnya Nabi menempelkan tangannya pada dada anak muda itu seraya berdoa “ya Allah, sucikanlah hatinya, ampunilah dosanya, dan jagalah kemaluannya” maka, tidak ada sesuatu pun yang paling ia benci selain daripada zina. 3.

Menyampaikan “Dorongan” dan “Kecaman” Dalam Al-Qur’an terdapat metode yang baik yang mutlak perlu diterapkan pada pendidikan keagamaan. Contohnya, sebagai dorongan semangat untuk bertakwa, Allah ta’ala berfirman, “hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya

Dia

akan

memberikan

kepadamu

petunjuk

dan

menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni (dosadosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS. AlAnfal:29) Sedangkan sebagai kecaman atas pembangkangan terhadap syariat Allah, Allah Ta’ala berfirman,

“dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (Q.S An-Nisa’:115) 4. Memadukan Pendidikan Akal dengan Pendidikan Agama Dengan adanya nilai-nilai spritual, biasanya akan mengakibatkan terbentuknya terbentuknya keyakinan yang sehat dan pengetahuan akal yang luas . hal itu disebabkan karena tertanamnya rasa beragama yang merupakan asas nilai-nilai spritual, itu lewat proses analisa, pendalaman, dan pemikiran. Kalau kita sanggup membuat seorang remaja mampu memahami segala sesuatu dengan hatinya, dan mencintai kehidupan dengan akalnya, maka ia akan menjadi generasi pilihan yang

dapat diandalkan. Siapa pun yang memiliki

kekauatan ini secara mantap, ia akan sanggup mengendalikan langkah-langkah kekuatan emosi dan kekuatan nafsu yang ada padanya. Jadi, kendalinya ada di tangan akal yang lurus dipadu dengan perasaan yang bagus. 5. Memilih Teman yang Baik Rasulullah Saw. Bersabda : “seseorang itu mengikuti agama temannya. Hendaklah salah seorang kalian memperhatikan dengan siapa dia berteman” (HR Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah). Secara naluri, setiap orang pasti membutuhkan teman karib untuk bisa saling mencurahkan segala perasaan atau persoalan-persoalan yang sedang dihadapi.

Rasulullah Saw memberikan gambaran kepada kita keuntungan atau

kelebihan

berkawan

dengan

teman

yang

baik.

Beliau

bersabda: “Sesungguhnya, perumpamaan teman karab yang baik dan teman akrab yang buruk, adalah seperti pedagang minyak kasturi dan peniup api tukang besi. Si pedagang minyak mungkin akan memberimu atau kamu akan membelinya, atau paling tidak kamu akan mendapati bau harum. Sedangkan si peniup api tukang besi mungkin

akan

membuat

pakaian

terbakar

atau

kamu

akan

mendapati padanya bau yang tidak sedap” (HR. Bukhari) 6. Larangan Bertaqlid Buta Rasulullah Saw bersabda, “janganlah salah seorang kalian bersifat seperti bunglon yang mengatakan, ‘Apa pun yang diperbuat oleh orang lain, baik atau buruk, aku akan tetap mengikutinya. Tetapi tanamkanlah pendirian dalam diri kalian, apabila mereka melakukan sesuatu yang baik kalian akan mengikutinya, dan jika mereka melakukan sesuatu yang buruk kalian akan menjauhinya” Tiada salahnya jika ada remaja kita yang meniru dunia barat yang sudah sangat maju ilmu pengetahuan dan teknologinya, lalu berusaha mengungguli mereka. Itu jauh lebih bermanfaat bagi diri remaja tersebut dan bagi banyak orang daripada meniru pola berpikir, budaya, gaya hidup, dan hal-hal lain yang bersifat lahiriah dan membawa mudharat (kerusakan). Agama tidak menghalangi manusia mengembangkan pola-pola kehidupan, mengubah tingkat penghidupan, dan mencipatakan segala sesuatau yang dapat mendatangkan kesejahteraan individu dan

masyarakat. Inilah makna perkembangan atau kemajuan sejati yang sesuai dengan dakwah agama. Namun sayang, umat lain telah jauh mencapai “finish” yang mereka tuju. Sedangkan umat Islam masih duduk di tempat sambil mendengarkan ajakan Al-Qur’an tanpa meresponnya sedikit pun. Sedangkan pemudanya menutup mata pada keadaan masyarakat lalu mengambil sikap individualis dan kerjanya hanya taqlid (ikut-ikutan) pada budaya orang lain. Tidak sadarkah kalian wahai saudaraku, bahwa kita telah menjadi bahan ejekan oleh umat agama lain, Islam dianggap tidak bisa membawa perubahan positif pada kesejahteraan umatnya, Islam dianggap tidak mendukung kemajuan ilmu pengetahuan sehingga negara-negara termiskin di dunia

didominasi

oleh

negara-negara

Islam.

Siapa

yang

patut

disalahkan dalam hal ini wahai saudaraku? 7. Mengikuti Orang Salaf yang Saleh Generasi muda kita harus diarahkan untuk mengikuti orang-orang salaf yang saleh. Abdullah

bin

Mas’ud

ra.

mengatakan

“barangsiapa

yang

ingin

mengikuti, maka ikutilah sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di antara umat ini, paling mendalam ilmunya, paling sedikit membebani diri, paling benar dalam menunjukkan jalan, dan paling bagus tingkah lakunya. Allah memilih mereka untuk menjadi sahabat Nabi-nya Saw., dan menegakkan agama Islam. Kenalilah keutamaan mereka dan ikuti jejak peninggalan mereka, karena sesungguhnya mereka selalu berada pada jalan yang benar” Dan

inilah

para

sahabat

yang

juga menjadi

Rasulullah Saw. dalam usia muda :  Ali bin abi Thalib dibina sejak 8 tahun

produk

binaan

 Zubair bin Awwam 8 tahun  Arqam bin Abi Arqom 16 tahun  Ja`far bin Abi Thalib 8 tahun  Saad bib Abi Waqqas 17 tahun  Ustman bin Affan 17 tahun  Usamah bin Zaid 18 tahun  Shahih Ar Rumy 19 tahun  Zaid bin Haridsah 20 tahun Dan inilah sosok pemuda Islam pasca-kenabian :  Shalahuddin al Ayyubi  Muhammad al Fatih  Hasan al Banna  Abdullah Azzam Bukan hal yang tak mungkin bagi para remaja kita untuk meneladani sifat dan perilaku para tokoh Islam di atas walaupun kita sekarang berada di tengah gelombang arus globalisasi yang sewaktuwaktu dapat menenggelamkan. Namun masalahnya terletak pada sikap masyarakat, para pendidik, dan orang tua sendiri yang justru terbawa pada pemikiran “sesat”. Kesalahan yang sering terjadi pada Masyarakat kita Sesat yang saya maksudkan adalah, Sebagai contoh, dalam proses belajar-mengajar di kelas, seringkali guru menggoda siswanya terkait dengan pacar-pacar mereka. Terang saja ini mengakibatkan siswa/mahasiswanya mengambil kesimpulan bahwa aktivitas pacaran mereka telah dibenarkan. Satu contoh lagi di bidang psikologi, seorang dosen mengatakan bahwa menonton blue film bagi remaja putra

adalah hal biasa dan hanya merupakan kegiatan mereka mencari hiburan... Bagaimana Islam memandang ini? Dalam epistemologi Islam, kedudukan fakta hanyalah sebagai objek berfikir dan penerapan hukum. Fakta bukanlah sumber hukum, melainkan realitas yang mesti dihukumi. Dalam hal ini, psikologi dalam kenyataannya terdiri dari perilaku manusia dan juga bagaimana ilmu itu diaplikasikan. Lalu berkaitan dengan aksiologi, aksiologi islami, penetapan hukum tentang baik dan buruk (khair dan syarr), terpuji dan tercela (hasan dan qabih) bukanlah hak manusia, melainkan Allah Swt. Jadi kita tak boleh menjusifikasi fakta pacaran itu boleh karena sudah mengurat nadi di masyarakat. Tapi yang mutlak harus kita lakukan ialah menghukumi kegiatan pacaran itu sesuai hukum Islam yang telah ada. Maka jika realitas dijadikan sumber hukum tanpa pelibatan dalil, maka yang terjadi adalah pragmatisme. Berpikir pragmatis akan menghilangkan identitas nilai-nilai dan jatuh ke dalam fakta yang mungkin rusak. Lebih jauh lagi, hukum yang dihasilkan dari fakta yang rusak akan melanggengkan realitas tersebut dengan kerusakan baru. Sebagai contoh, fakta bahwa hubungan seks pranikah terjadi secara massif di Indonesia. Pada sisi lain, angka aborsi mencapai 1,3 juta kasus

per

tahun,

pertumbuhan

AIDS

dan

HIV

yang

cepat.,

pertumbuhan AIDS dan HIV yang cepat. Berdasarkan hasil riset dinyatakan,

bahwa

sudah

menjadi

“budaya”

baru

bagi

remaja

sekarang ini untuk memiliki pacar atau berpacaran. Ditengarai, lebih dari 30 % remaja berpacaran melakukan hubungan pra nikah (zina). Maka disimpulkan, bahwa pacaran itu bukanlah masalah selama dilakukan secara Islami. Jadi, ada pacaran yang islami. Tapi nyatanya, anjuran untuk pacaran yang Islami ini tidak mampu mencegah

perilaku seks bebas secara sempurna, maka perlu di buat cara efektif mencegah

kehamilan

dan

HIV/AIDS,

yakni

dengan

melakukan

hubungan seks secara aman dengan menggunakan kondom. Maka “terobosan” keblinger lebih menjustifikasi pacaran dengan moral lalu melahirkan konsep “pacaran bertanggung jawab” atau bahkan membuat label “pacaran yang Islami”, dan melahirkan “metode efektif” berupa “kondomisasi”. Hal ini merupakan solusi salah atas kerusakan fakta dengan model pragmatis sehingga yang lahir adalah masayarakat remaja yang semakin permisif terhadap seks bebas, bahkan lebih terampil dalam teknologi seksualitas. Fakta yang rusak diselesaikan dengan cara berpikir rusak dan akan melahirkan kaerusakan

yang

semakin

menjadi-jadi.

Hal

ini

bahkan

telah

diterapkan oleh para pakar di instansi pemerintah melalui pelajaran seksualitas di SMP atau SMA, bahkan ada yang telah masuk ke sekolah-sekolah “menghindari”

dasar. seks

mereka

bebas

di

punya

kalangan

cara

sendiri

remaja,

yaitu

untuk dengan

mensosialisasikan “pacaran yang bertanggung jawab”. Yakni “pacaran” dengan segala aktivitas positif dan berkomitmen untuk menjauhi seks pra-nikah. Pertanyaannya, apakah “para pakar” itu bisa menjamin? Lalu dimana agama mereka fungsikan?

Untuk Teman-teman Remaja “ Maka datanglah setelah mereka generasi yang yang lemah, Yang meninggalkan sholat dan mengikuti syahwat, maka mereka Akan menemukan jalan kesesatan”

(QS. 19:59) Saudaraku, inilah gambaran keadaan generasi kita sekarang.. bergelimang maksiat dan jauh dari ibadah kepada Allah, semoga Allah Swt

melindungi

kita

agar

tak

termasuk

ke

dalam

golongan

tersebut..aamiin.. Perlu kita pahami kembali, Allah Swt. telah mencipatakan manusia dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan wanita, kemudian Dia meciptakan dalam diri masing-masing jenis itu naluri untuk mencintai lawan jenisnya. Naluri semacam inilah yang menjadi faktor bagi seorang laki-laki menjalin hubungan dengan seorang wanita (dalam ikatan

pernikahan),

dimana

hubungan

tersebut

bertujuan

memakmurkan alam semesta. Tidak benar jika karena berpegang teguh pada agama maka timbul ketakutan hingga harus membenci atau memaksakan diri untuk tidak menyukai lawan jenis, sikap seperti itu sama saja dengan melawan naluri atau fitrah yang telah Allah Swt. tanamkan dalam diri manusia. Dan lebih tidak benar lagi dalam syariat, yakni jika fitrah itu diarahkan kepada perilaku yang tidak disenangi oleh Allah Swt. seperti pacaran, seks before married, dan sebagainya.

Oleh

karena

itu,

yang

harus

kita

lakukan

adalah

mengarahkan keinginan atau kecenderungan pada lawan jenis itu agar tetap berada pada jalan yang diridhoi Allah Swt. Islam telah meletakkan batas-batas tertentu yang bertujuan untuk melindungi hati kita sampai waktu yang tepat untuk membina hubungan yang halal dalam bingkai pernikahan. Upaya penjagaan Islam

tersebut

dilakukan

dengan

memberikan

sejumlah

ajaran

seperti : konsep tentang pengawasan Allah Swt., perintah menjaga pandangan mata, berpuasa, melawan hawa nafsu (mujahadah alnafs), memanfaatkan waktu guna melakukan kegiatan-kegiatan sosial

atau kegiatan-kegiatan lainnya yang bermanfaat bagi diri kita dan orang banyak. Sebagai penutup, disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa seorang anak muda yang rajin beribadah kepada Allah termasuk tujuh golongan manusia yang akan diberi naungan oleh Allah Swt. pada hari kiamat nanti. Hal itu karena memang anak muda seperti ini tidak seperti lazimnya anak-anak muda yang lain. “Tuhanmu kagum kepada seorang pemuda yang tidak memiliki masa kanak-kanak.” (Al-Hadits) Kiranya kita bisa memahami maksud hadits di atas. Semoga kita selalu menjadikan Islam sebagai pegangan agar psikis kita sehat dan tingkah laku kita selalu di ridhoi Allah Swt.

Daftar Pustaka Mubin

dan

Ani

Cahyadi.2006.Psikologi

Perkembangan.Ciputat:

Quantum Teaching. Darajat,

Zakiah.1995.Remaja

Harapan

dan

Tantangan.Jakarta:

Ruhama. Imam Nawawi.2006.Ringkasan Riyadhus Shalihin.Bandung: Irsyad Baitus Salam. Tim Ahli Situs Islam Online.net.2005.Akhwat Zone; Romantika dan Gaya Hidup Pubertas. Jakarta: Zikrul Hakim. Haya

binti

Mubarok

Al-Barik.2006.Ensiklopedi

Wanita

Muslimah.Jakarta: Darul Falah. Purwanto, Yadi.2007. Epistemologi Psikologi Islam.Bandung: PT Refika Aditama. Syaikh

M

Jamaluddin

Mahfudz.2003.Psikologi Anak dan

Muslim.Jakarta: Dar Al-I’tisham.

Remaja

Related Documents


More Documents from "Tofan"