REFERAT IKTERUS OBSTRUKTIF
PEMBIMBING:
dr. Andri Suhandi, Sp.B
Disusun Oleh: Togana Junisar Paniro 11.2017.006
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Koja Fakultas Kedokteran UKRIDA Periode 02 April 2018 – 10 Juni 2018
0
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. 1 BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………… 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………... 3 DEFINISI …………………………...……………………………………... 3 EPIDEMIOLOGI ………………………………………………………….. 3 ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER …….…………………………….. 3 HISTOLOGI SISTEM HEPATOBILIER ………………………………… 4 METABOLISME BILIRUBIN NORMAL ……………………………….. 6 ETIOLOGI ………………………………………………………………… 8 PATOFISIOLOGI ………………………………………………………… 9 GEJALA DAN TANDA KLINIS …………………………………………. 10 PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………………………………. 16 TATALAKSANA ………………………………………………………… 20
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………… 23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 24
1
BAB I PENDAHULUAN Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik (hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Pada ikterus obstruktif, kemampuan produksi bilirubin adalah normal, namun bilirubin yang dibentuk tidak dapat dialirkan ke dalam usus melalui sirkulasi darah oleh karena adanya suatu sumbatan (obstruksi). Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan, sehingga sering juga disebut sebagai “surgical jaundice”, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik (hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal.1
2.2
Epidemiologi Kasus ikterus obstruksi post-hepatik terbanyak mengenai usia 50 – 59 tahun 29,3%. Kasus ikterus obstruksi post-hepatik dapat mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 65,9%.2 Hatfield et al, melaporkan bahwa kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu common bile duct, dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.
2.3
Anatomi sistem hepatobilier3 2.3.1
Hepar Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak
fungsi. Tiga fungsi dasar hepar, yaitu: (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis; (2) berperan pada metabolism yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak dibagian atas cavitas abdominalis tepat dibawah diafragma. Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dekstra dan lobus hepatis sinistra. Lobus hepatis dekstra terbagi lagi menjadi lobus caudatus dan lovus quadratus. Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fasies visceralis dan terletak diantara lobus caudatus dan quadratus, bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat ini terdapat duktus hepatikus dekstra dan 3
sinistra, ramus dekstra dan sinistra arteri hepatica, vena porta hepatica, serta serabutserabut saraf simpatis dan parasimpatis. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis dari masing-masing lobulus bermuara ke vena hepatica. Di dalam ruangan diantara lobulus-lobulus terdapat kanalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis, dan sebuah cabang duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteria dam vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis. 2.3.2
Vesika biliaris Vesika biliaris merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada
permukaan bawah (fasies visceralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesika biliaris dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus vesika biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilage costalis IX dekstra. Corpus vesika biliaris terletak dan berhubungan dengan fasies visceralis hepar dan arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum vesika biliaris melanjutkan diri sebagai duktus cystikus yang berbelok kea rah dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis untuk membentuk duktus koledokus. 2.4
Histologi sistem hepatobilier4 2.4.1
Hepar Hepar terdiri atas unit-unit heksagonal, yaitu lobulus hepatikus. Di bagian tengah
setiap lobulus terdapat sebuah vena sentralis, yang dikelilingi secara radial oleh lempeng sel hepar, yaitu hepatosit, dan sinusoid kearah perifer. Sinusoid hati dipisahkan dari hepatosit dibawahnya oleh spatium perisinusoideum subendotelial. Hepatosit mengeluarkan empedu ke dalam saluran yang halus disebut kanalikulus biliaris yang terletak diantara hepatosit. Kanalikulus menyatu di tepi lobulus hati di daerah porta sebagai duktus biliaris. Duktus biliaris kemudian mengalir ke dalam duktus hepatikus yang lebih besar yang membawa empedu keluar dari hati. Di dalam lobulus hati, empedu mengalir di dalam kanalikulus biliaris ke duktus biliaris ke daerah porta, sementara darah dalam sinusoid mengalir ke dalam vena sentralis. Akibatnya, empedu dan darah tidak bercampur. 4
2.4.2
Vesika biliaris Vesika biliaris merupakan organ kecil berongga yang melekat pada permukaan
bawah hepar. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan kemudian mengalir dan disimpan di dalam kandung empedu (vesika biliaris). Empedu keluar dari kandung empedu memalui duktus sistikus dan masuk ke duodenum melalui duktus biliaris komunis menembus papilla duodeni mayor. Empedu dicurahkan ke dalam saluran pencernaan akibat rangsangan kuat hormon kolesistokinin dan secara kurang kuat oleh serabut-serabut saraf yang menyekresikan asetilkolin dari system saraf vagus dan enterik usus, yang meningkatkan motilitas dan sekresi empedu.
Gambar 2.1 Sel hepar
2.5
Metabolisme bilirubin normal Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi
oksidasi-reduksi.
Metabolisme
bilirubin
meliputi
pembentukan,
transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin.5,6
Fase Pre-hepatik 1) Pembentukan bilirubin. 5
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase. Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 2) Transport plasma Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
Fase Intra-Hepatik 3) Liver uptake Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut sebelum dikonjugasi. 4) Konjugasi Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Fase Post-Hepatik 5) Ekskresi bilirubin Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).
6
Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu, bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu ß-glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.
Gambar 2.2 Metabolisme bilirubin
2.6
Etiologi Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier sedangkan ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena
7
adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah sebagai berikut: 1) Ikterus obstruktif intrahepatik : Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit hati karena alkohol, serta sirosis hepatis.7 Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. 2) Ikterus obstruktif ekstrahepatik : a. Kolelitiasis dan koledokolitiasis Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin ke dalam plasma menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma.8 b. Tumor ganas saluran empedu Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang didapatkan pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.8 c. Atresia bilier Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak. Terdapat dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik.8 d. Tumor kaput pankreas Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu.8
8
2.7
Patofisiologi Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik, dan ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif disebut juga ikterus posthepatik karena penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar. Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar seperti sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan bilirubin urin positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti dempul (acholis).8
2.8
Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif, bergantung pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan terjadinya ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang secara umum dikeluhkan oleh pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:8 1) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan sublingual. 2) Warna urin gelap seperti teh Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna urin menjadi lebih gelap seperti teh. 3) Warna feses seperti dempul Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan.
9
Manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien berdasarkan jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi adalah sebagai berikut : 1) Ikterus obstruktif intrahepatik: a. Hepatitis Pada hepatitis, terjadi peradangan intrahepatik yang mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan kronis dan menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hepatis. b. Sirosis hepatis7 Pada sirosis hepatis, terjadi penggantian hepatosit yang rusak secara permanen dengan jaringan ikat. Kerusakan pada hepatosit ini mengakibatkan terganggunya proses metabolisme bilirubin yang berlangsung di dalam hepatosit, baik itu terjadi penurunan proses penyerapan bilirubin pada permukaan sinusoid hati, maupun gangguan pada proses konjugasi, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin indirek dalam plasma. Seperti yang diketahui, bilirubin indirek merupakan bilirubin yang tak larut dalam air sehingga kadarnya tidak meningkat dalam urin sehingga tidak menyebabkan warna urin yang gelap seperti teh. Oleh karena itu, perlu mengetahui gejala yang nampak pada sirosis hepatis, yaitu adanya hematemesis, melena. Hematemesis dan melena terjadi akibat pecahnya varises esophagus yang disebabkan oleh hipertensi portal karena peningkatan darah yang masuk ke vena porta. Peningkatan tekanan porta menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang kemudian menjadi varises. Varises akan semakin berkembang akibat peningkatan aliran darah ke tempat varises yang lama-kelamaan dapat berakibat ruptur varises. Adapun tanda klinis yang tampak pada sirosis hepatis adalah: a. Sklera tampak ikterik Akibat peningkatan kadar bilirubin dalam plasma.
10
b. Spider navy dan palmar eritem Terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan hiperesterogenisme pada kapiler. c. Caput medusae Disebabkan karena adanya sirkulasi kolateral yang melibatkan vena superficial dinding abdomen sehingga mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbillikus. d. Shagging of the flanks (perut kodok) Merupakan petanda adanya ascites, yang terjadi akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik venosa akibat hipertensi porta, serta karena adanya transudasi cairan hipoalbuminemia. e. Splenomegali Terjadi karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke hepar terhambat, sehingga alirah darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hepar untuk destruksi eritrosit terganggu, sehingga fungsi tersebut dialihkan ke lien. Pada lien terjadi penignkatan aktivititas destruksi eritrosit, sehingga lien mengalami hipertrofi dan hiperplasia sel. f. Undulasi ascites Terjadi akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik venosa akibat hipertensi porta, serta karena adanya transudasi cairan berlebih akibat hipoalbuminemia. g. Arterial bruit (+) Terjadi karena adanya hipertensi porta dan peningkatan aktivitas porta. 2) Batu Empedu,8,9,10,11 Pada penyakit batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak menunjukan gejala klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap asimptomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat berkembang menjadi simptomatik. Kurang dari 50% penderita batu empedu mempunyai gejala klinis. Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan adanya kolik biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen yang menjalar hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah makan. 11
Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh empedu, menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi peningkatan kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timbulnya nyeri visera pada daerah epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen. Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi vesika felea, yaitu plexus coeliacus. Nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melui plexus coeliacus dan nervus sphlangnicus mayor menuju ke medulla spinalis. Proses peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, sehingga nyeri dapat menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini menyebabkan nyeri somatik dirasakan dikuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah angulus inferior skapula, serta radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh nervus frenikus (C3, C4, C5) akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervus supraklavikularis (C3, C4). Nyeri hebat ini sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Perangsangan mual dapat diakibatkan oleh karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga mengakibatkan aliran balik cairan empedu ke hepar menyebabkan terjadinya proses peradangan pada sekitar hepatobilier yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan pergerakan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan daerah kuadran kanan atas abdomen. Tanda Murphy positif positif apabila nyeri trkan bertambah sewaktu pasien menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Koledokolitiasis dapat terjadi apabila batu berpindah tempat dari kandung empedu dan menyumbat duktus koledokus. Sumbatan ini dapat menyebabkan kolangitis atau pankreatitis akut. Pasien dengan koledokolitiasis sering menunjukan gejala jaundice 12
dan demam, selain nyeri. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya feses yang berwarna dempul akibat retensi aliran bilirubin ke dalam saluran cerna akibat adanya obstruksi, serta keluhan berupa urin berwarna cokelat gelap seperti teh karena meningkatnya kadar ekskresi bilirubin ke dalam urin. 3) Tumor ganas saluran empedu8 Keluhan utama ialah ikterus obstruktif yang progresif secara lambat disertai pruritus. Biasanya tidak ditemukan tanda kolangitis, seperti demam, menggigil, dan kolik bilier, kecuali perasaan tidak enak diperut kuadran kanan atas. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya anoreksia dan penurunan berat badan. Bila tumor mengenai duktus koledokus, terjadi distensi kandung empedu sehingga mudah diraba, sementara tumornya itu sendiri tidak dapat diraba. Kandung empedu yang teraba dibawah pinggir iga pun tidak terasa nyeri, dan penderita tampak ikterus karena obstruksi. Hepatomegali juga dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Apabila obstruksi empedu tidak diatasi, hati akan menjadi sirosis, terdapat splenomegali, asites, dan perdarahan varises esophagus. 4) Atresia bilier8,12 Merupakan suatu kelainan kongenital yang tidak diketahui etiologinya secara pasti. Agaknya berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Saluran empedu mengalami proses fibrosis dan proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir dengan prognosis umumnya buruk. Terdapat dua jenis atresia bilier, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan ekstrahepatik. Gejala klinis dan patologis atresia bilier ekstrahepatik bergantung pada proses berawalnya penyakit, apakah jenis embrional atau jenis perinatal, dan bergantung pada saat diagnosisnya. Jenis embrional atau fetal merupakan sepertiga penderita. Proses yang merusak saluran empedu berawal sejak masa intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum fisiologis (dua minggu pertama kelahiran).
13
Jenis kedua adalah jenis perinatal yang ditemukan pada dua pertiga kasus. Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus fisiologis hilang beberapa waktu. Jadi, perbedaan patofisiologis utama antara jenis embrional dengan perinatal ialah saat mulainya kerusakan saluran empedu yang progresif. Neonatus yang menderita ikterus obstruktif intrahepatik maupun ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan hepatomegali. 5) Tumor kaput pankreas8 Gejala awal tumor kaput pankreas tidak spesifik dan samar, sering terabaikan oleh pasien dan dokter sehingga sering terlambat didiagnosis. Gejala awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit dengan gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan utama yang paling sering ditemui adalah : a.
Nyeri perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Lokasi nyeriperut biasanya adalah pada daerah ulu hati, awalnya difus kemudian menjadi terlokalisir. Nyeri perut biasanya disebabkan karena invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterik superior. Rasa nyeri dapat menjalar hingga ke punggung akibat invasif tumor ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
b.
Berat badan turun lebih dari 10% berat badan ideal juga umum dikeluhkan oleh pasien. Penurunan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu asupan makanan yang berkurang, malabsorbsi lemak dan protein, serta akibat peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi.
c.
Ikterus obstruktif, terjadi karena obstruksi saluran empedu oleh tumor. Tanda klinis pasien dengan tumor kaput pankreas dapat ditemukan adanya
konjungtiva pucat dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen dapat teraba tumor masa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor retroperitoneum. Dapat juga ditemukan ikterus dengan pembesaran kandung empedu (Courvoisier sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau thrombosis pada vena porta atau vena lienalis), ascites (karena invasi/infiltrasi tumor ke peritoneum).
14
2.9
Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium13 a. Pemeriksaan rutin -
Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila prothrombin time meningkat, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar, atau obstruksi bilier.
-
Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau tidak. Apabila urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang diekskresikan melalui urin yang mengarah pada ikterus obstruktif.
-
Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses yang berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran bilirubin direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan pada aliran empedu.
b. Tes faal hati : -
Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme zat yang terdapat dalam darah, meliputi:
Albumin Albumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa komponen darah, seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat. Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT) Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak terdapat di dalam hati, dan lebih spesifik menunjukan fungsi hati daripada AST. Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepatoseluler, 15
sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT) AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan enzim ini terlepas ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati, pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.
Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT) GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu, seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
Alkali fosfatase Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta. Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
Bilirubin Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu.
2) Pemeriksaan USG Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
16
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm. b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah (distal). c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen. d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus. 3) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor. 4) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:
17
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti: -
Kelainan di kandung empedu
-
Batu saluran empedu
-
Striktur saluran empedu
-
Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti: -
Keganasan pada sistem hepatobilier
-
Pankreatitis kronis
-
Tumor panreas
-
Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas
Adapun kelainan yang tampak dapat berupa: a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu. b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu yang menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis, iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk ireguler. c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan tampak penyempitan saluran empedu bagian distal tumor. d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.
18
2.10
Tatalaksana8 Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan. a. Tatalaksana kolelitiasis Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah adalah kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering menyebabkan kolesistitis akut dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma. b. Tatalaksana tumor ganas saluran empedu Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan. Adenokarsinoma saluran empedu yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatikoduodenektomi. c. Tatalaksana atresia bilier Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan. Atresia bilier intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah transplantasi hepar.
19
Bedah dekompresi portoenterostomi Langkah pertama bedah portoenterostomi
adalah membuka igamentum
hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu ekstrahepatik yang berupa jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah hilus hati untuk menemukan ujung saluran empedu yang terbuka di permukaan hati. Rekonstruksi hubungan saluran empedu di dalam hati dengan saluran cerna dilakukan dengan menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus hati. Apabila atresia hanya terbatas pada duktus hepatikus komunis, sedangkan kandung empedu dan duktus sitikus serta duktus koledokus paten, maka cukup kandung empedu saja yang disambung dengan permukaan hati di daerah hilus. Pada bayi dengan atresia saluran empedu yang dapat dikoreksi langsung, harus dilakukan anastomosis mukosa dengan mukosa antara sisa saluran empedu dan duodenum atau yeyunum. Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang yang timbul pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan kolangitis adalah dengan pemberian antibiotik selama dua minggu. Jika dilakukan transplantasi hati, keberhasilan transplantasi hati setelah satu tahun berkisar antara 65-80%. Indikasi transplantasi hati adalah atresia bilier intrahepatik yang disertai gagal hati. d. Tatalaksana tumor kaput pankreas Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum pasien harus diperbaiki dengan memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi. Pada ikterus ibstruksi total, dilakukan penyaliran empedu transhepatik sekitar 1 minggu prabedah. Tindakan ini bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati. Bedah kuratif yang mungkin berhasil adalah pankreatiko-dudenektomi (operasi Whipple). Operasi Whipple ini dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula Vateri, duodenum, dan duktus koledokus distal. Tumor dikeluarkan secara radikal en bloc, yaitu terdiri dari kaput pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung, bagian distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal tumor, dan kelenjar limf regional.
20
BAB III PENUTUP
Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl, dimana ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan, sehingga sering juga disebut sebagai “surgical jaundice”, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap keadaan fisiologi, disertai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat diharapkan dapat menegakkan diagnosis yang tepat sehingga dapat ditentukan tatalaksana apa yang terbaik untuk pasien.
21
BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1.
Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: Penerbitan FKUI; 2007.p.420-3.
2.
Brama Ragil. KARAKTERISTIK DAN EVALUASI KADAR BILIRUBIN DIRECT PRE-OPERATIF DAN POST-OPERATIF PADA PASIEN IKTERIK OBSTRUKSI POST-HEPATIK. Jurnal Kedokteran Universitas Jambi. 2013.
3.
Snell, Richard S. Anatomi klinik. 6th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC; 2006.p.240-7, 288-91.
4.
Eroschenko, Victor P. Dygestive system: liver, gallbladder, and pancreas. In: Difiore’s atlas of histology with functional correlations. 11th Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
5.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of America: Mc Graw Hill; 2007.p.297-8.
6.
Murray RK, Granner DK. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.285-300.
7.
Aditya PM, Suryadarma IGA. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2012.
8.
Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC; 2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.
9.
Silbernagl S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC; 2006.p.140,166.
10.
Widiastuty AS. Patogenesis batu empedu. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah; 2010.
11.
Schwartz Si. Manifestations of gastrointestinal disease. In: Principles of surgery. 5th Ed. Singapore: McGraw-Hill; 1989.p.1091-1099.
12.
Purnomo B, Hegar B. Biliary atresia in infants with cholestasis. Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.
13.
Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.p15-26, 56-62.
22