Referat Palmoplantar Pustulosis F Revisi.docx

  • Uploaded by: Andi Hairun
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Palmoplantar Pustulosis F Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,634
  • Pages: 17
PALMOPLANTAR PUSTULOSIS PENDAHULUAN Palmoplantar Pustulosis (PPP) pada dasarnya merupakan dermatosis pustular kronik yang terlokalisir hanya pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Penyakit ini adalah penyakit kronik dan sangat resisten terhadap pengobatan.1 Palmoplantar Pustulosis (PPP) memiliki distribusi yang luas di dunia, namun jumlahnya sulit dipastikan mengingat penyakit ini jarang ditemukan.1 Wanita menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada penyakit ini dibandingkan pria,1,2,3,4,5,6, Penyebab

terjadinya

PPP

tidak

diketahui.1 Ketidakseimbangan

protease/antiprotease pada kulit yang terdiri dari penurunan aktifitas antileukoprotease (elafin/SKALP) telah didiskusikan sebagai mekanisme yang mungkin menyebabkan pembentukan pustul. 1 Untuk

mendiagnosis

Palmoplantar

informasi mengenai perjalanan penyakit,

Pustulosis

perlu

didapatkan

karakteristik morfologi dari

kelainan kulit dan tempat predileksi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan histologi di mana pada Palmoplantar Pustulosis ditemukan kavitas di intraepidermal yang dikelilingi leukosit PMN, ditemukan pula infiltrasi eosinofil dan sel mast yang meningkat pada biopsi lesi kulit Palmoplantar Pustulosis.1 Penatalaksanaan Palmoplantar Pustulosis sangat sulit dan dilaporkan mempunyai tingkat kekambuhan yang tinggi.1, Terapi yang dipakai saat ini terdiri atas kombinasi terapi topikal, sistemik dan fisik.1 Perlangsungan penyakit ini terbilang lama. Kadang terjadi remisi spontan tetapi tidak menetap terus-menerus.1,2

1

Definisi Palmoplantar pustulosis merupakan dermatosis pustular kronik yang terlokalisir hanya pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Memiliki karakteristik resistensi yang tinggi ter hadap pengobatan dan angka rekurensi yang tinggi.1 Secara histologi, cirinya adalah vesikel di intraepidermal yang berisi neutrofil.1

Epidemiologi Palmoplantar pustulosis memiliki distribusi yang cukup luas di dunia, namun jumahnya sulit dipastikan mengingat penyakit ini jarang ditemukan. Perempuan menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari laki-laki, dengan perbandingan sekitar 3:1. Insiden penyakit terbanyak ditemukan pada rentan usia 20-60 tahun, dan sangat jarang ditemukan setelah dekade keenam kehidupan, dan pada 10% terjadi sebelum usia 20 tahun.1 HLA pada pasien dengan PPP menunjukan tidak ada peningkatan frekuensi dari setiap antigen terkait dengan psoriasis. Perbandingan antara psoriasis plak kronik, psoriasis gutata, dan PPP, dari 3 bagian utama PSORS1 (1. HLA-Cw*6, 2. HCR*WWCC, dan CDSN*5) menunjukan kelompok yang tinggi terhadap psoriasis guttate dan kronis, namun tidak pada PPP. Pemeriksaan apolipoprotein E alleles e2, e3 dan e4 pada plak kronis dan psoriasis gutata serta PPP pada responden acitretin dan non responden menunjukan bahwa frekuensi alel e4 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok psoriasis tetapi tidak pada pasien PPP dibandingkan dengan yang

2

kontrol. Pada psoriasis plak kronis dan psoriasis arthritis, didapatkan adanya hubungan dengan polimorfisme

promotor TNFα-238 dan -308 telah

ditemukan; namun, asosiasi tersebut belum ditemukan di PPP. Studi dari Jepang memberikan bukti heterogenitas heterotip dan genetic dari PPP sesuai dengan asosiasi /provokasi dengan tonsillitis. Studi asosiasi genetika pada kohort kaukasia mengungkapkan bahwa gen yang mengkodekan sitokin keluarga IL-10, yaitu IL-19, IL20, dan IL24 menunjukan haplotype yang memberikan peningkatan resiko pada PPP. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa PPP dan psoriasis memiliki entitas yang berbeda. 1 Penyakit tiroid dengan autoimun lebih sering ditemukan pada pasien PPP. Menariknya, dalam sebuah penelitian dari spanyol, bahwa semua pasien dengan PPP menunjukan disfungsi tiroid pada perokok dan mungkin terkait dengan asosiasi meroko bukan dengan adanya PPP. Ada juga bukti bahwa diabetes tipe 2 lebih sering ditemukan pada wanita dengan pasien PPP. 3 Dampk perokok menjadi masalah perdebatan yang paling penting. Penghentian merokok pada pasien PPP terutama pada pasien wanita paruh baya yang merokok dari sejumlah penelitian yang kebanyakan dengan PPP adalah perokok pada saat awal terkena gejala dari penyakit PPP. 3 Data dari studi kohort italia, pasien psoriasis dengan jelas menunjukan bahwa merokok terkait dengan pustularlesion. Sedangkan penelitian dari Swedia menemukan bahwa perokok saat ini memiliki penyesuaian usia 74 kali lipat lebih tinggi dengan risiko PPP dibandingkan dengan bukan perokok.

3

Namun, hanya sedikit bukti bahwa penghentian merokok dapat menyebabkan peningkatan gejala dan penurunan aktivitas penyakit. 3 Hubungan peran gluten pada PPP, hampir 20 tahung yang lalu, penelitian dari swedia melaporkan bahwa pada kelompok pasien PPP dengan antibody IgA terhadap gliadin. Ketika pasien ini diobati dengan diet bebas gluten, ada peningkatan pada pasien PPP. Namun pada penelitian selanjutnya dengan 123 pasien PPP, antibody antigliadin didapatkan 18% pasien dan antibody terhadap transglutaminase didapatkan 10% pasien. Penyakit seliaka dapat didiagnosis 6% pasien dengan PPP. Ketika pasien yang mendapat hasil positif terhadap tes antibody dengan mengikuti diet bebas gluten, selesai atau tidak selesai dapat disamakan dengan penurunan tingkat antibody. Tetapi penelitian lain seperti di jerman tidak menemukan antibody antigliadin pada 32 pasien PPP dan tidak ada antibody transglutaminase pada 18 pasien PPP yang telah diuji. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pasien dengan PPP untuk menentukan kebenaran dari laporan yang berada di swedia. 3 Etiopatogenesis Penyebab terjadinya palmoplantar pustulosis tidak diketahui secara pasti.1,4 Ketidakseimbangan protease/antiprotease pada kulit yang terdiri dari penurunan aktifitas antileukoprotease (elafin/SKALP) telah didiskusikan sebagai mekanisme yang mungkin menyebabkan pembentukan pustul. Pada survei jangka panjang yang dilakukan di Jepang, insiden terjadinya penyakit ini berkorelasi positif dengan perokok berat (lebih dari 20 batang per hari), tonsilitis, dan faktor musim seperti kelembaban dan suhu udara yang tinggi. 1

4

Sebanyak 95% penderita penyakit ini umumnya adalah perokok, dan penelitian imunologik menunjukkan bahwa terjadi respon abnormal terhadap nikotin pada pasien PPP yang menghasilkan peradangan.1 Insidens yang signifikan ditemukan pula pada penderita gangguan tiroid (hiper/hipotiroid) dimana antibodi tiroid berkaitan dengan terjadinya PPP.

1

Kemungkinan

keterlibatan netrofil yang menginfiltrasi kelenjar dan saluran keringat yang mengeluarkan choline acethyltransferase dan reseptor asetilkolin α-3 dan α-7 sebagai target nikotin/ merokok sebagai perjalanan penting untuk manifestasi dan untuk perawatan. 1 Memeriksa jaringan amandel pada pasien PPP ditemukan folikel limfoid dikelilingi oleh sel epitel retikuler kriptografi. Mengembangkan sel epitel kriptografi menunjukan bahwa factor ekspresi terkait p53 berkontribusi pada upgregulasi ekspresi gen IL-6. Dengan pentingnya IL-6 untuk PPP telah ditekankan sebelumnya dan telah ditunjukan bahwa tonsilektomi mengarah ke perbaikan lesi. Dalam studi lain, ekspresi costimulator yang dapat diinduksi (ICOS), reseptor costimulatory pada sel T yang diaktifkan lebih tinggi pada jaringan amandel pasien PPP dibandingkan dengan control. 1 Tonsilektomi atau pengobatan focus gigi menghasilkan peningkatan lesi yang ditandai peran utama infeksi fokal sebagai pemicu PPP. Peran sel T dalam sampel tersebut (amandel)

untuk PPP selanjutnya diperkuat

demonstrasi peningkatan ekspresi antigen limfosit kulit (CLA) pada sel CD3 + T dalam amandel dan kulit yang sakit bersamaan dengan ekspresi CLAligand E yang disempurnakan selectin. Penyambungan melibatkan kulit

5

pasien PPP ke tikus SCID/CB-17 yang disuntik dengan limfosit dari amandel pasien PPP bersamaan dengan protein, tingkat protein dari shock hembusan anti heat yang tinggi bersamaan dengan peningkatan IL-6 dan interferon α. Pengenalan limfosit tampaknya dimediasi oleh CCL20/MIP3 α reseptor, CCR6, secara signifikan diekspresikan pada sel T tonsilar pasien PPP. Observasi psoriasis onset PPP atau psoriasis onset baru pada pasien yang diobati dengan agen anti TNF-α belum dipahami secara pasti tetapi ditemukan adanya pergeseran dari kekebalan TNF-α terhadap respon inflamasi yang didominasi interferon. 1 Dengan percobaan hewan terjadi netralisasi pada peradangan kulit yang diinduksi oleh TNF dan menghasilkan peningkatan ekspresi IL-1β, IL-6, IL17, IL-21 dan IL-22 dan terjadi penekanan pada sel T regulasi positif FoxP3. 1

Gejala klinik Lesi awal berupa pustul yang berukuran 2-4mm. Munculnya pustul dapat berlangsung dalam beberapa jam pada telapak tangan dan telapak kaki.1 Lesi biasanya muncul simetris tetapi ada juga lesi yang unilateral. Lesi ini kemudian akan dikelilingi oleh cincin eritematous. Seiring dengan waktu pustul akan mengalami perubahan warna dari warna kuning menjadi coklat kehitaman.1,2,5,6,7 Pustul akan mengering sekitar 8-10 hari. Gejala yang dapat muncul seperti gatal dan rasa terbakar. Akan tetapi pada erupsi yang berat menimbulkan rasa nyeri sehingga tidak mampu berjalan, berdiri, dan melakukan aktifitas sehari-hari, dan akan menurunkan tingkat kualitas hidup.

6

Pada masa remisi pustul akan semakin berkurang tetapi kulit masih tetap berwarna kemerahan dan hiperkeratosis.1 Pada pemeriksaan fisis ditemukan pustul yang meninggi dan skuama. Dasar lesi berwarna kemerahan dan biasanya bersisik, pustulnya berwarna kuning yang lebih tua berwarna kuning-coklat atau coklat gelap seperti jerawat yang mengering. Ukuran lesi sekitar 2-5 mm. Lesi ini tersebar hanya di telapak tangan dan telapak kaki. Penyakit ini bersifat kronik dan residif.1 Sebuah asosiasi PPP dan osteoarthritis pertamakali dijelaskan di jepang. Seperti dilaporkan oleh penulis Swedia, keterlibata sendi manubriosternal sebanyak 6% dan sendi sternoklavikular sebanyak 10% pasien. Pemeriksaan Scintigraphic menunjukan sternocostoclavicular dengan hasil 16 dari 73 pasien (22%). Untuk kondisi ini, istilah SAPHO (synovitis, acne, pustulosis, hypetostosis, osteitis) telah terbentuk. Manifestasi klinis sindrom SAPHO sama dengan ketika terjadi jerawat yang parah (kebanyakan jerawat konglobat) atau PPP. Lesi primer terdiri dari abses steril yang mengandung netrofil. 1 PPP terdapat pada pasien dengan osteomyelitis multifocal kronis dan juga lesi yang non infeksius. 1 Sebuah asosiasi PPP dengan sensitivitas gluten telah disarankan pada saat tahun 1991. Sebuah penelitian baru menunjukan dari 123 pasien PPP dengan antibody IgA gladin ditemukan 18% pasien dan jaringan transglutaminase 10%. 1

7

1A

1B Gambar 1A dan 1B. Kumpulan pustul berukuran 2-3mm, kulit eritomatosa pada telapak tangandan kaki simetris kiri dan kanan.1

2A

2B Gambar 2 A. Pustul terkadang menyebar di atas pergelangan tangan. 1 Gambar 2 B. Dalam beberapa hari setelah pembentukan pustul, lesi akan kering, merata, dan berwarna kecoklatan. Tampak pula fissura.1

8

Pemeriksaan Penunjang 1. Histopatologi Secara histologis, terdapat ruang intraepidermal yang dipenuhi dengan sel-sel leukosit polimorfonuklear yang terkait dengan perubahan dalam epidermis sekitarnya. Jumlah eosinofil dan sel mast meningkat pada biopsi PPP dari lesi kulit.1

3A

3B

Gambar 3A dan 3B. Tampaksel-sel leukosit dan spongioform pustule polimorfonuclear dalam ruang intraepidermal.1

2. Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya peningkatan leukosit, selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya biasanya dalam batas normal. Pada pasien dengan tanda-tanda infeksi dapat ditemukan peningkatan c-reaktif protein.1

9

Penatalaksanaan PPP sulit diobati dan semua perawatan yang dilaporkan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Sampai saat ini belum ada guideline terapi dalam menangani palmoplantar pustulosis. Terapi yang dilakukan/diberikan selama ini hanya berdasar terapi terhadap psoriasis atau terapi untuk penyakit autoimun lainnya.3 Pada penyakit ini biasa diberikan kortikosteroid topikal, acitrecin, psoralen plus ultraviolet A (PUVA) dan kombinasi antara acitrecin dan PUVA. Kombinasi antara acitrecin dan PUVA dinilai lebih memberikan benefit. 3 1. Pengobatan Sistemik a. Acitretin Acitretin merupakan terapi sistemik lini pertama pengobatan palmoplantar pustulosis, obat ini merupakan derivat vitamin A (retinoid) yang dapat digunakan untuk pengobatan palmoplantar pustulosa. Dulu yang digunakan adalah etretinat namun sekarang sudah jarang digunakan dan acitretin lebih sering digunakan. Acitretin bekerja sebagai anti keratinisasi, anti inflamasi dan anti poliferatif. Dosis pemberian acitretin dimulai dari 25mg per hari sampai 50mg per hari, akan tetapi lebih dianjurkan pemberian penyesuaian dosis sesuai berat badan yaitu 0,51mg/kgBB/hari diberikan selama 3-6 bulan.4,5,6 b. Methotrexat Methotrexat digunakan untuk penanganan psoriasis sebagai mono terapi atau dikombinasi dengan obat lain. Methotrexat bekerja dengan menghambat hiperproliferasi dengan menghambat DHFR (dihydrofolate 10

reductase). Pada pasien psoriasis dosis Methotrexat yang diberikan umumnya 0,1-0,3mg per kilogram berat badan, diberikan sekali seminggu. Untuk mendapatkan efek terapi yang maksimal, Metrotexat dapat diberikan selama 4 minggu dan paling lama 8 minggu. Obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti mual dan muntah.1,4 c. Alitreinoin Alitreinoin merupakan agonis retinoid X reseptor dan agonis retinoid A reseptor yang digunakan untuk menghambat inflamasi dan hyperkeratosis. Obat ini merupakan obat sistemik yang penggunaannya cukup menjanjikan untuk pengobatan pasien palmoplantar pustulosis yang kronis ataupun resisten terhadap pengobatan lainnya. Dosis yang diberikan adalah 30mg/hari diberikan selama 12 minggu4,7 d. Colchicine Colchicine dan Itraconazole merupakan pengobatan sistemik lini ketiga. Colchicine dan Itraconazole diberikan selama 8 minggu. Colchicine diberikan dengan dosis 1-2 mg per hari, sedangkan Itraconazole diberikan dengan dosis 100mg per hari. Dapat diberikan 1 kali sehari selama 4 minggu, selanjutnya dapat diberikan 2 hari sekali selama 4 minggu8 2. Pengobatan topikal Pada

penyakit

ini

diberikan

pengobatan

topikal

berupa

kortikosteroid, asam salisilat, tar, calcipotriol, anthralin, dan emollient (vaseline)3

11

a. Kortikosteroid Kortikosteroid topikal digunakan sebagai terapi awal dalam pengobatan palmoplantar pustulosis. Kortikosteroid topikal (prednisosn) diberikan dengan dosis 40-50 mg sehari. Penggunaan kortikosteroid cukup sekali sehari karena sama efektifnya dengan penggunaan 2 kali sehari. Biasanya hasil yang optimal dengan kortikosteroid high-potency dapat tercapai dalam 2 minggu pengobatan. Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk steroid potensi kuat. 3,8 b. Calcipotriol/Calcipotriene Calcipotriol/Calcipotriene merupakan analog vitamin D3 yang menekan poliferasi keratinosit dan menginduksi diferensiasi epidermis. Analog vitamin D ini juga menghambat fungsi netrofil. Dosis topikal yang diberikan adalah maksimal 100gr per minggu. Pemberian Calcipotriol sebaiknya tidak lebih dari 6 minggu.10 c. Anthraline Anthraline telah terbukti memiliki efek epidermal, termasuk efek antihiperpoliratif. Antralin juga menghambat poliferasi induksi mitogen limfosit T dan kemoktasis neutrofil. 4 d. PUVA (Psoralen and Ultraviolet A) PUVA (Psoralen and Ultraviolet A) Sebagai fototerapi kombinasi acitrecin atau vitamin A topikal yang berguna untuk mempercepat repigmentasi kulit. PUVA biasanya diberikan dengan frekuensi 311-313

12

nm selama dua kali seminggu, dapat diberikan sampai 10 minggu tergantung respon pengobatan terhadap pasien1,4,11 e. Mousturizer atau emolien Mousturizer atau emolien bisa digunakan untuk mencegah kekeringan dan gatal pada kulit dan berfungi sebagai pelindung (barier). Untuk Palmoplantar Pustulosis dapat diberikan emollient dengan sediaan oinment/cream. Mousturizer jenis ini dipilih karena mampu menembus penebalan kulit pada penderita Palmoplantar Pustulosis. 4,7 Berdasarkan study retrospektif di Turki, 83% pasien membaik setelah mendapat terapi retinoid, 60% pasien membaik setelah mendapat terapi colchicum, 57% membaik setelah mendapat terapi Methotrexat dan 50% membaik stelah mendapat terapi ciclosporin. Namun pemberian ciclosporin jangka panjang tidak dianjurkan.3

Diagnosis Banding Penyakit ini dapat didiagnosis banding dengan dermatitis ekzemea, tinea manum, dan dermatitis kontak 1. Dermatitis Ekzemea Dermatitis ekzemea “dyshidroti” (pompholyx) adalah dermatitis yang ditandai dengan adanya vesikula yang dalam, mengenai telapak tangan, kaki, dan sisi-sisi jari. Penyakit ini terjadi selama beberapa minggu dengan gejala adanya rasa gatal pada vesikel, rasa nyeri pada fisura dan lesi sekunder akibat infeksi. Gambaran ruam pada onset awal adalah vesikel berukuran kecil tampak seperti “tapioca-like” dengan susunan clusters. 13

Bulla kadang-kadang dapat dijumpai.Pada onset lanjut, dijumpai papul, likenifikasi, fisura yang nyeri, dan erosi akibat pecahnya vesikel.Lesi sekunder akibat infeksi dikarakteristikkan dengan pustul, krusta, selulitis, limfangitis, dan limfadenopati yang sangat nyeri. Distribusi dari ruam adalah 80 % pada tangan dan kaki, dimana tempat predileksi dimulai dari bagian lateral jari-jari, telapak tangan, telapak kaki dan pada keadaan lanjut pada bagian dorsal jari-jari.1

4A Gambar 4. Dermatitis Ekzemea1

2. Tinea manus Tinea manus adalah infeksi dermatofit pada daerah interdigitalis, permukaan palmar dan dorsum manus. Penyebab tersering adalah golongan jamur Tricophyton. Biasanya bersifat unilateral, terutama pada bagian tangan dan lesi pada dorsum manus. Bentuk akut berupa vesikel pada tangan sisi lateral dan palmar jari-jari atau telapak tangan yang

14

disertai

rasa

terbakar,

bentuk

kroniknya

tidak

pernah

sembuh

spontan.Vesikelnya berdeskuamasi, gambaran makula eritema ditutupi skuama tebal warna putih12

5A Gambar 5. Tinea Manus1

Prognosis Penyakit ini cenderung kronis dan remisi sampai beberapa bulan. Kejadiannya dapat berulang bahkan selang beberapa hari setelah terapinya dihentikan. 1

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Mrowietz, Ulrich. Pustular Eruptions of Palms and Soles. In : Wolff KG,LA.

Katz,

SI.

Gilchrest,

BA.

Paller,

AS.

Leffeld,

DJ.

Fitzpatrick’sDermatology In General Medicine. 8thed: McGraw Hill; 2008. p. 214-7 2. Uzun G, et all. Pustulosis palmaris et plantaris. BMJ Publishing Group. 2013 3. Mrowietz U, Van de Kerkhof PC. Management of palmoplantar pustulosis: do we need to change?. British Journal of Dermatology. 2011 May 1;164(5):942-946. 4. Engin B, Aşkın Ö, Tüzün Y. Palmoplantar psoriasis. Clinics in dermatology. 2017 Feb 28;35(1):19-27. 5. Wilken, Reason;

Sharma, Ajay;

Patel. Successful

palmoplantar pustulosis with isotretinoin. Journal.

2015;

21(8).

doj_28439.

treatment

of

Dermatology Online Available

from:

http://escholarship.org/uc/item/4b4776gb 6. Nikam BP, Amladi S, Wadhwa SL. Acitretin. Indian Journal of Dermatology, Venereology, and Leprology. 2006 Mar 1;72(2):167. 7. Irla N, Navarini AA, Yawalkar N. Alitretinoin abrogates innate inflammation in palmoplantar pustular psoriasis. British Journal of Dermatology. 2012 Nov 1;167(5):1170-1174. 8. Wong SS, Tan KC, Goh CL. Long-term colchicine for recalcitrant palmoplantar pustulosis: treatment outcome in 3 patients. Cutis. 2001 Sep;68(3):216-8. 9. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p. 3-4, 7-8. 10. Ceovic R, Lipozencic, Pasic A. Calcipotriol - A Vitamin D3 Analogue (MC 903) in the treatment of Psoriasis Vulgaris; A Review. Acta Dermatovenerologica A.P.A. Vol 7, 98(2).

16

11. Oxford University Hospitals.Departement of dermatology, churchill hospital. Hand and foot puva treatment. 2014 (2). 12. Tamer F, Yuksel ME. Tinea manuum misdiagnosed as psoriasis vulgaris: A case of tinea incognito. Our Dermatology Online/Nasza Dermatologia Online. 2017 Jan 1;8(1).

17

Related Documents

Referat
May 2020 53
F 1. F F F 1. 2. F F F
June 2020 46
F
November 2019 21
F
November 2019 21
F
October 2019 23

More Documents from ""