Referat-mastoiditis Sip.docx

  • Uploaded by: Andi Hairun
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat-mastoiditis Sip.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,377
  • Pages: 32
BAB I Pendahuluan Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya). Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.

1

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi dan Fisiologi telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah, dan dalam i. Telinga Luar Telinga luar terdiri atas aurikula dan maetus acusticus externus. Bagian dari telinga luar adalah daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran timpani. Aurikula berfungsi mengumpulkan getaran udara, aurikula terdiri atas lempeng tulang elastik tipis yang ditutupi kulit. Aurikula mempunyai otot instrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh nervus fasialis.1 Maetus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang menghubungkan aurikula dengan membran timpani. 1/3 bagian luar maetus adalah kartilago elastik dan 2/3 bagian dalam adalah tulang. Pada 1/3 liang telinga bagian luar terdapat banyak kelenjar serumen. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula menuju membran timpani.1 Maetus akustikus ekstrenus pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm dan dapat diuluruskan untuk memasukan otoskop dengan cara menarik aurikula keatas dan kebelakang sedangkan untuk pemeriksaan pada anak kecil aurikula ditarik lurus kearah belakang atau bawah dan belakang.1 2

ii. Telinga Tengah 1) Membran Timpani Dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan laiang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani menpunyai tiga lapisan yaitu : 1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga 2. Stratrum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari liang telinga 3. Stratrum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratrum kutaneum dan mukosum.

Gambar 2. Membran timpani. Secara anatomi membran timpani dibagi dalam 2 bagian : a. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani yaitu suatu permukaan yang tegang dan bergetar. Sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosa pada sulkus timpanikus bagian tulang dari temporal b. Pars flasida atau sharpell, letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi 2 lipatan yaitu : plika melaeolaris anterior dan plika maleolaris posterior. Permukaan luar membran timpani di persarafi oleh N. Auriculotemporalis dari percabangan N. Mandibularis dan N. Vagus. Permukaan dalam membran timpani di persarafi oleh N, tympani percabangan dari N. Glosso Pharyngeal. Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula percabangan dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa tengah di perdarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh styloideus cabang dari aurikula posterior.1,2

2) Kavum timpani 3

Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleolus, inkus, dan stapes. 2 otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius. Saraf korda timpani dan pleksus timpanikus 3) Mastoid

Gambar 3. Tulang mastoid. Mastoid berkembang dari kantong sempit di epitympanum posterior bernama aditus ad antrum. Pneumatisasi terjadi tak lama setelah kelahiran setelah aerasi telinga tengah. Proses ini selesai saat usia sesorang 10 tahun. Sel udara mastoid terbentuk oleh invasi kantung berlapis epitel antara spikula tulang baru dan oleh degenerasi dan redifferensiasi ruamg sumsum tulang yang ada. Bagian tulang temporal lainnya, termasuk apeks petrosus dan akar zygomatikus, mengalami pneumatisasi yang sama. Antrum, mirip dengan sel-sel udara mastoid, dilapisi dengan epitel respiratorius yang akan membengkak bila terjadi infeksi. Penyumbatan antrum oleh mukosa yang mengalami inflamasi merangkap infeksi di sel udara dengan menghambat drainase dan mengahalangi aerasi kembali dari sisi telinga. Mastoid dikelilingi oleh fossa cranial posterior, fossa kranial tengah, saluran nervus fasialis, sinus sigmoid dan lateral, dna ujung petrosus tulang temporal. Mastoiditis bisa megikis seluruh antrum dan meluas ke salah satu daerah yang bersebelahan tersebut, meyebabkan morbiditas yang signifikan secara klinis dan mengancam jiwa.1,2

iii. Telinga Dalam

4

Gambar 4. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibular yang terdiri tiga buah kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea skala vestibule bagian atas, skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Daun telinga menangkap getaran suara yang akan dialirkan ke liang telinga dan disalurkan ke membran timpani, sehingga membran timpani bergetar, getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran. Selanjutnya bagian maleolus yang melekat pada membran timpani adalah tangkai maleolus. Maleolus terikat pada inkus pada ligamen yang kecil, sehingga pada saat maleolus bergerak, inkus ikut bergerak. Artikulasi inkus dan stapes menyebabkan stapes mendorong cairan koklea dan menggerakan perimlife dan skala vestibule getaran diteruskan melalui membrane reisner yang mendorong endolimfe dan memran basal kearah bawah. Skala media menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membrane basal. Sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakan perimlimfe skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik pada membran diubah pleh adanya perbedaan ion kalium dan natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke N. VII yang kemudian diteruskan ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.1

Gambar 5. Potongan melintang koklea

BAB III MASTOIDITIS 5

III.1. Mastoiditis Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.1,2 Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 2, 7

Gambar 6. Tulang mastoid

II.2. Epidemiologi Mastoiditis biasanya terjadi pada anak. Sebelum adanya antibiotik, mastoiditis merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak. Insidensi Matoiditis sangatlah bervariasi di seluruh dunia. Insiden Mastoiditis rata-rata 4 kasus per 100.000 anak setiap tahunnya dengan usia diatas 5 tahun. Beberapa penelitian epidemiologi di Amerika Utara dan di Inggris menunjukkan bahwa insiden dari Mastoiditis adalah kurang dari 2 kasus per 100.000 anak setiap tahunnya, angka ini sedikit meningkat pada penelitian di Scandinavia. Pada tahun 2007, Kvaerner et almelaporkan insidens dari Mastoiditis adalah 4,3-7,1 kasus per 100.000 anak berusia 2-16 tahun. Di negara-negara Eropa Selatan, terdapat beberapa penelitian tentang Mastoiditis pada pasien yang berjumlah sedikit, tetapi tidak terdapat hasil epidemiologis yang resmi.4 II.3. Etiologi

6

Mastoiditis merupakan hasil infeksi yang disebabkan dari telinga tengah, oleh karena itu bakteri penyebab mastoiditis sama pada bakteri yang menginfeksi telinga tengah. Berikut beberapa bakteri penyebab mastoiditis: 1. Streptococcus pneumoniae 2. Haemophilus influenzae 3. Moraxella catarrhalis 4. Staphylococcus aureus 5. Pseuodomonas aeruginosa 6. Klebsiella 7. Escherichia coli 8. Proteus 9. Porphyromonas 10. Bacteroides 11. Mycobacterium species II.4. Manifestasi Klinis a. Mastoiditis Koalesens Akut 1. Demam dan malaise 2. Eritema dan edema jaringan lunak 3. Nyeri dibelakang telinga 4. Mastoid tenderness 5. Daun telinga terdorong ke depan 6. Abses mastoid

Gambar 7.

Gejala klinis

mastoiditis Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati dapat terjadi ketulian yang berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.3 Membran timpani menonjol keluar, dinding posterior kanalis menggantung, pembengkakan post aurikula mendorong pinna keluar dan ke depan dan nyeri tekan pada mastoid terutama di posterior dan sedikit di atas liang telinga. Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses. Biasanya gejala muncul dalam waktu 2 minggu atau lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian dalam dari prosesus mastoideus.3 b. Infeksi Kronik Pada Telinga Tengah dan Mastoid

7

Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga (otorrhea) akibat perubahan patologi dasar seperti kolestetoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah “terbakar habis” dengan demikian tidak ada otorrhoe.5 Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran. Mungkin, terdapat gejala lain seperti vertigo, tinnitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga. Biasanya tampak perforasi membrana timpani yang kering. Perubahan lain dapat menunjukan timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada membrana timpani) bila gangguan pendengaran dan cacat cukup berat, dapat dipertimbangkan koreksi bedah atau timpanoplasti. Salah satu kelainan patologi yang dapat ditemukan pada otitis media dan mastoiditis kronik adalah kolestetoma, yaitu eptiel skuamosa yang mengalami kreatinisasi (“kulit”) yang terperangkap dalam rongga telinga tengah dan mastoid. Kolestatoma terbentuk sekunder dari invasi sel-sel epitel liang telinga melalui attis ke dalam mastoid suatu kolesteatoma dapat mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran dengan akibat hilangnya tulang mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf fasialis.5 II.6. Patofisiologi Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut maupun kronik yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang (kolesteatom) maka dapat menyebabkan komplikasi intra temporal berupa mastoiditis, karena kolesteatom mampu mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh karena letak dari antrum mastoid pada dinding anteriornya berbatasan dengan telinga tengah dan aditus ad antrum. Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media yang paling sering dijumpai. Otitis media, khususnya yang kronik (otitis media supuratif kronik) adalah infeksi telinga tengah yang ditandai dengan sekret telinga tengah aktif atau berulang pada telinga tengah yang keluar melalui perforasi membran timpani yang kronik. OMSK sukar disembuhkan dan menyebabkan komplikasi yang luas. Umumnya penyebaran bakteri merusak struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu sendiri. Komplikasi intratemporal yaitu mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n. facialis; dan ekstratemporal meliputi komplikasi intrakranial (abses subperiosteal, abses bezold’s) dan intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis).5,6

8

Gambar 8. Mastoiditis akut

Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan osteoitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid. Oleh karena itu istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis coalescent pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat, baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya seperti nervus fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat berlangsung dalam 5 tahapan : 1. Tahap 1 : hiperemia dari lapisan mukosa sel udara mastoid 2. Tahap 2 : transudasi dan eksudasi cairan dan atau nanah dalam sel-sel 3. Tahap 3 : nekrosis tulang yang disebabkan hilangnya vaskularitas septa 4. Tahap 4 : hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence) menjadi rongga abses 5. Tahap 5 : proses inflamasi berlanjut ke struktur yang berdekatan. II.7. Diagnosis Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. 7,10 A. Anamnesa 1. 2. 3. 4.

Otalgia Penurunan pendengaran Timbul suara berdengung Kemerahan pada mastoid 9

5. Riw. Demam terutama pada anak <2 tahun 6. Riw. Infeksi saluran napas 7. Riw. Trauma pada telinga B. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi

Gambar 9. Mastoiditis akut dan mastoiditis kronik Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan periosteal, abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti puting) dari membran timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal memerlukan perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak-anak <2 tahun) atau ke atas dan ke luar (pada anak-anak <2 tahun) dapat ditemukan. Abses subperiosteal merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan lipatan kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada, proses ini terjadi di lateral periosteum. Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop.9 Tonjolan nipplelike dari membran timpani sentral mungkin ada, ini biasanya disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten ( mastoiditis tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi telinga persisten. Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan komplikasi lain Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut: 1. Bulging membran timpani yang erythematous 2. Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid 3. Fluktuasi postauricular 10

4. Tonjolan dari aurikula 5. Pengenduran dinding kanalis posterosuperior 6. Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun) 7. Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2 tahun) Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi ekstensi ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah. Tanda-tanda meliputi: 1.

Membran timpani terinfeksi atau normal

2.

Demam berulang atau persisten

3.

Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus

C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a) Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam.8 1. Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil. 2. Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan bukan saluran eksternal. 3. Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik. 4. Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi definitif. 5. Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba empiris. 11

a) Kultur darah harus diperoleh. b) Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi 

efektivitas terapi seterusnya.8 Pemeriksaan Radiologi  Foto Polos Pemeriksaan konvensional pada tulang temporal dapat menilai pneumatisasi dan

piramid tulang petrosus sehingga mampu menilai lebih jauh besar dan luas nya suatu lesi dari tulang temporal atau struktur sekitarnya. Ada tiga proyeksi yang lazim digunakan untuk menilai tulang temporal yaitu: 1. Posisi Schuller Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid, proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30o cephalo-cauda.2,8

Gambar 10 . Posisi Schuller

12

Gambar 11 . Mastoid normal posisi schuller

Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis. 2. Posisi Owen Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi dibuat dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan lalu wajah diputar 30o menjauhi film dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30-40o cephalo-cauda. Umumnya posisi owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, tulang pendengaran dan sel udara mastoid.8

Gambar 12. Foto radiografi polos posisi owen

3. Posisi Chausse III 13

Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah, proyeksi dibuat dengan oksiput terletak diatas meja pemeriksaan lalu dagu ditekuk kearah dada kepala diputar 10-15o kearah sisi berlawanan dari telinga yang akan diperiksa. Posisi ini merupakan tambahan setelah pemeriksaan lateral mastoid, dimana dapat menilai lebih baik keadaan telinga tengan terutama pada otitis media supuratif kronik dan kolesteatom.8

Gambar 13. Foto radiografi polos posisi Chause III

Mastoiditis akut Gambaran dini mastoiditis akut pada radiologis adalah adanya perselubungan di ruang telinga tengah dan sel-sel mastoid, pada masa permulaan infeksi biasanya struktur trabekula dan sel udara mastoid masih utuh. Bersamaan progresifitas infeksi maka akan terjadi demineralisasi diikuti destruksi trabekula, Biasanya pada mastoiditis akut tidak terjadi pada mastoid yang acellulair.8

Gambar 14. Mastoiditis akut posisi schuller nampak perselubungan difus serta sedikit destruksi trabekula posterior.

14

Gambar 15. Mastoiditis akut pada posisi schuller nampak perselubungan difus serta sedikit destruksi trabekula posterior

Mastoiditis kronik Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang tidak homogen didaerah antrum mastoid dan sel-sel mastoid dan berkurangnya jumlah sel udara, struktur trabekula yang tersisa tampak menebal. Pada keadaan lanjut tampak obliterasi sel udara mastoid dan mastoid tampak sklerotik, lumen antrum mastoid dan sisa sel udara mastoid terisi jaringan granulasi sehingga pada foto akan terlihat berbagai perselubungan.8 Kronik :  

Sklerosis dari mastoid air cells Merupakan komplikasi dari abses dan sekuester dengan sklerosis dari mastoid.



Abses dinding berbatas tegas Dapat menyebabkan ekstradural dan intracerebral sepsis

15

Gambar 16 . Mastoiditis kronik posisi schuller

Gambar 17. Mastoiditis kronik

16

Gambar 18. mastoiditis kronik dengan posis foto Schuller nampak perselubungan tidak homogen dan penebalan trabekulasi

 CT Scan

Gambar 19. Mastoiditis dan CT scan mastoiditis

CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.

Gambar 20. axial CT menggambarkan kuantitas tulang pada telinga kanan yang terbatas 17

Gambar 21. Mastoiditis akut

Gambar 22. Mastoiditis dengan sigmoid sinus trombosis

Gambar 23. Gambaran CT scan laki-laki usia 50 tahun dengan keluhan retraksi membran dan otorea telinga kiri. Gambaran CT scan memperlihatkan gambaran erosi dari proces incus dan stapedius. Semua temuan ini mengarahkan ke colesteatoma, namun pada saat opertatif temuannya adalah mastoiditis kronik, tidak didapatkan kolesteatom. Pasien dengan mastoidtis kronik sejumlah kecil memperlihatkan erosi tulang.

18

Gambar 24. Potongan CT scan koronal dari pasien mastoiditis kronik pada gambar 9, tampak blunt scutum (ditunjukkan dengan panah)

2. Gambaran MRI Mastoiditis Magnetic Resonance Imaging (MRI) sering digunakan pada pasien dengan gejala klinis atau penemuan CT mengarah ke komplikasi intrakranial. MRI tidak rutin digunakan untuk evaluasi mastoid. MRI adalah standar untuk mengevaluasi jaringan lunak yang berdampingan, lebih spesifik, intracranial struktur dan untuk medeteksi cairan yang terkumpul ekstra axial dan yang berhubungan dengan masalah vaskular. MRI membantu dalam merencanakan pengobatan operasi yang efektif. MRI lebih sensitif dari radiografi konvensional, tetapi kurang sensitif dinadingkan dengan CT scan resolusi tinggi karena keterbatasan MRI dalam mengambbarkan tulang. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dianjurkan dengan kecurigaan trombosis vaskular sebagai salah satu komplikasi dari mastoiditis. Lateral venous sinus trombosis sering dikaitkan dengan mastoiditis. Namun pda beberapa kasus lateral sinus trombosis ipsilateral, tidak didapatkan mastoiditis. Sebuah penelitian pada Auckland Hospital melaporkan dari 23 kasus lateral sinus trombosis, kelainan ini tidak ditemukan adanya hubungan klinis antara lateral sinus trombosis dengan mastoiditis (p<0.001)5,8

19

gambar 25. nampak sebuah abses perisinus epidural pada MRI anak dengan mastoiditis akut yang tidak terlihat pada CT scan.

Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis mengungkapkan adanya opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh. 11 Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis media akut. 12  Pemeriksaan Garpu Tala 1. Pemeriksaan Garpu Tala Garpu tala sendiri terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi dimulai dari 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam garpu tala yaitu 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. 12

Gambar 26. Lesi yang menghasilkan gangguan pendengaran konduktif (lesi saluran telinga dan telinga tengah) dan kehilangan sensorineural (lesi organ ujung sensorik dan saraf kranial kedelapan).Dikutip dari kepustakaan 13 20

a) Uji Batas atas dan Batas bawah Semua garpu tala (dimulai dari frekuensi terendah sampai frekuensi tertinggi ataupun sebaliknya) dibunyikan satu persatu dengan cara memegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku), kemudian didengarkan dahulu oleh si pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi terendah bagi orang normal/ nilai ambang normal, lalu diperdengarkan kepada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat Meatus Akustikus Eksternus (MAE) pada jaran 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.12 Interpretasi : 

Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tidak terdengar) Kesalahan yang dapat terjadi: garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak

dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak dapat mendengar.12 b) Uji Rinne Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan, lalu diletakkan pada planum mastoid (posterior dari MAE) penderita dengan demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien sudah tidak mendengar lagi bunyi dari garpu tala yang digetarkan tersebut, maka garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga (MAE), kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Apabila penderita masih dapat mendengar bunyi dari garpu tala di depan MAE, hal ini disebut Rinne Positif, dan sebaliknya bila penderita tidak mendengar bunyi di depan MAE disebut Rinne Negatif. 12 Garpu tala (frekuensi 512 Hz) dibunyikan kemudian diletakkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindahkan ke depan MAE, penderita ditanya mana yang lebih keras. Apabila dikatakan lebih keras di depan MAE disebut Rinne Positif, bila lebih keras dibelakang disebut Rinne Negatif. 12

21

Gambar 27. Rinne’s Test. Dikutip dari kepustakaan 13 

Tuli Konduksi : Rinne Negatif Pada pasien yang pendengarannya kurang baik, maka hantaran melalui udara lebih

tidak baik dari hantaran melalui tulang. Kadang dapat terjadi False Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif), dapat terjadi bila stimulus bunyi dtangkap oleh telinga yang tidak diperiksa (yang satunya lagi) hal ini dimungkinkan terjadi apabila telinga yang tidak diperiksa tersebut memiliki pendengaran yang jauh lebih baik daripada telinga yang diperiksa.12

c) Uji Weber Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan kemudian diletakkan pada garis tengah seperti di ubun-ubun, dahi (lebih sering digunakan), dagu, atau pertengahan gigi seri, dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita diminta untuk membandikan telinga yang mana yang lebih keras terdengar. 12 Pasien mengatakan salah satu telinga lebih jelas mendengar bunyi garpu tala.

22

Gambar 28. Weber’s Test. Dikutip dari kepustakaan 13 Interpretasi: 

Tuli konduksi : lateralisasi ke telinga yang sakit. Karena pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kedua telinga maka kemungkinan

hasil yang didapat dapat lebih dari satu. contoh dari hasil pemeriksaan di dapatkan lateralisasi ke telinga kiri, maka interpretasikan :12 1. Tuli konduksi kiri, telinga kanan normal. 2. Tuli konduksi kiri dan kanan, namun telingan kiri lebih berat. 3. Tuli sesoris neural tilngan kanan, telinga kiri normal. 4. Tuli sensoris neural telinga kiri dan kanan, namun kanan lebih berat 5. Tuli konduksi kiri dan sensoris neural kanan.

d) Uji Schwabach Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan , lalu tangkainya diletakkan pada pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar bunyi sesegera mungkin garpu tala dipindahkan ke planum mastoid penderita yang diperiksa. penderita masih dapat mendengar bunyi disebut dengan Schwabah memanjang,  Tuli Konduksi : Schwabach Memanjang Keselahan yang mungkin terjadi: Gapu tala tidak diletakkan dengan benar, kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang. Kemungkinan lain adalah pemberian isyarat oleh penderita terlambat.12 23

Pada laporan kasus pasien dengan diagnosis mastoiditis, pada pemeriksaan garpu tala ditemukan Tes Rinne, Tes Weber dan pemeriksaan Schwabach: didapatkan kesan tuli konduktif.12 II.8. Tatalaksana Biasanya gejala umum berhasil, diatasi dengan pemberian antibiotik, kadang diperlukan miringotomi. Jika terdapat kekambuhan akibat nyeri tekan persisten, demam, sakit kepala, dan telinga mungkin perlu dilakukan mastoidektomi. Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal. 13,14 Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi. Meliputi dua hal penting: 1. Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret) 2. Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab), resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang pola mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya sangat penting Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah diobati maka penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena keadaan ini stadium lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada stadium ini dilakukan tindakan mastoid untuk draenase abses. Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak13,14 Modalitas Terapi yang bisa dilakukan apabila perlu terapi pembedahan adalah : 1. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze). 24

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannnya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi, pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi Radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruanggan. Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dari dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.13,14

Gambar 29. Mastoidektomi. Pembedahan bertujuan membasmi infeksi dan mendapatkan telinga yang kering dan aman melalui berbagai prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi. Tujuan utama dari pembedahan adalah menghilangkan penyakit, dan hal ini tercapai bila terjadi kesembuhan. Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman. Sedangkan tujuan timpanoplasti adalah menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga tengah. Tujuan sekunder adalah mempertahabkan atau memperbaiki pendenfaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. 13,14

25

Gambar 30. Timpanoplasti Jika otitis media dan mastoiditis krnoik bersifat serius, dan terutama bila telah ada komplikasi atau ancaman komplikasi, maka dapat dipertimbangkan pembedahan mastoid pada usia berapapun, secara umum, timpanoplasti lebih jarang dilakukan pada anak dibawah usia lima tahun. Hal ini karena tingginya insidens infeksi telinga pada kelompok umur kurang dari lima tahun. II.9. Komplikasi Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan perubahanperubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada struktur di sekitarnya. 11,13,14 Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi. 11,13,14 Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa saluran nafas yang mampu melokalisasi dan mengatasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. 13,14

26

Gambar 31. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di sekitarnya Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal. Tetapi bila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis fasialis atau labirintis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis atau abses otak. Pada kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama yang kronis, penyebaran biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus interna, dusktus perilimfatik atau duktus endolimfatik. 13 Complications in acute mastoiditis. Extension of the infectious process beyond the mastoid system leads to intracranial and extracranial suppurative complications, including : - subperiosteal abscess (A), - epidural abscess (B), - subdural empyema (C), - brain abscess (D), - meningitis (E), - lateral sinus thrombosis (F), - carotid artery involvement (G), - apical petrositis (H).

Gambar 32. Komplikasi dari mastoiditis 27

Beberapa pola penyebaran penyakit : 14 

Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya : 1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh 2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal 3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga



mastoidits hemoragika. Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila : 1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit 2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen 3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan lunak yang terbuka



biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui bila : 1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit 2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirintis supuratif. 3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.

28

ALGORITME PENANGANAN DAN ALUR DIAGNOSIS MASTOIDITIS Anamnesis

Akut

1. Demam (terutama pada anakanak <2 tahun) dan malaise 2. Eritema dan edema jaringan lunak 3. Nyeri dibelakang telinga 4. Mastoid tenderness 5. Daun telinga terdorong ke depan

1. Vital sign hipertermi , takikardi untuk anak-anak 2. Perforasi membran timpani 3. Pembengkakan regio 1. Medikamentosa postaurikular - Antibiotik 4. Dinding- posterior mae Kortikosteroid menurun- Analgesik 5. Gangguan pendengaran 2. Mastoidektomi Penatalaksanaan

1. 2. 3. 4. 5.

Otalgia Penurunan pendengaran

Timbul suara berdengung Kemerahan pada mastoid Riw. Demam terutama pada anak <2 tahun

Kronik

1. 2. 3. 4. 5.

6. Riw. Infeksi saluran napas 7. Riw. Trauma pada telinga

Otorrhea Gangguan pendengaran Vertigo Tinnitus Kelainan patologi (kolestetoma)

1. Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan

1. Laboratorium 29 2. Pemeriksaan PEMFIS radiologi Pemeriksaan 3. Tes Garpu Tala Penunjang

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Komplikasi mastoideus Abses subperiosteal Abses epidural Empyema subdural Abses otak Meningitis Lateral sinus trombosis

BAB IV Ringkasan Mastioditis adalah suatu infeksi bakteri pada prossesud mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga) mastoiditis merupakan peradangan kronis yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel-sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang mereka derita. Diagnosis pada pasien mastoiditis dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanakan mastoiditis dengan cara mastoidektomi dan timpanoplasti serta pemberian antibiotik, steroid dan terapi simpatomatik. Komplikasi pada mastoiditis dapat melibatkan perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada struktur di sekitarnya. Pada mastoiditis yang tidak tertangani dengan baik, akan terjadi perluasan sampai intracranial.

30

Daftar Pustaka 1.

Nugroho PS, Wiyadi HMS: Anatomi dan fisiologi pendengaran: Jurnal THT-

2.

KL.Vol.2,No.2, Mei – Agustus 2009, hlm 76 – 85 Boies, LR. Penyakit telinga luar: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Balai

3.

Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 1997.h.76-90. Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J. dkk. Telinga, hidung, tenggorok, kepala dan

4.

leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007.h. 13-98. Djeric DR, Folic MM. 2014. Acute Mastoiditis in Children as Persisting Problem. http://www.advancedotology.org/sayilar/81/buyuk/60-3.pdf . diakses pada 27 januari

5.

2018. Snow JB, Wackym PA, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology:head and neck

6. 7. 8.

surgery. Conneticut: People’s Medical Publishing House; 2009. Preciado D. otitis media.; 2015 : switzerland Malueka, Rusdi. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendana Press, Jakarta. 2005. Ferri FF. Ferri’s clinical advisor 2016 elsevier on vitasource. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2015.

31

9.

J.LEWIN. 2000. acutemastoiditis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2520625/pdf/brmedj07383-0007.pdf .

10.

diakses pada 27 januari 2018 Probst, R, Grevers, G., and Iro, H. 2006. Basic Otorhinolaryngology A Step-by-Step

11.

Learning Guide. Thieme : New York Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedoketarn

12.

Universitas Indonesia. Rukmini S, Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok. Jakarta:

13. 14.

EGC. 2014. Helmi. otitis media supuratif kronis.; Jakarta: FKUI 2005 : Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Otitis media. Dalam Buku Soepardi E,Iskandar N,et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI. 2012

32

More Documents from "Andi Hairun"