Referat DNA PATERNITAS DALAM SUDUT PANDANG MOLEKULER, ETIKOLEGAL, DAN AGAMA
Oleh: Riri Mulyanisa
1740312014
Suri Hanifa Efendi
1740312214
Nisrina Harmi Sari
1740312228
Nashiha Alsakina
1740312226
Nadhilla Annisa Byant
1840312230
Muthia Rahmi
1840312232
Tuti Irma Rahayu
1840312235
Fiqi Quinta Decroli
1840312266
Yuastika Puspita Sari
1840312425
Athika Rahmawati
1840312426
Annisa Amalina
1840312430
Muhammad Furqon
1110314012
Preseptor : Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M.DJAMIL PADANG 2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah referat dengan judul “DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Molekuler, Etikolegal, dan Agama”. Referat ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca, selain itu juga untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik di RSUP dr. M. Djamil, Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada preseptor Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.
Padang, 19 Desember 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar.................................................................................... .......... 2 Daftar Isi ......................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 4 1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................. 6 1.3 Metode Penulisan.............................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA .................................................................................................. 2.1.1
Definisi DNA..................................................................... 7
2.1.2
Struktur DNA.....................................................................8
2.1.3
Tujuan Pemeriksaan DNA.................................................10
2.1.4
Bahan dan Sampel Pemeriksaan DNA..............................11
2.1.5
Teknik Pemeriksaan DNA.................................................12
2.2 Tes DNA Paternitas .......................................................................... 2.2.1
Definisi Tes Paternitas.......................................................18
2.2.2
Indikasi Tes Paternitas.......................................................19
2.2.3
Analisis Hasil Pemeriksaan DNA Paternitas.....................19
2.3 DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Molekuler............................21 2.4 DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Etikolegal............................22 2.5 DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Agama.................................25 BAB 3 KESIMPULAN...................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan biologis seluruh kehidupan secara biologis diatur oleh
materi genetik didalam asam nukleat yang disebut dengan DNA. DNA sebagai pembawa keterangan genetik dalam sel sering digambarkan sebagai blueprint of life yang mengandung semua informasi yang dibutuhkan organisme untuk berfungsi dan bereproduksi.1 Setiap sel berinti memiliki dua jenis DNA yaitu core DNA (c-DNA) yang terdapat di dalam inti sel dan mitokondria DNA (mt-DNA) yang terdapat dalam organel mitokondria. C-DNA merupakan materi genetik yang membawa sifat individu dan diturunkan dari ayah dan ibu menurut hukum Mendel. Berdasarkan pola pewarisan ini maka pemeriksaan c-DNA dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu maupun anak-bapak. Berbeda dengan c-DNA, mt-DNA berbentuk lingkaran ganda yang hanya diturunkan dari ibu kepada anak, sehingga pemeriksaan mt-DNA hanya dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu.1 Dalam forensik yang dimaksud dengan pemeriksaan DNA umumnya merujuk pada pemeriksaan c-DNA yang penggunannya lebih luas. Pemeriksaan DNA ini umumnya digunakan untuk dua tujuan, yaitu tujuan pribadi atau identifikasi personal seperti penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak dan tujuan hukum yang meliputi masalah forensik seperti identifikasi kasus mayat tak di kenal atau telah hancur, kasus pembunuhan, dan perkosaan..
4
Bahan sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja, karena DNA dapat diperoleh dari semua sel berinti.kecuali sel darah merah 1,2,3 Jenis-jenis teknik yang dapat dilakukan pada pemerksaan DNA antara lain, Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) yang memanfaatkan enzim retriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu dengan cara mengenali urutan basa tertentu,
Polymerase Chain Reaction (PCR) yang
merupakan suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan enzim polymerase DNA, Metode Short Tandem Repeats (STRs) metode analisis yang berdasar pada metode PCR yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang diulang., YShort Tandem Repeats (Y- STRs) merupakan STRs yang ditemukan pada kromosom Y sehingga berguna untuk menyaring informasi genetik yang spesifik dari pria yang yang menjadi sampel, mitokondria DNA (mtDNA) dan Combined DNA Index System (CODIS) yang dua indeks atau putunjuk untuk melakukan pemeriksaan pada kasus kriminal dengan analisis DNA.4 Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA adalah analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga dapat menentukan identitas seseorang hampir100% pasti sebagai ayah biologis anak.5 Dari sudut pandang molekuler, DNA memiliki sifat polimorfik, sehingga dapat menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari orang yang lain.5
5
Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia yaitu UU No.1 tahun 1947 yang mengatur tentang kedudukan anak, pembuktian melalui tes DNA dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang keotentikannya tergolong cukup akurat, sehingga tidak perlu lagi diragukan. Dalam hukum positif, tes DNA merupakan bagian dari Visum et Repertum.6 Berdasarkan sudut pandang agama, status hukum anak luar perkawinan hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu yang melahirkan, sedangkan dalam hubungan hukum dengan ayahnya terdapat perbedaan. Apabila seorang laki-laki terbukti melalui ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa merupakan ayah biologis dari seorang anak luar kawin, maka laki-laki tersebut berkewajiban memenuhi hak-hak anaknya, baik atas hak pengakuan dengan dikeluarkannya akta kelahiran, hak atas nafkah maupun hak waris.7 Pemeriksaan DNA paternitas merupakan suatu alat bukti
yang
keotentikannya tergolong cukup akurat, sehingga dapat mempengaruhi aspek kehidupan orang yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis ingin mengangkat DNA paternitas dalam sudut pandang molekuler, etikolegal, dan agama sebagai judul referat. 1.2
Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami
tentang DNA paternitas dalam sudut pandang molekuler, etikolegal, dan agama. 1.3
Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai literatur.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DNA 2.1.1. Definisi DNA DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi mengatur perkembangan biologis seluruh kehidupan secara biologis. DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang terdiri dari komponen gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan pasangan basa. Pasangan basa pada DNA terdiri dari dua macam yaitu basa pirin dan pirimidin. Basa pirin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur cincin ganda sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin dan timin yang mempunyai struktur cincin tunggal. Adenin selalu berpasangan dengan timin dan sitosin selalu berpasangan dengan berpasangan dengan guanin, kedua basa pada masing-masing pasangan dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Kedua rantai berjalan memilin satu sama lain dalam rantai helix ganda. DNA sebagai pembawa keterangan genetik dalam sel mempunyai unit esensial berupa kodon yaitu yang merupakan triplet urutan basa dan masing-masing triplet mengkodekan sebuah asam amino tertentu. Kode genetik hanya menentukan struktur protein primer. Protein ini dapat merupakan komponen struktural makromolekul atau enzim yang mengendalikan sintesis non protein.1 DNA sering digambarkan sebagai blueprint of life yang mengandung semua informasi yang dibutuhkan organisme untuk berfungsi dan bereproduksi. Molekul DNA memiliki peran biologis mendasar relatif sederhana.2 Di dalam setiap sel berinti terdapat dua jenis DNA yaitu core DNA (c-DNA) yang terdapat di dalam inti sel dan mitokondria DNA (mt-DNA) yang terdapat dalam organel mitokondria. c-DNA merupakan materi genetik yang membawa sifat individu dan diturunkan dari ayah dan ibu menurut hukum Mendel. Berdasarkan pola pewarisan ini maka pemeriksaan c-DNA dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu maupun anak-bapak. 1
7
DNA mitokondria (mt-DNA) merupakan materi genetik yang membawa kode genetik dari berbagai enzim dan protein yang berkaitan dengan proses pembentukan dan penuaan. Berbeda dengan c-DNA, mt-DNA berbentuk lingkaran ganda yang hanya diturunkan dari ibu kepada anak, sehingga pemeriksaan mt-DNA hanya dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu. Dalam forensik yang dimaksud dengan pemeriksaan DNA umumnya merujuk pada pemeriksaan c-DNA yang penggunannya lebih luas.1 2.1.2. Struktur DNA DNA adalah polimer, lebih tepatnya, suatu himpunan dua polimer yang terbelit. Tiap – tiap monomer yang menyusun polimer ini adalah nukleotida yang terdiri dari elemen: fosfat, gula dan basa. Gula dan fosfat dari seluruh nukleotida seluruhnya sama, tetapi nukleotida dapat dibedakan dengan meninjau komponen basanya menjadi empat tipe, termasuk dua kategori, purin: Adenin (A), Guanin (G), yang memiliki dua siklus organik dan pirimidin: Cytosine (C) dan Thymine (T) yang memiliki satu siklus organik.1 Ada tiga struktur DNA yang dikenal selama ini. Stuktur – struktur DNA tersebut adalah sebagai berikut:1 1. Struktur primer DNA tersusun dari monomer – monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu basa nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa berupa 2’-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat. Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5’ bebas (tidak terikat nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3’ hidroksil bebas atau dengan arah 5’3’. 2. Struktur sekunder Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan fungsi nya sebagai pembawa informasi genetik adalah komposisi basa penyusun. Pada tahun 1949 – 1953, Edwin Chargaff menggunakan metode kromatografi untuk pemisahan dan analisis kuantitatif keempat basa DNA, yang diisolasi dari
8
berbagai organisme. Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut: a. Komposisi basa DNA bervariasi antara spesies yang satu dengan spesies yang lain. b. Sampel DNA yang diisolasi dari berbagai jaringan pada spesies yang sama mempunyai komposisi basa yang sama. c. Komposisi DNA pada suatu spesies tidak berubah oleh perubahan usia, keadaan nutrisi maupun perubahan lingkungan. d. Hampir semua DNA yang diteliti mempunyai jumlah residu adenin yang sama dengan jumlah residu timin (A=T), dan jumlah residu guanin yang sama dengan jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G = C+T, yang disebut aturan Charrgaff. e. DNA yang diekstraksi dari spesies – spesies dengan hubungan kekerabatan yang dekat mempunyai komposisi basa yang hampir sama. Pada tahun 1953, James D. Watson dan Francis H.C. Crick berhasil menguraikan struktur sekunder DNA yang berbentuk heliks ganda melalui analisis pola difraksi sinar X dan membangun model strukturnya (Darnell, et al. Dalam T. Milanda, 1994). Heliks ganda tersebut tersusun dari dua untai polinukleotida secara antiparalel (arah 5’3’ saling berlawanan), berputar ke kanan dan melingkar suatu sumbu. Unit gula fosfat berada di luar molekul DNA dengan basa – basa komplenter yang berpasangan di dalam molekul. Ikatan hidrogen di antara pasangan basa memegangi kedua untai heliks ganda tersebut (Willbraham and Matta dalam T.Milanda, 1994). Kedua untai melingkar sedemikian rupa sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan kembali bila putaran masing – masing untai dibuka.
9
(a) Struktur primer DNA(b) Struktur sekunder DNA Jarak diantara kedua untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin (lebih besar) dengan basa pirimidin (lebih kecil). Adenin berpasangan dengan timin membentuk dua ikatan hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin membentuk tiga ikatan hidrogen. Dua ikatan glikosidik yang mengikat pasangan basa pada cincin gula, tidak persis berhadapan. Akibatnya, jarak antara unit – unit gula fosfat yang berhadapan sepanjang heliks ganda tidak sama dan membentuk celah antara yang berbeda, yaitu celah mayor dan celah minor.1 2.1.3. Tujuan Pemeriksaan DNA Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan tujuan dari berbagai pemeriksaan. Pemeriksaan DNA ini umumnya digunakan untuk dua tujuan, yaitu:2 a. Tujuan pribadi atau identifikasi personal, seperti penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak. Sebagai contoh, prinsip analisis DNA finger printpada kasus ragu ayah (disputed paternity), meliputi pelacakan pita maternal (pita anak yang sesuai dengan pita ibu), kemudian pita anak sisanya (pita paternal) di cocokkan dengan pita tersangka ayah. Tersangka dinyatakan sebagai bukan ayah jika tak ada pita yang cocok, dan sebaliknya. b. Tujuan hukum, yang meliputi masalah forensik seperti identifikasi kasus mayat tak di kenal atau telah hancur, kasus pembunuhan, perkosaan. Sehingga untuk mengenali identitasnya diperlukan pencocokan antara DNA korban dengan terduga keluarga korban ataupun untuk pembuktian kejahatan. Pada identifikasi mayat tak dikenal, dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orang tua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka, maka akan didapatkan bahwa separuh pita
10
anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina (vaginal swab)
dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika
tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA yanhg persis pola susunannya. 2.1.4. Bahan dan Sampel Pemeriksaan DNA Bahan sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja, karena DNA dapat diperoleh dari semua sel berinti. Sel yang tidak memiliki DNA hanyalah sel darah merah karena sel darah merah tidak memiliki inti. Untuk tes diperlukan spesimen yang diambil dari ibu, anak dan pria yang diduga sebagai ayah biologisnya. Tes tidak dapat dilakukan jika spesimen tidak lengkap, misalnya tanpa spesimen yang diambil
dari
ibu.
Kalaupun
dilakukan
,
kesimpulan
tes
yang
akan diperoleh sangat rendah yaitu kurang dari 50 %.3 Hal yang paling penting pada tahap pengambilan bahan atau spesimen adalah jangan sampai terjadi kontaminasi. Artinya spesimen yang akan diperiksa tercampur dengan spesimen individu lain sehingga mengakibatkan kesalahan pengambilan kesimpulan dalam menentukan siapa ayah biologis anak tersebut. Bahan sampel setelah dikumpulkan harus diberi perlakuan tertentu agar tidak rusak. Secara umum DNA dapat rusak akibat pengaruh lingkungan seperti paparan sinar matahari, terkena panas, bahan kimia, air dan akibat kerja enzim DNAase yang terdapat dalam jaringan sendiri. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus diberi perlakuan sebagai berikut:3 1. Jaringan Untuk bahan sampel yang segar, sampel terbaik adalah jaringan limpa, kelenjar getah bening dan hati. Sedangkan untuk bahan yang telah busuk, otak yang terbaik meskipun kondisinya telah mencair. Bahan sampel diambil, dibungkus kertas alumunium dan dibekukan pada suhu dibawah 20°C. 2. Darah Darah cair diberikan pengawet EDTA, dan disimpan dalam termos es atau lemaries. Alternatif lain, bahan diserap dengan kain kasa lalu dikeringkan.
11
Bercak kering dapat dikerok dengan scalpel, dibawa dengan bendanya atau diusap dengan kain kasa basah lalu dikeringkan. 3. Cairan mani Diserap dengan kain kasa kemudian dikeringkan. 4. Tulang, Gigi dan Rambut Dibungkus dengan kertas alumunium dan disimpan pada suhu dibawa 20°C. Bahan yang telah dikeringkan dapat disimpan
pada suhu kamar.
Sampel rambut diambil 10 ± 15 helai beserta akarnya. Sampel gigi dipilih paling sedikit empat, molar jika mungkin. Sampel gigi sebaiknya tidak rusak oleh endodontia. Sampel tulang sebaiknya dari femur.
2.1.5. Teknik Pemeriksaan DNA Adapun jenis-jenis teknik pemerksaan DNA adalah sebagai berikut: 1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensiik adalah RFLP. Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan enzim retriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu dengan cara mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Urutan basa tersebut disebut sebagai recognition sequence. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang berbeda. Enzim ini lalu memotong DNA menjadi segmen-segmen yang berbeda. Panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkan karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telah ditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Saat membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.8,9
12
Proses pada teknik Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) diawali dengan proses pemotongan dengan menggunakan enzim retriksi tertentu. Kemudian dengan menggunakan gel yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini dinamakan electrophoresis, prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang. Untuk mendeteksi adanya segmen yang bersifat polimorfik maka dilakukan suatu prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting. Dalam prosedur ini pada gel ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk memisahkan rantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian membran nilon diletakkan diatas gel dan bahan penyerap diatas membran nilon. Cairan akan bergerak ke dalam bahan penyerap bersama potongan DNA rantai tunggal. Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama. Pada teknik RFLP tidak hanya digunakan satu DNA probe, diamanaDNA probe yang berbeda menandai lokus yang berbeda.8,9 Walaupun penggunaanya telah mulai digeser oleh teknologi baru RFLP tetap adalah teknik terbaik untuk diskriminasi masing-masing lokus. Hal ini disebabkan oleh karena lokus-lokus yang dipergunakan untuk RFLP dapat menunjukkan ratusan variasi untuk tiap lokus. Dengan demikian jika dua sampel berasal dari sumber yang berbeda, RFLP dapat membedakannya menggunakan jumlah lokus yang lebih sedikit. RFLP dapat menentukan apabila sebuah sampel berasal dari lebih satu sumber dan dapat membedakan sumbernya dengan baik. Tingginya daya diskriminasi teknik ini disebabkan oleh hipervariabilitas pada tiap
13
lokus dan kemampuan untuk memeriksa lebih dari satu lokus. Kelemahan teknik ini adalah memerlukan sampel DNA dalam jumlah lebih besar dan harus dalam kondisi baik jika dibandingkan dengan teknik menggunakan PCR. Teknik ini juga membutuhkan lebih banyak tenaga.8,9 2. Polymerase Chain Reaction (PCR) Metode analisa DNA yang selanjutnya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan enzim polymerase DNA. Teknik ini didesain agar yang diperbanyak hanya segmen tertentu dari sampel dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat diperoleh informasi dari sampel yang jumlahnya sedikit atau bahkan pada sampel DNA yang sudah mulai terdegradasi.Sampel DNA yang disiapkan dengan metode PCR dapat diananlisis menggunakan beberapa cara. Secara umum variasi per lokus sampel DNA yang disiapkan melalui PCR lebih rendah daripada variasi pada RFLP. Dengan demikian hasil dapat diperoleh dari sampel yang kurang secara kualitas maupun kuantitas namun kekuatan deskriminasinya lebih rendah dengan jumlah lokus yang sama. Kekuatan metode analisis PCR adalah kemampuan untuk menganalisa beberapa lokus secara bersamaan dengan proses yang otomatis.8 Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak jumlahnya dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium. Pertama, proses yang dinamakan denaturation yaitu segmen atau urutan DNA rantai ganda dipisahkan menjadi dua rantai tunggal dengan cara memanaskan. Kedua proses Annealing atau Hybridization, pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan DNA primer. DNA primer adalah DNA pendek yang dibuat secara sintetis yang menunjukkan urutan DNA yang akan diperbanyak. Proses ketiga disebut Extension yaitu enzim DNA polymerase ditambahkan bersama dengan sejumlah basa bebas dari keempat jenis basa DNA dilanjutkan dengan proses replikasi.10
14
Keunggulan PCR dibandingkan RFLP adalah:8 a. Simpel dan mudah dilaksanakan di laboraturium b. Hasil diperoleh dalam waktu singkat (dalam beberapa hari) c. Oleh karena kapasitas produksi segmen DNA yang tidak terbatas maka metode yang berdasarkan PCR memungkinkan untuk menganalisa DNA dalam jumlah sangat sedikit. Kekurangan metode PCR adalah :8 a. Mudah terkontaminasi b. Kontaminasi merupakan masalah yang besar pada PCR karena sistem ini memperbanyak DNA yang ada dengan tingkat akurasi yang tinggi. Sebuah molekul DNA dapat menjadi jutaan bahkan milyaran DNA dalam waktu tiga jam, jika ada sebuah molekul DNA bakteri atau kontaminan lain tercampur maka molekul tersebut juga akan diperbanyak dalam laju yang sama sehingga akan terjadi salah kesimpulan. c. Kebanyakan lokus dalam PCR memiliki alel lebih sedikit dibandingkan VNTR pada metode RFLP. d. Tidak seperti VNTR yang menggunakan area yang tidak berfungsi, beberapa lokus dari PCR adalah gen yang fungsional, ini berarti telah terjadi seleksi alam yang menyebabkan perbedaan yang lebih besar dari subgroup populasi
15
3. STRs (Short Tandem Repeats) Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem
Repeat)
adalah
suatu
istilah
genetik
yang
digunakan
untuk
menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 – 500 pasangan basa. Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs.8
Gambar 4.marka STR 13 CODIS locus inti pada kromosom manusia 4. Y- STRs (Y-Short Tandem Repeats) Y- STRs adalah STRs yang ditemukan pada kromosom Y. Y- STRs dapat diperiksa menggunakan jumlah sampel kecil dan rusak dengan metode dan alat yang sama dengan pemeriksaan
STRs pada kromosom autosomal. Karena
kromosom Y hanya terdapat pada pria maka Y- STRs dapat berguna untuk
16
menyaring informasi genetik yang spesifik dari pria yang yang menjadi sampel. Pemeriksaan Y- STRs dapat digunakan untuk memeriksa sampel tanpa sperma yang bercampur antara sampel laki-laki dan perempuan, seperti sampel darah atau air liur yang diambil dari korban kasus perkosaan. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi profil pria ketika hanya profil wanita yang tampak jelas saat menggunakan STRs. Karena kromosom Y tidak mempunyai homolog pada genom manusia, maka disebut hemizygous. Kromosom Y tidak mempunyai partner yang sama seperti pada kromosom autosomal. Walaupun ia berpasangan selama pembelahan sel, rekombinasi genetik yang terjadi hanya sedikit atau yidak ada sama sekali, hal ini diwariskan kepada keturunannya. Y- STRs sangat berguna untuk menyelesaikan kasus disputed paternity pada anak laki-laki, karena kromosom Y diturunkan oleh ayah kepada anak laki-laki.8 5. mtDNA (Mitochondrial DNA) Aplikasi penggunaan mitokondria DNA (mtDNA) dalam identifikasi forensik dimulai pada tahun 1990. Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus dalam sitoplasma sel. Mitokondria mengandung DNA kecil berupa molekul berbentuk sirkular yang terdiri dari 16569 pasangan basa yang dapat diidentifikasi. Setiap sel mengandung 100 – 1000 mitokondria.8 Ciri khas dari mtDNA adalah pola penurunannya. Tidak seperti DNA inti yang tersusun dari kombinasi separuh DNA orang tua, mitokondria DNA hanya mengandung DNA ibu. Mitokondria diturunkan melalui sel telur tidak melalui sperma walaupun sperma secara struktural juga mengandung mitokondria dalam jumlah kecil, hal ini disebabkan karena bagian mitokondria sperma tidak masuk ke dalam sel telur sehingga hanya mitokondria ibu yang secara normal diturunkan pada anaknya.8 Mitokondria DNA bersifat seperti kromosom Y yang tidak mempunyai homolog pada genom manusia, maka disebut hemizygous hal ini menyebabkan Mitokondria DNA dan Kromosom Y diturunkan secara spesifik. Jika dari pemeriksaan Mitokondria DNA dapat mengetahui garis ibu, maka dari
17
pemeriksaan Kromosom Y dapat mengetahui garis ayah pada anak laki-laki. Perbedaan yang terlihat bahwa Mitokondria DNA adalah marker sitoplasmik yang diturunkan ibu kepada semua anaknya sedangkan Kromosom Y adalah marker nuklear yang hanya diturunkan seorang ayah pada anak laki-lakinya.8 6. CODIS (Combined DNA Index System) CODIS merupakan analisis DNA yang baru dikembangkan FBI. FBI memilih 13 STR yang digunakan sebagai deretan lokus utama standar dan meningkatkan pengembangan kemampuan laboraturium untuk melakukan pemeriksaan pada lokus tersebut. Laboratorium di seluruh dunia menggunakan lokus yang sama. Pengumpulan 13 lokus utama meningkatkan kemampuan diskriminasi. Kemungkinan ditemukan kecocokan antara dua orang yang tidak berhubungan berdasarkan random di Caucasian Amerika adalah satu diantara 575 trilyun. Angka kemungkinan ini lebih kecil dibandingkan UK system.1,11 FBI secara aktif dilibatkan dalam pengumpulan data frekuensi populasi pada grup dan subgrup populasi yang berbeda. Populasi ini kemudian dibagi lagi, misalnya data dari Jepang, Cina, Korea dan Vietnam. Pada dunia bagian barat terdapat data untuk Bahamian, Jamaica dan Trinidadian.4 FBI menyediakan software sebagai fasilitas pada penggunaan CODIS, termasuk pelatihan penggunaan sistem serta menyediakan dukungan bagi laboraturium untuk melakukan analisis DNA. CODIS menggunakan dua indeks atau putunjuk untuk melakukan pemeriksaan pada kasus kriminal dengan analisis dna. Convicted Offender Index mengandung profil narapidana yang melakukan tindakan criminal. The Forensik Index mengandung profil DNA dari fakta yang didapatkan pada kasus criminal misalnya darah atau semen. Kedua indeks ini didapatkan dengan komputer.4 2.2. Tes DNA Paternitas 2.2.1. Definisi Tes Paternitas Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA adalah analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga
18
dapat menentukan identitas seseorang hampir100% pasti sebagai ayah biologis si anak, sedangkan metode konvensional dengan analisis fenotip berupa tes golongan darah sistem ABO, Rhesus, MNS dan tes Human Leukocyte Antigen (HLA) hanya dapat mengeksklusi pria yang diduga sebagai ayah biologis.5 2.2.2. Indikasi Tes Paternitas Beberapa indikasi dari pemeriksaan tes paternitas, yaitu :5 a. Untuk mengeksklusikan seseorang yang dituduh sebagai ayah biologis dari seorang anak. b. Untuk kasus dimana seorang wanita yang pernah melakukan hubungan intim dengan lebih dari satu orang pria pada saat yang berdekatan, kemudian wanita tersebut hamil tanpa diketahui siapa sebenarnya ayah biologis anak. c. Untuk kasus dimana seorang wanita menuduh seorang pria sebagai ayah dari anaknya, sedangkan pria tersebut menyangkal telah menghamili si wanita. d. Untuk menentukan hubungan anak-ayah dalam menentukan ahli waris maupun urusan klaim asuransi. e. Untuk penentuan status keayahan yang tidak hanya menyangkut masalah psikologi namun juga penting dalam aspek hukum dan aspek medis. 2.2.3. Analisis Hasil Pemeriksaan DNA Paternitas Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan spesimen, tahap proses laboraturium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan kesimpulan. Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode elektroforesis DNA. Intreprestasi hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya. Beberapa tahapan tes DNA yaitu :12
19
a.
Tahapan preparasi sampel yang meliputi pengambilan sampel DNA (isolasi) dan pemurnian DNA. Dalam tahap ini diperlukan kesterilan alat-alat yang digunakan. Untuk sampel darah, dalam isolasinya dapat digunakan bahan kimia phenolchloroform sedangkan untuk sampel rambut dapat digunakan bahan kimia Chilex. Selanjutnya DNA dimurnikan dari kotoran-kotoran seperti protein, sel debris, dan lain lain. Untuk metode pemurnian biasanya digunakan tehnik sentrifugasi dan metode filtrasi vakum. Tetapi berbagai ilmuwan telah banyak meninggalkan cara tersebut dan beralih ke produkproduk pemurnian yang telah dipasarkan seperti produk butir magnet yang memanfaatkan silica-coated paramagnetic resin yang memungkinkan metode pemisahan DNA yang lebih sederhana dan cepat.
b.
Tahapan selanjutnya adalah memasukan sampel DNA yang telah dimurnikan kedalam mesin PCR (polymerase chain reaction) sebagai tahapan amplifikasi. Hasil akhir dari tahap amplifikasi ini adalah berupa kopi urutan DNA lengkap dari DNA sampel. Selanjutnya kopi urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada dalam tahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambar-gambar identfikasi DNA. Finishing dari tes DNA ini adalah mencocokan tipe-tipe DNA.
c.
Hasil analisis laboratorium atau profil DNA akan terlihat berupa pita-pita DNA yang terdapat pada gel poliakrilamid. Pita DNA anak kemudian dibandingkan dengan pita DNA ayah dan ibunya. Dapat dilihat bahwa masing-masing orang memiliki dua pita sebagai representasi dua alel yang menggambarkan DNA pada satu pasang kromosom. Salah satu pita pada kolom DNA anak sama tinggi dengan salah satu pita ibu yang menunjukkan alel tersebut berasal dari ibu, artinya pita anak yang kedua berasal dari pihak ayah terlihat bahwa salah satu pita ayah sama tinggi dengan pita kedua anak.
20
Kemudian dilakukan perhitungan statistik sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pria tersebut kemungkinan besar adalah ayah dengan kemungkinan sekian persen dibandingkan dengan orang lain dalam ras yang sama.
2.3. DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Molekuler Dalam ilmu molekuler dikenal istilah polimorfik yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu perbedaan bentuk dari struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi atau modifikasi pada suatu lokus spesifik (DNA) dalam populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini disamping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari orang yang lain. Dikenal dua jenis polimorfisme, yaitu polimorfisme protein dan polimorfisme DNA.2 Polimorfisme protein antara lain ialah sistim golongan darah, sistim golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit, dan sistim HLA (Human Lymphocyte Antigen). Sedangkan polimorfisme DNA merupakan polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu pada tingkat genetik atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan sidik DNA (DNA Fingerprint), dan VNTR (Variable Number of Tandem Repeat), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisms), baik secara southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).2 Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA menunjukkan beberapa kelebihan yaitu : (1) Polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistim. (2) DNA jauh lebh stabil dibandingkan dengan protein, sehingga membuat pemeriksaan DNA masih memungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. (3) Distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin digunakan sebagai bahan pemeriksaan. (4) Dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalis.2 Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi
21
personal dilakukan hanya memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein. Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu pemeriksaan ini hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu “pasti bukan” atau “mungkin”. Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok yang tak tereksklusi, maka pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.2 Masalah paternitas – apakah seseorang pria benar-benar ayah biologi dari anak- telah lama menjadi topik yang menarik minat para antropolog.13 Karena penekanan baru pada hak-hak anak, terbentuk ketertarikan di dunia dalam metode untuk membangun paternitas atau nonpaternitas. Hal ini memungkinkan untuk mengeksklusi lebih dari 99% orang yang salah tuduh dengan menggunakan informasi yang berasal dar golongan darah, enzim sel darah merah, serum protein, dan antigen HLA.14 Penemuan DNA Fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti yang jauh lebih karena mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari. Pada kasus ragu ayah (disputed paternity), dilakukam pembandingan pita DNA ibu, anak, dan yang diduga ayah. Jika benar orang yang diduga ayah tersebut merupakan ayah si anak maka separuh pita DNA anak akan cocok dengan pita DNA pada orang yang diduga ayah anak. Dan dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk memperbanyak DNA jutaan sampai milyaran kali memungkinkan dianalisisnya sampel yang jumlahnya sangat minim, seperti analisis kerokan kuku, bercak mani atau darah yang sedikit, dan juga puntung rokok. Hal-hal ini sangat membantu dalam melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal, baik pada kasus mayat tidak dikenal, kasus pembunuhan, pemerkosaan dan terutama kasus ragu ayah.2 2.4. DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Etikolegal Ilmu kedokteran forensik tidak saja dipergunakan untuk menyelesaikan kasus pada korban yang telah meninggal, tetapi juga pada kasus yang melibatkan orang yang masih hidup. Dalam perkembangan lebih lanjut, ilmu kedokteran forensik
22
juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat, misalnya dalam membantu pemecahan masalah paternitas/kekerabatan dan sebagainya.15 Di Indonesia sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, ketentuan hukum yang berlakupun bervariasi, setidaknya ada tiga hukum yang berlaku, yaitu Hukum Islam, Hukum Perdata yang memuat dalam KUH Perdata atau BW (Burgelijk Wetbook) dan hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis. Setelah lahir Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terjadi univikasi hukum dalam segala hal yang berhubungan dengan perkawinan. Undang-undang no. 1 tahun 1974, mengatur tentang kedudukan anak, dalam pasal 42, 43 dan 44 berbunyi sebagai berikut:16 1. Pasal 42: “Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah”. 2. Pasal 43 a. Ayat 1: “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. b. Ayat 2: “Kedudukan anak tersebut dalam ayat (1) diatas selanjutnya akan di atur dalam Peraturan Pemerintah”. 3. Pasal 44 a. Ayat 1: “Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut”. b. Ayat 2: “Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan”. Pembuktian melalui tes DNA ternyata dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang keotentikannya tergolong cukup akurat, sehingga tidak perlu lagi diragukan. Bahkan keotentikannya terkadang lebih kuat daripada alat bukti lainnya, seperti pengakuan, kesaksian dan sumpah. Keotentikan tes DNA sebagai alat bukti dalam penyelesaian tindak pidana seperti misalnya dalam delik zina bisa diterima, karena:
23
1. DNA langsung diambil dari bagian tubuh pada orang-orang yang terkait, baik itu tersangka, korban maupun pelaku, sehingga tidak mungkin ada rekayasa dari si pelaku untuk menghilangkan jejak 2. Setiap orang memiliki urutan nukleotida atau DNA yang unik dan berbeda sehingga kesimpulan yang dihasilkan cukup valid. Ada beberapa kasus yang dipecahkan dengan tes DNA yang membuktikan bahwa tes DNA sudah diterima dalam hukum pembuktian di Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) telah melakukan perubahan yang besar dari segi hukum keperdataan. Terkait putusannya terhadap pengujian UU No 1 Tahun 1974, MK menyatakan bahwa anak yang berasal dari luar perlakwinan tak hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya, tetapi juga dengan ayah biologisnya. Pembuktiannya bisa menggunakan teknologi seperti tes DNA si anak dan orang yang diduga sebagai ayah biologisnya.17 Tes DNA sebagai alat bukti dengan keakuratan yang cukup tinggi bisa dijadikan pilihan alternatif dalam penyelesaian tindak pidana. Walau demikian, tes DNA tidak bisa menjadi satu-satunya bukti yang dipakai. Alat bukti pengakuan dan kesaksian tetap diperlukan disini, sebagai langkah awal untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana. Sehingga posisi tes DNA hanya sebagai alat bukti penguat. Dalam hukum positif, tes DNA merupakan bagian dari Visum et Repertum. Sedangkan Visum et Repertum dalam bingkai alat bukti yang sah menurut undang-undang, masuk dalam kategori alat bukti surat. Namun dalam proses selanjutnya, Visum et Repertum dapat menjadi alat bukti petunjuk. Yang demikian itu didasarkan pada pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP. Kemudian, apabila kita berkeyakinan bahwa pada proses awalnya Visum et Repertum berasal dari kesaksian dokter terhadap seseorang, menunjukkan bahwa di dalamnya telah terselip alat bukti berupa keterangan saksi. Dengan kata lain bisa dijelaskan bahwa untuk adanya Visum et Repertum harus ada keterangan saksi. Visum et Repertum merupakan bagian dari alat bukti surat dan dari alat bukti surat tersebut dapat diperoleh alat bukti baru yaitu petunjuk.
24
Dengan demikian, keyakinan hakim merupakan suatu hal yang penting dalam sistem pembuktian sebuah proses persidangan di pengadilan. Sebagai suatu keyakinan maka sifatnya konviktif dan subyektif, sehingga sulit diuji secara obyektif. Untuk mendapatkan sebuah keyakinan (conviction), hakim harus dapat memahami latar belakang kehidupan seseorang, perilaku dan bahasa tubuhnya. Dalam hal ini penggunaan tes DNA yang menyajikan data secara detail atau rinci mengenai susunan kromosom seseorang, sehingga memungkinkan hakim untuk dapat memberikan penilaian atas hasil pemeriksaan alat bukti tes DNA tersebut.18 2.5. DNA Paternitas dalam Sudut Pandang Agama Status hukum anak luar perkawinan hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu yang melahirkan, sedangkan dalam hubungan hukum dengan ayahnya terdapat perbedaan. Menurut hukum Islam anak diluar perkawinan tidak bisa dinasabkan kepada ayahnya atau keluarga ayahnya karena dalam hukum Islam tidak mengenal adanya pengakuan. Sedangkan menurut KUHP Perdata, anak luar perkawinan bisa memiliki hubungan dengan ayahnya apabila ada pengakuan. Status pembuktian melalui ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi penentuan hak waris pada anak luar perkawinan, maka dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutus bahwa seorang anak luar kawin dapat dibuktikan dengan pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimana dalam bahasa kedokteran disebut sebagai tes Paternitas, maka anak tersebut bisa mendapatkan hak-haknya seperti anak sah.19 Di Indonesia sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang ketentuan hukum yang berlakupun bervariasi, setidaknya ada tiga hukum yang berlaku, yaitu Hukum Islam, Hukum Perdata yang memuat dalam KUH Perdata atau BW (Burgelijk Wetbook) dan hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis. Setelah lahir Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terjadi univikasi hukum dalam segala hal yang berhubungan dengan perkawinan.19 Dalam perkawinan terdapat beberapa ketentuan hukum tentang asal usul anak, hal ini dapat dimengerti, karena pluralitas bangsa, terutama dari segi agama dan adat kebiasaan, maka Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 mengatur tentang
25
asal usul anak, dalam pasal 42, 43, dan 44. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, maka hukum yang berlaku untuk menyelesaikan sengketa/ perkara asal-usul anak ini adalah Hukum Perdata Islam dan kekuasaan untuk mengadili (absolute kompetensi) perkara gugatan asal-usul anak bagi masyarakat yang beragama Islam asalah wewenang Pengadilan Agama. Putusan pengadilan Agama akan menjadi dasar bagi Kantor Catatan Sipil untuk menerbitkan Akta Kelahiran alat bukti (bewijsmiddel) bermacam-macam bentuk dan jenisnya, yang mampu memberikan keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Dengan diakuinya anak di luar kawin ini berdampak pada hak-hak keperdataan anak luar kawin ini harus diakui. Dengan adanya putusan tersebut maka apabila seorang laki-laki terbukti melalui ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa merupakan ayah biologis dari seorang anak luar kawin, maka laki-laki tersebut berkewajiban memenuhi hak-hak anaknya, baik atas hak pengakuan dengan dikeluarkannya akta kelahiran, hak atas nafkah maupun hak waris.19
26
BAB III KESIMPULAN DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berperan dalam pengaturan perkembangan biologis kehidupan setiap individu. DNA mengandung informasi yang dibutuhkan organisme untuk berkembangan dan bereproduksi. Struktur nya terdiri dari struktur primer seperti purin, pirimidin, molekul gula dan pospat, sedangkan struktur sekunder terdiri dari basa penyusun. Tujuan dilakukan pemeriksaan DNA terdiri dari tujuan personal dan tujuan hukum. Secara personal DNA berguna untuk menentukan orang tua dari anak, sedangkan secara hukum dalam praktik forensik berguna untuk identifikasi kasus mayat yang tak dikenal. Bahan pemeriksaan DNA dapat menggunakan jaringan manapun, karena setiap jaringan memiliki sel yang berinti kecuali sel darah merah yang tidak memiliki inti. Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa teknik seperti teknik memotong menggunakan enzim atau restriction fragment leght polymorphism, atau dengan memperbanyak fragmen DNA tertentu menggunakan teknik polymerase chain reaction maupun teknik yang serupa seperti short tandem repeats, teknik lain dengan menggunakan kromosom Y (YSTRs), hanya mencocokkan kromosom anak dengan kromosom ibu dengan aplikasi mitokondria DNA. Salah satu pemanfaatan DNA adalah melalui tes DNA paternitas yang bertujuan untuk mengeksklusikan seseorang yang tertuduh ayah, menentukan hubungan ayah-anak, menentukan status keayahan, kasus wanita yang pernah berhubungan dengan lebih dari seorang pria dan kasus seorang wanita menuduh seorang pria sebagai ayah dari anaknya. Tahapan tes meliputi isolasi DNA, pemeriksaan DNA dengan PCR dan interpretasi hasil analisis dengan mencocokkan pita DNA anak dengan pita DNA ayah. DNA paternitas dari sudut pandang molekuler memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi, yang bermakna terdapat variasi atau modifikasi pada
27
suatu lokus yang memberikan keuntungan membedakan satu individu dengan individu lain. DNA paternitas dari sudut pandang etikolegal memiliki peran dalam memecahkan permasalahan paternitas dan dapat dijadikan alat bukti yang keotentikannya sangat kuat pada saat peradilan dan termasuk kedalam Visum et Repertum sebagai alat bukti dalam bentuk surat, namun hasil pemeriksaan DNA ini tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti tunggal, karena alat bukti lain seperti keterangan saksi tetap mesti diikutsertakan sebagai langkah awal untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana. Sedangkan DNA paternitas dari sudut pandang
agama melalui pemberlakuan UU no 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama dan ditambah dengan UU no 3 tahun 2006 maka yang berlaku untuk menyelesaikan sengeketa asal-usul anak yang beragama Islam adalah Hukum Perdata Islam dan kekuasaan yang mengadili adalah wewenang Pengadilan Agama, sehingga putusan Pengadilan Agama akan menjadi dasar Kantor Catatan Sipil dalam menerbitkan Akta Kelahiran sebagai alat bukti.Adanya pengakuan terhadap anak diluar kawin maka hak-hak atasnya juga harus diakui terutama ayah biologisnya, baik atas hak pengakuan dengan dikeluarkannya akte kelahiran, hak atas nafkah dan hak atas waris.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Cantor Charles, Spengler Sylvia. Primer on Molecular Genetiks Available at: www.ornl.gov/hgmis/publicat/primer/toc.
Di akses tanggal 9
Desember 2018 2. Ilmu kedokteran forensik. Edisi kedua. Jakarta: Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 3. Kolbinsky L, Levine, Margolis-Nuno H. 2007. Analysis DNA Forensik. Chelsea House of Publishing Infobase, New York. 4. Samuels Julie E.,Asplen Christopher The Future of Forensic DNA Testing, Prediction of the Research and Development Working Group. Available: http://www.denverda.org/DNA/Forensic_DNA_Articles.htm:
diakses
9
Desember 2018 5. Cordner, Stephen D., Plueckhahn Vernon D. Ethics, Legal Medicine and ForensicPathology. Melbourne University Press. Australia. 1991 6. Hukum online. Beberapa kasus yang dipecahkan dengan tes DNA. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f75c795dfe59/ini-beberapakasus-yang-dipecahkan-dengan-tes-dna. Diakses pada 15 Desember 2018. 7. Republik Indonesia.1974.Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Sekretarian Negara. Jakarta 8. Norah Rudin & Keith Inman.Introduction to Forensic DNA Analysis.2nd ed. London New York Washington DC : CRC PressLLC. 2002 9. Curran
Thomas.
Forensic
DNA
Analisys:Technologyand
Aplication.Availableat:http://www.denverda.org/DNA/Forensic_DNA_Ar ticles.htm:diakses 9 Desember 2018. 10. Goodwin W, Linacre A, Hadi S. DNA setructure and the genome. In: An introduction to Forensic genetics. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England. 2007. 7-15.
29
11. Anonim. Pusdokkes Polri The Indonesian police centre for medical and He althService. Available at: http://www. pusdokkes. polri.go .id/ naskah /dok pol/ ladokpoli html. Di akses tanggal 9 Desember 2018. 12. Anonym. DNA Genetik Testing-Paternity and Forensik Use. Available at: http://www.genetiks.edu.au. Diakses : 9 Desember 2018. 13. Anderson KG. How Well Paternity Confidence Match Actual Paternity? Evidence from Worldwide Nonpaternity Rates. June 2006. Current Anthropology. 47(3):513-520 14. Helminen P, Ehnholm C, Lokki ML, Jeffreys A, Perltonen L. Application of DNA “Fingerprints” to Paternity Determinations. The Lancet. 1988: 574-576 15. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun'im, Sidhi, et. al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. 16. Hukum online. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, (diunduh 15 Desember 2018). Tersedia dari: https://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt57be65c05560c/p arent/26834 17. Hukum online. Beberapa kasus yang dipecahkan dengan tes DNA. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f75c795dfe59/ini-beberapakasus-yang-dipecahkan-dengan-tes-dna. Diakses pada 15 Desember 2018. 18. Soekanto S, Herkutanto, Sampurna B. Visum et Repertum Teknik Penyusunan dan Pemerian. Jakarta: Ind- Hill-Co. 1987. 19. Republik Indonesia.1974.Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Sekretarian Negara. Jakarta
30