Referat Anastesi Regional.docx

  • Uploaded by: yusma
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Anastesi Regional.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,909
  • Pages: 32
BAB I PENDAHULUAN Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes pada tahun 1846.1 Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara tanpa menghilangkan kesadaran pasien.Anastesi regional terbagi atas epidural anastesi, spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural.1,2

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

REGIONAL ANESTESI (LOKAL)

2.2.1 Definisi Anestesi regional adalah

hambatan impuls nyeri suatu bagian

tubuh

sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar..1,2 2.2.2. Pembagian Regional Anestesi7 Anastesi regional dibagi atas 2 klasifikasi yaitu 1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan. 2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena. Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

2.2.3 Keuntungan Anastesi Regional 1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah. 2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar. 3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi. 4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi. 5. Perawatan post operasi lebih ringan.

2.2.4 Kerugian Anastesi Regional 1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional. 2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif. 3. Sulit diterapkan pada anak-anak. 2

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional. 5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

2.2.5 Persiapan Anastesi Regional Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.

2.2.6 Pembahasan Blok Sentral Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

1. Anastesi Spinal Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.7 Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar 2. Anestesi spinal7 3

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens

(duramater, lemak dan pleksus

venosus).Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

A. Indikasi: 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan B. Kontra indikasi absolut7: 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok 4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intrakranial meningkat 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi C. Kontra indikasi relatif7: 1. Infeksi sistemik 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 4

7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronik D. Persiapan analgesia spinal7 Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 1. Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal 2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung 3. Pemeriksaan

laboratorium

anjuran,

Hemoglobin,

Hematokrit,

PT

(Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time) E. Peralatan analgesia spinal7 1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll. 2. Peralatan resusitasi 3. Jarum spinal Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).

Gambar 3. Jarum spinal7

F. Anastetik lokal untuk analgesia spinal

5

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS)

pada 37º C adalah 1.003-1.008.

Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan: 1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20100mg (2-5ml) 2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml) 3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalamlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20 mg (1-4 ml) 4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3 ml)

G. Teknik analgesia spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.7 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

6

Gambar 4. Posisi duduk dan lateral decubitus7

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol. 4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 23ml 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

7

Gambar 5. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm. H. Penyebaran anastetik lokal tergantung7: 1. Faktor utama: a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas) b. Posisi pasien c. Dosis dan volume anestetik lokal 2. Faktor tambahan a. Ketinggian suntikan b. Kecepatan suntikan/barbotase c. Ukuran jarum d. Keadaan fisik pasien e. Tekanan intra abdominal.

I.

Lama kerja anestetik lokal tergantung7: a. Jenis anestetia lokal b. Besarnya dosis c. Ada tidaknya vasokonstriktor d. Besarnya penyebaran anestetik local

J.

Komplikasi tindakan anestesi spinal7: a. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. b. Bradikardia 8

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2. c. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas d. Trauma pembuluh saraf e. Trauma saraf f. Mual-muntah g. Gangguan pendengaran h. Blok spinal tinggi atau spinal total K. Komplikasi pasca tindakan7: a. Nyeri tempat suntikan b. Nyeri punggung c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor d. Retensio urine e. Meningitis

2. Anestesi Epidural Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.7 Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak dilateral.Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.

9

Gambar 6. Anestesi epidural2 a. Isi ruang epidural7 1. Sakus duralis 2. Cabang saraf spinal 3. Pleksus venosus epiduralis 4. Arteria spinalis 5. Pembuluh limfe 6. Jaringan lemak b. Keuntungan epidural dibandingkan spinal7: 1. Bisa segmental 2. Tidak terjadi headache post op 3. Hipotensi lambat terjadi c. Kerugian epidural dibandingkan spinal7: 1. Teknik lebih sulit 2. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar 3. Reaksi sistemis  d. Komplikasi anestesi / analgesi epidural7: 1. Blok tidak merata 2. Depresi kardiovaskular (hipotensi) 3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) 4. Mual – muntah e. Indikasi analgesia epidural7: 1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah 2. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesiepidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi. 10

3. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikananeurisma aorta terbuka). 4. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia. 5. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan. 6. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung 7. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah. Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya : 1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis 2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat penyebaran obat) 3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis 4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung. Anestesi epidural sebaiknya tidak dilakukan pada: 1. Kurangnya persetujuan 2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan (misalnya warfarin) 3. Risiko hematoma 4. Kompresi tulang belakang 5. Infeksi dekat titik penyisipan 11

6. Hipovolemia Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung : 1. Volume obat yg disuntikan 2. Usia pasien 3. Kecepatan suntikan 4. Besarnya dosis 5. Ketinggian tempat suntikan 6. Posisi pasien 7. Panjang kolumna vetebralis

f.

Teknik anestesia epidural : Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.7 1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal. 2.

Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3.

Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu: a)

jarum ujung tajam (Crawford)

b)

jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 7. Jarum anestesi epidural2

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

12

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose) Teknik tetes tergantung (hanging drop) Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural.Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose). Uji dosis (test dose) Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000. 1. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar 2. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena terlalu dalam. 3. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural. 6. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural. 7. Uji keberhasilan epidural Keberhasilan analgesia epidural : 13

a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu. b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum. c. Tentang blok motorik dari skala bromage Tabel 5. Skala bromage untuk Blok Motorik7 Melipat Lutut

Melipat Jari

Blok tak ada

++

++

Blok parsial

+

++

Blokhampir lengkap

-

+

Blok lengkap

-

-

Anestesi lokal yang digunakan untuk epidural 1. Lidokain (Xylokain, Lidonest) Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.2% untuk relaksasi pasien berotot. 2. Bupivakain (Markain) Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam.Volum yang digunakan <20ml. Komplikasi: 1. Blok tidak merata 2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi) 3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) 4. Mual-muntah Tabel 6. Obat anestesi epidural7

14

3. Anestesi Kaudal7 Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.7 a. Indikasi Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.

b. Kontra indikasi Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.

c.

Teknik anesthesia kaudal : 6,7 1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil. 2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa. 3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)

15

4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis. 5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 8. Anestesi Kaudal2,7

4.

Anestesi Spinal Total7 Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intra tekal atau epidural yang naik

sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batukbatuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan. Tanda-tanda klinis: 1. Tangan kesemutan 2. Lidah kesemutan 3. Napas berat 4. Mengantuk kemudian tidak sadar 5. Bradikardi dan hipotensi berat 6. Henti napas 16

7. Pupil midriasis.

Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas.Kejadian ini timbul segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung

yang dapat

merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan dapat segera dilakukan. Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah jantung, infus cairan koloid 2-3L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.

Pembahasan blok perifer A. Anestesi Lokal Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

B. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal: 1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen 2. Batas keamanan harus lebar 3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa 17

4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama 5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan. Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.

C. Mekanisme kerja Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar concentration) dipengaruhi oleh: 1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf 2. pH (asidosis menghambat blokade saraf) 3. Frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: 1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat 2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat 3. Konsentrasi obat anestetika local

Lama kerja dipengaruhi oleh: 1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein 2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi 18

3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

D. Efek samping terhadap sistem tubuh  Sistem kardiovaskular: a. Depresi automatisasi miokard b. Depresi kontraktilitas miokard c. Dilatasi arteriolar d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi  Sistem pernafasan: a. Relaksasi otot polos bronkus b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus c. Paralisis interkostal d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas  Sistem saraf pusat: a. Parestesia lidah b. Pusing c. Tinitus d. Pandangan kabur e. Agitasi f. Depresi pernafasan g. Tidak sadar h. Konvulsi i. Koma  Imunologi : reaksi alergi  Sistem muskuloskeletal : miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain

E. Komplikasi obat anestesi lokal Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya.Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik.

19

 Komplikasi lokal 1.

Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene

2.

Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis

3.

Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan end-artery

 Komplikasi sistemik 1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler 2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi. 3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.

5. ANALGESIA REGIONAL INTRAVENA (BIER BLOCK) Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada lengan atau tungkai.Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan. Teknik analgesia regional intravena: 1.

Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan, pada sisi tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat anestetik lokal,

sedangkan

sisi

lain

untuk

memasukkan

obat-obat

yang

diperlukanseandainyaterjadikegawatanataudiperlukancairaninfus. 2.

Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.

3.

Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya darah arteri tidak masuk kelengan dan tentunya juga darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.

20

4.

Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.

5.

Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.

6.

Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukans ecara bertahap, buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat keseluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal

Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan 1. Kokain  dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit. 2. Prokain  untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit. 3. Lidokain  konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan. 4. Bupivakain  konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

6.

Macam-macam Obat Keseimbangan Anestesi1,6,7 Terlepas dari cara penggunaanya, suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus

memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek hipnotik, efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter3. Obat-obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi.Hanya eter yang memiliki trias 21

anestesia.Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.Eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun aman) untuk induksi.Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

Obat-obat opium seperti

morfin dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien2. a. Efek Hipnotik b. Efek Analgesia Metoda penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid untuk nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID, nonsteroidal anti inflammatory drugs) untuk nyeri sedang atau ringan. Metoda menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis (oral, rectal, transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang sering digunakan dan paling digemari ialah intramuscular opioid. Metoda regional misalnya dengan epidural opioid (untuk dewasa morfin 1-6 mg, petidin 20-60 mg, fentanil 25-100ug) atau intraspinal opioid (untuk dewasa morfin 0,1-0,3 mg, petidin 10-30 mg, fentanil 5-25 ug). Kadang-kadang digunakan metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi atau pada luka apendektomi1.

Opioid Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin.Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Malahan kadang-kadang digunakan untuk anesthesia narkotik total pada pembedahan jantung. Opium ialah getah candu. Opiate ialah obat yang

22

dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah tidak spesifik untuk semua obat yang dapat menyebabkan tidur1. Mekanisme kerja opioid yakni, reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, sistem aktivasi reticular dan di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (met-enkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Opioid digolongkan menjadi: a.

Agonis Mengaktifkan reseptor.Contoh: morfin, papaveretum, petidin (meperidin, demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.

b.

Antagonis Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonismerangsang reseptor.Contoh: nalokson, naltrekson.

c.

Agonis-antagonis Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.

Klasifikasi Opioid : Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin), tetapi penggolongan ini kurang popular.Penggolongan lain menjadi natural (morfin, kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik (heroin, dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

Morfin Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah

dan

lebih

menguntungkan

dibuat

dari

bahan

getah

papaver

somniferum.Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting). Terhadap Sistem Saraf Pusat, mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual-muntah, hiperaktif reflex spinal, konvulsi, dan sekresi hormone antidiuretik (ADH). 23

Terhadap Sistem Jantung-Sirkulasi dosis besar merangsang vagus dan beralkibat bradikardi, walaupun tidak mendepresi miokardium. Dosis terapetik pada dewasa sehat normal tidur terlentang hamper tidak mengganggu sistem jantung-sirkulasi. Morfin menyebabkan hipotensi ortostatik. Terhadap Sistem Respirasi harus hati-hati, karena morfin dapat melepaskan histamine, sehingga menyababkan konstriksi bronkus.Oleh sebab itu di indikasikontrakan pada kasus asma dan bronchitis kronis. Terhadap Sistem Saluran Cerna morfin mrnyababkan kejang otot usus, sehingga terjadi konstipasi.Kejang sfingter Oddi pada empedu menyebabkan kolik, sehingga tidak dianjurkan digunakan pada gangguan empedu.Kolik empedu menyerupai serangan jantung, sehingga untuk membedakannya diberikan antagonis opioid. Terhadap Sistem Ekskresi Ginjal, morfin dapat menyebabkan kejang sfingter buli-buli yang berakibat retensio urin.

Petidin Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut: Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut dalam air.Metabolism oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat.Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%.Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi.

24

Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB.

Fentanil Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100xmorfin.Lebih larut dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisiir

oleh

hati

dengan

N-dealkilasi

dan

hidroksilasi

dan

sisa

metabolismenya dikeluarkan lewat urin. Efek depresi napasnya lebih lama disbanding efek analgesinya.Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.Dosis besar 50-15- ug/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan pemeliharaan anesthesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.

Sufentanil Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat dari fentanil.Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-0,3 mg/kgBB.

Alfentanil Kekuatan

analgesinya

1/5-1/3

fentanil.Insiden

mual-muntahnya

sangat

besar.Mula kerjanya cepat.Dosis analegesinya 10-20 ug/kgBB.

Tramadol Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan kelamahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol dapat diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.

Antagonis Opioid 25

Nalokson Naloksom ialah antagonis murni opioid dan bekerja oada reseptor mu, delta, kappa, dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapat morfin akanterlihat laju napas meningkat, kantuk menghilang, pupil mataa dilatasi, tekanan darah kalu sebelumnya rendah akan meningkat. Nalokson biasanya digunakan untuk melawan depresi napas pada akhir pembedahan dengan dosis dicicil 1-2 ug/kgBB intravena dan dapat diulang tiap 3-5 menit, sampai ventilasi dianggap baik. Dosisi lebih dari 0,2 mg jarang digunakan. Dosis intramuscular 2x dosis intravena.pada keracunan opioid nalokson dapat diberikan per-infus dosis 3-10ug/kgBB. Untuk depresi napas neonates yang ibunya mendapat opioid berikan nalokson 10 ug/kgBB dan dapat diulang setelah 2 menit. Biasanya 1 ampul nalokson 0,4 mg diencerkan sampai 10 ml, sehingga tiap ml mengandung 0,04 mg. Naltrekson Naltrekson merupakan antagonis opioid kerja panjang yang biasanya diberikan per oral, pada pasien dengan ketergantungan opioid.Waktu paro plasma 8-12 jam.Pemberian per oral dapat bertahan sampai 24 jam. Naltrekson per oral 5 atau 10 mg dapat mengurangi pruritus, mual muntah pada analgesia epidural saat persalinan, tanpa menghilangkan efek analgesinya.

Efek relaksasi otot Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anesthesia umum inhalasi,

melakukan

blockade

saraf

regional

dan

memberikan

pelumpuh

otot.Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan depresi jantung, blockade saraf terbatas penggunaannya. Anesthesia tidak perlu dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, analgesinya dapat diberikan opioid dosis tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot.Ketiga kombinasi ini dikenal sebagai trias anesthesia “the triad of anesthesia” dan ada yang memasukkan ventilasi kendali. Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-otot.Pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.Akibat rangsang terjadi 26

depolarisasi pada terminal saraf.Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion tebuka, ion natrium, dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolinesterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi1. Pelumpuh Otot Depolarisasi : Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.Termasuk golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah suksinil-kolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Di dalam vena suksinil-kolin dimetabolisir oleh kolin-esterase-plasma, pseudokolin-esterase, menjadi suksinil-monokolin.Obat anti kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase1. Dampak samping suksinil ialah1 : -

Nyeri otot pasca pemberian. Nyeri otot dapat dikurangi dengan memberikan pelumpuh otot nondepolarisasi dosis kecil sebelumnya. Dapat terjadi mialgia sampai 90%, dan mioglobinuria.

-

Peningkatan tekanan intraocular. Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat dicegah seperti nyeri otot.

1. Peningkatan tekanan intracranial. 2. Peningkatan tekanan intragastrik. 3. Peningkatan kadar kalium plasma. 4. Aritmia jantung Berupa bradikardi atau ‘ventricular premature beat’. 5. Salviasi 6. Alergi, anafilaksis

27

Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi : Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja. Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan menjadi : 1. Bensiliso-kuinolinum :d-tubokurarin,metokurin,atrakurium, doksakurium, mivakurium. 2. Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium. 3. Eter-fenolik : gallamin. 4. Nortoksiferin : alkuronium. Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi menjadi kerja panjang, sedang, dan pendek.Gallamin ada yang memasukkan sebagai panjang yang lainnya kerja sedang1. Pilihan pelumpuh otot1 : 1. Gangguan faal ginjal

: atrakurium, vekuronium

2. Gangguan faal hati

: atrakurium

3. Miasternia gravis

: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

4. Bedah singkat

: atrakurium, rokuronium, mivakuronium

5. Kasus obstetri

: semua dapat digunakan, kecuali gallamin

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot1 1. Cegukan (hiccup). 2. Dinding perut kaku. 3. Ada tahanan pada inflasi paru. Penawar pelumpuh otot1 Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot mencegah

asetilkolin-esterase

bekerja,

sehingga

asetilkolin

dapat

bekerja.Asetilkolinesterase yang paling sering digunakan ialah neostigmine 28

(prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.Physostigmine (eserin) hanya untuk penggunaan per-oral. Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, edrophonium 0,5-1,0 mg/kg dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalifasi, keringatan, bradikardia, kejang bronnkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropine dosis 0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.

29

BAB III KESIMPULAN

Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja di susunan saraf pusat, sedangkan anestetik loka bekerja langsung pada serabut saraf di perifer. Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu Anastetik inhalasi dan anastetik intravena. Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter. Berbagai teknik Anestesi Umum yang biasa digunakan adalah inhalasi dengan respirasi spontan (sungkup wajah, intubasi endotrakeal), inhalasi

dengan

respirasi Kendali ( Intubasi endotrakeal, Laryngeal Mask Airway (LMA)), Anestesi intravena total (TIVA) ( Tanpa intubasi endotrakeal dan Dengan intubasi endotrakeal). Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3

golongan

obat anestetika

yang

menguap (volatile

anesthetic

inhalation),

obat anestetika gas (gas anesthetic inhalation), dan obat anestetika yang diberikan secara intravena (intravenous). Anestesi regional adalah anastesi lokal dengan menyuntikan obat anastesi didekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranastesi.Anastesi regional terbagi 30

atas epidural anastesi, spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural. Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil.Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit (analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat tulang belakang. Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer). Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan. Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010. 2. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta: EGC.2011 3. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta 4. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nded, Mosby year Book Inc, 1995. 5. Soerasdi E.Satriyanto MD.Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung.2010. 6. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Jakarta: EGC.2010. 7. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009

32

Related Documents

Anastesi Umum
May 2020 36
Anastesi Lokal.docx
November 2019 43
Referat
May 2020 53

More Documents from "Novia Zude"