Reaktualisasi Peran Remaja: Dr. Afifi

  • Uploaded by: Abe Omar Abdullah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Reaktualisasi Peran Remaja: Dr. Afifi as PDF for free.

More details

  • Words: 2,117
  • Pages: 8
REAKTUALIASI PERAN REMAJA DALAM PEMBANGUNAN Oleh : Afifi Fauzi Abbas PENDAHULUAN Membicarakan peran remaja dalam pembangunan adalah sama halnya dengan membicarakan masa depan negara dan peranannya dalam kehidupan masyarakat. Remaja adalah kader bangsa, harapan bangsa dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Eksistensi suatu bangsa dimasa datang sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kwalitas remaja/pemudanya saat ini. Oleh karena itu usaha pembinaan remaja/pemuda dan peningkatan mutu/kwalitas SDMnya adalah merupakan prioritas kegiatan organiasi yang wajib dilakukan secara terencana dan terus menerus oleh pimpinan organisasi. Oleh karena itu bukan merupakan suatu yang aneh jika seandainya ada harapan bahwa remaja/pemuda akan menjadi orang-orang penentu, atau generasi penerus bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Remaja/pemuda kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan menjadi teknokrat-teknokrat pembangunan. Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik, pada kenyataannya tidaklah semudah yang kita bayangkan. Untuk mengisi perannya sebagai pemimpin bangsa kelak, tidaklah akan menjadi persoalan seandainya remaja/pemuda mau menya dari akan tanggungjawab pribadinya untuk meningkatkan kwalitas dirinya. Disinilah sebenarnya lebih dituntut kesiapan mental dan etos intelektual yang tingi dari para remaja/pemuda kita. Abad 21 adalah zaman globalisasi, semuanya serba transparan, abad yang penuh persaingan. Hanya mereka yang cerdas, trampil dan unggullah yang akan mampu surprise menghadapi tantangan ke depan dan memenangkan persaingan tersebut. Mereka yang tidak sanggup bersaing dan tidak unggul siap-siaplah untuk dipinggirkan. Akan terjadi proses marginalisasi secara alamiah bagi mereka-mereka yang tidak sanggup untuk memenangkan persaingan tsb. Untuk dapat menjadi teknokrat pembangunan, selain diperlukan kesiapan mental (kesadaran jiwa) juga dituntut kemampuan intelektual untuk dapat melihat dan mengamati semua perkembangan dan permasalahan yang terjadi, serta dihadapi oleh masyarakat serta situasi dan kondisi yang sedang berlamgsung. Hal

1

ini tentu saja untuk menghindarkan remaja/pemuda dari hal-hal yang tidak diinginkan.

PERAN KEMASYARAKATAN REMAJA/PEMUDA DALAM SEJARAH Remaja/pemuda merupakan kelompok elite yang selalu melengkapi dirinya dan mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Walaupun remaja/pemuda merupakan kelompok elite yang sedang mengembangkan potensi dirinya, tentulah ia tidak dapat melepaskan dirinya dari masyarakat tempatnya tumbuh dan berkembang. Remaja/pemuda tidaklah dapat melepaskan dirinya dari gejolak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sebagai rasa tanggungjawab sosialnya di tengah-tengah masyarakat, remaja/pemuda telah memperlihatkan perannya dalam sejarah perjuangan bangsa. Hal ini dapat dilihat pada peristiwa-peristiwa kebangsaan yang terjadi dalam sejarah perjuangan bangsa. Pada priode awal munculnya gerakan kesadaran nasional yang disebabkan oleh politik etis Belanda, dimana pada -saat itu pemerintah kololonial Belanda menginginkan adanya tenaga-tenaga pribumi yang terlatih dan profesional. Hal ini menyebabkan remaja/pemuda kita bersintuhan dengan kultur dan budaya Barat, dan muaranya adalah munculnya kesadaran nasionalisme di kalangan kaum terpelajar Indonesia. Sebagai alat penyalur dan perjuangan, maka mereka dirikanlah Budi Utomo. Nama Budi Utomo memang tidak memakai/menggunakan simbol-simbol yang berbau kaum pelajar. Namun kita mengetahui bahwa pelopor pendiriannya adalah mahasiswa-mahasiswa STOVIA. Meskipun Budi Utomo bukanlah organisasi pemuda/remaja, akan tetapi organisasi pergerakan yang bercorak umum, namun peranan pemuda di dalamnya tidaklah dapat dipungkiri. Pada priode berikutnya mulai tumbuh organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan, ada Jong Java, Jong Sumatra Bond, Jong Ambon, Jong Selebes dsb. Tahun 1925 tak mau ketinggalan para pelajarpun mendirikan organisasi dengan nama Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Di Bandung kemudian berdiri pula Jong Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia. Didorong oleh semangat nasionalisme serta rasa persatuan dan kesatuan, maka mulai timbul kesadaran akan pentingnya langkah-langkah yang padu dalam

2

mewujudkan cita-cita kemerdekaan, maka lahirlah kongres pemuda yang pertama pada tahun 1926. Dari kongres ini dicapai kata sepakat untuk menyatukan semua organisasi-organisasi yang bersifat ke daerahan. Inilah yang menjadi agenda pokok dari kongres pemuda yang kedua 28 Oktober 1928. Meskipun kongres kedua ini belum menghasilkan kata sepakat, akan tetapi ia telah meletakan tonggak sejarah perjuangan pemuda Indonesia yang gemanya masih kita rasakan sampai saat ini yaitu Sumpah Pemuda. Pada peristiwa merebut kemerdekaan tahun 1945 remaja/pemuda tidak ketinggalan dalam momen sejarah yang heroik tersebut. Begitu juga pada peristiwa penumpasan G 30 S PKI, para remaja/pemuda juga memiliki andil yang tidak kecil. Ada KAPPI, KAMI dsb. Dari mulai Budi Utomo sampai dengan pengganyangan G 30 S PKI, telah cukup memberikan gambaran tentang peranan pemuda/remaja dalam pentas sejarah perjuangan bangsa. Peran yang positif yang terlihat pada era tersebut adalah tampilnya kaum muda sebagai aktor-aktor yang melakukan pembaharuan dalam bidang sosial dan politik. Peran politik inilah yang sangat menonjol dari gerakangerakan kaum muda sampai pada penghujung tahun 1974. REAKTUALISASI PERAN REMAJA/PEMUDA Pertanyaan besar yang muncul dalam benak kita adalah, kenapa para remaja/ pemuda pada zaman lampau tersebut mencapai sukses, surprise dan unggul ? Hal ini dimungkinan adalah karena saat itu seluruh lapisan masyarakat Indonesia mempunyai tujuan dan tuntutan yang sama. Adanya keinginan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Hal ini menuntut partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali kaum remaja/pemudanya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi 1966-an, dimana masyarakat tidak merasa puas dengan kondisi sosial dan ekonomi, sehingga mereka menuntut adanya perubahan-perubahan. Tuntutan tersebut bukan hanya tuntutan kalangan terbatas, akan tetapi merupakan keinginan seluruh lapisan masyarakat yang menginginkan adanya perubahan nasib. Bagaimana halnya dengan sekarang ? Zaman, petanya tentu telah berubah. Tantangannyapun telah berubah. Tuntutan masyarakatpun telah berubah. Maka oleh sebab itu diperlukan REAKTUALIASI peran remaja/pemuda dalam masyarakat.

3

Sejak Orde baru memegang kekuasaan, maka Orde Baru mencanangkan gerakan pembangunan dan pembaharuan di segala sektor kehidupan. Gerakan ini menitik beratkan pada sektor ekonomi sebagai basis utamanya. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, kemudian Orde Baru merancang pembangunan yang dilaksanakan pelita demi pelita Kita sudah berada di penghujung Pelita VI, kita telah memasuki abad industrialiasi, sebentar lagi kita akan memasuki abad 21, maka tantangan kita tentu saja berbeda dengan tantangan yang dihadapi remaja/pemuda angkatan 28, angkatan 45 dan angkatan 66. Kajian-kajian para cendekiawan dunia dalam tema-tema tantangan global tahun 2000, seperti yang tersaji dalam Laporan UNESCO (Suicide or Survival : The Challenge of the Year 2000) 1978, sungguh telah mengantarkan umat manusia kepada situasi yang cukup gawat, seperti yang tercermin dari judul laporan itu sendiri, yakni bunuh diri, atau hidup selamat Untuk menyongsong abad 21 yang diperlukan adalah sikap profesionalisme. Hanya mereka yang profesionallah yang akan surprise dimasa datang. Maka oleh sebab itu perlu dikembangkan beberapa pemikiran tentang format profesiaonalisme yang bagaimana yang patut dikembangkan dalam meresponi dan sekaligus menangkal berbagai tantangan yang ada. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu identifikasi tentang corak masyarakat abad 21 (masyarakat industri) serta nilai-nilai yang dianutnya, untuk kemudian diteruskan kepada pengembangan profesionalisme bagi peran remaja/pemuda. Sekurang-kurangnya ada 7 nilai formal yang mendasari masyarat industri (Jock Young) : 1. kesenangan yang tertunda 2. perencanaan kerja atau tindakan masa datang 3. tunduk kepada aturan-aturan birokrasi 4. kepastian, pengawasan yang banyak kepada detil dan sedikit kepada pengarahan 5. rutin dapat diramalkan 6. sikap instrumental kepada kerja, dan 7. kerja keras yang produktif dinilai sebagai kebaikan. Masyarakat industri menciptakan nilai dengan menunda upah dan kesenangan tidak pada waktunya, tetapi harus ditunda pada waktu-waktu tertentu yang disepakati, seperti sekali sebulan (menerima gaji pada awal/akhir bulan) HARI

4

Minggu sebagai hari bebas kerja, sistim cuti dll. Ketentuan-ketentuan ini tidak boleh dilanggar seketika begitu saja oleh siapa saja. Pelanggaran akan mengakibatkan teganggunya jaringan hubungan yang berjalan secara mekanis yang justru sangat berkaitan dengan sistem perencanaan. Perencanaan itu sendiri meniscayakan adanya sistem pembukuan, perkantoran dan apa saja yang bersangkutan dengan birokrasi. Setiap orang dalam masyarakat industri harus tunduk pada administrasi atau birokrasi tersebut dan harus menghilangkan otonominya sebagai seseorang/individu. Dihadapan administrasi dan birokrasi setiap orang adalah nomor-nomor tanpa keinginan sendiri. Segala sesuatu telah diatur secara pasti, berjalan menurut aturanaturan yang tidak boleh berubah-rubah. Malah perubahan atau intereupsi terhadap mekanisme dianggap tidak etis. Oleh sebab itu katebelece dan berbagai bentuk pesan sponsor terhadap mekanisme ini adalah merupakan tindakan tidak terpuji. Titik sentral dari mekanisme tersebut adalah pelaksana-pelaksana yang cakap dan trampil, sesuai dengan bidang keahliannya, karena disisi lain mekanisme masyarakat industrial tersebut menuntut kejelasan detil proses yang berjalan termasuk kejelasan-kejelasan segi-segi pengawasannya. Itulah sebabnya apa yang disebut kebijaksanaan menjadi gangguan sangat mendasar terhadap mekanisme industrial tsb. Maka dalam proses yang seperti ini, nilai manusia, para pelaksana yang menggerakan proses tersebut, ditentukan oleh skill (keahlian), atau profesionalitasnya. Semua bergerak dengan satu tujuan yakni pertumbuhan produksi yang terus menerus meningkat dalam jangka panjang. Dalam upaya menggerakan proses tersebut agar ia berjalan secara meyakinkan, maka profesional memerlukan kwalitas-kwalitas tertentu, yaitu memanfaatkan ilmu dan teknologi, kesesuaian antara potensi dengan fungsi, optimasi hasil kerja dan pertimbangan rasionalitas yang tinggi. Hal tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa proses yang terjadi dalam masyarakat industri tersebut pada gilirannya melahirkan suatu mesin masyarakat atau masyarakat mesin+ABk-, yang berjalan tanpa henti. Sebab bila ia berhenti maka akan menimbulkan masalah sosial dan politik. Ia bergerak secara berencana, terjadwal dan mempunyai tujuan tertentu, yakni meningkatkan pertumbuhan.

5

Pertumbuhan tinggi memang melahirkan kemakmuran. Ini berarti tidaklah dapat menyangkal pernyataan industrialisasi memang membawa kemakmuran itu. Dan adalah benar bila dikatakan bahwa setiap kenaikan kemakmuran material adalah bernilai positif, karena hal itu bisa menopang bagi tegaknya harkat kemanusiaan. Namun perlu diingat bahwa, sebagai yang yang telah dipaparkan di atas, industrialisasi meminta korban yang tidak kecil yakni terjadinya proses dehumanisasi. Proses itu terjadi karena seseorang yang sudah berada dalam mesin masyarakat modern industrial, berdiri pada posisi tanpa pilihan ditengah ikatan birokrasi, rutinitas serta kepastian perencanaan. Seseorang hanya merupakan satu fungsi saja dari gerak permesinan raksasa, yang apabila keluar dari situ menjadi sendirian tidak akan berarti apa-apa. Seseorang baru berguna dan fungsional dalam gerak mesin itu bila ia produktif, menghasilkan dalam proses menuju pertumbuhan. Tak pelak lagi masyarakat seperti ini melahirkan corak manusia materialistik. Masyarakat seperti ini hanya mementingkan kecerdasan dan kecukupan materi. Dan bila hal itu dibicarakan dalam konteks profesionalisme, agaknya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa kita telah memasuki tema sentral pesan wanti-wanti U Thant (mantan Sekjen PBB) yang telah mengatakan bahwa : Para pelajar telah dilatih memperoleh ketrampilan profesional. Tetapi itu saja tidaklah cukup. Mereka harus diberi pelajaran tentang kerendahan hati , kesederhanaan, rasa kasihan, filsafat hidup dan keinginan untuk memahami orang lain Menurut hemat saya pesan U Thant di atas mengandung dua hal pokok, yakni rasionalisme dan moralitas, yang dalam terma agama disebut al-aql ( daya berfikir) serta al-qalb hati nurani). Pengembangan sisi rasionalitas dalam professionalisme akan menjamin tumbuhnya kemampuan meresponsi pertumbuhan masyarakat industrial yang tidak mengenal kata henti itu, kecuali keberhasilan atau kehancuran. Sedangkan pengembangan moralitas dalam profesionalisme akan menjamin terhindarnya manusia dari proses dehumanisasi. Sisi pengembangan rosionalitas dalam profesionalisme agaknya tidaklah merisaukan kita. Justru yang menjadi keprihatinan kita adalah sisi pengembangan moralitas. Oleh sebab itu pengembangan professionalisme dalam masyarakat industri haruslah pula memberikan penekanan pada aspek moral ini. Sebagai agama, Islam yang disampaikan lewat utusan Muhammad Rasulullah, telah menyimpulkan tugas kerasulan dengan ucapan li utammimma makarimal akhlak (untuk menyempurnakan akhlak yang mulia). Akhlak yang mulia akan

6

menimbulkan kepekaan susila dan sekaligus kepekaan sosial dalam diri seseorang. Kepekaan susila dimanifestasikan dalam bentuk kejijikan seseorang untuk melakukan tindak pelanggaran susila, sementara kepekaan sosial muncul dalam kepedulian seseorang terhadap masalah-masalah lingkungan, kemiskinan, kebodohan serta keterbelakangan. Patut kita renungkan sinyalemen yang diberikan oleh Gunnar Myrdall bahwa dari segi etika, Indonesia adalah sebuah soft-state (negara lunak) dalam arti sering terjadi ketidak jelasan antara yang benar dengan yang salah ditengah masyarakat kita. Korupsi, penipuan, penyalah gunaan wewenang merupakan sesuatu yang sudah biasa saja. Negara-negara maju yang tergolong touch state (negara keras), seperti Amerika umpamanya, pelanggran moral yang dilakukan seseorang pejabat bisa merontokkan kariernya, seperti halnya kasus calon presiden Gary Hart. Jepang terkenal dengan tradisi +ABk-harakiri+ABk- yang sebenarnya bentuk ekstrim dari rasa malu. Maka bila dinegara-negara Anglo-Saxson, etika yang dominan adalah etika Protestan, di Jepang adalah etika Tokugawa, sementara di negara-negara naga (Cina, Korea, Taiwan dan Singapur) adalah etika Kong Hu Cu, maka Indonesia yang mayoritas pemeluk Islam, haruslah mengembangkan etika Islamnya. Menurut Islam upaya untuk mengembangkan etik dan moral ini memang dimulai lewat ketertiban ibadah. Melalui ibadah hati nurani manusia dipertajam. Namun ibadah disini tidak lagi hanya menekankan segi formal dan ferbal semata, soal sah dan tidak sah, tetapi harus meningkat kesegi-segi etik dan moral. Ibadah yang melahirkan para pelakunya menjadi orang-orang yang suci hati nuraninya sehingga mampu melahirkan perbuatan-perbuatan terpuji. Shalat umpamanya, sebagai yang dijelaskan oleh Al-Quran, haruslah mampu mencegah orang dari perbuatan keji dan munkar. Dituntut implikasi moral dalam kehidupan sehari-hari dari seseorang yang melakukan sholat. Oleh sebab itu, disamping membangkitkan minat untuk tumbuhnya pribadipribadi yang kuat dan tangguh dalam segi moral ini, diperlukan pula gerak bersama secara budaya untuk menegakkan etik dan moral ini ditengah masyarakat kita. Sebab membiarkan kesalahan seseorang terjadi tanpa upaya teguran dari masyarakatnya, akan merusak sosio sistem dari gerak masyarakat yang sedang membangun sendiri. Oleh sebab amar makruf dan nahyi munkar disini tidaklah lagi merupakan kerja-kerja individual, tetapi haruslah menjadi gerak sosial.

7

Peran inilah yang harus dimainkan remaja/pemuda saat ini, yaitu menjadi lokomotif moral dalam mengisi pembangunan ini. Peran moral inilah yang akan menentukan masa depan bangsa kita, jika SDMnya tidak bermoral maka kita akan kembali ke masa jahiliyah. Cirendeu,18011998. Makalah disampaikan pada acara PESANTREN KILAT, Ikatan Remaja Muhammadiyah Jakarta Selatan, Minggu 18 Januari 1998 di Gedung Dakwah Aisyiyah Tebet, Jakarta Selatan

8

Related Documents


More Documents from "Abe Omar Abdullah"