Prosedur Pemeriksaan Kedokteran Forensik Dan Standar Kompetensi

  • Uploaded by: muhammad ilham
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prosedur Pemeriksaan Kedokteran Forensik Dan Standar Kompetensi as PDF for free.

More details

  • Words: 1,088
  • Pages: 26
Prosedur Pemeriksaan Kedokteran Forensik dan Standar Taufik Suryadi Kompetensi Dept. Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unsyiah

Kedokteran Forensik dan Medikolegal 

Patologi Forensik  Kedokteran Forensik Klinik  Medikoetikolegal dan HAM  Histopatologi Forensik  Toksikologi Forensik  Serologi-DNA Forensik (Forensik Molekuler)

Prosedur Pemeriksaan Patologi Forensik 

(a). Setiap pemeriksaan patologi forensik untuk kepentingan peradilan harus berdasarkan permintaan resmi (tertulis) dari penyidik yang berwenang.



(b).Permintaan lisan hanya dapat dilakukan pada keadaan darurat dan tanpa tindakan invasif, misalnya pada pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara.

Informed consent 

(a).Setiap pemeriksaan patologi forensik yang invasif (autopsi) hanya dilakukan apabila dimintakan demikian oleh penyidik dan telah diberitahukan kepada keluarga korban.



(b).Ijin dari keluarga tidak diperlukan, namun demikian pernyataan tidak keberatan dari keluarga sebaiknya diperoleh.

Aspek medikolegal 

Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan persyaratan administratif (surat permintaan pemeriksaan, label, ketepatan identitas) dan teknis (dokumentasi, kompetensi profesional dan institusional pemeriksa, standar dan pedoman pemeriksaan dan pelaporan).

Pemeriksaan luar 

Pemeriksaan luar meliputi pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah tulang.

Pemeriksaan dalam 

(a).Pemeriksaan dalam (Autopsi) dilakukan dengan membuka dan memeriksa isi rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul.



(b).Pemeriksaan dengan membuka bagian tubuh lain dilakukan apabila diperlukan.

Pemeriksaan tambahan 



Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi dan DNA, parasitologi, mikrobiologi, balistik, sidik jari, uji material, rambut, serat tekstil, biologi dan lain-lain.

Pembuatan visum et (a).Visum et Repertum harus sudah selesai dan siap repertum diserahkan kepada penyidik peminta pemeriksaan





 

 

selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak pemeriksaan dimulai. (b).Perpanjangan waktu pemeriksaan dapat dimintakan atau diberitahukan kepada penyidik yang bersangkutan. (c).Hasil pemeriksaan sementara dapat dibuat untuk kepentingan penyidikan. (d).Visum et Repertum dibuat dengan format dan substansi yang sesuai dengan standar yang berlaku nasional. (e). Hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dari pihak selain penyidik peminta pemeriksaan. (f).Hasil pemeriksaan dalam bentuk terbatas dapat diberikan kepada keluarga korban, terutama apabila diduga akan terjadi obstruction of justice.

Kedokteran forensik klinis 





(a). Setiap pemeriksaan kedokteran forensik klinis untuk kepentingan peradilan harus berdasarkan permintaan resmi (tertulis) dari penyidik yang berwenang. (b).Permintaan lisan hanya dapat dilakukan pada keadaan darurat dan tanpa tindakan invasif dengan tetap memperhatikan etika kedokteran pada umumnya, misalnya pada pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara. (c). Pemeriksaan forensik klinis pada kasus darurat medis dapat dilakukan bersama penatalaksanaan kedaruratan medisnya tanpa menunggu permintaan resmi dari penyidik.

Informed consent 

(a).Setiap pemeriksaan forensik klinis hanya dilakukan apabila disetujui oleh korban atau pasien atau walinya.



(b).Persetujuan korban atau pasien atau walinya diperoleh setelah ia diberi informasi yang adekuat tentang keadaan pasien, pemeriksaan apa yang yang akan dilakukan, manfaat dan resikonya, serta waktu, tempat dan biayanya.



(c).Persetujuan tertulis diperlukan dalam hal akan dilakukan pemeriksaan yang invasif secara fisik maupun seksual.



(d).Persetujuan tidak diperlukan apabila korban/pasien berada dalam keadaan darurat medis, sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan terkait.

Aspek medikolegal 

(a).Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan persyaratan administratif (surat permintaan pemeriksaan, label, ketepatan identitas) dan teknis (dokumentasi, kompetensi profesional dan institusional pemeriksa, standar dan pedoman pemeriksaan dan pelaporan).



(b).Dalam hal jenis kelamin pemeriksa berbeda dengan yang diperiksa, maka harus dihadirkan saksi yang berjenis kelamin sama dengan yang diperiksa.

Pemeriksaan  



(1).Pemeriksaan anamnesis Anamnesis harus meliputi riwayat kejadian secara rinci, riwayat penyakit, kebiasaan, riwayat haid dan kegiatan seksual, riwayat tumbuh kembang pada anak-anak, riwayat perkawinan pada KDRT dan lain-lain. (2). Pemeriksaan fisik umum: Setidaknya meliputi keadaan umum, keadaan vital tubuh dan lain-lain yang berhubungan dengan kasusnya, misalnya pakaian, rambut dan lain-lain.

Saksi ahli (a).Setiap pemeriksaan saksi ahli untuk kepentingan peradilan harus berdasarkan permintaan resmi (tertulis) dari hakim atau jaksa penuntut umum yang berwenang dengan memperhatikan hak dan kewajiban saksi ahli.  (b).Permintaan dengan mencantumkan nama instansi, tempat, waktu dan kasus apa yang disidangkan serta alasan permintaan saksi ahli tersebut.  (c). Aspek medikolegal 1. Pemberian keterangan ahli dilakukan dengan memperhatikan persyaratan administratif (surat permintaan, ketepatan identitas peminta) dan teknis (kompetensi profesional dan institusional saksi ahli). 2. Dalam hal saksi ahli mempunyai hubungan darah dengan terdakwa, maka saksi ahli berhak mengundurkan diri dari kewajiban sebagai saksi ahli. 

Ekhumasi dan TKP Setiap permintaan penggalian kuburan dan pemeriksaan di TKP untuk kepentingan peradilan harus berdasarkan permintaan resmi (tertulis) dari penyidik yang berwenang. Permintaan lisan hanya dapat dilakukan pada keadaan darurat dan tanpa tindakan invasif khusus untuk pemeriksaan di TKP.  (b).Permintaan dengan mencantumkan nama instansi, tempat, waktu dan kasus apa yang akan diperiksa, kronologis peristiwa serta alasan permintaan tersebut.  (c). Aspek medikolegal 1. Penggalian kuburan dan pemeriksaan di TKP dilakukan dengan memperhatikan persyaratan administratif (surat permintaan, ketepatan identitas peminta) dan teknis (kompetensi profesional dan institusional pemeriksa). 2. Teknis dan mekanisme pemeriksaan di tempat penggalian kuburan dan pemeriksaan di TKP sama dengan pada pemeriksaan patologi forensik di atas. 

Kompetensi 

Kompetensi lahir dari pendidikan



Ditandai dari adanya materi tersebut dalam kurikulum pendidikan



Kompetensi dalam bidang kedokteran ditentukan oleh Kolegium, dan oleh institusi pendidikan dijabarkan dalam kurikulum

UU Praktik Kedokteran 

UU Pradok: tindakan medis harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian (kompetensi) dan kewenangan.



Pertanyaannya: pemeriksaan kedokteran forensik kompetensi siapa ?

Standar Kompetensi Hukum dengan tegas memberikan kewenangan ”utama” kepada dokter forensik.  Hukum memberi peluang kepada ”dokter” (umum atau spesialis apa saja) sebagai pemeriksaPasal 133 KUHAP  ”ketidaktersediaan” dokter forensik  sistem rujukan kedokteran 

Kompetensi dokter umum 



Dokter umum telah mempelajari patologi forensik dan forensik klinik. Dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan kedokteran forensik berlaku ketentuan diatas.

Kompetensi dokter SpF 





Mampu melakukan pemeriksaan kasus Medikolegal Mampu melakukan pemeriksaan Korban/ jenazah di tempat kejadian perkara dan membuat laporannya. Mampu melakukan penilaian tentang perkiraan saat kematian berdasarkan tanda tanatologis pada jenazah

Kompetensi dr SpF Mampu melakukan pemeriksaan jenazah korban kekerasan secara lengkap serta menyimpulkan penyebab kematiannya.  Mampu melakukan pemeriksaan jenazah mati mendadak secara lengkap serta menyimpulkan penyebab kematiannya. 

Kompetensi dokter SpF 



Mampu melakukan pemeriksaan jenazah atau bagian dari jenazah dan menginterpretasikannya untuk kepentingan identifikasi. Mampu melakukan penggalian kuburan tunggal dan melakukan pemeriksaan jenazah didalamnya untuk kepentingan peradilan.

Kompetensi SpF Mampu melakukan penggalian kuburan korban pelanggaran HAM  Mampu melakukan pengawetan jenazah.  Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium forensik rutin dan trace evidences. 

Kompetensi dokter SpF 

Mampu melakukan pemeriksaan korban hidup yang mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual.



Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium forensik untuk membuktikan adanya persetubuhan dan atau kekerasan.

Kompetensi SpF 

Mampu membuat laporan hasil pemeriksaan jenazah dan korban hidup dalam bentuk visum et repertum jenazah.



Mampu melakukan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku kejahatan dalam rangka penentuan kelayakannya untuk diperiksa atau ditahan.

The End

Related Documents


More Documents from "rahmat aulia ikhsan"