PROPOSAL KEGIATAN
TERAPI BERMAIN PADA ANAK USIA SEKOLAH DENGAN FEBRIS DI RUANG SERUNI RSUD SALEWANGANG MAROS
AFNI ARIF S.Kep IRIANTI UBLEEUW S.Kep JUNERI TURUSAKA S.Kep LISDAYANTI S.Kep MUHAMMAD WAHYUDI S.Kep
DEPARTEMEN ANAK PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau pengobatan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat dirumah sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak negatif seperti trauma, cemas dan ketakutan. Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2013). Bermain juga dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2013) mendefinisikan bermain sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan dan perencanaan. Sementara Landreth (2011) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. International Association for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di Amerika, dalam situsnya di
internet mendefinisikan terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal dimana terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (www.a4pt.org). Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b) konteks permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan. Terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang mengalami hospitalisasi, maka kami akan mengadakan terapi bermain dengan sasaran usia sekolah (> 5 tahun) yang berada di ruang rawat inap anak ruangan Seruni, RSUD Salewangang Maros. Kami berharap dengan diadakannya terapi bermain ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh kembangnya.
B. Tujuan a. Tujuan umum Anak
diharapkan
dapat
melanjutkan
tumbuh
kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
b. Tujuan Khusus 1. Meningkatkan volume cairan di dalam tubuh anak 2. Merangsang kemauan anak untuk mengkonsumsi minuman yang dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
3. Gerakan motorik halusnya lebih terarah 4. Mengembangkan kognitifnya 5. Mampu meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh anak 6. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di ruang yang sama 7. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS 8. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat dirumah sakit
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Bermain a. Pengertian Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2011). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2013). Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 2008). Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 2004). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain
anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. b. Fungsi Bermain Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan
intelektual,
perkembangan
sosial,
perkembangan
kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi. 1. Perkembangan Sensoris-Motorik Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus. 2. Perkembangan Intelektual Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya. 3. Perkembangan Sosial Perkembangan
sosial
ditandai
dengan
kemampuan
berinteraksi
dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain
dengan
orang
lain
akan
membantu
anak
untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga. 4. Perkembangan Kreativitas Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang. 5. Perkembangan Kesadaran Diri Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain 6. Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah. 7. Bermain Sebagai Terapi Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.
c. Klasifikasi Bermain 1. Berdasarkan Isi Permainan a) Social affective play Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh. b) Sense of pleasure play Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan c) Skill play Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil. d) Games Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain. e) Unoccupied behavior Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Sosial a) Onlooker play Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya. b) Solitary play Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya. c) Parallel play Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler. d) Associative play Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan. e) Cooperative play Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.
B. Konsep Dasar Anak Usia Pra Sekolah a. Anak usia pra sekolah (> 5 Tahun) Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan/kepuasan.
Bermain
merupakan
cerminan
kemampuan
fisik,
intelektual, emosional, dan social, dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2011). Karakteristik permainan untuk anak usia pra sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.
b. Reaksi Hospitalisasi 1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan 2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik 3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal
BAB III KEGIATAN BERMAIN
A. Rancangan bermain Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema “Cepat sembuh dengan banyak minum”. Kegiatan ini terdiri dari 3 sesi yaitu : pada sesi pertama tentang pemaparan cerita mengunakan boneka yang menceritakan tentang pentingnya mengkonsumsi banyak air bagi pasien demam. Pada sesi kedua, ANAK diajak untuk menghabiskan air mineral yang disediakan oleh kelompok. Pada sesi ketiga, anak diajak untuk mewarnai yang sudah disediakan kelompok. B. Media dan Alat 1. Boneka 2. Air mineral gelas 3. Kertas bergambar 4. pensil warna C. Sasaran a. Kelompok usia pra sekolah (> 5 tahun) b. Kriteria anak: 1. Anak usia pra sekolah (> 5 tahun) 2. Anak dengan pasien demam 3. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
D. Waktu Pelaksanaan a. Hari / Tanggal
: Jum’at 22 Maret 2019
b. Waktu
: Pukul 10.00 s/d 11.00
c. Tempat
: Ruang rawat inap anak Seruni RSUD Salewangang Maros
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu pada saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur, misalnya
pada pagi hari sekitar pukul 10.00 atau pada sore hari sekitar pukul 15.00. Durasi atau lamanya bermain adalah sekitar 40 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan permainan tersebut.
E. Pengorganisasian 1. Penanggung Jawab
: Muhammad Wahyudi, S.Kep
2. Leader
: Irianti Ubleeuw, S.Kep
3. Co Leader
: Lisdayanti, S.Kep
4. Fasilitator
: Juneri Turusaka, S.Kep Afni Arif, S.Kep
F. Pembagian Tugas 1. Leader : Irianti Ubleeuw, S.Kep Peran Leader a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan 2. Co Leader : Lisdayanti, S.Kep Peran Co Leader a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan datang d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya 5. Fasilitator : Juneri Turusaka, S.Kep Afni Arif, S.Kep
3. Peran Fasilitator a. Mempertahankan kehadiran peserta b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam kelompok G. Susunan Kegiatan No 1
2
3
Waktu
Terapis
5 menit
Pembukaan : - Co-Leader membuka dan mengucapkan salam - Memperkenalkan diri terapis - Memperkenalkan pembimbing - Memperkenalkan anak satu persatu dan anak saling berkenalan - Kontrak waktu dengan anak - Mempersilahkan Leader
25 menit
10 menit
Kegiatan bermain : - Leader menjelaskan cara permainan - Menanyakan pada anak, anak mau bermain atau tidak - Membagikan permainan - Leader ,co-leader, dan Fasilitator memotivasi anak - Fasilitator mengobservasi anak - Menanyakan perasaan anak
Penutup : - Leader Menghentikan permainan - Menanyakan perasaan anak -
Menyampaikan hasil permainan
Anak Menjawab salam Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan dan saling berkenalan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Menjawab pertanyaan
Menerima permainan Bermain Bermain Mengungkapkan perasaan
Selesai bermain Mengungkapkan perasaan Mendengarkan
Ket
-
-
Memberikan hadiah pada anak yang cepat menyelesaikan gambarnya yang diwarnai Menanyakan perasaan anak
-
Co-leader menutup acara Mengucapkan salam
Senang
Mengungkapkan perasaan Mendengarkan Menjawab salam
H. Evaluasi a. Evaluasi struktur yang diharapkan : 1. Alat-alat yang digunakan lengkap 2. kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana b. Evaluasi proses yang diharapkan 1. Terapi dapat berjalan dengan lancar 2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik 3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi 4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya c. Evaluasi hasil yang diharapkan 1. Anak dapat mewarnai 2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik 3. Anak merasa senang 4. Anak tidak takut lagi dengan perawat 5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai 6. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain
G. Hambatan Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain : Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Bermain
merupakan
aspek
penting
dalam
kehidupan
anak
yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.
B. Saran 1. Orang tua Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan. 2. Rumah Sakit Sebagai
tempat
pelayanan
kesehatan,
sebaiknya
rumah
sakit
dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. St. Louis: Mosby. Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagipenyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 04.00 p.m. Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m. Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-bermain/ Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m. Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.